PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelapa sawit (elaesis ) merupakan tanaman perkebunan penting
penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati.
Untuk meningkatkan produksi kelapa sawit dilakukan kegiatan perluasan areal
pertanaman, rehabilitasi kebun yang sudah ada dan intensifikasi. Pelaku usaha
tani kelapa sawit di Indonesia terdiri dari perusahaan perkebunan swasta,
perkebunan Negara dan perkebunan rakyat (kemenpan, 2008).
Perkebunannya menghasilkan keuntungan besar sehingga banyak hutan
dan perkebunan lama dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Indonesia
adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Di Indonesia
penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi
(Andrew, 2012).
Menurut Kementrian Perindustrian (2007), Industri perkebunan kelapa
sawit dan industri minyak kelapa sawit merupakan salah satu industri
strategis, karena berhubungan dengan sektor pertanian (agro-based-industry)
yang banyak berkembang di negara tropis seperti Indonesia. Kehadiran
perkebunan kelapa sawit secara ekonomis telah memberikan harapan yang
besar bagi para pemilik modal. Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit terus
meningkat. Perluasan tanpa control dimana hutan, lahan pertanian, bahkan
pantai pun di eksploitasi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit. Di Sumatera
Utara sampai saat ini tercatat luas perkebunan kelapa sawit sekitar 600.000 ha
dengan jumlah buruh 132.000 buruh.
Umumnya pembangunan perkebunan kelapa sawit selalu di ikuti dengan
pembangunan pabrik minyak kelapa sawit yang berada pada areal perkebunan
maupun daerah-daerah strategis pembangunan pabrik minyak kelapa sawit.
Tahapan pembangunan perkebunan kelapa sawit dimulai dengan persiapan
lahan (studi kelayakan), pembukaan lahan, pembibitan, penanaman dan
1
pemanenan (Kemenlh, 2007). Sedangkan pabrik minyak kelapa sawit
umumnya terdiri dari bagian pengangkutan tandan buah segar (TBS) dari
kebun kepabrik, bagian penimbangan, bagian pembongkaran buah (loading
ramp), bagian pemasakan/perebusan dan sterilisasi, bagian
pelepasan buah dari tandan dan penumbukan, bagian pengadukan (digestion),
bagian pengempaan untuk memeras minyak sawit, bagian permunian minyak
sawit (clarifitation), bagian inti sawit (Kemenlh, 2007).
Persaingan industri termasuk industri perkebunan kelapa sawit yang
semakin ketat menuntut perusahaan untuk mengoptimalkan seluruh sumber
daya yang dimiliki dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi. Kualitas
produk yang dihasilkan tidak terlepas dari peranan sumber daya manusia
(SDM) yang dimiliki perusahaan. Faktor-faktor produksi dalam perusahaan
seperti modal, mesin, dan material dapat bermanfaat apabila telah diolah oleh
SDM. SDM sebagai tenaga kerja tidak terlepas dari masalah-masalah yang
berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu bekerja.
Keselamatan dan kesehatan pekerja tergantung pada hubungan interaktif yang
mempengaruhi performance yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan beban
tambahan dari lingkungan kerja. Pekerja perkebunan kelapa sawit umumnya
berpendidikan rendah dan bersifat tertutup karena tinggal menetap di rumah-
rumah yang disediakan oleh perusahaan perkebunan. Pekerja perkebunan
tinggal di dareah perdesaan yang sulit untuk mengakses pelayanan kesehatan
(KPS, 2009).
Perkebunan dapat dianggap sebagai satu masyarakat yang tertutup,
sehingga usha-usaha kesehatanpun harus dilakukan harus disesuaikan dengan
sifat-sifat masyarakat demikian, dalam arti menyelenggarakan sendiri untuk
memenuhi kebutuhan sendiri. Usaha-usaha ini meliputi bidang preventif dan
kuratif baik mengenai penyakit umum, kecelakaan mupun penyakit akibat
kerja. Untuk mencegah penyakit-penyakit akibat kerja harus diambil cara-cara
pencegahan yang disesuaikan dengan jenis-jenis bahaya menurut pekerjaan
nya. Atas dasar itulah disusun program pencegahan yang sebaik-baiknya
(Suma’mur,1996).
2
B. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan
lapangan pada Industri perkebunan kelapa sawit.
b. Untuk mengetahui proses kerja dan bahaya potensi pada pekerjaan pabrik
pada industri minyak kelapa sawit.
c. Untuk mengetahui peranan kesehatan kerja pada industri perkebunan dan
industri minyak kelapa sawit.
C. Manfaat Penulisan
a. Memberikan informasi tentang proses kerja dan bahaya potensi pada
pekerjaan lapangan pada Industri perkebunan kelapa sawit.
b. Memberikan informasi tentang proses dan bahaya potensi pada pekerjaan
pabrik pada industri minyak kelapa sawit.
c. Memberikan informasi tentang peranan kesehatan kerja pada industri
perkebunan dan industri minyak kelapa sawit.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, seorang pekerja sepatutnya mendapatkan perlindungan
sebagai berikut :
1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
atas:
a. Keselamatan dan kesehatan kerja,
b. Moral dan kesusilaan,
c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai-
nilai agama.
2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
5
Selanjutnya, Mangkunegara (2002) memaparkan tujuan dari keselamatan
dan kesehatan kerja antara lain :
1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja
baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya
selektif mungkin.
3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai.
5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan
atau kondisi kerja.
7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.
6
D. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan
sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik
waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi di dalam
suatu proses kerja industri atau yang berkaitan dengannya (Tarwaka, 2014).
Unsur-unsur kecelakaan kerja menurut Tarwaka (2014) adalah sebagai berikut
:
1. Tidak terduga, karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat
unsur kesengajaan dan perencanaan.
2. Tidak diinginkan atau diharapkan, karena setiap peristiwa kecelakaan akan
selalu disertai kerugian baik fisik maupun mental.
3. Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan, yang sekurang-kurangnya
menyebabkan gangguan proses kerja.
Oleh Tarwaka (2014), pelaksanaan kecelakaan kerja di industri dibagi
menjadi dua kategori utama, yaitu :
1. Kecelakaan industri (industrial accident) merupakan suatu kecelakaan
yang terjadi di tempat kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak
terkendali.
2. Kecelakaan di dalam perjalanan (community accident) merupakan
kecelakaan yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan
hubungan kerja.
7
e. Pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpura-pura
f. Mengangkut beban yang berlebihan
g. Bekerja berlebihan atau melebihi jam kerja
2. Unsafe Condition
Unsafe Condition dapat disebabkan oleh berbagai hal sebagai berikut :
a. Peralatan yang sudah tidak layak dipakai
b. Ada api di tempat bahaya
c. Pengamanan gedung yang kurang standar
d. Terpapar bising
e. Terpapar radiasi
f. Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau berlebihan
g. Sistem pekerjaan yang berlebihan
h. Sifat pekerjaan yang mengandung potensi bahaya
F. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan langkah awal dalam suatu upaya sistematis
untuk mengetahui adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Menurut Ramli
(2010), tujuan identifikasi bahaya merupakan landasan dari program
pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko. Identifikasi bahaya
memberikan berbagai manfaat antara lain:
a. Mengurangi peluang kecelakaan
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (pekerja-manajemen
dan pihak terkait lainnya) mengenai potensi bahaya dari aktivitas
perusahaan sehingga dapat meningkatkan kewaspadaan dalam
menjalankan operasi perusahaan.
c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi
pencegahan dan pengamanan yang tepat dan efektif. Dengan menentukan
skala prioritas penanganannya sesuai dengan tingkat risikonya sehingga
diharapkan hasilnya akan leih efektif.
d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya
dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku kepentingan.
8
Dengan demikian mereka dapat memperoleh gambaran mengenai risiko
usaha yang akan dilakukan (Ramli, 2010).
9
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya
agak mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu
keras dan tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12
tahun. Setelah umur 12 tahun pelapah yang mengering akan terlepas sehingga
penampilan menjadi mirip dengan kelapa. Bunga jantan dan betina terpisah
namun berada pada satu pohon (monoecious diclin) dan memiliki waktu
pematangan berbeda sehingga sangat jarang terjadi penyerbukan sendiri.
Bunga jantan memiliki bentuk lancip dan panjang sementara bunga betina
terlihat lebih besar dan mekar.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang
muncul dari tiap pelapah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak
bertambah sesuai kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan
asam lemak bebas (FFA, free fatty acid) akan meningkat dan buah akan rontok
dengan sendirinya.
1. Pembukaan Lahan
Pembukaan lahan atau landclearing adalah pembukaan lahan untuk
keperluan lainnya seperti perkebunan, transmigrasi, pertanian dan lain
sebagainya.Pembukaan lahan merupakan komponen biaya inventasi
disamping pembibitan yang telah dibicarakan. Tahapan-tahapan pekerjaan
sudah tertentu sehingga jadwal kerja harus dilaksanakan secara
konsekwen. Keterlambatan suatu pekerjaan diselesaikan akan berlarut
pada pekerjaan lain sehingga akan menambah biaya. Tantangan yang
dihadapi cukup banyak misalnya alam (gangguan cuaca, hewan liar, dan
lain-lain), biaya yang harus berkesinambungan, sumber daya manusia
yang harus tersedia serta alat-alat beserta suku cadangnya. Tahapan-
tahapan pekerjaan ini adalah :
a. Perencanaan luas kebun dan jadwal pembangunannya.
b. Rintisan dan rencana pemborong pekerjaan.
c. Sistim pembukaan lahan yang dipakai.
10
d. Persiapan penanaman, parit, drainase, pengawetan tanah, penanaman
kacangan.
e. Penanaman.
Dari studi kelayakan harus sudah jelas perencanaan luas kebun yang
akan dibangun serta tata ruangnya. Disini harus ada tergambar misalnya:
a. Lokasi pemukiman untuk satuan luas tertentu misalnya 800 ha untuk 1
afdeling. Lokasi ini harus dekat dengan sumber air minum dan
letaknya terpusat dari areal.
b. Batas areal dari kebun maupun riap afdeling.
c. Jaringan jalan terutama untuk jalan penghubung (masuk dan keluar
lokasi) atau jalan utama, jalan produksi, dan lain-lain.
d. Lokasi pembibitan.
e. Lokasi pabrik dan kantor pusat kebun.
11
3. Tahap Pekerjaan
a. Membabat / Imas
Sebelum melaksanakan pekerjaan imas, maka pekerjaan babat
pendahuluan dilakukan mendahului pengimasan. Semak belukar dan
pohon kecil yang tumbuh dibawah pohon perlu dibabat. Pekerjaan ini
membutuhkan 5 sampai 6 orang.
Pekerjaan Imas ini adalah pemotongan semak dan pohon kecil
yang berdiameter 10 cm di tebas atau di potong dengan parang atau
kapak untuk mempermudah penumbangan pohon besar.
1) Memotong anak kayu yang berdiameter < 10 cm
2) Menggunakan parang dan kampak
3) Pemotongan anak kayu harus putus dan diusahakan serendah
mungkin atau dekat dengan tanah
4) Tujuan untuk memudahkan penumbangan pohon dan pelaksanaan
perun mekanis Areal semak belukar tidak perlu diimas, langsung
dilakukan perun mekanis
b. Menumbang
Menumbang adalah kegiatan menebang/menumbang pohon
dengan gergaji (chain saw) atau kapak, pohon yang berdiameter 10 cm
ditebang. Tinggi penebangan diukur dari tanah tergantung pada
diameternya.
c. Merencek
Kegiatan merencek adalah memotong cabang dan ranting kayu
yang sudah ditumbang dipotong-potong untuk mempermudah
perumpukan.
d. Merumpuk
Kegiatan merumpuk adalah pelaksanaan pengumpulan atau
menata cabang dan ranting yang telah dipotong dikumpulkan dari
kayu yang lebih besar. Perumpukan dibuat memanjang Utara – Selatan
agar dapat diterpa panas matahari dan cepat kering, jarak antar
12
rumpukan dibuat 50 – 100 meter tergantung kerapatan pohon yang
ditumbang dan keadaan areal.
e. Membersihkan Areal
Membersihkan sisa-sisa potongan untuk dikumpulkan di jalur
rumpukan secara sistem mekanis, Perun dengan menggunakan
buldozer dan/atau excavator merupakan kegiatan merumpuk kayu hasil
imasan dan tumbangan pada gawangan mati sejajar baris tanaman
dengan arah Timur – Barat.
Pelaksanaan perun mekanis
1) Posisi alat berat berada di gawangan hidup, kegiatan pengumpulan
atau perumpukan kayu diatur dalam gawangan mati sejauh ± 2,5
m dari radius pohon sawit dan harus diletakkan rata di permukaan
tanah
2) Top soil diusahakan seminimal mungkin terkikis oleh pisau
buldozer, posisi pisau diatur ± 10 cm di atas permukaan tanah
dan/atau pisau dipasang gigi.
13
BAB III
HASIL PRAKTIKUM
B. Hasil Praktikum
1. Proses Kerja Pada Industri Perkebunan Kelapa Sawit
a. Persiapan lahan
Tahapan persiapan lahan terdiri dari studi kelayakan dan
perencanaan luas kebun beserta tata ruang kebun. Studi kelayakan
bertujuan untuk menentukan lokasi dan mencocokkan kesesuaian
lingkungan untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Dalam kegiatan
ini juga dikumpulkan data mengenai ketersidaan sumber air, akses
jalan dan faktor pendukung lainnya. Perencanaan luas kebun biasanya
disesuaikan dengan kapasitas pabrik yang akan di bangun. Pabrik
dengan kapasitas 30/jam dapat dipasok oleh kebun dengan luas 6.000
ha. Perencanaan tata ruang juga berkaitan dengan pembagian areal
untuk pembibitan, jaringan jalan dan jembatan, bangunan konservasi,
tata air atau drainase, komplek perkantoran dan perumahan, pabrik dan
fasilitas lainnnya. Tata ruang kebun biasanya di bagi dalam beberapa
bagian manajemen atau dikenal dengan sebutan afdeling, dan terdiri
dari beberapa blok untuk memudahkan pengawasan, perawatan dan
mengatur panen.
b. Pembukaan lahan
Pembukaan lahan harus dilakukan dengan teknik dan tatacara
yang benar (tanpa melakukan pembakaran). Tujuan pembukaan lahan
14
yang benar adalah untuk menghindari kebakaran lahan, menghindari
polusi udara dan menyediakan bahan organic untuk memperbaiki
kesuburan struktur tanah.
c. Pembibitan
Kebutuhan lokasi pembibitan biasanya 1-1,5 % dari luas kebun.
Lokasi pembibitan ditentukan pada saat penentuan tata ruang kebun.
Lokasi pembibitan yang dipilih biasanya pada topografi rata, dekat
dengan sumber air, dekat dengan sumber air, memiliki akses jalan
yang baik dan bebas gangguan manusia dan binatang. Pemeliharaan
bibit meliputi penyiraman, penyiangan, pengawasan dan seleksi serta
pemupukan.
Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari apabila jatuh hujan
lebih dari 7-8 mm pada hari yang bersangkutan. Penyiangan adalah
usaha untuk menghilangkan gulma yang tumbuh dalam polybeg.
Penyiangan dapat dilakukan dengan dikored atau desemprot dengan
herbisida. Penyiangan gulma harus dilakukan 2-3 kali dalam sebulan.
Seleksi pembibitan dilakukan hingga 4-9 bulan. Pemupukan
merupakan proses terakhir pada tahap pembibitan, pupuk yang
diberikan pada tahap pembibitan adalah urea dan rustica. Umumnya
bibit di pindah ke areal tanam pada umur 10-14 bulan.
d. Penanaman
Tahapan penanaman meliputi penentuan pola tanam, pengajiran,
dan pembuatan lubang tanaman. Pola tanam kelapa sawit dilakukan
dengan monokultur atau tumpang sari. Pengajiran adalah menentukan
letak dan jarak penanaman. Pembuatan lubang tanaman dilakukan 2
minggu sebelum penanaman dan disekitar lubang tanam harus bebas
dari gulma. Penanaman di usahakan pada musim hujan untuk
menjaga agar tanaman mendapat cukup air. Penanaman dilakukan oleh
15
satu regu yang terdiri dari 3 orang pekerja untuk membuat lubang,
membawa kecambah, dan menutup tanah.
e. Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman dibagi menjadi 2 bagian yaitu
pemeliharaan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan
pemeliharaan tanaman menghasilkan (TM). Tanaman belum
menghasilkan adalah tanaman yang baru ditanam dari bibit sampai
berumur 30-36 bulan. Selama masa TBM diperlukan beberapa
pekerjaan yang harus dilakaukan secara terus harus dilakukan yaitu
konsolidasi tanaman dengan selalu menjaga tanaman agar tidak goyah
dan berdiri tegak, penyisipan tanaman yang mati atau kurang subur,
pemeliharaan penutup tanah, pemupukan, pengendalian hama dan
penyakit, persiapan sarana panen dan pemeliharaan jalan dan parit
drainase.saat pemeliharaan TBM, biasanya juga dilakukan seleksi
tanaman untuk memilih tanaman yang berkualitas baik.
Pemeliharaan Tanaman Menghasilkan (TM) adalah pemeliharaan
tanaman yang sudah berproduksi. Tanaman kelapa sawit mulai
berbunga pada umur 12-14 bulan. Panen yang menguntungkan secara
ekonomis baru terjadi pada saat tanaman berumur 2,5 tahun. Tanaman
kelapa sawit akan berproduksi optimal jika dipelihara dengan baik.
Pemeliharaan TM meliputi pengendalian tanaman liar (gulma),
pemangkasan pelepah, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan
dan pemeliharaan jalan rintisan. Sebagian besar hama yang menyerang
adalah golongan insekta atau serangga. Sedangkan penyakit yang
menyerang tanaman sawit umumnya disebabkan oleh jamur, bakteri
dan virus (kemenpan, 2008). Contoh hama dan penyakit tanaman
adalah tungau, nematode, kumbang, ulat api dan lain sebgainya.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman biasanya dilakukan dengan
penyemprotan pestisida kimiawi. Agar penyemptotan pestisida kimia
16
lebih merata dan tidak mudah hilang oleh air hujan, maka tambahkan
perekat perata AERO 810, dosis (1/2 tutup) /tangki (kemenpan, 2008).
f. Pemanenan
Tanaman kelapa sawit sudah dapat produktif setelah umur tiga
tahun, dan pucak produktif setelah umur lima tahun. Aktivitas
pemanenan biasanya dilakukan dengan empat tahap yaitu proses
pemanenan buah, pemungutan buah, pengumpulan buah di tempat
penampungan hasil dan pengangkutan buah ke pabrik . Pemanenan
buah dapat dilakukan secara manual atau mekanik yaitu penggunaan
alat-alat bermesin. Alat-alat pemanenan yang biasa digunakan secara
manual adalah dodos, egrek, tojok dan kampak sawit. Alat pemanenan
yang menggunakan mesin dapat berupa egrek bermesin dan dodos
bermesin. Proses pengumpulan buah juga dilakukan secara manual
atau mekanik yaitu menggunakan mesin seperti grabber lift trailer.
Setelah pengumpulan buah, maka buah di angkut ke tempat
penampungan hasil. Pengumpulan buah ke tempat penampungan hasil
dapat dilakukan dengan grabber lift trailer atau menggunakan angkong
dan mendorongnya menuju tempat penampungan hasil. Sedangkan
proses pengangkutan buah menuju pabrik biasanya menggunakan truk.
17
sawit sangat potensial menjadi bahan campuran makanan ternak dan
difermentasikan menjadi kompos (Kemenperin, 2007).
Alur proses pengolahan minyak kelapa sawit dapat dijelaskan
sebagai berikut (Kemenperin, 2007) :
a. Penerimaan TBS
Tandan buah segar (TBS) yang dipanen dari kebun diangkut ke
pabrik menggunakan truk. Sebelum dimasukkan ke loading rump,
TBS ditimbang terlebih dahulu pada jembatan penimbangan
(weighing brigae).
b. Perebusan (Sterilisasi)
TBS yang sudah ditimbang dimasukkan kedalam lori rebusan
yang terbuat dari plat baja berlubang-lubang (bejana uap bertekanan).
Proses ini biasanya berlangsung selama 90 menit dengan
menggunakan uap air yang berkekuatan antara 280 sampai 290
Kg/TBS. perebusan dilakukan pada suhu >120°C untuk
menghentikan enzim.
18
c. Mesin Bantingan (Tressher)
Pada tahap ini, buah yang masih melekat pada tandanya akan
dipisahkan dengan menggunakan prinsip bantingan. Pada tahap ini
buah sawit telah terpisah dari tandanya.
19
memisahkan cangkang halus, biji utuh dengan cangkang/inti. Masa
cangkang bercampur inti dialirkan masuk ke dalam Hydro Cyclone
untuk memisahkan antara inti dengan cangkang. Inti dialirkan masuk
ke dalam Kernel Drier untuk proses pengeringan sampai kadar airnya
mencapai 7 % dengan tingkat pengeringan 50°C, 60°C dan 70°C
dalam waktu 14-16jam Selanjutnya guna memisahkan kotoran, maka
dialirkan melalui Winnowing Kernel (Kernel Storage), sebelum
diangkut dengan truk ke pabrik pemproses berikutnya
20
Peraturan Pengendalian bahaya kesehatan kerja dapat dilakukan
dengan penggunaan alat pelindung diri, seperti safety helmet (Hard
hat) kelas C, penggunaan alat pelindung kaki jenis vinyl, pakain kerja
(overal), dan penggunaan sarung tangan kulit karena. Penggunaan
sarung tangan kulit cocok digunakan ketika pekerja bersentuhan
dengan benda atau alat yang permukaannya kasar.
Pengendalian bahaya kecelakaan kerja pada penggunaan mesin-
mesin pemotong dapat dikendalikan dengan mematuhi Standart
Operational Procedure (SOP) penggunaan alat dan dapat dikendalikan
dengan penggunaan alat pelindung diri seperti googles untuk
mencegah serpihan debu terbang, alat pelindung tangan berjenis metal
messh, pakaian kerja (apron), safety shoes berjenis vinyl. Untuk
mencegah terjadinya kecelakaan kerja dari penggunaan alat-alat berat
dapat dilihat pada Permenakertrans No.Per 09/Men VII/2010 tentang
operator dan petugas pesawat angkat dan angkut. Salah satu bagian
penting dari peraturan tersebut adalah adanya lisensi K3 untuk operator
alat berat seperti excavator.
b. Pembibitan, Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman
Proses pembibitan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman
dilakukan pada area terbuka dan dalam keadaan aman dan bersih.
Aman berarti bebas dari gangguan binatang berbahaya sedangkan yang
dimaksud dengan bersih adalah bebas dari gulma dan semak belukar.
Potensi bahaya kesehatan pada proses ini adalah pneumokonioses
(penimbunan debu dalam paru), dermatosis (kelainan kulit karena
pekerjaan) dan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida merupakan
potensial bahaya terbesar pada proses ini. Pengggunaan pestisida yang
tidak aman dapat menyebabkan gangguan kesehatan seperti penyakit
aku maupun kronis, keracunan dan kematian. Monitoring biologi
paparan pestisida dapat dilihat dari kadar cholinesterase dalam darah.
Bahaya penggunaan pestisida terdapat pada pekerja penyemprot dan
pekerja yang bertugas pada gudang penyimpanan pestisida. Pemerintah
21
telah mengatur tentang pengawasan, penyimpanan dan penggunaan
pestisida dalam peraturan pemerintah No.07 tahun 1973.
Pencegahan bahaya kesehatan bagi pekerja penyemprot pestisida
dapat dilakukan secara administratif dan penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD). Pengendalian secara administratif adalah proses
pengendalian dengan cara administratif mengurangi bahaya dan resiko
dari bahaya kimia. Misalnya safe operating limit, work permit,
Standart Operational Procedure (SOP), pelatihan, modifikasi perilaku,
jadwal istirahat dan lain sebagainya (Indonesia HSE, 2012)
Pencegahan bahaya pestisida dapat dikendalikan dengan
menggunakan APD yang sesuai dengan proses dan sifat pestisida yang
digunakan. alat pelindung diri yang digunakan dalam penggunaan
pestisida dapt berupa pakaian pelindung, kaca mata, dan sarug tangan
yang terbuat dari neoprene jika bahan tersebut digunakan untuk
bercampur dengan minyak atau pelarut organis. Alat-alat pelindung
diri harus terbuat dari karet, apabila yang dikerjakan chlor
hydrocarbon (Suma’mur, 1996).
Pekerja yang bertugas pada tempat penyimpanan (gudang)
pestisida juga dapat mengalami gangguan kesehatan. Tempat
penyimpanan pestisida harus bebas dari potensi bahaya kesehatan,
kecelakaan kerja, dan kebakaran. Pengendalian gangguan kesehatan
dan kecelakaan kerja pada pekerja gudang pestisida dapat dilakukan
secara administratif, secara teknik, sistem peringatan dan penggunaan
APD. Pengendalian secara adminstratif dapat dilakukan dengan safe
operating limit, work permit, Standart Operational Procedure
(SOP), pelatihan, modifikasi perilaku dan jadwal istirahat.
Pengendalian secara teknik untuk mencegah bahaya kesehatan
dan keselamatan kerja pada tempat penyimpanan pestisida dapat
dilakukan dengan mengatur sistem ventilasi local exhaust ventilation ,
pencahayaan pada ruangan, tempat peletakan pestisida yang
terlindung, teratur, kuat dan tidak bocor. Pengendalian dengan sistem
22
peringatan dapat dilakukan dengan memberi peringatan, instruksi,
tanda , label, yang akan membuat orang akan waspada jika berada
dalam tempat penyimpanan pestisida. Sistem peringatan juga dapat
berupa pemahaman tentang lembar data keselamatan bahan (MSDS),
tersedianya sistem alarm dan jalur evakuasi. Pengendalian bahaya
potensi pada tempat penyimpanan pestisida juga dapat diakukan
dengan penggunaan APD. Yang sesuai dengan bahan kimia yang
terkandung dalam pestisida.
c. Pemanenan
Pemanen merupakan proses terakhir dari perkebunan kelapa
sawit. Proses pemanenan meliputi memotong pelepah, dan TBS,
memasukkan TBS kedalam angkong, mendorong angkong yang berisi
TBS ketempat penampugan hasil,dan pemuatan TBS kedalam truk
pengangkut. Pemanenan dapat dilakukan dengan alat pemanen manual
atau alat panen bermesin. Penggunaan alat panen bermesin dapat
membantu mengurangi beban kerja tenaga pemanen. Potensi bahaya
kesehatan pada proses pemanenan adalah gangguan pada fisiologis
tubuh karena faktor ergonomi, gangguan kesehatan yang mungkin
terjadi adalah gangguan otot rangka (muscoleskeletal disordes),
Repetitive Strain Injury cedera dari sistem muskuloskeletal dan saraf,
Carpal Tunnel Syndrome (timbul seperti sakit di pergelangan tangan).
Pencegahan yang mungkin dilakukan untuk potensi bahaya kesehatan
dapat dilakukan secara subtitusi, yaitu dengan menggunakan alat
pemanen bermesin sehingga mengurangi beban kerja pemanen,
manual handling yang baik dengan konsep yang ergonomis yang
menyesuaikan pada posisi, proses, dan kemampuan mengangkat beban
dalam bekerja yang sesuai dengan kemampuan tubuh.
Potensi kecelakaan yang mungkin terjadi pada proses pemanen
adalah tertimpa TBS, tertimpa pelepah, terluka akibat duri sawit pada
tangan dan kaki, terluka karena alat panen. Pengendalian dapat
23
dilakukan dengan cara kerja yang baik, yaitu dengan penerapan Job
Safety Analysis (JSA) pada proses kerja.
b. Mesin Bantingan
Potensi bahaya kesehatan pada proses ini adalah luka Potensi
bahaya kesehatan pada proses ini adalah luka bakar akibat bakar akibat
percikan air pada proses pembantingan. Pengendalian yang
dapatpercikan air pada proses pembantingan. Pengendalian yang dapat
dilakukan dengan menggunakan APD. Potensi bahaya kecelakaan
kerjadilakukan dengan menggunakan APD. Potensi bahaya kecelakaan
kerja dapat terjadi pada mesin pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi
akibatdapat terjadi pada mesin pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi
akibat tidak kokohnya konstruksi tempat mesin tidak kokohnya
konstruksi tempat mesin bantingan.
24
c. Pengepresan (Screw Press)
Potensi bahaya kecelakaan kerja dapat terjadi pada mesin
pembantingan. Kecelakaan dapat terjadi akibat tidak kokohnya
konstruksi tempat mesin pengepresan.
25
memenuhi prosedur yang berlaku. Sebagai contoh, misalkan akan
membeli Ketel Uap Pipa Api (Fire Tube Boiler) baru buatan
dalam negeri, maka sangat perlu diperhatikan, apakah Boiler
tersebut memiliki dokumen meliputi ; 1) Gambar konstruksi, 2)
Gambar detail sambungan, 3) Sertifikat bahan, 4) Perhitungan
kekuatan konstruksi, 5) Surat keterangan hasil Radiography Test
dan atau Ultrasonic Test sambungan las dan 6) Laporan
pengawasan pembuatan pesawat uap yang ditandatangani
engineer perusahaan pembuat boiler yang bersangkutan dan
Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap.
2) Dalam Hal Pengoperasian
a) Pemakai jangan mulai memakainya sebelum dilakukan
pemeriksaan dan pengujian pertama oleh Ahli Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (AK3) spesialis Pesawat Uap dari
Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3)
yang memiliki Surat Keputusan Penunjukan (SKP) dari
Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Kemenakertrans R.I atau Pengawas Ketenagakerjaan spesialis
Pesawat Uap yang kemudian dinyatakan telah memenuhi
syarat K3 olehnya yang dibuktikan dengan diterbitkannya
Akte Izin Ketel Uap tersebut dari Dinas Tenaga Kerja /
Instansi yang berwenang di daerah yang bersangkutan.
Menurut peraturan yang berlaku, khusus untuk Ketel Uap
yang direntalkan, Akte Izinnya diterbitkan oleh Dirjen
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans
R.I.
b) Air umpan Ketel Uap (Feed Water Boiler) yang digunakan
harus selalu memenuhi standar dengan melalui proses water
treatment. Untuk mengetahui kepastian memenuhi standar
atau tidaknya air umpan tersebut maka pemakai perlu
mengujikannya ke Laboratorium penguji air yang dinilai
26
mampu dan hasil ujinya akurat. Selanjutnya hasil uji air
umpan bandingkan dengan standar yang berlaku antara lain
mengenai ; pH, kesadahan total, oksigen dan lain-lain dari
Feed Water Boiler yang akan digunakan.
c) Pekerja yang mengoperasikannya harus yang sudah terlatih
dan berpengalaman yang dibuktikan dengan Sertifikat
operator Ketel Uap yang diterbitkan oleh Dirjen
Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Kemenakertrans
R.I. Untuk Ketel Uap berkapasitas 10 Ton/jam atau lebih,
pekerja yang mengoperasikannya harus bersertifikat operator
Pesawat Uap kelas I, sedangkan untuk Boiler berkapasitas
kurang dari 10 Ton/jam, pekerja yang mengoperasikannya
harus bersertifikat operator Pesawat Uap kelas II.
d) Ketel Uap yang sedang operasi tidak boleh ditinggalkan oleh
operator yang bertugas melayaninya. Artinya Ketel Uap yang
sedang beroperasi harus selalu ada operator Pesawat Uap
yang melayani di ruang Ketel Uap yang bersangkutan.
e) Setelah beroperasi beberapa lama, maka pemakai wajib
memeriksakan Ketel Uapnya secara berkala kepada AK3
spesialis Pesawat Uap dari PJK3 yang memiliki SKP dari
Dirjen Pembinaan Pengawasan Kemenakertrans R.I atau
kepada Pengawas Ketenagakerjaan spesialis Pesawat Uap.
Untuk Ketel uap yang dipakai di kapal laut perusahaan
pelayaran pemeriksaan berkalanya minimal sekal tiap tahun,
untuk Ketel Uap yang dipakai di darat pemeriksaan
berkalanya minimal sekali tiap 2 tahun, untuk Ketel
Lokomotif pemeriksaan berkalanya minimal sekali tiap 3
tahun.
f) Untuk melakukan perbaikan, penggantian atau perobahan
kostruksi dan atau perlengkapan Ketel Uap, pemakai wajib
melaporkan terlebih dahulu ke Dinas Tenaga Kerja setempat,
27
sehingga pemeriksaan khusus dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya dan pemakai memperoleh petunjuk-
petunjuk antara lain teknik pengerjaannya, standar bahan,
pengelasan dan sebagainya yang harus dipenuhi.
g) Agar kerak ketel (Scale) yang terjadi di dalam Ketel Uap
tidak semakin tebal dan keras yang dapat mengakibatkan
over heating (pemanasan lebih), maka sebaiknya Ketel Uap
secara teratur dilakukan cleaning dengan cara manual,
mekanis maupun chemis oleh orang yang ahlinya. Jika di
dalam Ketel Uap bebasscale maka akan berdampak positip
terhadap efisiensi dan life time Ketel Uap yang bersangkutan.
28
d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih
rendah karena menurunnya pangajuan klaim.
e. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari
partisipasi dan ras kepemilikan.
f. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatkan citra
perusahaan.
g. Perusahaan dapat meningkatkan keuntungan secara substansial.
29
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses kerja pada industri perkebunan kelapa sawit meliputi persiapan
lahan, pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan
pemanenan.
2. Proses kerja pada industri minyak kelapa sawit meliputi penerimaan TBS,
perebusan (sterilisasi), mesin pembantingan (tressher), pengepresan
(Screw Press), proses penjernihan/pemurnian minyak, dan Proses
pengolahan inti sawit (Bui Sawit).
3. Potensi bahaya pada industri perkebunan kelapa sawit terdapapat pada
proses pembukaan lahan, penanaman, pemeliharaan tanaman dan
pemanenan. Potensi bahay tidak terdapat pada proses persiapan lahan.
4. Potensi bahaya pada industri minyak kelapa sawit terdapat pada semua
semua proses.
5. Program kesehatan dan keselamatan kerja sangat perlu karena dapat
memperbaiki kualitas hidup pekerja melalui jaminan kesehatan dan
keselamatan kerja serta situasi kerja yang aman, tentram dan sehat
sehingga dapat mendorong pekerja untuk lebih efisien dan produktif.
B. Saran
1. Perusahaan menerapkan sistem manajemen kesehatan dan keselamatan
kerja secara berlelanjutan.
2. Perusahaan lebih sering melakukan atau memberi pelatihan-pelatihan
kepada pekerja yang bekerja pada bagian yang mempunyai resiko tinggi
terjadinya penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
30
DAFTAR PUSTAKA
31