BAHEREM
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii
Baherem
NRP: P052100221
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
BAHEREM
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Etty Riani
iii
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai dengan
Agustus 2013 ini ialah pencemaran air sungai, dengan judul Strategi Pengelolaan
Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi
Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir.Suprihatin selaku Ketua
komisi pembimbing dan Prof.Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti selaku anggota komisi
pembimbing atas semua saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Etty Riani selaku dosen penguji tesis atas saran yang
diberikan bagi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Budi Kurniawan,D.Eng yang telah memberi banyak saran.Ibundaku
Hj.Bahariyah dan istriku Nevy Rinda Nugraini yang selalu memberi dukungan
serta para pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, KLH Kota
Serang, BPLH Kabupaten Serang, BPSDA Provinsi Banten, BLHD Provinsi
Banten.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman PSL
angkatan 2010, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas
dukungannya dalam masa penyelesaian studi penulis. Penghargaan setinggi-
tingginya penulis sampaikan kepada Ibunda dan Istri tercinta atas perhatian, kasih
sayang, dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu
pengetahuan.
Baherem
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
pertumbuhan penduduk yang menjadi beban tersendiri bagi lahan Das di luar
perkotaan. Beban ini mulai dari hulu sampai ke hilir, lahan dieksploitisir dengan
berlebihan dan dengan cara yang tidak mengindahkan aspek pelestarian
lingkungan. Debit puncak sungai Cibanten pada musim penghujan mencapai
puncak 26.74 m3/detik, sedangkan debit terendah pada musim kemarau mencapai
puncak 9.73 m3/detik (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air 2003).
Berdasarkan dari berbagai sungai yang ada, sungai Cibanten dianggap
potensial untuk dipergunakan sebagai sumber air baku kebutuhan untuk
kebutuhan domestik, perkotaan, irigasi, industri, aktivitas kepelabuhanan,
pariwisata dan penggelontoran kota. Dalam review RTRW Kabupaten Serang
tahun 2000-2010, disebutkan bahwa pemakaian air dari saluran irigasi pada tahun
2020 diperkirakan 3717 liter/detik. Dari rencana pemenuhan kebutuhan tersebut
sungai Cibanten hanya mampu menyediakan debit sebesar 1385 liter/detik.
Sisanya berasal dari bendungan Cidanau maupun bendungan Ciwaka. Hal ini
belum mengestimasi untuk pemenuhan kebutuhan pariwisata maupun
penggelontoran kota. Untuk penggelontoran kota dibutuhkan paling sedikit 2
m3/detik berdasarkan hasil analisa Dinas PU Cabang Irigasi Kabupaten Serang.
Sampai saat ini perhitungan kebutuhan penggelontoran kota ini belum ada, hal ini
dikarenakan diperlukan kajian khusus, meliputi kondisi topografi, sedimentasi,
cemaran dari aktifitas perkotaan, luas perkotaan serta parameter lainnya. Namun
demikian, walaupun penggelontoran belum ada perhitungan/kajian khusus,
kebutuhan untuk penggelontoran kota tetap diperlukan. Penggelontoran
diperlukan terutama saat musim kemarau, saat aliran sungai di perkotaan
mengecil, sementara limbah yang masuk ke sungai telah melarut maupun
mengendap atau terakumulasi. Dalam rangka mengantisipasi pengembangan
dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
kebutuhan air bersih maka perlu dilakukan perhitungan daya tampung beban
pencemaran air DAS Cibanten guna membuat rencana pengembangan daerah,
pengelolaan dan upaya-upaya untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya air
yang tersedia sehingga dapat lestari dan berkesinambungan.
Potensi pencemaran di sungai Cibanten diperkirakan tinggi, tingginya
tingkat pencemaran di Cibanten disebabkan oleh tingginya potensi limbah
pencemar yang masuk dari daratan melalui Sungai Cibanten yang akan menambah
beban pencemaran dari tahun ke tahun. Mengingat besarnya aktivitas dan semakin
bertambahnya permukiman sepanjang sempadan sungai Cibanten, maka perlu
diketahui berapa Daya Tampung Beban Pencemaran (TMDL) dan Kapasitas
Asimilasi di sungai Cibanten.
Perumusan Masalah
akan berpengaruh pada menurunnya nilai atau fungsi dari sungai serta berdampak
pada kelangsungan fungsi sungai. Beberapa aktivitas yang diperkirakan
mencemari sungai Cibanten adalah limbah rumah sakit/klinik medis dan non
medis, sampah organik, limbah domestik dari permukiman, limbah pestisida dari
pertanian, limbah industri. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya pengendalian
sumber pencemaran yang masuk ke perairan sungai melalui pendekatan sistem
dan kebijakan yang dapat diterima oleh berbagai pihak.
Limbah cair maupun limbah padat yang dibuang ke sungai Cibanten dapat
menyebabkan pencemaran air pada saat yang sama debit berkurang maka dapat
melampaui daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten. Berdasarkan
literatur maupun kearsipan dokumen di Provinsi Banten sampai tahun 2010
daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten belum diketahui bahkan belum
pernah dilakukan penelitian secara khusus.
Dari identifikasi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah :
1. Berapakah daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten?
2. Bagaimana kondisi kapasitas asimilasi sungai Cibanten?
3. Bagaimana status mutu air sungai Cibanten?
4. Bagaimana strategi penyusunan pengelolaan sungai Cibanten di Provinsi
Banten?
Kerangka Penelitian
penurunan kualitas air atau tidak. Sedangkan pengaturan jumlah beban pencemar
yang boleh dibuang ke sungai didasarkan atas kajian ilmiah tentang daya tampung
beban pencemaran pada sungai dimaksud.
Hal ini dilakukan bahwa bahan pencemar yang dibuang ke sungai tidak
melampaui kemampuan air sungai untuk membersihkan sendiri. Perairan sungai
dikatakan tercemar apabila beban pencemar lebih besar dari kapasitas
asimilasinya yang ditandai dengan tingginya konsentrasi bahan pencemar
dibandingkan dengan konsentrasi ambang batas baku mutu yang berlaku. Dalam
studi ini nilai kapasitas asimilasi diasumsikan merupakan fungsi dari kualitas air
dan beban limbah. Kerangka penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Identifikasi
&Inventarisasi Sumber
Pencemar
Identifikasi karakteristik
sumber pencemar tertentu Identifikasi Jenis bahan
(Point source) & Tak tentu pencemar & Beban ( debit
(Non Point source) &konsentrasi)
Mengkuantifikasi
Jumlah Beban
Pencemar Saat ini
Berdasarkan status
kualitas Air sungai
Cibanten kelas 2
(PP No.82 tahun 2001)
Penyusunan Strategi
Kebijakan
Pengelolaan
. . air
Analisis AHP
Rekomendasi Kebijakan
Pengelolaan Air
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
terhadap suatu sistem. Sementara itu para praktisi menggunakan model untuk
membantu dalam manajemen dan pengambilan keputusan. Dalam hal ini biasanya
pemodelan berperan sebagai alat untuk mengoptimalkan fungsi data dan informasi
untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan karakteristiknya, model yang terkait dengan pengelolaan dan
perlindungan sumberdaya air yang dikembangkan US-EPA terbagi menjadi dua
kategori, yaitu :
1. Receiving Water Model atau Stream Model:
Dynamic One-Dimensional Model of Hydrodynamics and Water Quality
(EPDRiv1)
Stream Water Quality Model (QUAL2K)
A Two-Dimensional,Laterally Averaged, Hydrodynamicand Water Quality
Model (CE-QUAL-W2)
Conservational Channel Evolution and Pollutant Transport System
(CONCEPTS)
Environmental Fluid Dynamics Code (EFDC)
Water Quality Analysis Simulation Program (WASP)
AQUATOX
2. Watershed Models:
Watershed Assessment Model (WAMView)
Storm Water Management Model (SWMM)
Hidrologycal Simulation Program Fotran (HSPF)
Loading Simulation Program in C++ (LSPC)
Basin
SWAT
Pemodelan kualitas air dapat diterapkan untuk perhitungan DTBP di sumber
air yaitu; sungai, danau atau waduk serta muara sungai (estuari). Streams model
misalnya memodelkan persebaran dan perubahan fisik, kimia dan biologi (fate)
zat pencemar di sungai dengan memasukan faktor kondisi iklim lokal, kondisi
hidrolik dari badan sungai (kedalaman, lebar, gradien dan material penyusun dasar
sungai), sifat dan perilaku zat pencemar. Selain itu pengambilan air sungai
(abstraction) serta interaksi antara sungai dengan airtanah berupa aliran dasar
(baseflow) biasanya diintegrasikan dalam model.
Sumber dan Komposisi Air Limbah
source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar).
Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti dapat
merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun
domestik serta saluran drainase.Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan
dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Sedangkan sumber
pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak
diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan)
dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk,
atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.
Apabila tidak tersedia data tentang kapasitas air limbah domestik, maka
untuk keperluan perencanaan diperkirakan 150 380 liter/orang/hari (Metcalf dan
Eddy 1979). Menurut Tchobanoglus (Linsley dan Franzini 1995) volume air
limbah juga dapat diperkirakan dari total penggunaan air bersih yakni berkisar
antara 60 75% volume air bersih. Jumlah pemakaian air bersih minimal untuk
keperluan rumah tangga diperkirakan 100 liter/ orang/ hari (Irianto dan Waluyo,
2004). Komposisi air limbah domestik terdiri dari air dan pertikel padat terlarut
berupa zat organik (protein, karbohidrat dan lemak) dan zat anorganik, 70%
partikel terlarut merupakan bahan organik. Menurut Djabu et al.(1991) zat
organik adalah suatu senyawa yang tersusun dari senyawa atau kombinasi Carbon
(C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) bersama dengan Nitrogen (N). Dalam
beberapa kasus elemen yang penting seperti Sulfur, Phospor, Iron dan lain-lain
juga ada zat organik dalam air atau air limbah dalam bentuk protein, karbohidrat,
minyak dan lemak. Zat lain yang ada dalam air limbah padat berupa garam,
mineral renik, pestisida dan logam.
Menurut Linsley dan Franzini (1995) keberadaan bahan organik dalam air
diketahui menggunakan parameter BOD (Biological Oxygen Demand =
Kebutuhan oksigen untuk oksidasi biologis), COD (Chemical Oxygen Demand =
Kebutuhan oksigen untuk oksidasi kimiawi), TOC (Total Organik Carbon =
Karbon organik total), ThOD (Theoritical Oxygen Demand = kebutuhan oksigen
tioritis). Sanropie et al.(1984) mengatakan bahwa kehadiran zat organik dalam air
dapat ditentukan dengan mengukur angka Permanganat (KMnO4)=Kalium
Permanganat). Konsentrasi zat organik (BOD) dan (COD) dalam air sesuai
dengan kelas dan peruntukan badan air.
Swa Pentahiran ( Self purification ) Dalam Badan Air
Air limbah baik yang diolah ataupun yang tidak diolah apabila masuk ke
badan air akan mengalami tekanan oleh ekosistem air. Tekanan tersebut berupa
pengurangan atau penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada
dalam air. Proses ini meliputi pengenceran secara fisik, penyebaran dan
pengendapan, reaksi kimia, adsorbsi, penguraian secara biologis dan stabilisasi.
Proses-proses tersebut pada dasarnya merupakan sifat alalmiah air yang memiliki
kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan
pencemar yang dibawa air limbah. Kemampuan air untuk membersihkan diri
secara alamiah darai berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai swa
pentahiran (Imholf 1979).
Perbedaanya, pada kondisi aerob air kelihatan bersih, tidak berbau, hewan
dan tumbuhan air dapat hidup normal.Sebaliknya pada kondisi anaerob air tampak
hitam dan kotor, berbau busuk, hewan dan tumbuhan air mati. Hal seperti ini
8
dapat menimbulkan gangguan, dan jga proses anaerob lebih lambat disbanding
aerob. Pada umumnya proses anaerob yang terjadi pada badan air tidak dapat
diterima oleh msyarakat, sehingga pengertian swa pentahiran hanya digunakan
untuk proses penguraian bahan pencemar dalam kondisi aerob (Fair 1956).
Bahan pencemar organik dalam air atau air limbah akan diuraikan oleh
jasadrenik menjadi Karbondioksida (CO2), Amoniak (NH3) dan sel baru. Bakteri
juga perlu respirasi dan melakukan sintesa untuk kelangsungan hidupnya. Pada
reaksi respirasi berlangsung proses oksidasi dimana 1 unit biomasa yang
dioksidasi membutuhkan 1.42 unit O2 ( Binefild & Randal 1980).
Plankton yang ada pada badan air diyakini sangat berperan dalam proses
swa pentahiran. (Imholf 1979) mengemukakan bahwa plankton berperan
menaikkan kadar oksigen terlarut dalam air, kapasitas swa pentahiran akan
meningkat apabila terjadi pertumbuhan plankton yang melimpah.
Tabel 1 Kondisi keseimbangan DO dalam air
No Temperatur ( oC) Konsentrasi oksigen
terlarut (mg/l)
1 0 14,5
2 5 12,7
3 10 11,3
4 15 10,1
5 20 9,2
6 25 8,4
7 30 7,7
8 40 6,8
Sumber :Linsley dan Franzini (1995).
Keseimbangan oksigen terlarut juga dapat berpengaruh pada biota dalam
air. Organisme tingkat tinggi pada badan air selalu membutuhkan terpeliharanya
kondisi aerob. Ikan dan biota air lainnya hanya dapat hidup pada kondisi kadar
oksigen terlarut (DO = oxygen demand) dalam air diatas 3-4 mg/l. Agar kadar DO
dapat terus terjaga diatas 3-4 mg/l. Seringkali diperlukan aerasi buatan, terutama
ketika kondisi sangat darurat. Asupan oksigen terlarut secara alamiah terjadi
melalui fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air, aerasi dalam bentuk riak
gelombang dan tujuan dari aliran air dan masuknya gas oksigen dariudara Phelps
(Imholf 1979).
Kadar DO juga ditentukan oleh adanya berbagai proses yang ada dalam
badan air, meliputi :(a).Oksidasi biologis dan dari pembusukan material karbon
organik oleh bakteri dan fungi/jamur, (b). oksidasi amoniak dan nitrogen organik
menjadi nitrat (nitrifikasi), (c)sediment oxygen Demand, oksigen dibutuhkan oleh
lapisan atas endapan organik didasar badan air, (d). respirasi algae dan tumbuhan
air pada malam hari, (e). oksidasi bahan kimia yang ada dalam air, (f). cuaca yang
akan berpengaruh pada kelarutan oksigen dari atmosfer. Menurut Linsley dan
Franzini (1995) tingkat kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh temperature
udara lingkungan setempat. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan selalu
menuju ke keseimbangan sesuai temperatur udara, sebagaimana diperlihatkan
pada Tabel 1. Kadar oksigen terlarut yang ditunjukan pada table tersebut bukan
merupakan batas relatif tetapi merupakan kadar maksimal sesuai dengan
temperatur.
9
Kecepatan aliran air yang tinggi dapat menimpulkan olakan air atau
percikan air apabila menabrak benda yang tegar.Kecepatan aliran air yang tinggi
juga dapat menimbulkan pusaran air yang kuat apabila menjumpai belokan
saluran. Olakan air, percikan air dan pusaran air yang kuat akan menimbulkan
efek aerasi. Areasi pada air sungai merupakan peristiwa yang sangat
menguntungkan. Aerasi akan menyebabkan pengikatan Oksigen (O2) di udara
oleh air, sehingga dapat meningkatkan kadar okeigen terlarut (DO) dalam air
sungai. Sebagai gambaran tentang pengaruh kecepatan air terhadap tingkat
penyerapan oksigen oleh air Prodjopangarso (1995) pernah melakukan penelitian
percobaan tentang korelasi antara kecepatan air dengan tingkat penyerapan
oksigen dalam air.Hasil penelitiannya disajikan pada Tabel 2.
Kapasitas Asimilasi
1) AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk
beragam persoalan yang tidak terstruktur.
2) AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem
dalam memecahkan persoalan kompleks.
3) AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah
elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.
4) AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk
mendapatkan prioritas.
5) AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
6) AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif.
7) AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan
memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
8) AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang
representatif dari penilaian yang berbeda-beda yang dimiliki oleh para pakar
yang memiliki perhatian terhadap pengelolaan sungai Cibanten.
9) AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu
persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui
pengulangan.
Menurut Grandzol (2005) model AHP memiliki keunggulan yaitu sebagai
model yang umum diterapkan pada berbagai kasus dan terbukti sukses
memecahkan berbagai problem pengambilan keputusan. Selain itu, AHP adalah
model pengambilan keputusan yang mampu mengkombinasikan sistem hierarki
kriteria ke dalam cara analitis. Keunggulan lainnya yaitu perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
model AHP ditujukan untuk menciptakan kekonsistenan data.
Metode AHP juga memiliki beberapa kelemahan selain berbagai kelebihan
yang dimilikinya. Kelemahan metode AHP seperti yang dituliskan oleh
Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) yaitu:
a. Orang yang dilibatkan haruslah orang-orang yang memiliki pengetahuan
ataupun pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dianalisis
dengan metode AHP
b. Perbaikan keputusan dilakukan melalui pengulangan kembali proses AHP
dari tahap awal.
3 METODE
Jembatan
Kaibon
Jembatan
Kaujon
Bendungan
Cibanten
Desa
Pabuaran/
Hulu
Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder yang meliputi data debit, data topografi, data hidrologi, data pemantauan
kualitas air, peta rupa bumi (RBI), peta DAS, peta kontur. Sedangkan peralatan
yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :
a. Seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air,
b. GPS dan Kamera,
c. Komputer dengan software Qual2Kw, arcview 3.2,
d. Dokumentasi.
Prosedur Analisis Data
A) Metode storet
1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu
2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan
3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang
4) Kelas D : buruk, skor <= -31 cemar berat
B) Metode indeks pencemaran ( IP )
1) 0 Pij 1.0 = memenuhi baku mutu
2) 1.0 Pij 5.0 = cemar ringan
3) 5.0 Pij 10.0 = cemar sedang
4) Pij 10.0 = cemar berat
2. Perhitungan dan simulasi daya tampung beban pencemaran air
sungai Cibanten dengan model kualitas air Qual2KW
Kajian DTBP Sungai Cibanten ini menggunakan model kualitas air QUAL2Kw.
QUAL2Kw adalah model kualitas air sungai yang dimaksudkan untuk mewakili
versi modern dari model QUAL2E (Brown dan Barnwell 1987).
Segmentasi Sungai Cibanten berdasarkan pertimbangan wilayah
administrasi, keberadaan sampling kualitas air, sumber pencemar, keberadaan
bangunan tata air dan kondisi hidromorfologi dalam penelitian ini, Sungai
Cibanten dengan panjang 40.88 km dibagi menjadi 3 penggal/segmen (Gambar 2).
Headwater merupakan bagian hulu yang ditetapkan sebagai sumber utama air
Sungai Cibanten dalam penelitian ini. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data
penampang dan karakteristik Sungai untuk menentukan debit dan model hidrolik
Sungai. Skenario 1 dan 2 tersebut untuk debit air di Sungai di hulu Sungai
Cibanten menggunakan debit hasil pengukuran sesaat pada bulan Juli 2013 yaitu
4.5 m3/detik. Teluk Cibanten/hilir ditetapkan sebagai jarak nol (0) kilometer.
3. Metode Kapasitas asimilasi menggunakan garis regresi serta grafik
hubungan antara kualitas air di hilir dengan beban pencemaran total di hilir serta
perpotongannya dengan garis baku mutu per parameter menurut PP No.82 tahun
2001 (Indrasti et al. 2006).
4. Penentuan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten ditetapkan
berdasarkan analisis hasil survey pakar dengan metoda AHP (Analytical
Hierarchy Process) menggunakan aplikasi program Expert Choice 11 (Marimin
2005).
4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Keadaan topografi DAS Cibanten bervariasi mulai dari 0 s/d 150 meter dari
permukaan laut (mdpl). Daerah aliran sungai Cibanten yang memiliki
kecenderungan topografi datar, adalah kawasan yang masuk ke dalam wilayah
administrasi kecamatan Cipocok Jaya, Serang dan Kasemen Kota Serang.
Sedangkan yang berbukit masuk dalam wilayah administrasi kecamatan Baros,
kecamatan Pabuaran, kecamatan Ciomas dan kecamatan Gunung Sari dengan
Hulu berpusat di gunung Karang. Wilayah DAS Cibanten didominasi oleh lahan
dengan kemiringan lereng 8-15% seluas 6752.62 Ha (32.49%), pembagian
wilayah berdasarkan kelerengan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan
NO. Kemiringan Kelas Luas (Ha ) %
1. 0-8 I 6408.75 30.84
2. 8-15 II 6751.63 32.49
3. 15-30 III 6402.52 30.81
4. >30 IV 1215.67 5.85
Jumlah 20778.57 100
Sumber : Hasil Analisis Peta Divisi Kajian LSM.Rekonvasi Bhumi, 2004
17
(tolerable soil loss) kedalaman atau solum tanah menjadi salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan. Kedalaman solum tanah di DAS Cibanten didominasi
olehklasifikasi dalam (>90cm) diikuti dengan kedalaman solum yang
termasukklasifikasi cukup dangkal (3060 cm) dan dangkal (<30 cm). Klasifikasi
kedalaman solum tanah di DAS Cibanten ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas berdasarkan kedalaman tanah
No. Kedalaman
Kelas Luas ( Ha ) %
Tanah
1. > 90 A 11525.95 55.46
2. 60-90 B 0 0
3. 30-60 C 714.231 34.36
4. <30 D 2115.47 10.18
Jumlah 20780.65 100
1. Bentuk asal Denudasional, bentuk ini terjadi karena proses gradisional yang
meliputi proses agradisional dan degradisional
2. Bentuk asal Gunung api ( vulcanic), merupakan bentuk yang terjadi karena
aktivitas yang berupa letusan aliran maupun nitrasi baik yang bersifat padat,
cair maupun lepas-lepas;
3. Bentuk asal aluvial merupakan bentuk hasil proses fluvial baik aliran
permukaan maupun aliran sungai dengan materi aluvium dan kolvium.
Iklim, Suhu dan Curah Hujan
DAS Cibanten memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin muson, yang
dapat dibedakan antara musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan
terjadi pada bulan November sampai April, sedangkan musim kemarau terjadi
mulai bulan Mei hingga Oktober. Curah hujan yang dicatat selama 10 tahun
terakhir dari Badan Meteorologi dan Geofisika berkisar antara 1103 mm s/d 3108
mm per tahun, jumlah hari hujan dalam satu tahun berkisar antara 57 hari sampai
235 hari, dengan rata-rata bulan basah antara 2 sampai dengan 12 bulan. Dari
pengamatan stasiun curah hujan dan stasiun klimatologi di Taktakan diperoleh
data yang mencakup data temperatur, data kelembaban udara, data kecepatan
angin dan penyinaran matahari. Panjang data yang dikumpulkan adalah 10 tahun
dari 1998 s/d 2007. Gambaran kondisi iklim DAS Cibanten dapat dilihat dari
nilai rata-rata pencatatan beberapa parameter iklim di stasiun klimatologi antara
lain temperatur rata-rata bulanan 26.6C, kelembaban udara rata-rata sekitar 81%
penyinaran matahari rata-rata sekitar 4.8 jam (60%), kecepatan angin rata-rata 4.2
knot(185.4 km/hari). seperti tercantum pada Tabel 6.
Tahun
Data 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-
klimatologi rata
Suhu (C) 26.8 - 26.4 26.4 - - 37.1 26.8 26.9 26.6 28.24
Penyinaran 53.3 - 56 52.3 - - 64.6 57.9 69.1 63.6 59.54
matahari(%)
Tekanan 1011.2 - - 1012.2 - - - - - - 1011.
udara (mb) 7
Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya
baik diatas, di dalam maupun pada tanah, bumi, termasuk distribusi daur sifat-
sifatnya (kimia dan fisika) dan reaksi dari alam lingkungan yang mati maupun
yang hidup terhadap air. Sungai Cibanten merupakansungai lintas
Kabupaten/Kota dengan hulu berpangkal di Gunung Karang Kabupaten
Pandeglang, melintasi Kabupaten Serang dengan panjang sungai 43.89 km dan
luas Daerah Aliran Sungai 194.10 km2. DAS Cibanten pemantauannya dibagi
menjadi 4 bagian sebagai berikut:
- Ruas sungai Cibanten Hulu,
- Ruas sungai Cimasin. Dua sungai ini terletak dekat lokasi penggalian pasir di
Desa Pancanegara Kecamatan Pabuaran,
- Ruas sungai Cibanten, Jembatan Lingkar selatan Kecamatan Cipare/Ciawi,
- Ruas sungai Cibanten bagian hilir.
22
Lahan terdiri dari lingkungan fisis dan biologis dan merupakan pijakan bagi
mahluk hidup untuk saling berinteraksi dan berkembang. Lahan merupakan
sumber daya alam yang dapat menentukan laju penurunan atau perbaikan daya
tampung dan daya dukung lingkungan. Pola pemanfaatan lahan akan menentukan
pola pergerakan manusia dan menentukan kebutuhan sumber daya alam dan
energi yang dibutuhkan. Luas wilayah dan penggunaan lahan di kecamatan
Taktakan, kecamatan Cipocok Jaya, kecamatan Serang dan kecamatan Kasemen
didominasi oleh aktifitas non pertanian, bangunan dan perumahan mendominasi
penggunaan lahan di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok
Jaya dan kecamatan Kasemen adalah sebesar 12663 Ha. Perkebunan di kecamatan
Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen
hanya terdiri dari perkebunan rakyat. Jenis tanaman yang ditanam di perkebunan
besar antara lain kelapa, coklat dan teh. Luasan perkebunan di wilayah kecamatan
Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen
adalah 446.65 Ha.
1.3. Peternakan
Kegiatan peternakan di Kota Serang yaitu kecamatan Taktakan,
Kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen dan di
Kabupaten Serang yaitu kecamatanPabuaran dan Kecamatan Kramatwatu
menurut jenis ternaknya yaitu sapi total (4984 ekor), kerbau total (3383ekor),
domba total (22468 ekor) dan kambing total (40962 ekor) sedangkan untuk
hewan unggas yaitu ternak ayam buras total (34139 ekor), ayam pedaging total
(1796896 ekor), dan itik total (95647 ekor) seperti ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah hewan ternak dari kegiatan peternakan di Kab/Kota Serang
Ternak Unggas
Sapi Sapi Ayam Ayam
No. Kecamatan Perah Potong Kerbau Kambing Domba Pedaging Petelur Itik
Kota Serang
Cipocok
1 Jaya 395 6495 2428 428602 2142
2 Serang 2 3 330 4036 3125 10896 2688
3 Taktakan 950 9881 6012 379333 4820
4 Kasemen 825 8921 4685 73100 8444
Kabupaten Serang
5 Pabuaran 4847 391 4001 1963 501963 165990 27890
6 Kramatwatu 132 492 7628 4255 403002 49663
TOTAL 2 4982 3383 40962 22468 1796896 165990 95647
Sumber : Kota Serang dan Kabupaten Serang Dalam Angka Tahun 2012
1.4. Industri
Terdapat berbagai jenis kegiatan industri yang berada sepanjang sungai
Cibanten. Data inventarisir kegiatan formal dan non formal di sepanjang wilayah
DAS Cibanten bagian tengah dan hilir DAS Cibanten banyak didominasi daerah
permukiman, daerah bisnis/pasar Rawu di kecamatan Serang dan kecamatan
Taktakan sedangkan di kecamatan Kasemen banyak didominasi industri formal
sebanyak 254 usaha dan non formal sebanyak 1672 usaha baik skala menengah
maupun skala kecil serta UKM (BPS Kota Serang 2012). Jenis industri meliputi:
industri makanan-minuman, tekstil pewarnaan dan industri kimia.
1.5. Rumah Sakit
25
Berbagai jenis obyek wisata ditemukan di kota Serang seperti Agro dan
bahari. Adapun obyeknya sebagai berikut adalah Tabel 14 yang menyajikan
sarana hotel/penginapan di kota Serang. Dalam mendukung pariwisata di kota
Serang tersedia sarana akomodasi penginapan yang memadai bagi wisatawan
26
sebanyak 18 hotel mulai dari non melati sampai hotel berbintang ( bintang 3 ),
kegiatan perhotelan tersebut berdampak pada lingkungan karena menghasilkan
limbah cair dan limbah padat.
B. KIMIA
Parameter FISIKA
Parameter TSS (Total Suspended Solid)
Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1m) dalam
air yang terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik, yang terutama
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi
2003). Padatan tersuspensi dapat meningkatkan nilai kekeruhan air, tidak terlarut,
dan tidak dapat mengendap langsung. Kekeruhan yang terjadi kemudian dapat
menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga mempengaruhi
proses fotosintesis dalam air. Hasil pengamatan kualitas air Sungai Cibanten
untuk parameter TSS pada Bulan Januari sampai Bulan Desember 2013 (seperti
pada Gambar 4).
Gambar 4 Grafik analisa kualitas air parameter TSS Sungai Cibanten dari
hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013)
28
Gambar 6 Grafik analisa kualitas air parameter COD pada Sungai Cibanten pada
pemantauan Januari s/d Desember 2013
Namun berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian, terlihat pada
Gambar 7 maka konsentrasi COD menunjukkan kecenderungan melebihi baku
mutu untuk kelas II yaitu 25 mg/l, pada lokasi dari tengah sampai hilir sungai
Cibanten di Jembatan Kaujon sampai Jembatan Kaibon, walaupun ada beberapa
tempat yang nilai CODnya masih di bawah baku mutu untuk kelas II. Secara
umum hal ini menunjukkan bahwa Sungai Cibanten telah tercemar oleh bahan
organik yang sulit terurai. Seperti yang disebutkan oleh (Effendi 2003), COD
merupakan parameter untuk mengetahui konsentrasi bahan organik di perairan
yang sulit terurai.
30
Gambar 7 Grafik analisa kualitas air parameter COD di Sungai Cibanten pada
pengamatan langsung bulan Juli 2013
Diantaranya berasal dari yaitu rumah sakit, industri, pertanian, peternakan,
sampah dan limbah domestik dari mulai tengah sampai hilir sungai Cibanten.
Parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Parameter BOD merupakan indikator keberadaan bahan organik diperairan.
BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan
organik secara biologis. Semakin tinggi nilai BOD mengindikasikan semakin
banyak kandungan bahan organik diperairan. Nilai BOD yang didapat pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai BOD berdasarkan
hasil pemantauan pada bulan Januari s/d Desember 2013 pada sebagian besar
lokasi pemantauan diatas baku mutu air untuk kelas II. Hal ini mengindikasikan
tingginya polutan bahan organik di Sungai Cibanten. Semakin tinggi polutan
bahan organik di perairan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk
melakukan oksidasi secara biologis. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar
oksigen terlarut di perairan, dan apabila mencapai titik jenuh akan menjadi
kondisi tanpa oksigen (anaerob). Air sungai menjadi berbau dan berwarna hitam.
Berdasarkan hasil pemantauan BPSDA, nilai BOD dari hulu sampai hilir
(Cibanten hulu, Cimasin, Jembatan Ciawi dan Kasemen) pada bulan Februari
sampai Juli 2013 diatas baku mutu. Namun pada bulan agustus sampai Desember
2013 masih dibawah baku mutu.
Gambar 8 Grafik analisa kualitas air parameter BOD sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
31
Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lokasi penelitian pada bulan juli,
pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai BOD melebihi baku mutu kelas II terjadi
pada daerah jembatan Kaujon dan Jembatan Kaibon. Lokasi tersebut merupakan
dari tengah sampai hilir, nilai BODnya memiliki kecenderungan melebihi baku
mutu untuk kelas II sebesar 3 mg/l.
Gambar 2
32
Gambar 11 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrat sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
33
Gambar 12 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrit sungai Cibanten Hasil
Pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
Gambar 4
34
menuju perairan atau pun dari air hujan (Dodds 2002). Nitrat dan nitrit
merupakan bentuk amonia yang teroksidasi. Nitrit adalah bentuk peralihan
(intermediate) antara amonia dan nitrat sehingga keberadaannya bersifat
sementara dan jumlahnya biasanya sedikit.Konsentrasi nitrogen anorganik
(amonia, nitrat, dan nitrit) yang tinggi pada perairan menunjukkan adanya
pencemaran. Nitrogen total Kjeldahl adalah gambaran nitrogen dalam bentuk
organik dan amonia pada air limbah (Davis dan Cornwell 1991). Pada Gambar 13
menunjukkan nitrogen total, nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen
anorganik yang berupa N-NO3, N-NO2, dan N-NH3 yang bersifat larut; dan
nitrogen organik berupa partikulat yang tidak larut dalam air (Mackereth et al.
1989; Effendi 2003). Amonia tak terionisasi adalah bentuk nitrogen anorganik
yang paling toksik, sedangkan nitrat dan ion amonium adalah bentuk dengan
tingkat toksisitas paling rendah. Amonia tak terionisasi (NH3) merupakan
senyawa nitrogen yang dapat menjadi ion amonium (NH4+) ketika kondisi pH dan
suhu menjadi rendah. Menurut Camargo dan Alonso (2006) pencemaran nitrogen
anorganik di perairan dapat menyebabkan terjadinya asidifikasi perairan,
eutrofikasi, dan efek toksik pada biota perairan, bahkan dapat menimbulkan efek
yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan perekonomian masyarakat.
Parameter Fosfat (PO43-)
Hasil pemantauan fosfat permukaan Sungai Cibanten menunjukkan nilai
yang berkisar antara 0.03 1.0 mg/ldari bulan Januari sampai Desember 2013
pada Gambar 14. Pada bulan Januari, April dan Mei pada semua lokasi
pemantauan Hulu-Tengah-Hilir (Hulu-Cimasin-Ciawi-Kasemen) semuanya diatas
baku mutu dan kecuali pada sampel di Hulu sungai Cibanten pada bulan Mei yang
memiliki nilai dibawah baku mutu air Kelas II PP No. 82 Tahun 2001 sebesar
0.159 mg/l. Konsentrasi fosfat yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh
aktivitas masyarakat sepanjang sempadan sungai di Daerah aliran sungai
Cibanten.
Sumber pencemar Fosfat berasal dari limbah pertanian dari areal
persawahan baik irigasi maupun tadah hujan di kecamatan Ciomas, kecamatan
Kasemen, kecamatan Cipocok Jaya sepanjang sempadan sungai Cibanten karena
adanya penggunaan pupuk dan pestisida untuk merawat tanaman. Penggunaan
pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber pencemar terutama unsur
fosfat,nitrogen dan unsur lainnya. Unsur fosfat yang terdapat pada limbah pupuk
dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok.
Menurut (Prochazkova 1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan pertanian
setiap hektarnya adalah sekitar 5-50 kgN/ha/tahun dan fosfat sekitar 0.05 sampai
0.5kgP/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi, dan
intensitas curah hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat
disebabkan oleh erosi yang berat.
Limbah hasil detergen dari pencucian peralatan rumah tangga, limbah
peternakan sapi/unggas, usaha pencucian motor/mobil baikdi bagian hulu, tengah
hilir dan lain sebagainya yang berasal dari pemukiman penduduk sepanjang
sempadan sungai, aktivitas warung-toko di bagian tengah dan bagian hilir sampai
jembatan kaibon sungai Cibanten dapat menyumbangkan sejumlah polutan fosfor
ke dalam air. Fosfor banyak digunakan sebagai bagian dari sabun atau detergen,
pupuk buatan, minyak pelumas, produk makanan dan minuman, katalis, dan lain
35
sebagainya (Perk 2006; Effendi 2003). Hal ini diduga terjadi karena dari Hulu
sungai Cibanten merupakan daerah gunung karang yang merupakan hutan lindung
dan terdapat komunitas tumbuhan akuatik pada hulu sungai Cibanten (tumbuhan
riparian).
Gambar 14 Grafik analisa kualitas air parameter Fosfat sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari Desember 2013
Tumbuhan riparian dimungkinkan mampu mengurangi pencemaran air yang
terjadi diGambar
sungai5 atau sungai Cibanten pada beberapa kasus (Wiriadinata &
Setyowati 2003). Fosfat akan mengendap bersama beberapa logam pada kondisi
toksik, dan kompleks fosfat-logam tersebut akan kembali terdisosiasi ketika
berada pada lapisan anoksik (Dodds 2002).
Penyuburan perairan atau eutrofikasi dapat disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi fosfor bersama dengan nitrogen (Sulastri 2003). Fosfor merupakan
salah satu unsur hara utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan
perairan untuk pertumbuhannya serta sering menjadi faktor pembatas
pertumbuhan. Sungai Cibanten cenderung kuat mengalami kondisi hipereutrofik
dengan kadar rata-rata (Total Fosfor)>0.1 mg/l sesuai dengan kriteria status trofik
danau dalam Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28
Tahun 2009. Hal ini kemudian diperkuat oleh hasil pengamatan (Effendi et
al.1999; Effendi 2003) untuk total ortofosfat yaitu berkisar antara (0.03 0.1)
mg/l. Peningkatan konsentrasi total fosfor dan total fosfat di dalam air sungai
Cibanten diduga terjadi seiring dengan peningkatan aktivitas manusia di sekitar
sungai Cibanten. Konsentrasi total fosfat akan cenderung meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi total fosfor di dalam perairan (Hudson et al.
2000; Effendi 2003).
PARAMETER MIKROBIOLOGI
Parameter E-coli
Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme patogen
(berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan
peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu
badan airadalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah
satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia
dan hewan (Effendi 2003). Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai
indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan.Pencemaran bakteri
tinja (feses) di perairan sangat tidak dikehendaki baik ditinjau dari segi estetika,
kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi berbahaya. Mikroba
36
patogen asal tinja yang sering menyebabkan penyakit disentri yang ditularkan
melalui air mencakup salmonella, shigella dan coliform (Lay 1994; Waluyo
2009). Bakteri Vibrio cholera dapat menyebabkan penyakit kolera pada manusia,
sedangkan beberapa galur (strain) dari bakteri Escherichia coli dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal dan diare berdarah (Mahin & Pancorbo
1999). Kadar Escherichia coli pada setiap stasiun pengamatan telah melampaui
ambang batas maksimum yang dianjurkan yaitu rata-rata kandungan bakteri
Escherichia coli sekitar 100 MPN/100 ml, berarti perairan sungai Cibanten telah
terjadi pencemaran fecal dan ada kemungkinan air tersebut mengandung bakteri
patogen. Keberadaan E.coli di perairan dipengaruhi oleh parameter fisika dan
kimia. Curah hujan, temperatur, pH, salinitas, Oksigen terlarut, phospor, dan
padatan tersuspensi (Benndorf et al. 2000; Waluyo 2009) yang mempengaruhi
perkembangannya di dalam suatu perairan. Hasil analisa kualitas air dari Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (Januari s/d Desember 2013) menunjukkan bahwa
dari hulu sampai hilir kecenderungan nilai E. coli melebihi baku mutu, seperti
tampak pada Gambar 15.
Gambar 15 Grafik analisa kualitas air E-coli pada sungai Cibanten dari hulu
sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013
Nilai parameter E-coli berada diatas BMA kelas II pada semua lokasi
pemantauan dari Hulu sampai hilir ( Hulu desa Pabuaran-Cimasin-Jembatan
Ciawi-Kasemen ) dari bulan januari sampai dengan desember 2013. Parameter E.
coli merupakan indikator yang utama limbah domestik. Keberadaan E-coli dalam
jumlah yang melebihi baku mutu mengindikasikan bahwa Sungai Cibanten
tercemar oleh kotoran manusia.
Parameter Total-coli
Gambar 16 Grafik analisa kualitas air Total-coli pada sungai Cibanten dari
hulu sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013
Hal ini disebabkan oleh keberadaan bakteri pathogen yang sulit untuk dideteksi
dan konsentrasinya cenderung rendah di perairan. Bakteri pathogen dapat
Gambarpenyakit
menimbulkan 6 atau gangguan kesehatan secara umum pada manusia jika
masuk ke dalam tubuh.
Penentuan Status Mutu Air
Kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada
suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku
mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk melakukan penilaian status mutu air
pada suatu sumber air, yaitu diantaranya yang disajikan dalam KepMen LH No.
115 Tahun 2003, tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan
metoda storet dan metoda indeks pencemaran. Indeks pencemaran digunakan
untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air
yang diijinkan (Nemerow 1974). Indeks ini berkaitan dengan senyawa pencemar
yang bermakna untuk suatu peruntukkan dan dapat dikembangkan untuk
beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu
sungai. Namun dalam hal-hal yang bersifat umum sering pula hanya dengan
menggunakan kelas air yang mengacu pada PP No. 82 Tahun 2001. Seperti
terlihat pada Gambar 17, maka berdasarkan hasil perhitungan data pemantauan
BPSDA sungai Cibanten pada Januari-desember tahun 2013 dengan metode
storets maka diperoleh pada status mutu air pada Cibanten hulu adalah cemar
berat, lokasi Cimasin cemar berat, lokasi jembatan Ciawi adalah cemar berat dan
Gambar 17 Grafik Status mutu air sungai Cibanten dari hulu sampai hilir pada
bulan Januari s/d Desember 2013 dengan metode storet
Gambar 7
38
Kasemen juga cemar berat. Hal ini disebabkan aktivitas penduduk sepanjang DAS
Cibanten sudah padat dan komplek karena penduduk menggunakannya sebagai
MCK, banyaknya penambang galian pasir sedang pada bagian tengah sampai hilir
cemar berat. Hal ini disebabkan banyak penduduk di bantaran sungai
menghasilkan limbah padat maupun limbah cair domestiknya.
Pada Gambar 18 menunjukkan berdasarkan hasil perhitungan data
pengamatan langsung sungai Cibanten pada bulan Juli tahun 2013 dengan metode
indeks pencemaran (IP) maka diperoleh pada status mutu air pada Cibanten hulu
adalah di bawah baku mutu air, lokasi bendung Gelam adalah cemar ringan,
lokasi jembatan Kaujon adalah cemar ringan dan jembatan Kaibon adalah cemar
ringan. Hal ini disebabkan maraknya penambang galian pasir/batu didaerah Hulu
yaitu di desa pancanegara, desa sindangheula kecamatanpabuaran kabupaten
Serang. Permukiman penduduk di bantaran sungai, aktifitas penduduknya
menghasilkan limbah baik padat maupun limbah cair domestiknya, pemanfaatan
lahan bagi kegiatan peternakan yang tidak disertai pengolahan limbah yang
optimal, pemanfaatan lahan bagi tempat pembuangan akhir (TPA) dengan sistem
open dumping di daerah tengah sampai hilir sungai Cibanten, kegiatan rumah
sakit yang menghasilkan limbah medis dan non medis termasuk limbah
mengandung bahan-bahan infeksius, detergen, NH3, H2S, NO2 dan bahan
berbahaya lainnya. dan status mutu air sungai Cibanten bagian hulu cemar berat
ini dimungkinkan. Pemanfaatan sungai sebagai MCK dan pembuangan limbah
domestik oleh masyarakat di sekitar bantaran sungai hal ini bisa dilihat pada
beberapa desa belum memiliki WC/MCK yang memadai seperti di desa kasemen.
Beberapa desa merupakan lahan pertanian yang penggunaan airnya berasal dari
sungai Cibanten akibatnya penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara
berlebihan mengalir di daerah hulu dan sebagian besar sepanjang hilir sungai
Cibanten.
6,00
5,00
Lokasi
2,00
1,00
0,00
Hulu Outlet Outlet Kampung Cimasin Bendung Jembatan Jembatan Jembatan desa
Desa PT. PT. Serut Gelam Kaujon Ciawi Kaibon kasemen
Pabuaran Telaga Sumber
Kencana Mulia
Abadi
HW Segmen 1 segmen 2 Segmen 3
Lokasi
Gambar 18 Grafik Status mutu air sungai Cibanten) dari hulu sampai hilir (Juli
2013) dengan metode Indeks Pencemaran (IP )
39
Beban Cemar Domestik BOD Total COD Total TSS Total Total N Total P
Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor penduduk baik dari Kota Serang
maupun Kabupaten Serang adalah 1219.84 ton/bulan terdiri dari 81 % di Kota
Serang dan 19 % di Kabupaten Serang yang terbesar berasal dari kecamatan
Pabuaran sebesar 11.56% dan kecamatan Ciomas 3.64% sedangkan potensi beban
pencemar terbanyak pada Kota Serang berasal dari kecamatan Serang 50.14%,
kecamatan Kasemen 17%, kecamatan Taktakan 9.26% dan kecamatan Cipocok
Jaya 4.52% dimulai dari hulu ke hilir. Kontribusi COD terhadap BOD, TSS, Total
N dan Total P adalah 41 % dari kelima parameter tersebut. Potensi beban
pencemar untuk BOD hampir sama seperti COD sebesar 887.15 ton/bulan terdiri
dari 81% di Kota Serang dan 19% di Kabupaten Serang. Kontribusi BOD
terhadap lima parameter tersebut adalah 30%. Sedangkan TSS adalah 842.80
ton/bulan atau 81% di Kota Serang dan 19% di Kabupaten Serang. Kontribusi
TSS dari sektor penduduk terhadap lima parameter tersebut adalah 28%.
Sedangkan untuk parameter Total N dan Total P dibawah 2%. Rushayati (1999)
menyatakan bahwa terjadinya peningkatan areal persawahan dan permukiman
dapat menimbulkan limbah yang banyak mengandung bahan organik, nitrit dan
nitrat sehingga dapat meningkatkan nilai BOD dan mengurangi ketersediaan DO.
Limbah yang dihasilkan dari permukiman adalah limbah domestik seperti kotoran
manusia, limbah dari kegiatan mencuci dan mandi serta limbah hasil aktivitas
manusia lainnya.
b. Potensi beban pencemaran dari peternakan
Beban pencemaran dari peternakan dalam analisis ini dihitung
menggunakan faktor emisi. Data yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah
jenis dan jumlah ternak. Sementara itu, faktor emisi yang digunakan merupakan
hasil penelitian Balai Lingkungan Keairan, PUSLITBANG SDA, Kementrian
Pekerjaan Umum/PU (2004). Tabel 17 menunjukkan potensi beban cemar
peternakan pada DAS Cibanten dari Kabupaten Serang dan Kota Serang.
Limbah ternak merupakan pencemaran bagi air serta mempunyai
kandungan BOD yang tinggi dan sedikit kandungan oksigen terlarut dalam air
(Overcash et al.1983). Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor peternakan
mencapai 1111.44 ton/bulan terdiri dari 67% dari Kota Serang dengan komposis
dari: kecamatan Curug 24%, kecamatan Taktakan 14%, kecamatan Cipocok Jaya
11%, kecamatan Walantaka 8%, kecamatan Kasemen 7% serta kecamatan Serang
2% dan 33% dari Kabupaten Serang dengan komposisi terdiri dari: kecamatan
Pabuaran 22% dan kecamatan Kramatwatu 11%. Kontribusi terhadap empat
41
parameter adalah 66%. Kontribusi potensi beban pencemar terbesar berasal dari
peternakan ayam untuk BOD, COD dan TP masing-masing 58.05%, 56.23%,
45.11%, kontribusi potensi beban pencemar Total N berasal dari ternak kambing
sebesar 72.85%.
Tabel 17 Potensi beban pencemar peternakan
BOD Total COD Total Total N Total P
Peternakan
( kg/hari ) % ( kg/hari ) % ( kg/hari ) % ( kg/hari ) %
Kota Serang 13803,37 73,5 24929,25 67 96,94 77 18,01 73
Kab.Serang 4975,24 26 12118,57 33 29,77 23 6,77 27
Total 18778,6115 100 37047,82503 100 126,71577 100 24,783911 100
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Kontribusi potensi beban pencemaran peternakan ayam jika diprediksikan semua
limbah ternak ayam potong dibuang semuanya ke sungai maka potensi beban
pencemaran BOD, COD,TN dan TP jauh lebih tinggi sebesar 8795.31 kg/hari,
20832.96 kg/hari dan 11.18 kg/hari.
Limbah ternak ayam merupakan penyumbang paling besar terhadap
peningkatan BOD, TP dan COD. Hal ini disebabkan oleh tingkat pemeliharaan
ternak oleh penduduk pada masa sekarang yang lebih menyukai memelihara
ayam dibandingkan ternak lainnya. Potensi beban pencemar untuk BOD dari
sektor peternakan mencapai 563.36 ton/bulan terdiri dari 67% Kota Serang dan
33% Kabupaten Serang dengan kontribusi terhadap empat parameter diatas adalah
34%. Untuk Parameter Total N dan Total P masing-masing 3.802 ton/bulan dan
0.74 ton/bulan atau 0.11% terhadap empat parameter tersebut.
c. Potensi beban pencemaran dari limbah Pertanian/Perkebunan
Perhitungan beban pencemaran dari pertanian dalam analisis ini bersumber
aktifitas pertanian diperolah dari data luas lahan pertanian.
Penelitian yang dilakukan oleh INEGI dan SEMARNAP pada sungai di Mexico
tahun 1998. Nila Aliefia Fadly (2008) menyatakan bahwa 1 gr sampah organik
memiliki nilai BOD sebesar 2.82 gr Nilai inilah yang menyatakan beban BOD
sampah (W sampah) tersebut
Beban BOD sampah (kg/hr) = Berat sampah tdk tertangani (5407406 kg/hr) x
(2.82)X 60% (untuk organik)= 9149.33 kg/hari.
g. Total Potensi beban pencemaran air
Total potensi beban pencemaran air di DAS Cibanten merupakan hasil
penjumlahan beban pencemaran sumber industri, rumah tangga, industri formal,
pertanian, hotel dan rumah sakit yang dihitung per kecamatan. Total potensi
beban pencemaran air dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Total Beban Pencemaran Air = Beban industri+ beban pencemaran
domestik+Beban_pencemaran_peternakan+Beban_pencemaran_Pertanian....(2)
Tabel 22 Kontribusi pencemar pada non point source (NPS)
TSS Total N Total P Total
BOD Total COD Total
Peternakan 18779 27.25 37048 38.31 0 0.00 126.72 7.56 24.78 10.66
Pertanian 8943 12.98 0 0.00 168 0.41 101.82 6.07 50.67 21.80
Penduduk 29572 42.90 40661 42.04 28093 68.82 1441.62 86.01 155.25 66.80
Rumah
Sakit 0.99 0.00 3.04 0.00 2.11 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00
Hotel 7.89 0.01 21.09 0.02 40.67 0.10 5.93 0.35 1.69 0.73
Sampah 9149 13.27 12580.33 13.01 8691.86 21.29 0.00 0.00 0.00 0.00
Industri 2473 3.59 6401.05 6.62 3823.04 9.37 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 68925 100 96714.51 100 40819.14 100 1676.09 100 232.40 100
Sumber : Perhitungan 2013
Berdasarkan hasil perhitungan potensi beban cemar dari seluruh sumber pencemar
(pada Tabel 22) diatas maka kontribusi beban pencemar terbesar berasal dari
sektor penduduk/domestik baik parameter BOD, COD, TSS, Total N maupun
Total P. Hal ini berasal dari jumlah penduduk kota Serang maupun kabupaten
Serang yang jumlahnya padat. Dari potensi beban cemar penduduk untuk
parameter BOD sebesar 29572 kg/hari berasal dari kota Serang khususnya
kecamatan Serang dengan jumlah penduduk terbanyak 207065 jiwa dengan
tingkat kepadatan penduduk 8001 jiwa/km2 (Kota Serang 2010). Disusul
kecamatan Kasemen, kecamatan Cipocok Jaya dimana ketiga kecamatan tersebut
dilewati langsung oleh sungai utama Cibanten. Namun untuk kecamatan Curug,
kecamatan Walantaka dan kecamatan Taktakan memiliki saluran drainase yang
semuanya bermuara ke sungai Cibanten.Karakteristik air limbah domestik
bervariasi dari waktu ke waktu , dari kota ke kota, dan dari negara ke negara
lainnya, bergantung pada struktur komunitas, kebiasaan hidup masyarakat, jenis
aktivitas, tingkat ekonomi dan kesadaran lingkungan (Suprihatin dan Suparno
2013). Air limbah domestik umumnya banyak mengandung unsur hara (nitrogen
dan fosfor) dan bahan-bahan organik (BOD, COD, dan TOC) yang mudah
46
Skenario Hulu
Debit Kualitas Air Beban Pencemar Output Kualitas Air
I Hasil Pengukuran Hasil Pengukuran Input data lapangan Hasil Sampling
II Hasil Pengukuran Hasil Pemantauan trial & error Kelas II di segmen 1, 2, dan 3
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Sementara itu skenario 2 dieksekusi dengan menggunakan data kualitas air di hulu
sungai Cibanten yang sama seperti skenario 1, tetapi input beban pencemar
dilakukan agar hasil simulasi mendekati kualitas air baku mutu air yang
ditetapkan di setiap segmen sungai Cibanten yang dimodelkan. Skenario 1 dan 2
tersebut untuk debit air di sungai di Hulu Sungai Cibanten menggunakan debit
hasil pengukuran sesaat pada bulan Juli 2013 yaitu 4.5 m3/detik. Kemudian untuk
memahami pengaruh perubahan debit air sungai di hulu dan perbaikan kualitas
air di hulu terhadap kualitas air di seluruh segmen sungai Cibanten, maka
dilakukan simulasi menggunakan perubahan baik penambahan atau pengurangan
debit dan perubahan penambahan/pengurangan kualitas air di point source dan
non point source.
Segmentasi Sungai Cibanten
Berdasarkan pertimbangan wilayah administrasi, keberadaan sampling
kualitas air, keberadaan bangunan tata air dan kondisi hidromorfologi dalam
penelitian ini, sungai Cibanten dibagi menjadi 3 segmen sebagai berikut (pada
Gambar 22). Segmen ke-1, segmen ke-2, segmen ke-3.
Nama Kecamatan yg
Nama Lokasi Pabuaran Serang/Cipocok jaya Serang/Kasemen Kasemen Teluk Banten saling berbatasan
106 02' 45.6" BT 106 06' 14.3" BT 106 09' 34.7" BT 106 09' 10.4" BT106 10' 28.9" BT
6 13' 06.6" LS 6 11' 21.3" LS 6 08' 24.1" LS 6 04' 51.1" LS 6 01' 47.1" LS
2 Panjang Km 11.14 10.78 11.09 7.80 40.81
Jarak dari Hilir km 40.81 29.67 18.88 7.80
3 Ketinggian mdpal 150 60 60 30 30 15 15 0
4 Beda Tinggi m 90 30 15 15
angka dari garis kontur
5 Kemiringan Lereng 0.0081 0.0028 0.0014 0.0019
Pada Tabel 26 menunjukkan daya tampung dan rekapitulasi beban pencemar COD
di setiap segmen. Kontribusi daya tampung beban pencemaran masing-masing
segmen adalah segmen ke-1 adalah 19.96 %, segmen ke-2 adalah 46.12% dan
segmen ke-3 adalah 33.91%. Sumbangan limbah di segmen ke-1 berasal dari
kegiatan peternakan sapi baik fatting maupun breeding, pertanian sedangkan di
segmen ke-2 dan segmen ke-3 berasal dari anak sungai Cibanten maupun
drainase air hujan yang masuk ke pusat kota Serang melalui kecamatan Serang
53
Tabel 26 Rekapitulasi beban pencemar COD dan daya tampung beban pencemar
COD setiap segmen
Wilayah Beban
Penurunan
Pencemar Kontribusi DTBP Kontribusi Kontribusi
Segmen Beban
eksisting (%) (kg/hari) (%) (%)
(kg/hr)
(kg/hari)
Kabupaten
Serang Segmen 1 22374.34 66.19 2930.02 19.96 19444.32 86.90
Kota Serang Segmen 2 7749.76 22.93 6769.12 46.12 980.64 12.65
Kota Serang Segmen 3 3680.64 10.89 4976.64 33.91 -1296.00 -35.21
Total 33804.74 100.00
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Total beban pencemaran air eksisting untuk parameter TSS yang masuk ke sungai
Cibanten dari hulu sampai hilir adalah 78571.20kg/hari/2357.14 ton/bulan. Beban
terbesar disumbang oleh segmen 1, segmen 2 dan terakhir segmen 3, yang
masing-masing menyumbang 49.97%, 17.23% dan 32.80%. Pada Gambar 27,
menunjukkan beban pencemar eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten.
Segmen 1 meliputi kabupaten Serang, segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota
serang. Beban pencemar TSS total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen
sungai Cibanten 14675 kg/hari yang terdiri dari segmen 1 sebesar -9720 kg/hari
54
dan segmen 2 sebesar 13901.76 kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban riil yang
masuk, maka terdapat selisih sebesar -2825.28 kg/hari. Selisih beban pencemar
sebesar itu merupakan beban yang masih boleh dibuang /allowable loading
discharge agar kualitas air sungai Cibanten memenuhi kelas yang ditetapkan
untuk parameter TSS yaitu kelas 2 di hulu ( segmen 1 dan 2) sedangkan pada
segmen 3 beban harus diturunkan sebesar 20796.48 kg/hari.
Pada Tabel 27 dan Gambar 28 menunjukkan daya tampung dan
rekapitulasi beban pencemar TSS di setiap segmen. Perbedaan konsentrasi TSS
hasil sampling dengan konsentrasi TSS kelas 2 seperti diperlihatkan pada Gambar
27 menunjukkan bahwa diperlukan penurunan beban pencemar agar konsentrasi
TSS memenuhi peruntukkan yang ditetapkan. Konsentrasi TSS menurut besarnya
daya tampung beban pencemar tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan
skenario 2 pada Gambar 28. Pada Tabel 27 terlihat rekapitulasi beban pencemar
eksisting maupun DTBP TSS dari segmen 1 sampai segmen 3. Segmen 1
mewakili Kabupaten Serang sedangkan segmen 2 dan segmen 3 mewakili Kota
Serang yang terletak pada sungai utama Cibanten. Pada parameter TSS terjadi
berkebalikan konsentrasi TSS riil akibat dari masuknya beban pencemar eksisting
masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi TSS yang ditargetkan.
Gambar 29 Analisis regresi antara beban pencemar TSS dengan konsentrasi TSS Sungai
Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan
November 2013
Sungai Cibanten telah tercemar oleh BOD. Hubungan antara kualitas perairan
untuk parameter BOD dengan beban pencemar ditunjukkan pada Gambar 30.
Gambar 30 Analisis regresi antara beban pencemar BOD dengan konsentrasi BOD di hilir
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni,
Juli dan November 2013
Hubungan antara kualitas air untuk parameter COD dengan beban pencemaran
seperti pada Gambar 31. Penentuan kapasitas asimilasi untuk COD dilakukan
masing-masing dengan fungsi Y = 0.5199x + 0.2933 pada fungsi ini didapatkan
hasil perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan
garis baku mutu sehingga diperoleh nilai kapasitas asimilasi sebesar 13.2908
ton/bulan. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis buffer data spasial peta
DAS Cibanten terhadap penduduk berjumlah 773768 jiwa tahun 2010 yang
bermukim di daerah aliran sungai Cibanten ternyata terdapat 27.54 % penduduk
bermukim pada jarak (0-100 m) dari badan utama sungai Cibanten, 27.13%
bermukim pada jarak (100-500 meter) dari badan utama sungai Cibanten, 32.29%
bermukim pada jarak (500-1000 meter) dari badan utama air sungai Cibanten dan
13.04 % bermukim pada jarak (>1000 meter) dari badan utama air sungai
Cibanten.
Gambar 31 Analisis regresi antara beban pencemar COD dengan konsentrasi COD di hilir
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni,
Juli dan November 2013
58
Gambar 32 Analisis regresi antara beban pencemar E.coli dengan konsentrasi E. coli di
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli
dan November 2013
59
Goal
Faktor
Aktor
Subtujuan
Alternatif
Alt
ernatif
61
baku. Hal ini disebabkan oleh alasan bahwa sungai Cibanten adalah aset milik
pemerintah provinsi Banten berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 6
ayat1dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
menjelaskan bahwa: Sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ayat berikutnya menyebutkan pula
bahwa penguasaan sumberdaya air diselenggarakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah. DAS Cibanten merupakan DAS lintas kabupaten/kota melalui
kabupaten Serang dan kota Serang dengan sendirinya pengelolaan sungai
Cibanten ditangani oleh pemerintah provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten
sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam hal tersebut harus mampu
melakukan pengamanan sungai Cibanten baik di Kabupaten Serang maupun Kota
Serang melalui kebijakan atau tindakan lainnya, sedangkanpemanfaatan sungai
Cibantenharus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Berbagai tindakan telah
dilakukan oleh pemerintah, tetapi hingga saat ini masih ada anggapan,terutama
berasal dari masyarakat, bahwa pemerintah masih kurang memberikan perhatian
terhadap pengelolaan dan pengembangan sungai Cibanten di Kota Serang maupun
Kabupaten Serang. Meskipun Pemerintah Kota Serang maupun Kabupaten Serang
tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengurus DAS Cibanten di Kota
Serang, tetapi keterlibatannya dalam hal tersebut tetap merupakan keharusan.
Pihak-pihak selain pemerintah yang bersentuhan langsung dengan Sungai
Cibanten tentu memiliki kepentingan masing-masing terhadap sungai Cibanten
tersebut. Pemerintah adalah pihak yang harus mampu menjembatani berbagai
kepentingan tersebut agar tidak menimbulkan konflik kepentingan akan sungai
Cibanten. Konflik kepentingan dalam kehidupan sosial terjadi ketika terdapat
perbedaan tujuan atau kepentingan dari dua pihak atau lebih (Setiadi & Kolip
2011). Perbedaan ini kemudian bersinggungan sehingga menimbulkan
ketidaksepakatan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Persinggungan
kepentingan inilah yang mampu menimbulkan terjadinya konflik sosial. Konflik
kepentingan sebagai konflik sosial bersifat buruk dan perlu dihindari. Oleh karena
itu, pemerintah perlu membangun sikap yang baik untuk menghindari
permasalahan ini.
Peranan pemerintah sangat penting guna keberhasilan pelaksanaan strategi
pengelolaan perairan ini. Pandangan terhadap lingkungan hidup yang masih
parsial selama ini merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan. Lingkungan hidup masih dianggap sebagai kewajiban dari suatu
instansi tertentu saja, tetapi belum dilihat sebagai bagian dari kewajiban
bersama.Pemerintah dianggap memegang peran strategis di antara berbagai pihak
yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan Sungai Cibanten . Pemerintah
harus mampu menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance)
untuk menghindari maupun mengatasi perbedaan kepentingan di antara berbagai
pihak. Menurut Keraf (2002) penyebab hadirnya krisis ekologi saat ini selain
karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, juga disebabkan oleh
kegagalan pemerintah, salah satunya dalam hal memainkan peran sebagai penjaga
kepentingan bersama, termasuk kepentingan bersama akan lingkungan hidup yang
baik. Pemerintah harus memerintah dengan efektif dan menyelenggarakan
pemerintahan dengan kuat agar pemerintah tidak menjadi alat permainan
kepentingan serta mampu bertahan terhadap berbagai tarik-menarik kepentingan
yang berakibat pada penyelewengan tujuan.
64
penetapan hulu DAS Cibanten sebagai tujuan utama diharapkan dapat menjadi
arahan untuk perwujudan berbagai alternatif solutif untuk mengatasi
permasalahan terkait penurunan kualitas perairan Sungai Cibanten tersebut.
Analisis Alternatif pada Hierarki Pengambilan Keputusan
Hasil pembobotan hierarki memberikan hasil akhir berupa bobot pada
masing-masing pilihan alternatif dari yang terbesar hingga yang terkecil pada
Gambar 37 menunjukkan analisa alternatif terdiri dari: Pengawasan dan
pemantauan (0.202), menata ulang fungsi tata ruang (0.198), penegakkan hukum
(0.195), koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144), sosialisasi dan penyuluhan
(0.119), penetapan daya tampung beban pencemaran (0.077) dan IPAL komunal
(0.068). Adapun tiga alternatif dengan bobot terbesar dianggap mampu
merepresentasikan strategi pengelolaan kualitas perairan yang sesuai untuk
penyedian air bersih/baku Sungai Cibanten.
kawasan budi daya agar tetap terjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup,
keamanan dan keberlanjutan usaha dan/atau kegiatan budi daya lainnya.
h. Pengawasan sempadan sungai secara berkala untuk menjaga kondisi sungai,
memelihara tata hijau dengan melibatkan masyarakat untuk menjaga dan
mengawasi kebersihan sungai, pengawasan building coverage ratio (BCR)
maksimal sebesar 60% pada pembangunan kawasan permukiman baru di hilir
i. Pengawasan-pengawasan ruang agar tidak terjadi tumpang tindih pemberian
hak pengelolaan lebih dari satu pada suatu kawasan (RTRW Provinsi Banten
2011).
c. Pengawasan dan pemantauan tata air DAS Cibanten
Pengawasan dan Pemantauan tata air DAS dimaksudkan untuk memperoleh
data dan informasi tentang aliran air (hasil air) yang keluar dari daerah tangkapan
air (DTA) secara terukur, baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran airnya.
Untuk mengetahui hubungan antara masukan dan luaran di DAS perlu juga
dilakukan monitoring data hujan yang berada di dalam dan di luar DTA atau
DAS/Sub DAS bersangkutan.Tujuan Pengawasan dan Pemantauantata air DAS
dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan nilai luaran (off-site) sebagai
dampak adanya kegiatan pengelolaan antropogenik yang dilaksanakan di dalam
DAS Cibanten, yaitu kondisi kuantitas air sungai Cibantendebit air sungai,debit
tahunan kualitas air adalah kandungan jumlah polutan (COD, BOD, TSS, dan
parameter lainnya), pengawasan IPAL Pabrik/rumah sakit, pengawasan kegiatan
peternakan di daerah tengah DAS Cibanten, pengawasan perizinan IPLC,
pengawasan pengambilan air permukaan, sedimentasi, erosi DAS Cibanten yang
terbanyak pada daerah tengah dan hilir DAS Cibanten. Analisis terhadap
kuantitas hasil air dilakukan melalui parameter jumlah air mengalir yang keluar
dari DAS/Sub DAS pada setiap periode waktu tertentu. Muatan sedimen
(sediment load) pada aliran sungai merupakan refleksi hasil erosi yang terjadi di
DTA-nya. Demikian juga bahan polutan baik dari point source yaitu dari kegiatan
industri/rumah sakit maupun non point source (NPS) dari pertanian, limbah
domestik yang terlarut dalam aliran air dapat digunakan sebagai indikator asal
sumber pencemarnya, apakah dampak dari penggunaan pupuk, obat-obatan
pertanian, dan atau dari limbah rumah tangga dan pabrik/industri.
d. Hubungan daya tampung dan kapasitas asimilasi Sungai Cibanten dalam
fungsi Ekologi
Dalam Daerah aliran sungai terdapat ekosistem. Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terdiri atas komponen yang saling berintegrasi sehingga
membentuk suatu kesatuan (Asdak, 2010). Komponen yang dimaksud adalah
komponen biotik dan abiotik. Setiap komponen tersebut tidak dapat berdiri
sendiri, sehingga aktifitas suatu komponen ekosistem akan selalu memberikan
pengaruh pada komponen ekosistem lainnya. Manusia merupakan salah satu
ekosistem biotik yang penting dan dinamis. Dalam menjalankan aktifitasnya
sering mangakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan dan untuk
kemudian mempengaruhi ekosistem secara berurutan. Salah satu fungsi DAS
adalah fungsi hidrologis, dimana fungsi tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah
curah hujan yang diterima, geologi dan bentuklahan. Fungsi hidrologis yang
dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk:
70
a. Mengalirkan air.
b. Menyangga kejadian puncak hujan.
c. Melepaskan air secara bertahap.
d. Memelihara kualitas air.
e. Mengurangi pembuangan massa (seperti terhadap longsor).
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh
faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi),
tanah, dan manusia. Apabila salah satu faktor tersebut mengalami perubahan,
maka hal tersebut akan mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut dan akan
menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS. Apabila fungsi suatu
DAS telah terganggu, maka sistem hidrologisnya akan terganggu, penangkapan
curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang atau
sistem penyalurannya menjadi sangat boros. Kejadian itu akan menyebabkan
melimpahnya air pada musim penghujan dan sangat minimum pada musim
kemarau, sehingga fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim kemarau
berbeda tajam.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara
mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung
kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup.
Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan
karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan.
Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas
dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan
hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan
dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air
dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung
pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan
daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga)
pendekatan, yaitu:
1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 19 yang menyebutkan bahwa tata ruang wilayah
ditetapkan dengan memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup. Sejalan dengan amanat tersebut, Undang Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penaata Ruang pada Pasal 19, 22 dan 25 menegaskan
bahwa rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan dengan memperhatikan Daya Dukung Dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup.
Hasil penghitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) juga
merupakan salah satu pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
lingkungan hidup oleh Kabupaten/Kota yaitu terkait dengan perlindungan sumber
air, pencegahan pencemaran air, pemulihan pencemaran air pada sumber air.
Pada sungai Cibanten, berdasarkan hasil perhitungan dan analisa daya tampung
71
beban pencemaran dan kapasitas asimilasi maka pada beberapa kecamatan telah
melebihi daya tampungnya terutama di segmen ke-1 dan segmen ke-2. Hal ini
telah terjadi kerusakan ekosistem pada lahan di hulu maupun di tengah sungai
Cibanten. Salah satu penyebabnya adalah degradasi lahan. Degradasi lahan secara
umum disebabkan oleh proses alami dan akibat aktivitas manusia. Barrow (1994)
secara lebih rinci menyatakan bahwa faktor-faktor utama penyebab degradasi
lahan adalah:
a) Bahaya alami
b) Perubahan jumlah populasi manusia
c) Marjinalisasi tanah
d) Kemiskinan
e) Status kepemilikan tanah
f) Ketidakstabilan politik dan masalah administrasi
g) Kondisi sosial ekonomi
h) Masalah kesehatan
i) Praktek pertanian yang tidak tepat, dan
j) Aktifitas pertambangan dan industri.
Degradasi lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik, kimia dan
biologi. Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan,
ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi.
Degradasi kimiawi terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian,
ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi.
Sedangkan degradasi biologis meliputi penurunan karbon organik tanah,
penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan penurunan karbon biomasa.
Simpulan
1. Status mutu air Sungai Cibanten bervariasi dari tercemar ringan sampai
tercemar berat.
2. Berdasarkan rekapitulasi potensi beban pencemar limbah total non point
source (NPS) dari seluruh sumber pencemar yang dianalisa (peternakan,
penduduk, persampahan, pertanian, rumah sakit, hotel dan industri) maka
parameter BOD yang dominan berasal dari sektor penduduk 49.46%, peternakan
27%, sampah 13%, pertanian 12.96%, industri 4.14%, hotel 0.01%. Untuk
parameter COD yang dominan berasal dari sektor penduduk 43%, peternakan
39.19%, sampah 13.31%, industri 4.45%. Parameter TSS yang dominan berasal
dari penduduk sebesar 70%, sampah 22%, industri 7.31%, pertanian 0.42%, hotel
0.1% dan rumah sakit 0.01%. Kontribusi beban pencemaran dari sumber tak tentu
(non point source) yang paling dominan adalah penduduk domestik dan sampah,
peternakan, industri, pertanian, hotel dan rumah sakit.
3. Berdasarkan simulasi perhitungan daya tampung beban pencemaran air
(DTBPA) nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Pabuaran
(segmen ke-1) sebesar 16829 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-1 sebesar
561 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 16268 kg/hari agar memenuhi baku
mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Serang-
72
kecamatan Cipocok jaya(segmen ke-2) sebesar 6862 kg/hari dengan DTBP BOD
segmen ke-2 sebesar 3465 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 3396.38
kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD
eksisting segmen ke-3 sebesar 651 kg/hari dengan DTBP BOD segmen kecamatan
Kasemen (segmen ke-3) sebesar 867 kg/hari sehingga masih tersedia beban
sebesar 216 kg/hari yang diperbolehkan untuk dibuang ke sungai Cibanten.
Demikian juga total beban pencemaran COD sebesar 33804.74 kg/hari sementara
total daya tampung beban pencemaran COD sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama
harus melakukan penurunan beban COD sebesar 19128.96 kg/hari. Total beban
pencemaran TSS sebesar 78571.20kg/hari sementara itu daya tampung beban
pencemaran TSS sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama masih dapat menerima
total beban TSS sebesar -2825.28 kg/hari.
4. Konsentrasi BOD di Sungai Cibanten di daerah penelitian meningkat di
sekitar kilometer 40 sampai kilometer 24 telah melampaui baku mutu air kelas II.
Konsentrasi COD makin naik mulai dari kilometer 34 sampai kilometer nol (hilir)
dan telah melampaui baku mutu air kelas II. Ada kemungkinan terdapat sumber
pencemar COD yang besar di lokasi ini, tetapi belum dapat diidentifikasi pada
penelitian ini. Konsentrasi TSS mulai naik sejak dari kilometer 35 sampai dengan
hilir/kilometer nol yang berarti proses pencemaran TSS telah berlangsung di
daerah hulu.
5. Nilai kapasitas asimilasi masing masing parameter yang dihitung adalah
TSS 86.890 ton/bulan, BOD 2.92 ton/bulan, COD 13.29 ton/bulan, E.coli
15103.80 ton/bulan maka beban pencemaran TSS, BOD, COD, E.coli melebihi
kapasitas asimilasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis kapasitas asimilasi
parameter BOD, COD, TSS, E-coli maka sungai Cibanten dalam kondisi
tercemar.
6. Sungai Cibanten dapat dikelola dengan tujuh alternatif strategi yaitu
pengawasan dan pemantauan (0.202),menata ulang fungsi tata ruang
(0.198),penegakkan hukum (0.195), koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144),
sosialisasi dan penyuluhan (0.119), penetapan daya tampung beban pencemaran
(0.077) dan IPAL komunal (0.068). Prioritas utamanya adalah kegiatan
pemantauan dan pengawasan dan saran tindak lanjutnya.
Saran
Pemodelan kualitas air yang dilakukan pada studi ini hanya menggunakan
daya tampung beban pencemaran sesaat. Oleh karena itu perhitungan daya
tampung beban pencemaran untuk perencanaan dan pengelolaan kualitas air
Sungai Cibanten dalam jangka waktu yang panjang, perlu dilakukan dengan
menggunakan data kualitas air rata-rata tahunan dan variasinya. Pengawasan dan
pemantauan terpadu baik antar SKPD maupun antara kabupaten/kota dengan
provinsi serta pembentukan forum DAS Cibanten sebagai salah satu alternatif
pendekatan pengelolaan DAS Cibanten yang bersifat terpadu dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA
Alaerts G, Santika S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha Nasional.
73
Guo HC, Liu L, Gii Huang, Fuller GA, R Zou and Yin YY. 2001. Asystem
dynamics approach for regional environmental planning and management: A
study for the Lake Erhai Basin. Journal Environmental Management. 6(1):93-
111.
Imholf K. 1979. Handbook Of Urban Drainage And Wastewater Disposal. New
York : John Wiley & Sons.
Indrasti NS, Suprihatin, Rajab A Laode.2006. Analisis Beban Pencemaran dan
Kapasitas Asimilasi serta Penyusunan Strategi Pengelolaan Perairan Teluk
Kendari. ENVIRO.8 (2) :1-6.
Irianto K,Waluyo K. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat.Bandung(ID): CV.Yrama
Widya.
[KLH-RI] Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2010.
KumpulanPeraturan Pengendalian Pencemaran AirIndustri
Manufaktur:Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003
Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.Ed ke-2.Jakarta (ID): KLH RI.
[KLH-RI] Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.2010.Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Pada Sumber Air.Ed ke-
2.Jakarta (ID): KLH RI.
Kannel PR, Lee S, Lee YS, Kanel SR, Pelletier GJ. 2007. Application of
Automated QUAL2Kw for Water Quality Modeling and Management in the
Bagmati River, Nepal. Ecological Modelling 202 (2007), Elsevier. pp.503
517.
Keraf S. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas.
Kodoatie RJ, Suharyanto, Sangkawati S, Edhisono S. 2002. Pengelolaan Sumber
Daya Air Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta(ID): ANDI.
Kodoatie RJ, Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu.Yogyakarta
(ID):ANDI.
Linsley RK, Franzini JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III,
terjemahan Djoko Sasongko.Jakarta : Penerbit Erlangga.
Madigan MT, John MM, Paul VD, David PC. 2009. Biology of Microorganisms.
Pearson. Benyamin Cumming. New York.
Mahin T, Pancarbo OC. 1999. Water Borne Pathogens: More Effective Analytical
and Treatment Methods are Needed for Pathogens in WasteWater and Storm
Water. Water Environment and Technology. 11(4):51-55
Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta (ID): Grasindo.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Pr.
Metcalf, Eddy. 1991.Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, Reuse. 3rd
edition, (Revised by :G.Tchobanoglous and F.L.Burton). Mc Graw Hill Book
Inc., New York, Singapore.1334p.
Nemerow NL. 1974. Industrial Waste Pollution. London(GB):Addison Wesley
Publising Company.
Nugraha W D. 2008. Identifikasi Kelas Air dan Penentuan Daya Tampung Beban
Cemaran BOD Sungai dengan Model Qual2E (Studi Kasus Sungai Serayu,
Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi, 5(2). 31-41.
75
RIWAYAT HIDUP