DEWI YUDIANINGRUM
3312 100 088
DOSEN PEMBIMBING
Dr.Eng. ARIE DIPAREZA SYAFEI, ST, MEPM
19820119 200501 1 001
OLEH :
W. NURUL ROISYAH AMINY B
3312 100 066
DEWI YUDIANINGRUM
3312 100 088
TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan ridho
dari–Nya lah penulis dapat melaksanakan kerja praktek di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
dan menyelesaikan laporan magang ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis
ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Laporan Praktikum Kesehatan Masyarakat ini diberi judul “EVALUASI TEKNOLOGI
PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DEDUSTING SYSTEM PADA BILLET
STEEL PLANT (BSP) PT. KRAKATAU STEEL (PERSERO) Tbk”. Laporan ini diharapkan
dapat memberikan informasi dan meningkatkan ilmu pengetahuan akan keselamatan dan
kesehatan kerja bagi para pembacanya. Selain itu laporan ini disusun sebagai salah satu
prasyarat untuk menyelesaikan Program Sarjana Teknik Lingkungan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember.
Dalam pelaksanaan penulisan laporan kerja praktek ini, penulis mendapat banyak
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Secara khusus ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada:
1. Kedua Orang Tua kedua penulis yang dengan senantiasa memberi doa serta dukungan
moral maupun materil.
2. Bapak Arseto Yekti Bagastyo, ST, MT, Mphil., PhD selaku kordinator mata kuliah
kerja praktek yang telah memberikan arahans kepada penulis.
3. Bapak Dr.Eng. Arie Dipareza Syafei, ST, MEPM selaku dosen pembimbing kerja
praktek yang telah memberikan bimbingan, masukan, kritik, saran, petunjuk serta
nasehat kepada penulis.
4. Bapak Sudi Prabowo selaku Training Kordinator Divisi HSE yang telah memberikan
banyak bantuan, bimbingan dan nasihat kepada penulis
5. Bapak Freddy selaku pembimbing lapangan magang di Divisi HSE PT. Krakatau Steel
(Persero) Tbk.
6. Bapak Nanang selaku Training Koordinator Pabrik Billet Steel Plant (BSP) PT.
Krakatau Steel (Persero) Tbk.
7. Mas Rifqi yang telah menjelaskan dan mengantar berkeliling Pabrik BSP PT. Krakatau
Steel (Persero) Tbk.
8. Mas Eko yang telah mengizinkan penulis untuk ikut serta dalam pengambilan
sampling.
iv
9. Teman-teman Teknik Lingkungan ITS 2012 yang selalu memberi semangat dan
dukungan.
10. Teman-teman magang Divisi HSE; Iki, Sandy, Wina, Monic, Fitri, Kapri, Yudha, Mbak
Putri, Dian Bekasi, dan Dian Padang. Thank you so much for being very good friends
who always help and support us. Let’s keep in touch! ☺
11. Kakak-kakak angkat ASC, Mas Andri, Mas Gandos, Mas Tommy, Mas Nurhadi, Mas
Ano, Mas Andri Kun, Mas Yoyo, terimakasih atas perkenalan singkatnya, terimakasih
sudah mau direpotkan, terimakasih sudah selalu ada saat suka dan duka.
12. Sopir bus K-23, K-28, K-19 yang telah menjemput dan mengantarkan penulis setiap
harinya.
13. Serta semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan kerja
praktek ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa laporan kerja praktek ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran maupun kritik yang membangun untuk
penyempurnaan isi dan penyajian di masa yang akan datang. Penulis berharap laporan ini
dapat memberikan kontribusi yang berarti, baik informasi maupun wawasan kepada semua
pembaca. Akhirnya hanya kepada Yang Maha Kuasa-lah penulis memohon semoga semua
keikhlasan yang telah diberikan akan dibalas-Nya. Amin.
Penulis
v
DAFTAR ISI
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
2. Parameter apakah yang digunakan sebagai pedoman pengendalian pencemaran udara di
pada Billet Steel Plant (BSP) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk?
3. Teknologi apakah yang digunakan untuk mengendalikan pencemaran udara tersebut?
Bagaimana cara kerja dan kriterianya?
4. Bagaimana efektivitas dan efisiensi kinerja teknologi tersebut?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan kerja praktek ini adalah
1. Mengetahui proses produksi dan pencemaran yang dihasilkan pada Billet Steel Plant
(BSP) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
2. Mengetahui parameter yang digunakan sebagai pedoman pengendalian pencemaran
udara pada Billet Steel Plant (BSP) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
3. Mengetahui dan memahami cara kerja dan kriteria teknologi yang digunakan sebagai
unit pengendalian pencemaran udara pada Billet Steel Plant (BSP) PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk.
4. Melakukan pengkajian efektivitas dan efisiensi teknologi pengendalian pencemaran
udara pada Billet Steel Plant (BSP) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
2.Hydrochloric Acid Fumes (HCl)
Asam klorida bersifat korosif pada mata, kulit, dan selaput lendir. Akut (jangka
pendek) paparan inhalasi dapat menyebabkan mata, hidung, dan iritasi saluran
pernafasan dan peradangan dan edema paru pada manusia. Paparan oral akut dapat
menyebabkan korosi dari selaput lendir, kerongkongan, dan perut dan kontak dengan
kulit dapat menghasilkan luka bakar, koreng, dan jaringan parut pada manusia.
Kronis (jangka panjang) pajanan asam klorida telah dilaporkan menyebabkan
gastritis, bronkitis kronis, dermatitis, dan photosensitization pada pekerja. Terlalu
lama untuk konsentrasi rendah juga dapat menyebabkan perubahan warna gigi dan
erosi.
3. Sulfur Dioxide (SO2)
Gas SO2 telah lama dikenal sebagai gas yang dapat menyebabkan iritasi pada
system pernafasan, seperti pada slaput lender hidung, tenggorokan dan saluran udara
di paru-paru. Efek kesehatan ini menjadi lebih buruk pada penderita asma.
Disamping itu SO2 terkonversi di udara menjadi pencemar sekunder seperti aerosol
sulfat.
Aerosol yang dihasilkan sebagai pencemar sekunder umumnya mempunyai ukuran
yang sangat halus sehingga dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan bawah.
Aerosol sulfat yang masuk ke dalam saluran pernafasan dapat menyebabkan dampak
kesehatan yang lebih berat daripada partikel-partikel lainnya karena mempunyai
sifat korosif dan karsinogen. Oleh karena gas SO2 berpotensi untuk menghasilkan
aerosol sulfat sebagai pencemar sekunder, kasus peningkatan angka kematian karena
kegagalan pernafasan terutama pada orang tua dan anak-anak sering berhubungan
dengan konsentrasi SO2 dan partikulat secara bersamaan.
4. Nitrogen Oxide (NO2)
NOx adalah bentuk yang lebih reaktif dari oksida nitrogen yang terdiri dari nitrogen
monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). NO2 berwarna coklat kemerahan,
sangat reaktif, dan terbentuk di udara dari oksidasi NO.
4
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 205 Tahun 1996 tentang
Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran Udara Sumber Tidak Bergerak, adalah sebagai
berikut:
1. Inventarisasi kualitas udara daerah dengan mempertimbangkan berbagai kriteria yang
ada dalam pengendalian pencemaran udara.
2. Penetapan baku mutu udara ambien dan baku mutu emisi yang digunakan sebagai tolok
ukur pengendalian pencemaran udara.
3. Penetapan mutu kualitas udara di suatu daerah termasuk perencanaan pengalokasian
industri dan/atau kegiatan yang berdampak mencemari udara.
4. Pemantauan kualitas udara baik ambien dan emisi yang diikuti dengan evaluasi dan
analisis.
5. Pengawasan terhadap penaatan peraturan perundang-undangan pengendalian
pencemaran udara.
6. Peran masyarakat dalam kepedulian terhadap pengendalian pencemaran udara.
7. Kebijakan bahan bakar bersih dan ramah lingkungan.
8. Penetapan kebijakan dasar baik teknis maupun non teknis dalam pengendalian pencemaran
udara secara nasional.
(Permen LH No.20 Th 2008)
5
f. Menggunakan laboratorium yang terakreditasi dalam pengujian emisi sebagaimana
dimaksud dalam huruf d dan huruf e;
g. Melakukan pengujian emisi setelah kondisi proses pembakaran stabil;
h. Menyampaikan laporan hasil analisis pengujian emisi sebagaimana dimaksud dalam
huruf c kepada Bupati/Walikota, dengan tembusan Gubernur dan Menteri paling sedikit
1 (satu) kali dalam 3 (tiga) bulan, untuk huruf d atau e paling sedikit 1 (satu) kali dalam
6 (enam) bulan;
i. Melaporkan kejadian tidak normal dan/atau keadaan darurat yang mengakibatkan baku
mutu emisi dilampau serta rincian upaya penanggulangannya kepada Bupati/Walikota,
dengan tembusan Gubernur dan Menteri.
(BLH Daerah Prov. Jabar, 2014)
2.4 Peraturan Terkait Pencemaran dan Pengendalian Udara Industri Peleburan Besi
dan Baja
Berikut beberapa peraturan terkait pencemaran dan pengendalian udara industri
peleburan besi dan baja.
a. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 1995 tentang Baku
Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak.
b. Bapedal Nomor 205 Tahun 1996 tentang Pedoman Teknis Pengendalian Pencemaran
Udara Sumber Tidak Bergerak.
c. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
d. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2006.
6
No. Sumber Parameter Batas Maksimum (mg/m3)
5. Dapur Proses Pelunakan Baja Total Partikel 500
(Annealing Furnace)
6. Proses Celup Lapis Metal Total Partikel 500
(Acid Pickling & Hydrochloric Acid 10
Regeneration) Fumes (HCl)
7. Tenaga Ketel Uap Total Partikel 400
(Power Boiler) Sulfur Dioksida (SO2) 1200
Nitrogen Oksida 1400
(NO2)
8. Semua Sumber Opasitas 40%
Catatan:
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2.
- Volume gas dalam keadaan standar (25°C dan tekanan 1 atm)
- Untuk sumber pembakaran, partikulat dikoreksi sebesar 10% oksigen.
- Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh
hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.
- Pemberlakuan BME untuk 95% waktu normal selama tiga bulan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 Lampiran IIB
tentang Baku Mutu Emisi untuk Industri Besi dan Baja (berlaku efektif tahun 2000).
Tabel 2.2 Baku Mutu Emisi untuk Industri Besi dan Baja
No. Sumber Parameter Batas Maksimum (mg/m3)
1. Penanganan Bahan Baku Total Partikel 150
(Raw Material Handling)
2. Tanur Oksigen Biasa Total Partikel 150
(Basic Oxygen Furnace)
3. Tanur Busur Listrik Total Partikel 150
(Electric Arc Furnace)
4. Dapur Pemanas Total Partikel 150
(Reheating Furnace)
5. Dapur Proses Pelunakan Baja Total Partikel 150
(Annealing Furnace)
6. Proses Celup Lapis Metal Total Partikel 150
(Acid Pickling & Hydrochloric Acid 15
Regeneration) Fumes (HCl)
7. Tenaga Ketel Uap Total Partikel 200
(Power Boiler) Sulfur Dioksida (SO2) 800
Nitrogen Oksida 1000
(NO2)
8. Semua Sumber Opasitas 20%
Catatan:
- Nitrogen Oksida ditentukan sebagai NO2.
- Volume gas dalam keadaan standar (25°C dan tekanan 1 atm)
- Untuk sumber pembakaran, partikulat dikoreksi sebesar 10% oksigen.
7
- Opasitas digunakan sebagai indikator praktis pemantauan dan dikembangkan untuk memperoleh
hubungan korelatif dengan pengamatan total partikel.
Pemberlakuan BME untuk 95% waktu normal selama tiga bulan.
8
No Nama Alat Cara Kerja Gambar
4 Siklon Peralatan mekanis yang
digunakan untuk menyisihkan
partikel dengan ukuran > 5
mikron dengan efisiensi
penyisihan 50-90%.
Prinsip kerja siklon yaitu
dengan memanfaatkan gaya
sentrifugal dan inersia dari
udara/gas buangan. Udara yang
mengandung partikulat
menyebabkan partikel
terlempar ke luar, membentur
dinding, dan bergerak turun ke
dasar siklon.
Dalam aplikasi di dunia
industri, siklon sering
digunakan sebagai precleaner
untuk alat kontrol polusi udara
yang lebih rumit seperti
electrostatic precipitator atau
baghouses.
5 Electrostatic Alat pengendali pencemar
Precipitator partikulat yang didasari pada
(EP) konsep presipitasi akibat gaya
elektrostatik. EP sangat efektif
sebagai pengendali partikulat
yang berukuran kurang dari 10
mikron. Pemberian muatan
listrik oleh precipitator
discharge electrode disebut
sebagai corona discharge.
Partikel diberikan muatan
negative (negative charging)
sehingga menimbulkan gaya
elektrostatis. Gaya ini akan
berinteraksi sehingga partikulat
akan mengalami presipitasi
pada sistem pengumpul
(berbentuk plat atau tabung)
yang bermuatan positif. Setelah
menempel pada bidang
pengumpul maka akan terjadi
discharging muatan hingga
kolektor ternetralisir oleh
jumlah partikulat bermuatan
yang menempel.
9
Tabel 2.4 Alat Pengendali Gas Pencemaran Udara
No Nama Alat Cara Kerja Gambar
1 Adsorber Unit pengendali gas yang
menggunakan prinsip
adsorpsi. Adsorpsi adalah
suatu proses tertahannya
pencemar gas yang terdapat
dalam aliran gas buang pada
suatu permukaan padat.
Adsorben adalah permukaan
padat yang mampu menarik
molekul gas pencemar
(seperti karbon aktif, silica
gel, activated alumina),
adsorbat adalah molekul gas
pencemar yang tertahan
pada permukaan padat
(seperti senyawa organik
volatil, thinner cat, pelarut /
solvents).
10
No Nama Alat Cara Kerja Gambar
4 Unit Unit pengendali yang
pembakaran/ bekerja dengan prinsip
combustion okidasi, digunakan untuk
mengendalikan senyawa
organik volatil (VOC) dan
atau senyawa-senyawa
beracun. Pada temperatur
yang cukup tinggi dan waktu
tinggal yang cukup, senyawa
organik dapat dioksidasi
membentuk CO2 dan uap
air. Oksidasi senyawa
organik yang mengandung
klorin dan florin atau sulfur
dapat berupa HCl, HF, Cl2
atau SO2.
11
BAB III
GAMBARAN UMUM
12
Jakarta 12950 yang terletak kurang lebih 110 km dari Jakarta dan memiliki luas keseluruhan
350 Ha. Lokasi ini sangat strategis dimana sarana dan prasarana yang ada di daerah Cilegon
sangat menunjang untuk pertumbuhan industrI baja. Tata letak perusahaan dan anak
perusahaannya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Berdasarkan letak geografisnya, PT. Krakatau
Steel (Persero) Tbk., dibatasi oleh:
1. Arah Utara : berbatasan dengan pabrik-pabrik di Kawasan Industri Krakatau
2. Arah Selatan : berbatasan dengan jalan raya Anyer
3. Arah Barat : berbatasan dengan Selat Sunda
4. Arah Timur : berbatasan dengan pabrik-pabrik di Kawasan Industri Krakatau
13
3.4 Stuktur Organisasi Perusahaan
Sebagai salah satu industri baja terpadu
terpadu terbesar di Indonesia, PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk., mempunyai organisasi yang besar. Dewan Direksi bertanggung jawab
menjalankan perusahaan sesuai dengan Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Ta
(AD/ART). Organisasi di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk., dipimpin oleh seorang direktur
utama dan dibawahi 6 (enam) direktur.
direktur
14
3.5 Proses Produksi Baja Secara Umum
Kegiatan proses produksi di PT Krakatau Steel (Persero), Tbk. menghasilkan tiga
produk akhir yaitu hot rolled coil,
coil cold rolled coil, dan wire rod.. Secara umum kegiatan
proses produksi terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu proses reduksi besi, proses peleburan dan
pengecoran, dan proses pengerolan. Proses produksi ini dapat dilihat pada gambar berikut.
15
DR plant memiliki tiga pabrik yaitu hyl I, II, dan III yang terdiri dari unit pembangkit gas
pereduksi dan unit reduksi iron ore (bijih besi). Pada saat ini hanya hly III yang masih
beroperasi, dikarenakan usia pengunaan hyl I dan II sudah tidak ekfektif lagi.
2. Pabrik Billet Baja (Billet Steel Plant-BSP)
Pabrik Billet Baja mulai beroprasi pada tahun 1979. Pada pabrik billet ini memproduksi
baja batangan dengan bahan baku utamanya terdiri dari spons, scrap, kapur, alloys (Al,
FeMn, FeHg, FeSi). BSP menghasilkan baja berupa batangan (long iron) dengan kapasitas
produksi 675.000 Ton/tahun. Jenis billet yang dihasilkan meniliki ukuran penampang 120 x
120 mm, 130 x 120 mm dan Panjang maksimumnya mencapai 12.000 mm.
3. Pabrik Slab Baja (Slab Steel Plant-SSP)
Pabrik Slab baja PT Krakatau Steel mulai berproduksi tahun 1983. Pada awalnya pabrik
slab baja ini terdiri dari 4 dapur yang masing-masing berkapasitas 250.000 Ton/tahun pada
(SSP I). Sejak tahun 1992 pabrik ini lebih dikembangkan dengan menambah 2 dapur dengan
kapasitas 800.000 Ton/tahun yaitu (SSP II). Pabrik ini menggunakan bahan baku utama sama
dengan pabrik billet. Slab baja yang dihasilkan mempunyai ukuran tebal 150 - 200 mm, lebar
600 - 2080 mm dan panjang maksimumnya mencapai 12.000 mm. Berat maksimal masing-
masing slab 30 ton.
4. Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill-HSM)
Pada pabrik HSM terdiri dari Rolling Mill yang memproduksi coil, Shearing Line dan
SPM (Skin Pass Mill) yang memproduksi plate. Produksi slab baja PT Krakatau Steel
digunakan sebagai bahan baku pabrik baja lembaran panas. Pabrik baja lembaran panas ini
mulai beroperasi pada tahun 1983. Memiliki ukuran ketebalan 1,8 – 25 mm dengan lebar 650
– 2080 mm dan berat maksimal mencapai 30 ton/(sheet/plate/coil). Hasil dari Pabrik Baja
Lembaran Panas banyak dimanfaatkan untuk pipa, bangunan, bahan konstruksi kapal, dan
lainnya.
5. Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill-CRM)
Pabrik ini bergambung sebagai unit produksi PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk. pada
tanggal 1 Oktober 1991. Bahan baku pabrik ini adalah baja lembaran panas (coil) dari pabrik
HSM, yang kemudian mengalami pengerolan dingin untuk mendapat produk baja lembaran
dengan ketebalan 0,18 mm – 3 mm. Kapasitas produksi per tahunnya adalah 850.000 ton.
Produk baja yang dihasilkan digunakan untuk komponen bagian dalam mobil atau motor,
peralatan rumah tangga, kaleng, dan lainnya.
6. Pabrik Baja Batang Kawat (Wire Rod Mill-WRM)
Pabrik Wire Rod awalnya bernama Wire Rod and Strip Mill (WRSM), karena pabrik
ini didesain untuk memproduksi dua jenis produk yaitu Wire Rod dengan diameter 5,5-12
16
mm dan Strip dengan lebar maksimal 360 mm dan tebal minimum 2 mm, dengan kapasitas
220.000 MT/tahun. Pabrik ini mulai beroperasi pada tahun 1979. Pabrik ini menghasilkan
batang kawat baja yang diaplikasikan untuk senar piano, mur, paku, baut, pegas, kawat baja,
dan lainnya.
Sr Engineer
Environment Mgt Staff *)
System
Sr Engineer
Safety Mgt
System
17
Manager membawahi 4 (empat) dinas yang dipimpin oleh superintendent:
1. Dinas Keselamatan Kerja: bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan keselamatan
kerja instalasi berbahaya, proses dan sarana produksi, serta keselamatan kerja
karyawan, kontraktor, labour suplay dan tamu perusahaan.
2. Dinas Hyperkes: bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan kesehatan
tenaga kerja secara promotif dan preventif, pelayanan fasilitas P3K, pengawasan dan
pembinanaan hygiene sanitasi tempat kerja, dan pengawasan dan pembinanaan
penyelenggaraan norma ergonomi di tempat kerja.
3. Dinas Laboratorium Lingkungan: bertanggung jawab terhadap pemantauan, pengujian,
penelitian parameter lingkungan kerja, dan lingkungan hidup.
4. Dinas Pengendalian Lingkungan: bertanggung jawab atas pengawasan dan
pengendalian pencemaran lingkungan.
3.6.2 Kegiatan Pokok Divisi HSE
Kegiatan Divisi S&E yang telah disusun adalah:
1. Menyelenggarakan kegiatan pembinaan, penelitian, pemantauan, pengujian, dan
pencegahan dalam bidang keselamatan kerja, kesehatan kerja serta pengendalian
lingkungan industri.
2. Menyelenggarakan kegiatan penelitian dan aplikasi pemanfaatan kembali (reduce),
daur ulang (recycle), dan recovery limbah industri.
3. Menyelenggarakan kegiatan pemeriksaan dan uji ulang peralatan serta instalasi
berbahaya di lingkungan pabrik.
4. Mengembangkan dan memelihara Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dan ISO
14001 serta pengembangan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3), serta ISO 17025.
3.6.3 Program Kerja Divisi HSE
1. Meningkatkan Rona lingkungan
Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatakan rona lingkungan yaitu melakukan
pemantauan dan analisis. Beberapa komponen lingkungan yang dipantau yaitu limbah, air
permukaan, air tanah, iklim, debu daerah industri, perkampungan, dan perumahan, kebisingan
di tempat kerja dan perkampungan, gas emisi, gas ambient, dan gas explosive. Selain itu pula
melakukan penanganan oli bekas dan drum kosong, evaluasi kondisi kebersihan lingkungan
kerja serta pengendalian limbah B3 dan limbah non B3.
18
2. Implementasi SML ISO 14001
Kegiatan implementasi SML ISO 14001 yaitu evaluasi progres perbaikan
lingkungan/ISO 14001, menindaklanjuti audit ISO 14001, evaluasi progres pelatihan ISO
14001, evaluasi hasil pemantauan dan pengukuran, Audit ISO 14001, dan tinjauan
manajemen. Kegiatan tersebut dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan kondisi
lingkungan perusahaan.
3. Implementasi SMK3
Kegiatan implementasi SMK3 yaitu Identifikasi risiko dan potensi bahaya,
pendokumentasian hasil identifikasi faktor dan potensi bahaya, penilaian resiko,
pengendalian resiko, dan program perbaikan untuk evaluasi progress.
4. Menurunkan Tingkat Kekerapan Kecelakaan Kerja (IFR) dan Tingkat Keparahan
Kecelakaan Kerja (ISR)
5. Meningkatkan pengetahuan/keterampilan TTD pabrik bidang P3K serta mutu pengujian
kesehatan karyawan.
6. Menyelesaikan penelitian limbah padat industri hingga tahap layak produksi.
7. Kebijakan perlindungan lingkungan, keselamatan, dan kesehatan kerja PT Krakatau Steel
(Persero) Tbk.
19
spons, scrap,, dan batu kapur yang semuanya dilebur dalam dapur listrik kemudian dicetak.
Pabrik Billet Baja ini mampu memproduksi billet baja dari berbagai jenis kelas baja.
baj
Kapasitas produksi pabrik ini 500.000 ton billet baja per tahun.
Pada proses pembuatan baja batangan di pabrik billet ini, sama seperti pada pabrik slab.
Hanya saja yang berbeda adalah bentuk cetakannya. Produk baja ini dipakai sebagai bahan
baku wire road, bar, dan section mill process.
process
Fasilitas produksi yang dimiliki pabrik ini adalah:
- Electric Arc Furnace (EAF)
EAF menghasilkan baja cair dari bahan baku berupa besi spons, besi scrap, dan kapur
untuk mengontrol kandungan fosfor dan sulfur.
- Ladle Furnace
Aktivitas utama didalam Ladle Furnace adalah:
Menurunkan kandungan oksigen dalam baja dengan menggunakan aluminium;
Homogenisasi temperatur dan komposisi kima dengan bubbling argon;
Menambahkan alloy untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan.
- Continuous Casting Machine
Billet diperoleh dari proses pencetakan kontinyu dimana perlindungan menggunakan
gas argon diperlukan antara ladle dan tundish. Ukuran billet yang dihasilkan berdimensi
110x110 mm, 120x120 mm, 130x130 mm, dan panjang maksimum mencapai
mencapai 12000 mm.
20
Menambal bata tahan api (refractory) yang sudah tipis pada saat peleburan dan mesin
penembak
Memonitor kondisi Elektroda
Memonitor kondisi roof saat swing in dan swing out
Memonitor kondisi EBT (Excentric Bottom Tapping)
b. Tahap Persiapan
Menyiapkan Electric Arc Furnace untuk proses operasi yang berikutnya setelah proses
tapping. Persiapan yang dilakukan adalah melindungi lapisan refractory pada dinding furnace
yang sudah tipis dengan menembakkan material-material refractory untuk melapisi dinsing
tersebut.
c. Tahap Pengisian
Pengisian bahan baku (muatan) yang berupa besi tua (scrap), besi spons, dan batu kapur
(limestone) ke dalam furnace. Susunan pemuatan scrap di dalam furnace dimulai dari mengisi
bagian bawah furnace dengan besi spons kemudian scrap ringan untuk melindungi kerusakan
dasar furnace, kemudian scrap beratdiletakkan di tengah dan bagian atas diletakkan scrap
ukuran sedang untuk menghindari kemungkinan tertimpanya elektroda oleh scrap berat yang
longsor saat bagian bawah bahan baku mulai melebur. Peletakan scrap sedang di bagian atas
untuk memudahkan terjadinya peleburan oleh elektroda. Pemasukan besi spons diletakkan
setelah scrap untuk mengisi rongga-rongga kosong diantara scrap berat. Perbandingan
komposisi pengisian scrap dan spons adalah 30% dan 70%.
d. Tahap Peleburan
Terjadi proses peleburan bahan baku menggunakan radiasi arc (busur listrik) dari
ujung-ujung elektroda. Proses ini terdiri dari 2 tahap :
Tahap Penetrasi (Penetration)
proses penembusan elektroda pada bahan baku menggunakan tap tegangan rendah
terlebih dahulu dengan short arc (busur listrik yang pendek) agar atap furnace dapat
terlindungi dari terjangan arc yang besar. Selanjutnya tap tegangan dinaikkan secara
bertahap untuk mempercepat penembusan. Bila telah menembus sampai dasar furnace,
tap tegangan dinaikkan lagi
Tahap Meltdown
Setelah tahap penetrasi dimana arc terbenam di dalam bahan baku, maka tap tegangan
dinaikkan maksimum agar dihasilkan arc yang panjang dengan daya yang sebesar-
besarnya untuk meleburkan bahan baku menjadi baja cair. Pada tahap ini pemasukan
21
besi spons dan batu kapur dituangkan ke furnace secara terus-menerus dengan system
pengisian kontinyu (continuous feeding system) saat muatan telah melebur 40%.
e. Tahap Pemurnian
Proses pengaturan komposisi baja sesuai dengan komposisi yang dikehendaki. Setelah
bahan baku melebur 90%, dilakukan pengurangan daya listrik dengan menurunkan tap
tegangan pada tegangan menengah yang akan menghasilkan short arc yang cukup untuk
meleburkan sisa material yang belum melebur atau untuk mempertahankan temperature
sambil dilakukan proses pengaturan komposisi cairan baja.
22
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi Emisi Gas Buang Pada Peleburan Baja di Pabrik Billet Baja/ Billet
Steel Plant (BSP)
Pabrik Billet Baja/Billet Steel Plant (BSP) melakukan proses produksi dari bahan besi
spons, dimana besi spons ini akan dilebur bersama scrap dan bahan tambahan lainnya, seperti
granit, dolomite dan batu kapur. Proses pembuatan billet baja di BSP terbagi dalam 3 tahap
utama, yaitu proses peleburan dan pemurnian di dapur EAF (Electric Arc Furnance), proses
pemurnian sekunder dan proses pengecoran kontinyu di CCM (Continous Casting Machine).
Peleburan baja di BSP banyak menimbulkan masalah, khususnya pada kualitas udara.
Beberapa tahapan dalam proses peleburan baja secara aktual menimbulkan emisi berupa gas
dan partikel debu utamanya pada saat peleburan baja di EAF, sehingga menyebabkan
pencemaran udara baik di dalam maupun di luar/sekitar pabrik. Umumnya debu (dust)
terbentuk karena adanya partikel-partikel halus yang terbentuk secara mekanik, keluar dari
tanur dan atau adanya senyawa yang mudah menguap dan keluar tanur. Untuk menangani hal
tersebut PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. menggunakan Dedusting System sebagai salah satu
langkah pengendalian pencemaran udara. Selain itu diadakan pula pemantauan berkala
menggunakan setiap 6 bulan 2 kali pada cerobong/stack dari proses peleburan baja di BSP.
Khusus untuk partikulat dan opasitas pemantauan dilakukan setiap hari dengan menggunakan
CEMs. Pemantauan emisi gas ini berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 13
Tahun 1995 tentang Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Berikut salah satu
hasil pengukuran uji emisi pada BSP.
Tabel 4.1 Hasil Uji Emisi Pada Billet Steel Plant (BSP), Billet Barat, Februari 2014
Parameter Hasil Uji Satuan
Nitrogen Oksida 3 mg/Nm3
Partikel Debu/TSP 12,9 mg/m3
Sulfur dioksida 0 mg/Nm3
Oksigen 19,9 %
Karbon Monoksida 1236 mg/Nm3
Karbon Dioksida 0,3 %
Nitrogen Dioksida 21 mg/Nm3
NOx 17 mg/Nm3
o
T-Gas 84 C
Opasitas 3 %
Sumber: Laporan Hasil Pegujian Emisi Udara, Laboratorium Lingkungan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
23
4.2 Dedusting System
Dedusting System merupakan sistem penyaring debu sebelum diteruskan ke Bag House
Dedusting dan sistem
stem penyaring emisi gas buang sebelum diteruskan ke cerobong dan
dilepaskan ke udara ambien yang dalam pengoprasiannya
pengoprasiannya di bantu oleh ID Fan. Konsep
utama dari dedusting system adalah menggunakan serangkaian alat yaitu dedusting plant
dengan prinsip kerja seperti penghisap debu yang kemudian diproses/difilter sehingga debu
dan emisi yang dibuang ke udara memenuhi standar baku mutu.
Dedusting Plant adalah unit pengolahan debu hasil proses produksi (peleburan baja)
dengan cara menghisap, mendinginkan, menyaring, dan membuang udara hasil pengolahan
baja cair ke udara bebas. Bagian-bagian
Bagian dedusting antara lain:
1. Elbow
Elbow adalah sebuah saluran yang berfungsi untuk menghisap debu secara langsung
pada saat furnace beroperasi. Bagian dari elbow ini terdiri dari 2 unit:
unit
- Roof Elbow
Terletak di atas roof dan mengikuti pergerakan roof naik dan turun, serta pergerakan
roof membuka (swing out) dan menutup (swing in).
- Fix Elbow
Berada
erada setelah roof elbow yang terletak diluar furnace. Posisinya tidak mengalami
perubahan pada saat furnace beroperasi atau stop produksi.
Gambar 4.1 Elbow Billet Steel Plant PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
2. Canopy
Bagian dari dedusting plant yang menghisap debu pada furnace secara tidak langsung.
Canopy ini hanya menghisap debu yang terbang keatas dari furnace ke atap pabrik
pada saat proses peleburan baja dan saat tutup furnace (roof) dibuka.
24
Gambar 4.2 Canopy Billet Steel Plant PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
25
- Cooler
Udara yang mengalir pada FDC (dari bawah cooler) akan mengalir ke atas (akhir dari
aliran udara di cooler). Sedangkan debu kasar yang bergerak ke bawah akibat proses di
FDC akan terjatuh ke bawah yaitu pada dust container. Karena debu kasar tersebut
cukup berat sehingga tidak dapat ikut terhisap ke atas dan terjatuh.dec
terjatuh. Dumper pada
saluran antara FDC dengan Mixing Chamber berfungsi untuk mengatur besar hisapan
udara pada Roof Elbow..
5. Mixing Chamber
Mixing chamber merupakan bagian yang berfungsi untuk mencampur gas keluaran Hot
Gas Line (HGL) sistem yang sudah didinginkan melalui bagian dari FDC dengan gas
bertemperatur rendah keluaran dari pipa canopy dua dapur.
dapur Didalam Mixing chamber,
gas keluaran dari canopy berfungsi untuk membantu proses penurunan temperature dari
gas keluaran Hot gas line.
Gambar 4.3 Mixing Chamber Billet Steel Plant PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
6. Filter Cleaning Unit
Gas hasil peleburan baja dari dua dapur, yang telah dilaminerkan
kan oleh mixing chamber
akan di teruskan ke Filter Cleaning Unit (FCU).
7. Dust Transport & Dust Silo
Debu hasil proses
ses pada Forced Draught Cooler (FDC) & Cooler, mixing chamber,
chamber dan
filter akan terjatuh dan ditampung di bagian dust container (dust silo).
silo)
26
Gambar 4.4 Dust Silo Billet Steel Plant PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
8. Induced Draft ( ID ) Fan
Induced Draft (ID) Fan merupakan kipas yang digerakan dengan motor induksi.
induksi Setiap
ID Fan memiliki dec dumper outlet untuk mengatur besar udara yang dibuang ID Fan
ke stack dan dec dumper inlet untuk mengatur besar udara yang dihisap ID Fan.
9. Stack
Tempat dikeluarkannya gas buang/emisi dari duct yang telah difilter menuju ke udara
bebas (ambient). Stack dilengkapi dengan alat pemantau udara (mis: CEMs) untuk
memantau udara keluaran apakah sudah sesuai standar baku mutu yang berlaku atau
belum.
27
Gambar 4.5 Skema Dedusting(Duct-Cooler)
Pada EAF Billet Steel Plant PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
28
Pada EAF Billet Steel Plant PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
29
Debu yang telah dikumpulkan oleh dedusting system akan berupa serbuk berwarna
hitam kecoklatan, sedikit berbau, dan larut pada air. Pada perkembangannya debu tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai campuran bahan baku di industri semen. Kini dimanfaatkan oleh
pihak ketiga yang telah mempunyai izin pemanfaatan limbah B3 dari KLH, sebagai bahan
baku. Gas yang dibuang ke udara adalah gas yang telah difilter pada dedusting system
sehingga diharapkan sudah memenuhi standar baku mutu yang berlaku. Berikut spesifikasi
debu hasil keluaran dedusting system.
4.4 Hasil Uji Emisi Pada Billet Steel Plant (BSP) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
dan Perbandingannya dengan KEPMEN LH No. 13 Tahun 1995
Pengukuran emisi di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. dilakukan setiap enam bulan
sekali. Berikut hasil uji emisi yang dilakukan di Billet Steel Plant pada Februari 2014. Untuk
bulan Maret 2014-Januari 2014 tidak dilakukan pengukuran karena dalam masa itu kegiatan
produksi tidak terlalu banyak dilakukan. Berikut hasil uji emisi di Billet Steel Plant bulan
Februari 2014
30
Laporan Hasil Pengujian Udara Emisi
Tanggal Sampling : 13 Februari 2014
Tanggal Analisa : 13 Februari 2014
Nama Perusahaan : PT Krakatau Steel
Pabrik : BSP
Lokasi Sampling : Billet Barat (S = 06°00,444’ E = 106°00,262’)
31
Laporan Hasil Pengujian Udara Emisi
Tanggal Sampling : 14 Februari 2014
Tanggal Analisa : 14 Februari 2014
Nama Perusahaan : PT Krakatau Steel
Pabrik : BSP
Lokasi Sampling : LF Billet 01 (S = 06°00,284’ E = 106°00,226’)
Berdasarkan perolehan data diatas, gas buang yang dilepas ke udara ambien melalui
cerobong berada jauh di bawah baku mutu emisi berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. Hal
ini menunjukkan bahwa dedusting system sudah cukup efetif dalam menangani pengendalian
pencemaran udara di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk.
32
KESIMPULAN DAN SARAN
33
DAFTAR PUSTAKA
BLH Daerah Prov. Jabar, 2014. Buku Panduan Pengawasan dan Kumpulan Peraturan
Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Jawa Barat.
Dokumen Manual Sistem Manajemen Krakatau Steel (SMKS).
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 13 Tahun 1995 tentang: Baku Mutu Emisi
Sumber Tidak Bergerak.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.20 Tahun 2008 tentang: Petunjuk Teknis Standar
Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten/Kota.
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Cilegon.
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Cilegon.
34