Anda di halaman 1dari 12

EVALUASI PETA RTRW KOTA PEKALONGAN SEBAGAI

PEDOMAN MITIGASI BENCANA ROB DI KECAMATAN


PEKALONGAN UTARA

Monica Puspita Agus Triana* dan Fariz Wahyu Aditya*


email : monica_puspita@yahoo.com
farizlandagency@gmail.com
*
Mahasiswa Diploma IV Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional

ABSTRAK

Abstrak: Kota Pekalongan sebagai salah satu daerah yang terletak di pesisir pantai utara
Pulau Jawa tidak pernah absen dari kedatangan rob setiap tahunnya. Kecamatan Pekalongan
Utara merupakan lokasi banjir rob yang terparah sepanjang tahun 2018. Penataan ruang
berbasis kebencanaan sangat dibutuhkan untuk menanggulangi bencana rob karena dana yang
digelontorkan untuk menanggulangi selalu mengalami kenaikan. Seharusnya peta Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Pekalongan Tahun 2009-2029 menjadi pedoman
pemerintah untuk menempatkan kebijakan sesuai dengan pola ruang yang ada. Penelitian ini
disusun untuk mengetahui desain peta RTRW seperti apa yang bisa dijadikan pedoman
mitigasi bencana rob di Kota Pekalongan. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik analisis data melalui overlay peta
RTRW Kota Pekalongan 2009-2029 dengan keadaan riil di lapangan. Hasil dari penelitian ini
ditemukan simbol-simbol dalam peta RTRW yang tidak dijelaskan pada legenda, penggunaan
warna Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) RTRW Kota Pekalongan yang kurang
mencolok sehingga bias dalam membaca peta RTRW nya, ketidaksesuaian lahan seluas 12
hektar yang diperuntukkan untuk jalur hijau sepanjang sungai namun riil di lapangan
dibangun hunian, 121 hektar arahan pola ruang kawasan pemukiman Kecamatan Pekalongan
Utara sudah tidak bisa digunakan untu hunian karena telah tergenang air sepanjang tahun, 41
hektar kawasan pesisir pantai Kecamatan Pekalongan Utara terkena abrasi, air laut merangsek
maju menuju daratan sejauh 537 meter, tumpang tindih 2 pola ruang dengan peruntukkan
kawasan yang berbeda, pembangunan perumahan sesuai dengan peruntukkan lahan namun
tidak sesuai dengan peraturan zonasi atau izin, kesalahan penempatan arahan pola ruang
kawasan perumahan disekitar jalur hijau sepanjang pantai, penempatan arahan pola ruang
kawasan perumahan yang terlalu dekat dengan bibir pantai <100 meter. Oleh karena itu perlu
dilaksanakan peninjauan kembali Peta RTRW Kota Pekalongan Tahun 2009-2029 untuk
merancang design RTRW berbasis kebencanaan.
Kata Kunci: banjir rob, RTRW, penataan ruang berbasis bencana

Abstract: Pekalongan City as one of the areas located on the north coast of Java Island has
never been absent from the arrival of rob every year. Pekalongan Utara Subdistrict is the
worst location for tidal floods in 2018. Disaster-based spatial planning is needed to cope with
the rob disaster because the funds disbursed to tackle always increase. The Pekalongan City
Spatial Plan (RTRW) for 2009-2029 should be a guideline for the government to place
policies in accordance with the existing spatial pattern. This research was prepared to find out
the design of the RTRW map as what could be used as a guideline for mitigating rob disaster
in Pekalongan City. The research method used in this study is a qualitative method with data
analysis techniques through overlaying the map of Pekalongan City RTRW 2009-2029 with
real conditions in the field. The results of this study found symbols on the RTRW map that
were not explained in legends, the use of color Standard Procedure Standards and Criteria
(NSPK) Pekalongan City's RTRW were less conspicuous so that they were biased in reading
the RTRW maps, mismatches of 12 hectares of land allocated for lanes green along the river
but real in the field built dwellings, 121 hectares of direction pattern space residential area of
North Pekalongan Subdistrict can not be used for shelter because it has been flooded
throughout the year, 41 hectares of coastal areas of North Pekalongan Subdistrict are affected
by abrasion, sea water is advancing towards the land as far as 537 meters, overlapping 2
spatial patterns with different areas, housing construction according to land designation but
not in accordance with zoning regulations or permits, misplacement of landing directions for
residential areas around the green lane along the coast, landing directions for residential areas
terl pestle close to the beach <100 meters. Therefore it is necessary to review the Map of
Pekalongan City RTRW for 2009-2029 to design a disaster-based RTRW design.
Keywords: tidal flood, RTRW, disaster-based spatial planning

A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Negara Indonesia merupakan negara yang rawan terhadap ancaman bencana alam. Hampir
semua jenis bencana pernah terjadi di Indonesia. Sebagai contoh gempa bumi, banjir, longsor, rob,
tsunami, likuifaksi, angin topan, puting beliung, dan erupsi gunung berapi. Dari berbagai macam
bencana tersebut tidak lepas karena adanya faktor perubahan iklim sebagai pemicunya. Salah satu
dampak perubahan iklim yang banyak ditemui di Indonesia adalah kenaikan muka air laut yang
menyebabkan rob terhadap seluruh wilayah pesisir Indonesia. Rob atau banjir air laut adalah
banjir yang diakibatkan oleh air laut pasang yang menggenangi daratan. Rob sering menjadi hal
yang biasa atau wajar untuk masyarakat yang tinggal daerah pesisir yang tinggal berbatasan
dengan laut, akan tetapi jika rob ini terjadi berulang kali dan menjadi hal yang biasa dan lama
kelamaan akan menggerus bibir pantai. Jika rob yang terjadi cukup parah akan masuk ke
pemukiman pesisir dan menenggelamkan rumah-rumah warga. Apabila hal ini terjadi berlarut-
larut dan hampir setiap tahun dapat dipastikan biaya untuk menanggulanginya menjadi
membengkak.
Kota Pekalongan yang merupakan salah satu langganan bencana rob dikarenakan memiliki
wilayah yang berada di pesisir utara Pulau Jawa. Bencana rob pada bulan Mei tahun 2018
merupakan bencana rob terbesar yang melanda Kota Pekalongan. Daerah terdampak paling luas
adalah Kecamatan Pekalongan Utara. Berbagai kebijakan pemerintah belum dirasa maksimal
dalam pengelolaan dan pengurangan risiko bencana banjir rob. Pengurangan resiko banjir rob
merupakan sebuah usaha terintegrasi yang melibatkan semua stakeholders dan sektor
pembangunan untuk mengurangi kawasan yang rawan terjadi banjir rob yang berasal dari bibir
pantai di dekat permukiman warga sekitar wilayah pesisir. Salah satu stakeholdernya adalah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Kota Pekalongan. Kementerian
ATR/BPN Kota Pekalongan memegang peranan penting untuk memberikan pertimbangan teknis
dan arahan fungsi tata ruang saat diajukannya pemrosesan ijin baik ijin lokasi, penetapan lokasi
dan ijin perubahan penggunaan tanah di Kota Pekalongan. Dalam proses pemberian pertimbangan
teknis tentu tidak lepas daripada keberadaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota
Pekalongan 2009-2029 sangat diperlukan analisis mengenai daerah-daerah yang rawan bencana
rob sehingga lebih ada perhatian khusus. Hal ini berguna dalam nantinya untuk pengurusan tanah
yang akan dilaksanakan supaya lebih tertata dan sesuai dengan penggunaan, pemanfaatannya.

B. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan teknik analisis
data melalui overlay peta RTRW Kota Pekalongan 2009-2029 dengan keadaan existing di
lapangan melalui software ArcGIS 10.1. Sedangkan alat analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah toolbox yang tersedia di dalam aplikasi ArcGIS (Prahasta, dalam Taufiqurrahman,
2017:3) Teknik pengumpulan data yang dilakukan menggunakan studi dokumen baik data primer
maupun sekunder serta observasi. Data sekunder didapat dengan telaah dokumen, jurnal maupun
buku. Data primer diperoleh dengan studi lapangan dan pengecekan langsung ke lapangan untuk
memperoleh keadaan existingnya. Penelitian ini dibatasi di wilayah pesisir Kecamatan
Pekalongan Utara dikarenakan merupakan daerah terdampak paling parang akibat bencana banjir
rob tahun 2018.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Banjir Rob dan Penyebabnya
Wilayah rawan banjir menurut Isnugroho (dalam Pratomo, 2008:10) merupakan wilayah
yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana banjir sesuai karakteristik penyebab
banjir salah satunya bajir akibat naiknya permukaan laut (rob). Banjir rob merupakan
fenomena yang umum terjadi dikota yang terletak di tepi pantai. Banjir rob merupakan
genangan air pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang (Rangga dan
Rima, 2013:25). Banjir rob menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah
dari muka air laut pasang tinggi (high water level). Instrusi air laut tersebut dapat melalui
sungai, saluran drainase atau aliran bawah tanah (Noson,2000) . Lokasi bencana rob pada
bulan Mei 2018 yang melanda Kota Pekalongan terjadi di Kecamatan Pekalongan Utara
merendam sebanyak 7 kelurahan, 1 kelurahan di Pekalongan Barat dan 1 kelurahan di
Kecamatan Pekalongan Timur.

Gambar 1. Wilayah Kota Pekalongan


Sumber : Bidang Penataan RuangPemprov Jawa Tengah

2. Dampak Banjir ROB di Kecamatan Pekalongan Utara


Waridin (dalam Nugroho, 2004) pada penelitiannya menyebutkan bahwa ada beberapa
kerugian yang dialami warga masyarakat yang terkena banjir genangan akibat air laut pasang,
baik yang berupa kerusakan prasarana/sarana lingkungan, bangunan/ perabot rumah maupun
ketidaknyamanan. Selain itu permukiman kumuh akibat banjir rob di wilayah pesisir Kota
Pekalongan akan semakin besar dan meluas ke wilayah lain apabila keadaan ini dibiarkan
terus menerus tanpa ada tindak lanjut (Rizka, 2015:262). Banjir rob jika tidak ada penanganan
yang signifikan dari pihak Pemerintah Kota Pekalongan, permukiman kumuh akibat banjir
rob di wilayah pesisir Kota Pekalongan akan semakin besar dan meluas ke wilayah lain.
Terjadinya bajir akibat kenaikan air laut pasang diketahui terjadi kenaikan pengeluaran rumah
tangga untuk biaya membersihkan sampah, perbaikan rumah ataupun perabotnya, dan biaya
perawatan kesehatan/ pengobatan.

Gambar 2. Peta Lokasi Terdampak Langsung Banjir ROB di Kecamatan Kota Pekalongan
Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

Lebih lanjut (Wuryanti, 2002) menyampaikan secara umum dampak yang terjadi akibat
banjir yang diakibatkan kenaikan permukaan air laut meliputi beberapa hal yaitu:
a. Kehilangan jiwa dan properti
b. Kerusakan pada rumah dan properti seperti perabot rumah dan barang elektonik
c. Terganggunya mata pencaharian akibat rusaknya pertanian, pertenakan, pertambakan, dsb
d. Terhambat bahkan terhentinya pertumbuhan tanaman akibat kontaminasi air asin
e. Erosi tanah, menyebabkan lahan tertutup sampah, pasir, batu sehingga mengurangi
produktifitas pertanian karena berkurangnya tingkat kesuburan tanah
f. Kerusakan infrastruktur dan fasilitas penting lainnya seperti klinik, sekolah, jalan, telepon
dan sumber listrik
g. Terganggunya suplai air bersih dan terkontaminasinya sumber air bersih yang selanjutnya
dapat menyebabkan penyakit
h. Memicu terjadinya penyakit menular, seperti diare, malaria, dan sebagainya.
Mengingat urgensitas dampak bencana rob maka perlu ditindaklanjuti sesegera mungkin
mengingat bencana ini terjadi terus menerus dari tahun ke tahun. Apabila tidak segera ada
penanggulangan yang serius maka 100 tahun sebagian Kota Pekalongan akan tenggelam.
Menurut IPCC (2007) menyebutkan bahwa kenaikan muka air laut di dunia pada Tahun 2100
akan bertambah sekitar 18 cm sampai dengan 59 cm. Hal ini berarti pertambahan kenaikan
muka airlaut akan berkisar antara 0,21 cm/tahun sampai dengan 0,68 cm/tahun, atau dengan
rerata sekitar 0,44 cm/tahun. Berdasarkan data kenaikan permukaan air laut hasil pengamatan
Jaringan Stasiun Pasang Surut Nasional, variasi kenaikan permukaan laut diperairan
Indonesia berkisar antara 3-8 mm per tahun. Kondisi kenaikan permukaan air laut di pantai
utara Jawa memiliki variasi yang lebih besar dan diperburuk dengan penurunan lahan seperti
di Jakarta, Pekalongan, Semarang, Demak, danSurabaya (Karsidi, 2011).
Gambar 3. Gambaran Rob 100 Tahun ke depan
Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

3. Analisis Peta RTRW Kota Pekalongan Tahun 2009-2029 pada lokasi terdampak langsung
banjir rob di Kecamatan Pekalongan Utara
Sebetulnya pemerintah telah melaksanakan mitigasi bencana rob tahunan yang tertuang
dalam Peta RTRW Kota Pekalongan, salah satunya berkaitan dengan zonasi kawasan rawan
bencana. Pemerintah Kota Pekalongan telah menuangkan hal tersebut dalam rencana tata
ruang wilayah mengenai Ketentuan Peraturan Zonasi untuk kawasan bencana banjir rob.
Peraturan tersebut tertuang dalam Pasal 65 ayat (1) yaitu: a. kegiatan yang diperbolehkan
adalah kegiatan pembangunan ruang terbuka hijau, polder, kolam retensi, stasiun rumah
pompa, tanggul, saluran drainase dan prasarana perkotaan lain; b. kegiatan yang
diperbolehkan bersyarat adalah kegiatan pembangunan yang tidak merusak system drainase
setempat dan dapat beradaptasi dengan permasalahan rob, serta pembangunan ruang terbuka
non hijau yang dapat memperbanyak infiltrasi air permukaan ke dalam tanah; c. kegiatan
yang diperbolehkan terbatas adalah kegiatan pembangunan permukiman dengan
mempertimbangkan kelestarian kawasan dan daya dukung lingkungan; d. kegiatan yang
dilarang adalah kegiatan dan atau pembangunan yang mengancam kerusakan dan atau
menurunkan kualitas sanitasi lingkungan; dan e. penetapan batas dataran rob dilakukan oleh
instansi yang berwenang (Muh. Aris Marfai dkk, 2013:253).

Gambar 4. Peta RTRW Kota Pekalongan 2009-2029


Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018
Banjir rob yang melanda pesisir Kota Pekalongan tiap tahunnya seharusnya menjadi
koreksi dalam peta RTRW Kota Pekalongan 2009-2029. Peneliti menemukan beberapa
temuan yang mendorong untuk ditinjaunya kembali peta RTRW sebagai arahan pola ruang
berbasis mitigasi bencana rob di Kota Pekalongan antara lain :
a. Ketidaksesuaian pewarnaan/simbologi dalam peta dengan legendanya

Gambar 5. Ketidaksesuaian Simbologi Peruntukan Lahan Pola Ruang


Sumber : Peta Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan, 2018

Dari gambar 5 dapat kita lihat dalam legenda di bawah ini, tidak ditemukannya
simbologi/perwarnaan seperti yang terdapat dalam isi peta.
b. Pembangunan hunian yang massive disepanjang bantaran sungai

Gambar 6. Ketidaksesuaian Peruntukan Lahan


Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

Gambar 6 menunjukkan adanya pembangunan perumahan yang tidak sesuai dengan


peruntukan lahan (pola ruang). Area jalur hijau sepanjang sungai dibangun pemukiman yang
menjadikan tidak adanya area peresapan air hujan maupun tempat luapan air sungai ketika terjadi
pasang yang berimbas pada kenaikan muka air di sungai yang terhubung langsung dengan laut.
Berikut kami sampaikan hasil overlay peta RTRW Kota Pekalongan dengan keadaan existing
sekarang di lapangan.

Tabel 1. Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Arah Pola Ruang RTRW 2009-2029
Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

Dari tabel 1 dapat kita lihat adanya perubahan penggunaan lahan dari arahan pola ruang yang
ada sebagai contoh adanya perubahan sebanyak 12,08 ha jalur hijau sepanjang sungai berubah
menjadi perumahan kepadatan rendah kemudian sebanyak 121 ha kawasan peruntukkan untuk
perumahan kepadatan rendah berubah jadi hamparan air dari arahan pola ruang sebanyak 518,45
ha. Total 174.53 Ha dari 797 Ha Lahan yang tidak sesuai dengan arahan peruntukan lahan (Pola
Ruang) menjadi alasan kuat RTRW Kota Pekalongan khusunya Kecamatan Pekalongan Utara perlu
ditinjau kembali atau direvisi. Sebagai pertimbangan, arahan pola ruang mengarahkan untuk
menjadi Kawasan Peruntukan Perumahan Kepadatan Rendah, sedangkan penggunaan eksisting
berdasarkan deliniasi citra Google Earth menunjukkan area tersebut telah tergenang air. Disamping
itu, dengan kondisi lingkungan yang rawan terkena bencana Banjir Rob, maka pada tahun 2014
seharusnya pemerintah daerah telah melakukan peninjauan ulang atau revisi, bahkan menurut
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 26 ayat 6 menyebutkan bahwa dalam kondisi
lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

c. Tumpang tindih arahan pola ruang pada lokasi/area yang sama

Gambar 7. Kenampakan Pesisir Pantai Utara Kota Pekalongan


Sumber : Peta Recana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan, 2018

Gambar 7 menunjukkan pola ruang kawasan rawan bencana banjir dan rob yang tumpang
tindih dengan pola ruang yang memungkinkan dibangun hunian. Sehingga apabila terjadi bencana
rob maka kerugian secara materiil daerah ini semakin besar mengingat dimungkinkannya dibagun
hunian di atas kawasan rawan bencana rob.

d. Pembangunan hunian yang tidak sesuai dengan peraturan zonasi/ijin

Gambar8. Kenampakan Raster Sebagian Wilayah Kecamatan Pekalongan Utara


Sumber : Google Map, 2018
Gambar 8 menunjukkan pembangunan perumahan sesuai dengan peruntukan lahan tapi
dibangun tidak sesuai dengan peraturan zonasi atau izin seperti pada gambar di atas. Dalam Peta
Pola Ruang RTRW berupa kawasan perumahan kepadatan rendah, existingnya kawasan perumahan
berkepadatan sedang. Kriteria rumah kepadatan rendah zona dengan wilayah perencanaan yang
memiliki kepadatan bangunan dibawah 10 – 40 rumah/ha sedangkan existingnya, bangunan lebih
dari 40 rumah/ha yang masuk kedalam zona rumah kepadatan sedang.

e. Penetapan arahan pola ruang yang tidak melihat keadaan sekitar

Gambar 9. Kenampakan RTRW Kota Pekalongan bagian pesisir pantai


Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

Gambar 9 menunjukkan Rencana Pola Ruang Kota Pekalongan kurang bisa memberikan
arahan untuk pelaksanaan mitigasi bencana Rob. Terbukti terdapat arahan pola ruang kawasan
perumahan kepadatan rendah disekitar pola ruang untuk jalur hijau sepanjang pantai. Bahkan jarak
dengan bibir pantai ±100 meter. Jarak ini dinilai masih kurang efektif untuk menekan dampak
banjir rob mengingat Perpres 51 Tahun 2016.

f. Peninjauan kembali penentuan garis sempadan dalam Peta RTRW

Gambar 10. Panjang Sempadan Pantai Kota Peaklongan Timur (±100m)


Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018
Gambar 11. Pasal 6 Perpres 51 Tahun 2016 tentang Garis Sempadan
Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

Gambar 11 menunjukkan batas sempadan pantai patai yang ditentukan dalam peta RTRW
kurang bisa memberikan perlindungan pantai dari erosi atau abrasi. Oleh karena itu perlunya
peninjuan kembali guna memberikan arahan pola ruang kawasan budidaya yang meminimalisir
dampak bencana rob mengingat dalam pasal 6 Perpres 51 Tahun 2016 dimungkinkan perubahan
penetapan batas sempadan untuk memberikan perlindungan pantai dari erosi dan abrasi.

g. Ketidaksesuai keadaan terkini wilayah pesisir Kecamatan Pekalongan Utara dengan


Peta RTRW 2009-2029

Gambar 12. Penyusutan daratan akibat kikisan abrasi dan rob


Sumber : Olahan Data Sekunder Peneliti, 2018

Berdasarkan berbagai analisis yang dilakukan, melihat Peraturan Daerah Kota Pekalongan
Nomor 30 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan Tahun 2009-2029
perlu diadakan perubahan pola ruang yang lebih mengantisipasi adanya bencana banjir dan rob di
daerah utara kota pekalongan dan daerah lain yang dianggap memiliki kerawanan. Hal ini sangat
penting mengingat penentuan pola ruang yang tepat mampu mengurangi dampak bencana banjir
dan rob di Kota Pekalongan. Dalam tahap implementasi kebijakan penanganan banjir rob masih
ditemui beberapa kendala yang dapat mempersulit implementasinya. Berdasarkan data penelitian
yang diperoleh beberapa kendala yang dihadapi dalam penanganan banjir rob di wilayah pesisir
Kota Pekalongan. Adapun kendala-kendala tersebut antara lain:
1. Perbatasan wilayah banjir rob dengan wilayah lain menyebabkan penanganan banjir rob tidak
tuntas. Perbatasan wilayah ini kadang sebagai kendala dalam penanganan banjir rob karena
penanganan banjir tidak tuntas karena wilayah perbatasan yang juga sebagai wilayah banjir tidak
mendapatkan penanganan atau kalau mendapatkan penanganan tidak bersamaan
waktunya.Sebagai contoh wilayah dukuh yang berbatasan dengan wilayah Kecamatan Tirto Kota
Pekalongan di sebelah barat merupakan wilayah rawan banjir di Kota Pekalongan. Penanganan
banjir rob di wilayah Kelurahan Dukuh Kota Pekalongan kurang berjalan maksimal jika tidak
diikuti dengan penanganan banjir yang berbatasan yaitu wilayah Kelurahan Tirto Kota
Pekalongan.
2. Terdapat masyarakat yang kurang peduli program penanganan banjir rob. Penanganan banjir rob
di wilayah pesisir Kota Pekalongan membutuhkan peran serta seluruh elemen masyarakat.
Sistem gotong royong merupakan cara yang biasa digunakan masyarakat dalam melakukan
kegiatan meminimalisir banjir rob yang masuk ke wilayahnya. Selain itu itu untuk penanganan
rob dibutuhkan tanah milik warga untuk dilewati sand bag namun masih ada masyarakat yang
tidak mengizinkan tanahnya dilewati sand bag sebagai penahan pasang air laut. Hal ini tentu akan
menghambat dalam penanganan rob
3. Arahan pola ruang yang kurang berbasis mitigasi bencara rob sehingga mengakibatkan
pengeluaran anggaran yang cenderung meningkat tiap tahun untuk menanggulangi bencana rob
ini.

KESIMPULAN
1. Kesimpulan
Kesimpulan dari paparan peneliti adalah :
a. Terjadi ketidaksesuaian pewarnaan simbologi antara isi peta dengan legenda,
ketidaksesuaian arahan pola ruang dengan keadaan existing, perubahan penggunaan lahan
dari arahan pla ruang yang ada dengan keadaan riil, tumpang tindih arahan pola ruang pada
lokasi/area yang sama, pembanguna hunian yang tidak sesuai dengan peraturan zonasi/ijin,
penetapan arahan pola ruag yang tidak melihat arahan sekitar, penetapan garis sempadan
pantai yang tidak memberikan perlindungan pantai dari erosi dan abrasi, ketidaksesuaian
kedaan terkini wilayah pesisir Kecamatan Pekalongan Utara dengan Peta RTRW 2009-2029.
b. Kebijakan tata ruang yang tertuang dalam Perda Kota Pekalongan No. 30 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan Tahun 2009-2029 kurang bisa
mengakomodir mitigasi bencana rob di pesisir utara Kota Pekalongan.

2. Saran
a. Perlu dilaksanakan peninjauan kembali terhadap kebijakan tata ruang yang tertuang dalam
penyusunan Peta RTRW Perda Kota Pekalongan No. 30 Tahun 2011 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Pekalongan Tahun 2009-2029 mengingat dimungkinkan ditinjau
kembali 5 tahun sekali bahkan kurang dari 5 tahun mengingat adanya situasi yang menuntut
terjadinya suatu perubahan.
b. Dalam penyelesaian mitigasi bencana rob ada baiknya melibatkan pemerintah di perbatasan
wilayah (Kabupaten Pekalongan dan Batang) supaya tuntas dalam waktu bersamaan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Naskah ini, mula-mula, disusun sebagai tugas mata kuliah Penataan Pertanahan Berbasis Kebencanaan dengan
menggunakan data kualitatif. Pertama ucapan terimakasih kepada Andi Ryan Eru Kurniawan, M. Sandy
Prayoga, Andrew Wijaya Simanjuntak dan Nina Rahmawati atas kesediaannya mengikutsertakan data dampak
bencana rob di Kecamatan Pekalongan Utara untuk selanjutnya kami gunakan dalam menganalisis evaluasi
peta RTRW Kabupaten Pekalongan. Kedua kepada Ibu Westi Utami, S.T, M.Si. yang telah bersedia menjadi
pembimbing selama penyusunan paper ini.
DAFTAR PUSTAKA

Ariviyanti, N & Pradoto, W 2014, ‘Faktor – Faktor yang Meningkatkan Resiliensi Masyarakat Menghadapi
Bencana ROB di kelurahan Tanjung Emas Semarang’, Jurnal Teknik Perencanan Wilayah Kota, vol. 3,
no.4, hlm. 993-1002
Rangga, CK & Supriharjo, RD 2013, ‘Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara’, Jurnal Teknik POMTS,
vol.2, no.1, hlm. 25-30.
International Panel for Climate Change (IPCC). 2007. Climate Change 2007: The Physical Science Basis.
Cambridge University Press, Cambridge.
Karsidi, A 2011, ‘Bakosurtanal: Dampak Kenaikan Permukaan Laut pada Lingkungan Pantai Indonesia. [Editor
tidak diketahui]. Workshop Dampak Kenaikan Permukaan Laut pada Lingkungan Pantai Indonesia. 27
April 2011. IPB International Convention Center Bogor. http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/
workshop dampak kenaikan permukaan laut pada lingkungan pantai Indonesia 2/ diakses 9 November
2018.
Kurniawan, L 2003, ‘Kajian Banjir ROB di Kota Semarang’, Jurnal Alami, vol.8, no.2, lm. 235-256
Laporan Badan Pusat Statistik Pekalongan Utara Dalam Angka 2018
Mardiatno, D, Marfai, MA, Rahmawati, K, Tanjung, R, Sianturi, RS & Mutiarni, YS 2012, Penilaian multirisiko
banjir dan rob di kecamatan pekalongan utara, Pohon Cahaya, Yogyakarta.
Marfai, MA, Mardiatno, D, Cahyadi, A, Nucifera, F & Orihatno, H 2013, ‘Pemodelan Spasial Bahaya Banjir
ROB Berdasarkan Skenario Perubahan Iklim dan Dampaknya di Pesisir Pekalongan’, Jurnal Bumi Lestari,
vol.13, no.2, hlm.244-256.
Muhammad A 2010, ‘Kerugian Bangunan Perumahan Akibat ROB dan Arah Kebvijakan Penangannya di
Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang’, Tesis pada Fakultas Teknik Magister Teknik Pembangunan
Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro.
Pratomo, AJ 2008, Analisa Kerentanan B'anjir di daerah Aliran Sungai di Kota Pekalongan Provinsi Jawa
Tengah dengan Bantuan Sistem Informasi Geografis. Skripsi Fakultas Geografi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Ramadhani, RF 2018. ‘Imlementasi Program Penanganan Banjir ROB di Wilayah Pesisir Kota Pekalongan’,
Jurnal of Politik and Government Studies, vol.5, no.4 hlm. 261-270
Santosa, DE, Angela, BW, Fandhi, VS, Prabowo, I, Dwinanda, O, Mulyani, TH & Liatiati EE 2017, ‘Rumah
Amphibi Sebagai Solusi Ekologis untuk Mengatasi ROB’, Prosiding Seminar Nasional Arsitektur Populis,
Semarang.
Surat kabar online suara merdeka, www.suaramerdeka.com/news/baca/85893/teknologi-mampu-atasi-rob-
pantura, diakses 17 Okt 2018 22.33
Surat kabar online tempo, www. tempo.co/read/237255/kota-pekalongan-terancam-tenggelam/full&view=ok
diakses 18 Oktober 2018 00.32
Surat kabar Jateng, www. jateng.metrotvnews.com/peristiwa/8N08aMrN-tanggap-darurat-banjir-rob-
pekalongan-hingga-januari-2018 diakses tanggal 18 Oktober 2018 8.28
Taufiqurrahman 2015, ‘Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman di Pesisir Kota Pekalongan’, Jurnal Teknik
Perencanan Wilayah Kota, vol. 4, no.4, hlm. 542-553
Wahyu, W 2002, ‘Identifikasi kerugian bangunan rumah di pantai akibat kenaikan muka air laut’, pada Seminar
Proseding Puslitbangkim, Bandung.
www.sainsrobdaer.com/fenomena-alam/banjir-rob/ diakses pada 17 Okt 2018 23.02

Peraturan perundang-undangan
Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Garis Sempadan
Perda Kota Pekalongan Nomor 30 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pekalongan

Anda mungkin juga menyukai