Anda di halaman 1dari 98

i

Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban


Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten

BAHEREM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
iii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Strategi Pengelolaan


Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas
Asimilasi Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014

Baherem
NRP: P052100221
RINGKASAN

BAHEREM. Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban


Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai Cibanten
Provinsi Banten. Dibimbing oleh SUPRIHATIN dan NASTITI SISWI
INDRASTI.
Sungai Cibanten merupakan salah satu potensi sumber daya alam penting
yang dimiliki Kabupaten Serang maupun Kota Serang. Sungai ini berfungsi
menunjang keberlanjutan pembangunan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di
wilayah perkotaan dan industri, terutama industri di kawasan kecamatan
Bojonegara dan Pulo Ampel.Sungai Cibanten adalah sungai paling potensial untuk
dikembangkan sebagai sumber air baku. Analisa debit sungai Cibanten adalah Q80
= 1200 l/detik.
Potensi pencemaran di sungai Cibanten sangat tinggi.Pencemaran di
sungai Cibantendisebabkan oleh tingginya potensi limbah pencemar yang masuk
dari daratan,karena besarnya aktivitas dan semakin bertambahnya permukiman
sepanjang sempadan sungai Cibanten, karena itu perlu diketahui berapa daya
tampung beban pencemaran (TMDL) dan kapasitas asimilasi di sungai
Cibanten.
Penelitian ini bertujuan menganalisis lokasi sumber dan mengkuantifikasi
beban pencemaran di sungai Cibanten, menganalisis nilai daya tampung
beban pencemaran dilihat dari parameter BOD, COD dan TSS di aliran
sungai dengan menggunakan metode Qual2Kw, menganalisis kapasitas asimilasi
Sungai Cibanten, serta menyusun strategi pengelolaan lingkungan dalam
memperbaiki kualitas air sungai Cibanten.
Penelitian dilaksanakan di Sungai Cibanten, Kabupaten Serang-Kota
Serangdari bulan Maret 2013 s/d Agustus 2013.Bulan Maret dipilih dengan
asumsi mewakili musim kemarau dan bulan Agustus mewakili musim hujan. Data
pemantauan sungai Cibanten diperoleh dari BPSDA Provinsi Banten, data peta
RBI (peta kontur, peta penduduk, peta DAS Cibanten) terkait DAS Cibanten
diperoleh dari BAPPEDA dan BPSDA Provinsi Banten. Peta Rupa Bumi
ditumpang-tindih (overlay) untuk segmentasi sungai menjadi 1 ruas/reach 3
segmen dengan headwater/hulu di desa pabuaran, mengukur jarak tiap segmen
dari hilir, menghitung jumlah penduduk di sepanjang sempadan sungai Cibanten,
mengidentifikasi sumber pencemar baik point source maupun non point source.
Sampel air diambil dari empat stasiun pada badan air sungai Cibantendiwakili
stasiun pengamatan Hulu Pabuaran (hulu) Muara Cibanten(hilir)selama 2
minggu mulai dari hulu sampai hilir. Pengukuran kualitas air dilakukan secara in-
situ dan analisis laboratorium. Data para pakar diperoleh dengan metode
purposive sampling dengan teknik wawancara dan menggunakan kuisioner. Status
kualitas air dianalisis dengan metode storet dan metode indeks pencemaran (IP)
dibandingkan dengan baku mutu air kelas dua berdasarkan PP No. 82 tahun 2001.
Potensi beban pencemaran non point source/nps (domestik, peternakan, lahan
pertanian, sampah, rumah sakit, hotel) dianalisis dengan menggunakan faktor
emisi masing-masing kegiatan. Nilai daya tampung beban pencemaran air
dianalisis dengan mensimulasikan data pemantauan kualitas air sungai Cibanten
dengan model Qual2KW versi 5.2. Kapasitas asimilasi dianalisis dengan
iii

menggunakan pendekatan persamaan regresi linier dengan fungsi Y menunjukkan


kualitas perairan rata- rata di bagian tengah-hilir DAS Cibanten yang diukur pada
jembatan Ciawi dan Kasemendari bulan Februari s/d Juli dan November 2013
sedangkan nilai X sebagai nilai baku mutu tiap parameter menurut PP 82 tahun
2001 kelas II ke persamaan fungsi Y.
Data responden pakar digunakan untuk menentukan strategi pengelolaan
sungai Cibanten untuk pengelolaankualitas air sungai Cibanten melalui model
analytical hierarchy process (AHP). Data tersebut kemudian diolah menggunakan
program Expert Choice 11 sehingga dihasilkan alternatif prioritas terpilih yang
dapat dijadikan sebagai rekomendasi pengelolaan sungai Cibanten untuk
penyediaan air baku.
Berdasarkan simulasi perhitungan Daya Tampung Beban Pencemaran Air
(DTBPA) maka nilai beban pencemarBOD eksisting segmen kecamatan Pabuaran
(segmen ke-1) sebesar 16829 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-1 sebesar
561 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 16268 kg/hari agar memenuhi baku
mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Serang-
kecamatan Cipocok Jaya (segmen ke-2) sebesar 6862 kg/hari dengan DTBP BOD
segmen ke-2 sebesar 3465 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 3396.38
kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD
eksisting segmen ke-3 sebesar 651 kg/hari dengan DTBP BOD segmen kecamatan
Kasemen(segmen ke-3) sebesar 867 kg/hari sehingga masih tersedia beban
sebesar 216 kg/hari yang diperbolehkan untuk dibuang ke sungai Cibanten.
Demikian juga total beban pencemaran eksisting COD sebesar 33804.74 kg/hari
sedangkan total daya tampung beban pencemaran COD sebesar 14675 kg/hari.
Sungai utama harus melakukan penurunan beban COD sebesar 19128.96 kg/hari.
Total beban pencemaran TSS eksisting sebesar 78571.20kg/hari sedangkan daya
tampung beban pencemaran TSS sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama masih
dapat menerima total beban TSS sebesar -2825.28 kg/hari.
Nilai kapasitas asimilasi masing-masing parameter yang dihitung adalah
TSS 86.89 ton/bulan, BOD 2.922 ton/bulan, COD 13.29 ton/bulan, E-coli
15103.80 ton/bulan maka beban pencemaran TSS, BOD, COD, E-coli melebihi
kapasitas asimilasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis kapasitas asimilasi
parameter BOD, COD, TSS, E-coli maka sungai Cibanten dalam kondisi
tercemar.
Sungai Cibanten dapat dikelola dengan tujuh alternatif strategi yaitu
Pengawasan dan pemantauan ( 0.202 ), Menata Ulang Fungsi Tata Ruang (0.198
), Penegakkan hukum (0.195), Koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144),
Sosialisasi dan penyuluhan (0.119), Penetapan daya tampung beban pencema ran
(0.077) dan IPAL komunal (0.068).
Kata kunci: Sungai Cibanten, daya tampung beban pencemaran, storet, indeks
pencemaran, Qual2KW, kapasitas asimilasi, analytical hierarchy
process (AHP)
SUMMARY

BAHEREM. Strategy for River Management based on Total Maximum Daily


Loads and Assimilation Capacity Case Study of Cibanten River, Banten
Province. Supervised by SUPRIHATIN and NASTITI SISWI INDRASTI.
Cibanten River is one of the important natural resources located in Serang.
The river serves to support sustainable development and to support economic
growth in the urban and industrial areas, particularly in the area of industrial
districts Pulo Ampel and Bojonegara. Cibanten River is the most potential river to
be improved as a source of raw water. Analysis of streamflow Cibanten is Q80 =
1200 l / sec.
Potential pollution in the river is very high. Pollution in the river is caused
by the pollutants that enter the waste of land, because of the activity and the
increasing Cibanten settlements along the river banks, it is necessary to know how
total maximum daily load (TMDL) and the assimilation capacity of the River
Cibanten.
This study aims to analyze the location of the source and quantify the pollution
load in the Cibanten river, analyzing the value of visible total maximum daily
loads of BOD, COD and TSS in streams using Qual2Kw models, analyzing
Cibanten river assimilation capacity, and to develop strategies for improving the
quality of water environmental management Cibanten river.
The research was conducted in the Cibanten river, Serang regency and
Serang city from March to August 2013. March selected under the assumption
representing the dry season and the rainy season in August represents. Cibanten
river monitoring data obtained from BPSDA Banten province, RBI map data
(contour maps, population maps, maps Cibanten DAS) DAS related Cibanten
obtained from BAPPEDA Banten Province. RBI maps (overlay) to be one
vertebra segmentation river/reach 3 segments with headwater/upstream in the
Pabuaran village, measured the distance of each segment from downstream,
counting the number of residents along the banks Cibanten river, identifying
pollutant sources both point source and non-point the source. Water samples were
taken from four stations the water bodies represented Cibanten river on Pabuaran
observation stations upstream - Cibanten Estuary (downstream) for two weeks
starting from upstream to downstream. Water quality measurements performed in-
situ and laboratory analysis. The data obtained by the experts with the purposive
sampling method using a questionnaire and interview techniques. Status of water
quality was analyzed by the storet method and pollution index method compared
to second-class water quality standards based on the PP. 82 of 2001. Potential
non-point source pollution load/NPS(domestic, farm, farmland, garbage,
hospitals, hotels) were analyzed using the emission factor of each activity. Value
of the total maximum daily loads was analyzed with water quality monitoring data
of Cibanten river simulated with Qual2KW model. Assimilation capacity were
analyzed using linear regression approach to the function of Y shows the average
water quality in the middle - the Cibanten watershed downstream of the Ciawi
bridge measured and Kasemen from February to July and November 2013 while
the value of X as the value of each quality standard parameters according to
Regulation 82 of 2001 grade II to function equation Y.
v

The data of respondents expert is used to determine management strategies


Cibanten river to management water quality Cibanten river through analytical
hierarchy process (AHP) models. Then the data is processed using Expert Choice
program 11 was chosen so that the resulting alternative priorities that can be used
as recommendations for the management of Cibanten River supply raw water.
Based on a simulation of total maximum daily load (TMDL) then the polluter
BOD load of the existing Districts Pabuaran segment (segment 1) of 16 829 kg /
day with TMDLof BOD segment amounted to 561 kg/day and should be reduced
by 16268 kg / day in order to meet the water quality standard Class II, polluter
value of BOD load existing segment kecamatan Cipocok jaya- Serang (second
segment) is 6862 kg/day with total maximum daily load BOD second segment of
3465 kg/day and should be reduced by 3396.38 kg/day in order to meet the water
quality standard Class II, BOD value of existing pollutant loads to the third
segment of 651 kg/day with TMDL of BOD kecamatan Kasemen segment
(segment 3) of 867 kg/day so it is still available load of 216 kg/day were allowed
to dumped into the Cibanten river. Similarly, the total pollution load of the
existing COD is 33804.74 kg/day while the total maximum daily load of 14675 kg
COD / day. The main rivers should be doing a load drop of 19128.96 kg
COD/dayexisting TSS total pollution load of 78571.20 kg / day while the TSS
pollution load capacity of 14675 kg / day. The main rivers are still able to receive
a total load of -2825.28 TSS kg /day.
Result of calculated assimilation capacity of each parameter is TSS 86.89
tons/month, BOD 2.922 tons/month, COD 13.29 tons/month, E. coli 15103.80
tons/month of the pollution load of TSS, BOD, COD, E. coli exceeds the
assimilation capacity. Based on the calculation and analysis of the assimilation
capacity of parameter BOD, COD, TSS, E-coli so that Cibanten river in polluted
conditions.
Cibanten river can be managed with seven alternative strategies, namely
supervision and monitoring (0.202), reorganizing spatial functions (0.198), law
enforcement (0.195), coordination and synergies of stakeholders (0.144),
socialization and counseling (0119), determination of total maximum daily load
pollution (0.077) and communal sewage treatment plant (0.068).
Keywords: Cibanten river, total maximum daily load , storet, pollution index, Qual2KW,
assimilation capacity, analytical hierarchy process (AHP)
i

Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014


Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i

Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban


Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten

BAHEREM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Etty Riani
iii

Judul Tesis : Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban


Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten.
Nama : Baherem
NIM : P052100221

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.Suprihatin Prof.Dr.Ir Nastiti Siswi Indrasti


Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Pengelolaan Sumber Daya
Dan Lingkungan

Prof.Dr.Ir.Cecep Kusmana, MS Dr.Ir.Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:15 Juli 2014 Tanggal Lulus:


(tanggal pelaksanaan ujian tesis) (tanggal penandatanganan tesis
oleh Dekan Sekolah
Pascasarjana)
v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai dengan
Agustus 2013 ini ialah pencemaran air sungai, dengan judul Strategi Pengelolaan
Sungai Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi
Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof.Dr.Ir.Suprihatin selaku Ketua
komisi pembimbing dan Prof.Dr.Ir.Nastiti Siswi Indrasti selaku anggota komisi
pembimbing atas semua saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Etty Riani selaku dosen penguji tesis atas saran yang
diberikan bagi perbaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Budi Kurniawan,D.Eng yang telah memberi banyak saran.Ibundaku
Hj.Bahariyah dan istriku Nevy Rinda Nugraini yang selalu memberi dukungan
serta para pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini, KLH Kota
Serang, BPLH Kabupaten Serang, BPSDA Provinsi Banten, BLHD Provinsi
Banten.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada teman-teman PSL
angkatan 2010, serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu atas
dukungannya dalam masa penyelesaian studi penulis. Penghargaan setinggi-
tingginya penulis sampaikan kepada Ibunda dan Istri tercinta atas perhatian, kasih
sayang, dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu
pengetahuan.

Bogor, Juli 2014

Baherem
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii


DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Kerangka Penelitian 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup Penelitian 5
2 TINJAUAN PUSTAKA 5
Model Kualitas Air 5
Sumber dan Komposisi Air Limbah 6
Swa Pentahiran ( Self purification ) Dalam Badan Air 7
Kapasitas Asimilasi 9
Daya Tampung Beban Pencemaran Air 11
Analytical Hierarchy Process (AHP) 12
3 METODE 13
Lokasi dan Waktu Penelitian 13
Bahan dan Alat 14
Prosedur Analisis Data 14
4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 15
Gambaran Umum Daerah Penelitian 15
Kondisi Geofisik DAS Cibanten 16
Topografi dan Bentuk wilayah 16
Sosial dan Ekonomi 18
Penggunaan Lahan ( Land Use ) 20
Hidrologi 21
Inventarisasi dan identifikasi Sumber Pencemar di Kota Serang 22
5 HASIL DAN PEMBAHASAN 26
Analisa Kualitas Air Sungai Cibanten 26
Penentuan Status Mutu Air 37
Kontribusi Sumber Pencemar di DAS Cibanten 39
Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran DAS Cibanten 47
Kapasitas Asimilasi Sungai Cibanten 55
vii

Penyusunan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten 59


6 SIMPULAN DAN SARAN 71
Simpulan 71
Saran 72
DAFTAR PUSTAKA 72
RIWAYAT HIDUP 77
DAFTAR TABEL

Kondisi keseimbangan DO dalam air ................................................................. 8


Hubungan kecepatan aliran air dengan penyerapan oksigen oleh air ................ 9
Luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan .................................................... 16
Luas dan jenis tanah DAS Cibanten ................................................................. 17
Luas berdasarkan kedalaman Tanah ................................................................. 17
Data temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran
matahari ............................................................................................................ 18
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatan
pada DAS Cibanten .......................................................................................... 19
Komposisi tingkat pendidikan masyarakat ....................................................... 19
Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan ................................................... 20
Anak sungai Cibanten ....................................................................................... 22
Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di kecamatan
pada DAS Cibanten .......................................................................................... 23
Jumlah hewan ternak dari kegiatan peternakan di kab/kota Serang ................. 24
Pelayanan rumah sakit di kota Serang ............................................................ 25
Beban pencemar dari kegiatan pariwisata dan perhotelan di kota Serang ...... 25
Data pengamatan kualitas air sungai Cibanten ................................................. 27
Potensi beban cemar penduduk/domestik ......................................................... 40
Potensi beban cemar peternakan ....................................................................... 41
Potensi beban cemar lahan pertanian di DAS Cibanten ................................... 41
Potensi Beban Pencemaran Hotel ..................................................................... 43
Potensi beban pencemaran rumah sakit ............................................................ 44
Data persampahan kota Serang tahun 2010 .................................................... 44
Kontribusi pencemar pada non point source..................................................... 45
Skenario simulasi model Qual2Kw .................................................................. 48
Profil segmentasi sungai utama Cibanten .................................................... 49
Rekapitulasi beban pencemar BOD eksisting dan daya tampung beban
pencemar BOD setiap segmen .......................................................................... 51
Rekapitulasi beban pencemar COD dan daya tampung beban pencemar
COD setiap segmen .......................................................................................... 53
Rekapitulasi beban pencemar TSS dan daya tampung beban pencemar
TSS setiap segmen ............................................................................................ 54
Fungsi hubungan beban pencemaran sungai dan kualitas sungai bagian
tengah dan hilir ................................................................................................. 55
ix

DAFTAR GAMBAR

Bagan alir kerangka penelitian ........................................................................... 4


Peta DAS Cibanten Provinsi Banten ................................................................ 14
Peta lokasi penelitian di Sungai Cibanten ........................................................ 14
Grafik analisa kualitas air parameter TSS Sungai Cibanten dari hulu
sampai hilir (Januari- Desember 2013) ...................................................... 27
Grafik analisa kualitas air parameter pH sungai Cibanten dari hulu
sampai hilir (Januari- Desember 2013) ..................................................... 28
Grafik analisa kualitas air parameter COD pada Sungai Cibanten pada
pemantauan Januari s/d Desember 2013 ................................................. 29
Grafik analisa kualitas air parameter COD di Sungai Cibanten pada
pengamatan langsung bulan Juli 2013....................................................... 30
Grafik analisa kualitas air parameter BOD sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 ........................ 30
Parameter BOD hasil pengamatan langsung pada lokasi penelitian pada
bulan juli ..................................................................................................... 31
Grafik analisa kualitas air parameter DO sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari Desember 2013 ............................ 31
Grafik analisa kualitas air parameter Nitrat sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 ......................... 32
Grafik analisa kualitas air parameter Nitrit sungai Cibanten Hasil
Pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013 ......................... 33
Grafik analisa kualitas air parameter Total Nitrogen sungai Cibanten
hasil pengamatan langsung bulan Juli 2013 ............................................. 33
Grafik analisa kualitas air parameter Fosfat sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari Desember 2013 ............................ 35
Grafik analisa kualitas air E-coli pada sungai Cibanten dari hulu
sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013 .......................................... 36
Grafik analisa kualitas air Total-coli pada sungai Cibanten dari hulu
sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013 .......................................... 37
Grafik Status mutu air sungai Cibanten dari hulu sampai hilir pada
bulan Januari s/d Desember 2013 dengan metode storet ........................... 37
Grafik Status mutu air sungai Cibanten) dari hulu sampai hilir (Juli
2013) dengan metode Indeks Pencemaran (IP ) ......................................... 38
Potensi BOD total beban pencemaran air limbah ........................................ 46
Potensi COD total beban pencemaran air limbah .......................................... 46
Potensi TSS total beban pencemaran air limbah ........................................ 47
Peta segmentasi sungai utama DAS Cibanten .................................................. 48
Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario I ...................................................... 50
Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario II .................................................... 50
Konsentrasi COD hasil simulasi skenario I ...................................................... 52
Konsentrasi COD hasil simulasi skenario II .................................................... 52
Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario I ..................................................... 53
Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario II .................................................... 54
Analisis regresi antara beban pencemar TSS dengan konsentrasi TSS
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 56
Analisis regresi antara beban pencemar BOD dengan konsentrasi BOD di
hilir Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 57
Analisis regresi antara beban pencemar COD dengan konsentrasi COD di
hilir Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 57
Analisis regresi antara beban pencemar E.coli dengan konsentrasi E. coli
di Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Juli dan November 2013 ........................................................... 58
Hasil pembobotan faktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya
Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus
: Sungai Cibanten Provinsi Banten ............................................................. 60
Hierarki pengambilan keputusan Strategi Pengelolaan Sungai
Berdasarkan Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas
Asimilasi Studi Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten beserta
hasil bobot ................................................................................................... 60
Hasil pembobotan aktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya
Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus
: Sungai Cibanten Provinsi Banten. ............................................................ 62
Hasil pembobotan subtujuan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan
Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi
Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten .................................................. 65
Hasil pembobotan alternatif Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan
Daya Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi
Kasus : Sungai Cibanten Provinsi Banten. ................................................. 66
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pencemaran yang terjadi di sungai, merupakan masalah penting yang perlu


memperoleh perhatian dari berbagai pihak.Hal ini disebabkan beragamnya sumber
bahan pencemar yang masuk dan terakumulasi di sungai. Sumber-sumber bahan
pencemar tersebut antara lain berasal dari kegiatan produktif dan non-produktif di
upland (lahan atas), dari permukiman dan dari kegiatan yang berlangsung di
badan perairan sungai itu sendiri, dan sebagainya.
Meningkatnya beban pencemaran yang masuk ke perairan sungai juga
disebabkan oleh kebiasaan masyarakat yang berdomisili di sekitar sungai.
Umumnya masyarakat sekitar sungai membuang limbah domestik, baik limbah
cair maupun limbah padatnya langsung ke perairan sungai. Hal ini akan
memberikan tekanan terhadap ekosistem perairan sungai. Guo et al.(2001)
menyebutkan degradasi lingkungan perairan sungai dan danau sangat dipengaruhi
oleh subsistem populasi penduduk, subsistem sumberdaya air, subsistem industri,
subsistem polusi (pencemaran), subsistem kualitas air, subsistem pariwisata dan
subsistem pertanian. Karakteristik air limbah domestik bervariasi dari waktu ke
waktu, dari kota ke kota, dari negara ke negara lainnya, bergantung pada struktur
komunitas, kebiasaan hidup masyarakat, jenis aktivitas, tingkat ekonomi, dan
kesadaran lingkungan (Suprihatin dan Suparno 2013).
Keadaan memenuhi kebutuhan air baku, kabupaten Serang maupun kota
Serang memiliki beberapa sumber air permukaan yang relatif cukup besar, sungai
Cidurian dan Ciujung di belahan Timur, sungai Cibanten di pusat kota dan sungai
Cidanau di belahan Barat Kabupaten Serang.
Sungai Cibanten sebagai salah satu potensi sumber daya alam penting yang
dimiliki Kabupaten Serang maupun Kota Serang, dalam menunjang
keberlanjutan pembangunan dan mendukung pertumbuhan ekonomi di wilayah
perkotaan dan industri, terutama industri di kawasan kecamatan Bojonegara dan
Pulo Ampel, wilayah yang juga merupakan lokasi rencana pembangunan
pelabuhan Bojonegara. Berdasarkan hasil studi Kogas Driyap Konsultan tahun
2000 berjudul Technical Assitance Services To PDAM Kabupaten Serang
diperoleh kesimpulan bahwa Sungai Cibanten adalah sungai paling potensial
untuk dikembangkan sebagai sumber air baku. Analisa debit andalan yang
dilakukan Konsultan Kogas menunjukan bahwa debit andalan sungai Cibanten
untuk Q80 = 1200 l/detik.
Akan tetapi dengan melihat kondisi DAS Cibanten yang terus terdegradasi
dan debit sungai Cibanten saat ini yang memiliki kecenderungan menurun, maka
sungai Cibanten sulit untuk dijadikan modal dasar pembangunan, untuk
mendukung pertumbuhan kota Serang sebagai pusat pemerintahan Provinsi
Banten dan kawasan industri Bojonegara. Diperlukan upaya rehabilitasi,
normalisasi dan penataan kawasan DAS Cibanten secara terpadu, agar debit
sungai Cibanten bisa meningkat dan mencukupi kebutuhan air baku yang
diprediksi akan meningkat 5 10 kali lipat dari kebutuhan air baku saat ini.
Degradasi sungai Cibanten merupakan dampak dari semakin cepatnya
2

pertumbuhan penduduk yang menjadi beban tersendiri bagi lahan Das di luar
perkotaan. Beban ini mulai dari hulu sampai ke hilir, lahan dieksploitisir dengan
berlebihan dan dengan cara yang tidak mengindahkan aspek pelestarian
lingkungan. Debit puncak sungai Cibanten pada musim penghujan mencapai
puncak 26.74 m3/detik, sedangkan debit terendah pada musim kemarau mencapai
puncak 9.73 m3/detik (Balai Pengelolaan Sumber Daya Air 2003).
Berdasarkan dari berbagai sungai yang ada, sungai Cibanten dianggap
potensial untuk dipergunakan sebagai sumber air baku kebutuhan untuk
kebutuhan domestik, perkotaan, irigasi, industri, aktivitas kepelabuhanan,
pariwisata dan penggelontoran kota. Dalam review RTRW Kabupaten Serang
tahun 2000-2010, disebutkan bahwa pemakaian air dari saluran irigasi pada tahun
2020 diperkirakan 3717 liter/detik. Dari rencana pemenuhan kebutuhan tersebut
sungai Cibanten hanya mampu menyediakan debit sebesar 1385 liter/detik.
Sisanya berasal dari bendungan Cidanau maupun bendungan Ciwaka. Hal ini
belum mengestimasi untuk pemenuhan kebutuhan pariwisata maupun
penggelontoran kota. Untuk penggelontoran kota dibutuhkan paling sedikit 2
m3/detik berdasarkan hasil analisa Dinas PU Cabang Irigasi Kabupaten Serang.
Sampai saat ini perhitungan kebutuhan penggelontoran kota ini belum ada, hal ini
dikarenakan diperlukan kajian khusus, meliputi kondisi topografi, sedimentasi,
cemaran dari aktifitas perkotaan, luas perkotaan serta parameter lainnya. Namun
demikian, walaupun penggelontoran belum ada perhitungan/kajian khusus,
kebutuhan untuk penggelontoran kota tetap diperlukan. Penggelontoran
diperlukan terutama saat musim kemarau, saat aliran sungai di perkotaan
mengecil, sementara limbah yang masuk ke sungai telah melarut maupun
mengendap atau terakumulasi. Dalam rangka mengantisipasi pengembangan
dimasa mendatang dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan
kebutuhan air bersih maka perlu dilakukan perhitungan daya tampung beban
pencemaran air DAS Cibanten guna membuat rencana pengembangan daerah,
pengelolaan dan upaya-upaya untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya air
yang tersedia sehingga dapat lestari dan berkesinambungan.
Potensi pencemaran di sungai Cibanten diperkirakan tinggi, tingginya
tingkat pencemaran di Cibanten disebabkan oleh tingginya potensi limbah
pencemar yang masuk dari daratan melalui Sungai Cibanten yang akan menambah
beban pencemaran dari tahun ke tahun. Mengingat besarnya aktivitas dan semakin
bertambahnya permukiman sepanjang sempadan sungai Cibanten, maka perlu
diketahui berapa Daya Tampung Beban Pencemaran (TMDL) dan Kapasitas
Asimilasi di sungai Cibanten.
Perumusan Masalah

DAS Cibanten dengan luas 202 km2dan panjang sungai 43.88 km


merupakan salah satu sungai yang sangat penting bagi Provinsi Banten karena
merupakan penyedia air untuk: irigasi, domestik, penyedia air baku industri
aktivitas kepelabuhanan, pariwisata maupun penggelontoran kota.Sungai
Cibanten seperti halnya sungai-sungai di Indonesia pada umumnya juga
mengalami masalah yang hampir sama yaitu masalah pencemaran perairan,
penurunan kualitas perairan, penurunan debit air, erosi, sedimentasi sungai.
Apabila tidak ada usaha-usaha pencegahan dan pengendalian dikhawatirkan
pencemaran dan sedimentasi akan terus-menerus berlangsung, yang selanjutnya
3

akan berpengaruh pada menurunnya nilai atau fungsi dari sungai serta berdampak
pada kelangsungan fungsi sungai. Beberapa aktivitas yang diperkirakan
mencemari sungai Cibanten adalah limbah rumah sakit/klinik medis dan non
medis, sampah organik, limbah domestik dari permukiman, limbah pestisida dari
pertanian, limbah industri. Oleh karena itu diperlukan upaya-upaya pengendalian
sumber pencemaran yang masuk ke perairan sungai melalui pendekatan sistem
dan kebijakan yang dapat diterima oleh berbagai pihak.
Limbah cair maupun limbah padat yang dibuang ke sungai Cibanten dapat
menyebabkan pencemaran air pada saat yang sama debit berkurang maka dapat
melampaui daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten. Berdasarkan
literatur maupun kearsipan dokumen di Provinsi Banten sampai tahun 2010
daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten belum diketahui bahkan belum
pernah dilakukan penelitian secara khusus.
Dari identifikasi tersebut diatas, maka dapat dirumuskan masalah :
1. Berapakah daya tampung beban pencemaran sungai Cibanten?
2. Bagaimana kondisi kapasitas asimilasi sungai Cibanten?
3. Bagaimana status mutu air sungai Cibanten?
4. Bagaimana strategi penyusunan pengelolaan sungai Cibanten di Provinsi
Banten?

Kerangka Penelitian

Secara alamiah sungai mempunyai kemampuan untuk memulihkan diri


dalam batas-batas tertentu. Kemampuan pemulihan diri setiap sungai tidak sama
yang bergantung pada karakteristik sungainya masing-masing, seperti derasnya
aliran, besarnya debit dan kadar limbah awal yang terkandung dalam air sungai.
Kemampuan pemulihan diri pada akhirnya akan menentukan daya tampung dan
daya dukung dari sungai. Dengan adanya pembuangan beban limbah yang
dihasilkan dari setiap kegiatan ke sungai, maka kondisi sungai akibat pembuangan
beban akan diperbaiki kembali oleh kemampuan pemulihan diri sungai. Jika
beban limbah yang masuk ke sungai melebihi daya tampung sungai dalam hal ini
pembuangan dengan beban yang besar, kontinu dan pada jarak yang berdekatan
dan selanjutnya kurang didukung oleh fisik dan hidrologi sungai serta kondisi
iklim yang sesuai maka akan menurunkan daya dukung sungai tersebut dan pada
akhirnya akan menurunkan kemampuan pemulihan diri sungai yang yang
berdampak pada penurunan kualitas air sungai. Pencegahan penurunan kualitas
sungai harus dilakukan melalui pengelolaan sungai yang baik. Pengelolaan sungai
dimulai dari penentuan beban dan kualitas limbah potensial yang masuk ke dalam
sungai dan penentuan titik kritis atau titik pada sungai yang memiliki kualitas air
yang paling rendah. Kedua hal ini yang akan menjadi salah satu dasar untuk
mengetahui daya tampung dan daya dukung sungai yang kemudian menjadi dasar
untuk melakukan pengelolaan sumber daya air sungai sehingga perbaikan kondisi
sungai dapat terwujud.Gambaran tentang kualitas air sungai Cibanten dapat
diketahui dengan melakukan suatu pengamatan terperinci yang berkaitan dengan
keadaan, kondisi lingkungan sekitar daerah aliran sungai Cibanten serta
mengumpulkan data sekunder dan data primer hasil analisis parameter fisik, kimia
dan biologi, kemudian dibandingkan dengan baku mutu air berdasarkan PP No. 82
Tahun 2001. Hasil analisis ini nantinya akan menggambarkan apakah telah terjadi
4

penurunan kualitas air atau tidak. Sedangkan pengaturan jumlah beban pencemar
yang boleh dibuang ke sungai didasarkan atas kajian ilmiah tentang daya tampung
beban pencemaran pada sungai dimaksud.
Hal ini dilakukan bahwa bahan pencemar yang dibuang ke sungai tidak
melampaui kemampuan air sungai untuk membersihkan sendiri. Perairan sungai
dikatakan tercemar apabila beban pencemar lebih besar dari kapasitas
asimilasinya yang ditandai dengan tingginya konsentrasi bahan pencemar
dibandingkan dengan konsentrasi ambang batas baku mutu yang berlaku. Dalam
studi ini nilai kapasitas asimilasi diasumsikan merupakan fungsi dari kualitas air
dan beban limbah. Kerangka penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Aktivitas kegiatan dan Data Hidrologi


masyarakat di sekitar Data Klimatologi
sungai Cibanten Data Peta Dasar
Data Demografi
Data Morfologi
Topografi

Identifikasi
&Inventarisasi Sumber
Pencemar

Identifikasi karakteristik
sumber pencemar tertentu Identifikasi Jenis bahan
(Point source) & Tak tentu pencemar & Beban ( debit
(Non Point source) &konsentrasi)

Mengkuantifikasi
Jumlah Beban
Pencemar Saat ini

Penentuan Penentuan Daya


Penentuan status
Kapasitas Tampung beban
mutu air dengan
Asimilasi pencemaran Model
metode Storet
simulasi QUAL2KW

Berdasarkan status
kualitas Air sungai
Cibanten kelas 2
(PP No.82 tahun 2001)

Penyusunan Strategi
Kebijakan
Pengelolaan
. . air

Analisis AHP

Rekomendasi Kebijakan
Pengelolaan Air

Gambar 1 Bagan alir kerangka penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :


1.Menganalisis lokasi sumber dan mengkuantifikasi beban pencemaran di sungai
Cibanten.
2.Menganalisis nilai daya tampung beban pencemaran BOD, COD dan TSS di
aliran sungai (sepanjang sungai utama di daerah penelitian dengan
menggunakan metode Qual2Kw).
3.Menganalisis kapasitas asimilasi Sungai Cibanten.
4.Menyusun strategi pengelolaan lingkungan dalam memperbaiki kualitas air
sungai Cibanten.
5

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:


1. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya mengenai sungai Cibanten.
2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Provinsi Banten untuk menerapkan
berbagai pilihan kebijakan untuk menurunkan beban pencemaran beserta
dampaknya terhadap sungai Cibanten.
3. Mendapatkan informasi jumlah beban pencemaran yang harus dikurangi dari
masing-masing sumber pencemar serta penerapan upaya lainnya agar mutu air
sasaran sungai Cibanten.
Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup pada penelitian terbatas pada menentukanstatus mutu air


dengan metode storet dan indeks pencemaran (IP), potensi beban pencemaran
DAS Cibanten, kapasitas asimilasi dan daya tampung Beban Pencemaran
(DTBPA) Sungai Cibanten berdasarkan parameter BOD, COD, TSS sepanjang
sungai Cibanten dengan metode Qual2KW. Dalam metode ini yaitu hasil
perhitungan cemaran sungai dibandingkan dengan kelas sungai berdasarkan
lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Dari simulasi ini dapat diperoleh
daya tampung beban cemaran untuk masing-masing kelas. Kemudian untuk
penyusunan strategi pengelolaan sungai Cibanten melalui pendekatan proses
hirarki analitis (AHP) yang bertujuan untuk memberi rekomendasi dan saran
tindaklanjut.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Model Kualitas Air

Perhitungan DTBP sungai merupakan proses sangat komplek dan rumit


karena merupakan dampak dari interaksi antara zat pencemar dengan hidro-
morfologi sungai yang keduanya memiliki karakteristik dan perilaku yang belum
dipahami sepenuhnya. DTBP ditentukan oleh hubungan antara beban pencemar
dengan kondisi kualitas air untuk memprediksi DTBP tersebut diperlukan model
yang merupakan alat (tool) yang mampu menirukan proses tersebut walaupun
tentunya dengan menggunakan penyederhaan dan asumsi-asumsi.
Pemodelan lingkungan bermanfaat untuk memahami secara lebih baik
polutan di lingkungan dan peran manusia dalam siklus polutan tersebut.
Model adalah representasi suatu sistem yang komplek yang disederhanakan.
Pemodelan dimaksudkan untuk menggantikan kondisi nyata sehingga
memungkinkan untuk mengukur dan bereksperimen dengan cara yang mudah dan
murah ketika eksperimen yang di laboratorium tidak mungkin dilakukan, terlalu
mahal, atau membutuhkan waktu yang lama. Pemodelan merupakan salah satu
cara yang paling baik dalam pengorganisasian dan sintesis data lapangan yang
juga bisa digunakan untuk membantu analisis secara kuantitatif.
Dewasa ini pemodelan sering digunakan para peneliti sebagai alat (tool)
dalam memahami proses yang terjadi dan menemukan faktor yang berpengaruh
6

terhadap suatu sistem. Sementara itu para praktisi menggunakan model untuk
membantu dalam manajemen dan pengambilan keputusan. Dalam hal ini biasanya
pemodelan berperan sebagai alat untuk mengoptimalkan fungsi data dan informasi
untuk mencapai tujuan organisasi.
Berdasarkan karakteristiknya, model yang terkait dengan pengelolaan dan
perlindungan sumberdaya air yang dikembangkan US-EPA terbagi menjadi dua
kategori, yaitu :
1. Receiving Water Model atau Stream Model:
Dynamic One-Dimensional Model of Hydrodynamics and Water Quality
(EPDRiv1)
Stream Water Quality Model (QUAL2K)
A Two-Dimensional,Laterally Averaged, Hydrodynamicand Water Quality
Model (CE-QUAL-W2)
Conservational Channel Evolution and Pollutant Transport System
(CONCEPTS)
Environmental Fluid Dynamics Code (EFDC)
Water Quality Analysis Simulation Program (WASP)
AQUATOX
2. Watershed Models:
Watershed Assessment Model (WAMView)
Storm Water Management Model (SWMM)
Hidrologycal Simulation Program Fotran (HSPF)
Loading Simulation Program in C++ (LSPC)
Basin
SWAT
Pemodelan kualitas air dapat diterapkan untuk perhitungan DTBP di sumber
air yaitu; sungai, danau atau waduk serta muara sungai (estuari). Streams model
misalnya memodelkan persebaran dan perubahan fisik, kimia dan biologi (fate)
zat pencemar di sungai dengan memasukan faktor kondisi iklim lokal, kondisi
hidrolik dari badan sungai (kedalaman, lebar, gradien dan material penyusun dasar
sungai), sifat dan perilaku zat pencemar. Selain itu pengambilan air sungai
(abstraction) serta interaksi antara sungai dengan airtanah berupa aliran dasar
(baseflow) biasanya diintegrasikan dalam model.
Sumber dan Komposisi Air Limbah

Djabu et al.(1991) menyebutkan bahwa sumber air limbah pada dasarnya


berasal dari domestik, industri dan rembesan. Sumber domestik meliputi air
limbah yang berasal dari daerah perumahan, permukiman, perdagangan,
perkantoran dan fasilitas rekreasi.
Menurut Asdak (2002) sumber pencemaran dapat dikelompokkan menjadi
point source dan nonpoint source. Point source adalah tempat-tempat yang
menjadi sumber pencemaran yang diketahui secara pasti, misalnya : limbah yang
berasal dari pabrik kimia. Nonpoint source adalah pencemaran yang berasal dari
area luas seperti pertanian , perdesaan atau permukiman yang tidak tersedia
sistem riool secara khusus.
Menurut Davis dan Cornwell (1991), sumber bahan pencemar yang masuk
ke perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai: (1) point
7

source discharges (sumber titik) dan (2) non point source (sumber menyebar).
Sumber titik atau sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti dapat
merupakan suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri maupun
domestik serta saluran drainase.Pencemar bersifat lokal dan efek yang diakibatkan
dapat ditentukan berdasarkan karakteristik spasial kualitas air. Sedangkan sumber
pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak
diketahui secara pasti. Pencemar masuk ke perairan melalui run off (limpasan)
dari permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk,
atau limpasan dari daerah permukiman dan perkotaan.
Apabila tidak tersedia data tentang kapasitas air limbah domestik, maka
untuk keperluan perencanaan diperkirakan 150 380 liter/orang/hari (Metcalf dan
Eddy 1979). Menurut Tchobanoglus (Linsley dan Franzini 1995) volume air
limbah juga dapat diperkirakan dari total penggunaan air bersih yakni berkisar
antara 60 75% volume air bersih. Jumlah pemakaian air bersih minimal untuk
keperluan rumah tangga diperkirakan 100 liter/ orang/ hari (Irianto dan Waluyo,
2004). Komposisi air limbah domestik terdiri dari air dan pertikel padat terlarut
berupa zat organik (protein, karbohidrat dan lemak) dan zat anorganik, 70%
partikel terlarut merupakan bahan organik. Menurut Djabu et al.(1991) zat
organik adalah suatu senyawa yang tersusun dari senyawa atau kombinasi Carbon
(C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O) bersama dengan Nitrogen (N). Dalam
beberapa kasus elemen yang penting seperti Sulfur, Phospor, Iron dan lain-lain
juga ada zat organik dalam air atau air limbah dalam bentuk protein, karbohidrat,
minyak dan lemak. Zat lain yang ada dalam air limbah padat berupa garam,
mineral renik, pestisida dan logam.
Menurut Linsley dan Franzini (1995) keberadaan bahan organik dalam air
diketahui menggunakan parameter BOD (Biological Oxygen Demand =
Kebutuhan oksigen untuk oksidasi biologis), COD (Chemical Oxygen Demand =
Kebutuhan oksigen untuk oksidasi kimiawi), TOC (Total Organik Carbon =
Karbon organik total), ThOD (Theoritical Oxygen Demand = kebutuhan oksigen
tioritis). Sanropie et al.(1984) mengatakan bahwa kehadiran zat organik dalam air
dapat ditentukan dengan mengukur angka Permanganat (KMnO4)=Kalium
Permanganat). Konsentrasi zat organik (BOD) dan (COD) dalam air sesuai
dengan kelas dan peruntukan badan air.
Swa Pentahiran ( Self purification ) Dalam Badan Air

Air limbah baik yang diolah ataupun yang tidak diolah apabila masuk ke
badan air akan mengalami tekanan oleh ekosistem air. Tekanan tersebut berupa
pengurangan atau penghilangan bahan pencemar oleh berbagai proses yang ada
dalam air. Proses ini meliputi pengenceran secara fisik, penyebaran dan
pengendapan, reaksi kimia, adsorbsi, penguraian secara biologis dan stabilisasi.
Proses-proses tersebut pada dasarnya merupakan sifat alalmiah air yang memiliki
kemampuan untuk membersihkan atau menghancurkan berbagai kontaminan dan
pencemar yang dibawa air limbah. Kemampuan air untuk membersihkan diri
secara alamiah darai berbagai kontaminan dan pencemar dikenal sebagai swa
pentahiran (Imholf 1979).
Perbedaanya, pada kondisi aerob air kelihatan bersih, tidak berbau, hewan
dan tumbuhan air dapat hidup normal.Sebaliknya pada kondisi anaerob air tampak
hitam dan kotor, berbau busuk, hewan dan tumbuhan air mati. Hal seperti ini
8

dapat menimbulkan gangguan, dan jga proses anaerob lebih lambat disbanding
aerob. Pada umumnya proses anaerob yang terjadi pada badan air tidak dapat
diterima oleh msyarakat, sehingga pengertian swa pentahiran hanya digunakan
untuk proses penguraian bahan pencemar dalam kondisi aerob (Fair 1956).
Bahan pencemar organik dalam air atau air limbah akan diuraikan oleh
jasadrenik menjadi Karbondioksida (CO2), Amoniak (NH3) dan sel baru. Bakteri
juga perlu respirasi dan melakukan sintesa untuk kelangsungan hidupnya. Pada
reaksi respirasi berlangsung proses oksidasi dimana 1 unit biomasa yang
dioksidasi membutuhkan 1.42 unit O2 ( Binefild & Randal 1980).
Plankton yang ada pada badan air diyakini sangat berperan dalam proses
swa pentahiran. (Imholf 1979) mengemukakan bahwa plankton berperan
menaikkan kadar oksigen terlarut dalam air, kapasitas swa pentahiran akan
meningkat apabila terjadi pertumbuhan plankton yang melimpah.
Tabel 1 Kondisi keseimbangan DO dalam air
No Temperatur ( oC) Konsentrasi oksigen
terlarut (mg/l)
1 0 14,5
2 5 12,7
3 10 11,3
4 15 10,1
5 20 9,2
6 25 8,4
7 30 7,7
8 40 6,8
Sumber :Linsley dan Franzini (1995).
Keseimbangan oksigen terlarut juga dapat berpengaruh pada biota dalam
air. Organisme tingkat tinggi pada badan air selalu membutuhkan terpeliharanya
kondisi aerob. Ikan dan biota air lainnya hanya dapat hidup pada kondisi kadar
oksigen terlarut (DO = oxygen demand) dalam air diatas 3-4 mg/l. Agar kadar DO
dapat terus terjaga diatas 3-4 mg/l. Seringkali diperlukan aerasi buatan, terutama
ketika kondisi sangat darurat. Asupan oksigen terlarut secara alamiah terjadi
melalui fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air, aerasi dalam bentuk riak
gelombang dan tujuan dari aliran air dan masuknya gas oksigen dariudara Phelps
(Imholf 1979).
Kadar DO juga ditentukan oleh adanya berbagai proses yang ada dalam
badan air, meliputi :(a).Oksidasi biologis dan dari pembusukan material karbon
organik oleh bakteri dan fungi/jamur, (b). oksidasi amoniak dan nitrogen organik
menjadi nitrat (nitrifikasi), (c)sediment oxygen Demand, oksigen dibutuhkan oleh
lapisan atas endapan organik didasar badan air, (d). respirasi algae dan tumbuhan
air pada malam hari, (e). oksidasi bahan kimia yang ada dalam air, (f). cuaca yang
akan berpengaruh pada kelarutan oksigen dari atmosfer. Menurut Linsley dan
Franzini (1995) tingkat kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh temperature
udara lingkungan setempat. Konsentrasi oksigen terlarut dalam air akan selalu
menuju ke keseimbangan sesuai temperatur udara, sebagaimana diperlihatkan
pada Tabel 1. Kadar oksigen terlarut yang ditunjukan pada table tersebut bukan
merupakan batas relatif tetapi merupakan kadar maksimal sesuai dengan
temperatur.
9

Kecepatan aliran air yang tinggi dapat menimpulkan olakan air atau
percikan air apabila menabrak benda yang tegar.Kecepatan aliran air yang tinggi
juga dapat menimbulkan pusaran air yang kuat apabila menjumpai belokan
saluran. Olakan air, percikan air dan pusaran air yang kuat akan menimbulkan
efek aerasi. Areasi pada air sungai merupakan peristiwa yang sangat
menguntungkan. Aerasi akan menyebabkan pengikatan Oksigen (O2) di udara
oleh air, sehingga dapat meningkatkan kadar okeigen terlarut (DO) dalam air
sungai. Sebagai gambaran tentang pengaruh kecepatan air terhadap tingkat
penyerapan oksigen oleh air Prodjopangarso (1995) pernah melakukan penelitian
percobaan tentang korelasi antara kecepatan air dengan tingkat penyerapan
oksigen dalam air.Hasil penelitiannya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Hubungan kecepatan aliran air dengan penyerapan


oksigen oleh air
No Lokasi Kecepatan Waktu Penyerapan
pengukuran aliran air (menit) Oksigen
(m/dt) (ppm)
1 Seloka sawah
Kuningan 0,50 10 0,4
Yogjakarta
2 Sungai
Kuningan 0,60 15 0,7
Yogjakarta
3 Selokan 417
Mataram 0,60 (7 jam) 1,1
Yogjakarta
Sumber : Prodjopangarso (1995)

Kapasitas Asimilasi

Kapasitas asimilasi didefinisikan Quano (1993) dalam Anna (1999) sebagai


kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai
peruntukannya. Sementara itu konsentrasi dari partikel polutan yang masuk ke
perairan akan melalui tiga macam fenomena, yaitu pengenceran (dilution),
penyebaran (dispersi) dan reaksi penguraian (Efendi 2003). Pengenceran terjadi
pada arah vertikal ketika air limbah sampai di permukaan air. Peristiwa
penguraian merupakan pengenceran pada permukaan perairan ketika limbah
tercampur karena gelombang. Hal yang perlu diperhatikan adalah sesuai kaidah
alam ada keterbatasan self purifikasi di dalam sungai sehingga apabila masuk
sejumlah bahan pencemar dalam jumlah banyak maka kemampuan tersebut
menjadi tidak terlalu berarti mengembalikan sungai dalam kondisi yang lebih
baik. Kemampuan proses biologi dapat terjadi secara bakterial dimana bakteri
membantu merubah senyawa beracun menjadi senyawa tidak beracun.
Perhitungan kapasitas asimilasi sangat bersifat spesifik untuk setiap lokasi
(site specific), dengan membutuhkan pengembangan data model skala hidrolik
dan model komputer yang menggunakan elemen terbatas dari persamaan
penyebaran dari larutan. Walaupun demikian metode ini tetap masih memiliki
10

kelemahan, karena setiap lokasi penelitian badan airnya diasumsikan sebagai


empat persegi panjang dengan lebar dan panjangnya yang tidak terbatas, yang
berarti hanya terjadi sedikit saja pengaruh fisik pada permukaan dan dasar
perairan.
Menurut Quano (1993) dalam Anna (1999) menguraikan beberapa metode
yang biasa digunakan untuk menentukan nilai kapasitas asimilasi diantaranya
adalah dengan menggunakan hubungan antara kualitas air dengan beban
limbahnya. Dalam metode ini, kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara
memplotkan kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban
limbah yang dikandungnya kedalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan
dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi pengendalian pencemaran air
berdasarkan Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 tentang Pengendalian
Pencemaran Air. Dan titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian
diketahui waktu terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai
beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri
1999). Menurut Quano (1993) dalam Anna (1999) metode lain untuk menentukan
kapasitas asimilasi diantaranya :
Metode penghitungan pengurangan limbah awal, dispersi dan penguraian
Metode ini dapat ditentukan nilai kapasitas asimilasi melalui penggabungan
nilai pengurangan limbah awal, nilai dispersi limbah dan nilai pengurangan
limbah. Limbah awal dapat ditentukan dengan beberapa faktor antara lain
kecepatan percampuran antara limbah dan air sungai, kedalaman air limbah yang
mengalir dibadan air dan lebar penyebaran limbah serta debit air limbah.
Kelebihan dari metode ini adalah penghitungan lebih ditekankan pada
faktor-faktor fisik sehingga ketepatan perhitungannya tinggi. Adapun kelemahan
metode ini kurang memperhitungkan faktor-faktor kimia, artinya perbedaan jenis
limbah yang masuk ke sungai tidak diperhatikan.
Metode arus bermuatan partikel
Kapasitas asimilasi pada metode ini dapat ditentukan dengan
caramembandingkan konsentrasi limbah dengan konsnetrasi air sungai yang
menerima limbah. Hal-hal yang diperhitungkan antara lain; kecepatan aliran,
perbedaan konsentrasi dan debit air sungai.
Kelebihan metode ini adalah adanya perbandingan antara konsentrasi
limbah dan air sungai yang sangat panting bagi penentuan kapasitas asimilasi.
Kelemahan metode ini adalah kesulitan dalam penghitungan konsentrasi limbah
berupa bahan kimia yang masuk ke sungai yang membutuhkan waktu lama.
Metode penurunan oksigen dari streeter dan phelps
Kapasitas asimilasi pada metode ini dapat ditentukan dengan cara
mengamati pengurangan nilai oksigen terlarut. Faktor yang diperhitungkan dalam
metode ini antara lain waktu perjalanan limbah di sungai dan konsentrasi asam
karbonat yang tetap pada saat perjalanan limbah.
Kelebihan dari metode ini adalah penghitungan akan lebih teliti karena
dilakukan penghitungan waktu perjalanan limbah. Kelemahan metode ini adalah
penghitungan dilakukan terus menerus secara rutin sehingga membutuhkan waktu
yang lama.
11

Daya Tampung Beban Pencemaran Air

Daya tampung beban pencemaran diartikan sebagai kemampuan air pada


suatu sumber atau badan air untuk menerima beban pencemaran tanpa
mengakibatkan air tersebut menjadi cemar (KepMen LH No. 110 Tahun 2003).
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan daya tampung beban
pencemaran pada badan air adalah metode Neraca Massa dan metode Streeter-
Phelps. Namun pada KepMen LH No. 110 Tahun 2003 pasal 4 ayat (1) yang
berbunyi Apabila timbul kebutuhan untuk menggunakan metoda lain yang juga
berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menyesuaikan dengan
situasi dan kondisi serta kapasitas daerah, maka dapat digunakan metode diluar
metode sebagaimana dimaksud pasal (2) dan ayat (2) berbunyi Metode sebagai
mana dimaksud dalam ayat (1) digunakan setelah mendapat rekomendasi dari
instansi yang bertanggung jawab dibidang lingkungan hidup dan pengendalian
dampak lingkungan. Jadi selain kedua metode diatas yaitu Neraca Massa dan
metode Streeter-Phelps maka metode Qual2E telah direkomendasikan oleh
Menteri Negara Lingkungan Hidup RI untuk menerapkan yaitu melalui KepMen
LH No. 110 Tahun 2003, sebagaimana ditunjukan pada lampiran III.
QUAL2Kw membagi sungai menjadi bagian-bagian penghitungan. Setiap
bagian yang disebut reach atau ruas dibagi lagi dalam sejumlah unsur perhitungan
yang masing-masing mengandung kesetimbangan hidrologi, kesetimbangan panas
dan suhu, dan kesetimbangan massa dalam konsentrasi.Kesetimbangan massa
memperhitungkan massa hilang atau bertambah melalui proses pembuangan air
limbah atau pengambilan air dari sungai serta proses internal seperti reaksi
penguraian senyawa organik dan fotosintesa. Kualitas air strategi manajemen
melibatkan serangkaian keputusan antar-disiplin kompleks berdasarkan tanggapan
berspekulasi kualitas air untuk mengubah control. McIntyre danWheater (Kannel
et al. 2007). Hubungan rumit antara beban limbah dari sumber yang berbeda dan
kualitas air yang dihasilkan dari perairan menerima paling baik digambarkan
dengan model matematika (Kannel et al. 2007). Model matematika yang paling
banyak digunakan untuk evaluasi dampak polutan konvensional adalah QUAL2E
(Brown dan Barnwell 1987) yang dikembangkan oleh USEPA. Namun, beberapa
keterbatasan QUAL2E telah dilaporkan Park dan Uchrin (Kannel et al. 2007).
Salah satu kekurangan utama adalah tidak adanya ketentuan untuk konversi
kematian alga, permintaan oksigen untuk biokimia karbon. Park dan Lee (Kannel
et al. 2007)mengembangkan QUAL2K tahun 2002 setelah modifikasi QUAL2E.
Modifikasi yang mencakup perluasan struktur komputasi dan penambahan
interaksi konstituen baru: direksi alga, denitrifikasi dan DO perubahan yang
disebabkan oleh tanaman tetap. Pelletier dan Chapra (Kannel et al. 2007)
mengembangkan model QUAL2Kw, dengan memodifikasi QUAL2K, yang
dimaksudkan untuk mewakili versi modern dari QUAL2E. QUAL2Kw adalah
satu-dimensi, kondisi aliran air model kualitas dan dilaksanakan di lingkungan
Windows Microsoft. Hal ini didokumentasikan dengan baik dan tersedia secara
bebas (http://www.epa.gov/).Model ini dapat mensimulasikan sejumlah konstituen
termasuk suhu, pH, permintaan biokimia karbon, permintaan sedimen oksigen,
DO(oksigen terlarut), nitrogen organik, nitrogen amonia, nitrit dan nitrat nitrogen,
fosfor organik, fosfor anorganik, nitrogen total, total fosfor, fitoplankton,
danganggangbawah (algae bottom). Untuk alasan ini, QUAL2Kw dipilih sebagai
12

kerangka bagi studi Sungai Cibanten. Model QUAL2K juga mempunyai


kemampuan untuk mensimulasi atau memprediksi perubahan kualitas sungai jika
aliran limbah dikurangi atau ditambah. Simulasi seperti inilah yang dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui daya tampung beban pencemaran suatu sungai
sesuai dengan kriteria mutu air yang ditetapkan. Sungai Cibanten diwakili stasiun
pengamatan Desa Pabuaran(hulu) Muara Cibanten (hilir), dibagi menjadi 1 ruas
dan 3 segmen.
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Model proses hierarki analitik (analytical hierarchy process) merupakan


model pengambilan keputusan dan perencanaan strategis yang diperkenalkan
pertama kali oleh Thomas L. Saaty pada era 1970-an (Dermawan 2005). Suatu
persoalan yang kompleks dipecahkan dalam suatu kerangka berpikir yang
terorganisir, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan yang efektif atas
persoalan tersebut. Model AHP juga mampu menyederhanakan persoalan yang
kompleks dan mempercepat pengambilan keputusan atas persoalan tersebut
(Marimin 2005).
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan persoalan yang kompleks
menjadi bagian-bagian yang tertata dalam suatu hierarki. Tingkat kepentingan
setiap variabel dibandingkan dengan variabel lain secara subjektif dan kemudian
diberikan nilai atau bobot numerik. Sintesa terhadap bobot variabel-variabel
tersebut akan menghasilkan variabel dengan prioritas tertinggi dan berperan dalam
mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin dan Maghfiroh 2010).
AHP merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan
dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan AHP ada
beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain :
1) Decomposition, setelah mendefinisikan permasalahan atau persoalan yang
akan dipecahkan, maka dilakukan dekomposisi, yaitu : memecah persoalan
yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Jika menginginkan hasil yang akurat,
maka dilakukan pemecahan unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah
lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan persoalan.
2) Comparative Judgement, yaitu membuat penilaian tentang kepentingan relatif
diantara dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan
tingkatan diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan
berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk
matriks Pairwise Comparison.
3) Synthesis of Priority, yaitu melakukan sintesis prioritas dari setiap matriks
pairwise comparison vektor eigen untuk mendapatkan prioritas lokal.
Matriks pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu
untuk melakukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas
lokal.
4) Logical Consistency, yang dapat memiliki dua makna, yaitu :
a) Obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragaman dan
relevansinya;
b) Tingkat hubungan antara obyek-obyek yang didasarkan pada kriteria
tertentu.
Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis dalam strategi
pengelolaansungai Cibanten adalah (Saaty 1993) :
13

1) AHP memberi model tunggal yang mudah dimengerti dan luwes untuk
beragam persoalan yang tidak terstruktur.
2) AHP memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem
dalam memecahkan persoalan kompleks.
3) AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah
elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan
mengelompokkan unsur serupa dalam setiap tingkat.
4) AHP memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk
mendapatkan prioritas.
5) AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas.
6) AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap
alternatif.
7) AHP mempertimbangkan prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan
memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
8) AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensintesis suatu hasil yang
representatif dari penilaian yang berbeda-beda yang dimiliki oleh para pakar
yang memiliki perhatian terhadap pengelolaan sungai Cibanten.
9) AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu
persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui
pengulangan.
Menurut Grandzol (2005) model AHP memiliki keunggulan yaitu sebagai
model yang umum diterapkan pada berbagai kasus dan terbukti sukses
memecahkan berbagai problem pengambilan keputusan. Selain itu, AHP adalah
model pengambilan keputusan yang mampu mengkombinasikan sistem hierarki
kriteria ke dalam cara analitis. Keunggulan lainnya yaitu perbandingan
berpasangan (pairwise comparison) yang dilakukan secara berulang-ulang dalam
model AHP ditujukan untuk menciptakan kekonsistenan data.
Metode AHP juga memiliki beberapa kelemahan selain berbagai kelebihan
yang dimilikinya. Kelemahan metode AHP seperti yang dituliskan oleh
Tantyonimpuno dan Retnaningtias (2006) yaitu:
a. Orang yang dilibatkan haruslah orang-orang yang memiliki pengetahuan
ataupun pengalaman yang berhubungan dengan hal yang akan dianalisis
dengan metode AHP
b. Perbaikan keputusan dilakukan melalui pengulangan kembali proses AHP
dari tahap awal.
3 METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Sungai Cibanten diwakili stasiun pengamatan Hulu desa Pabuaran (hulu)


Muara Cibanten(hilir), dibagi menjadi 1 ruas dan 3 segmen. Penelitian dilakukan
pada bulan Maret 2013 s/d Agustus 2013. Bulan Maret ini dipilih dengan asumsi
mewakili musim kemarau dan bulan Agustus dapat mewakili musim hujan.
Lokasi penelitian adalah Sungai Cibanten Provinsi Banten seperti ditunjukkan
pada Gambar 2 dan Gambar 3.
14

Gambar 2 Peta DAS Cibanten Provinsi Banten

Peta DAS Cibanten di Provinsi Banten

Jembatan
Kaibon

Jembatan
Kaujon

Bendungan
Cibanten
Desa
Pabuaran/
Hulu

Gambar 3 Peta lokasi penelitian di Sungai Cibanten


Bahan dan Alat

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder yang meliputi data debit, data topografi, data hidrologi, data pemantauan
kualitas air, peta rupa bumi (RBI), peta DAS, peta kontur. Sedangkan peralatan
yang digunakan dalam penelitian terdiri dari :
a. Seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air,
b. GPS dan Kamera,
c. Komputer dengan software Qual2Kw, arcview 3.2,
d. Dokumentasi.
Prosedur Analisis Data

1. Penentuan status kualitas air dengan metode STORET dan Metode


Indeks Pencemaran (IP)
Berdasarkan KepMen LH No. 115/2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu
Air dengan membandingkan baku mutu air kelas II menurut PP No.82 tahun 2001.
yaitu:
15

A) Metode storet
1) Kelas A : baik sekali, skor = 0 memenuhi baku mutu
2) Kelas B : baik, skor = -1 s/d -10 cemar ringan
3) Kelas C : sedang, skor = -11 s/d -30 cemar sedang
4) Kelas D : buruk, skor <= -31 cemar berat
B) Metode indeks pencemaran ( IP )
1) 0 Pij 1.0 = memenuhi baku mutu
2) 1.0 Pij 5.0 = cemar ringan
3) 5.0 Pij 10.0 = cemar sedang
4) Pij 10.0 = cemar berat
2. Perhitungan dan simulasi daya tampung beban pencemaran air
sungai Cibanten dengan model kualitas air Qual2KW
Kajian DTBP Sungai Cibanten ini menggunakan model kualitas air QUAL2Kw.
QUAL2Kw adalah model kualitas air sungai yang dimaksudkan untuk mewakili
versi modern dari model QUAL2E (Brown dan Barnwell 1987).
Segmentasi Sungai Cibanten berdasarkan pertimbangan wilayah
administrasi, keberadaan sampling kualitas air, sumber pencemar, keberadaan
bangunan tata air dan kondisi hidromorfologi dalam penelitian ini, Sungai
Cibanten dengan panjang 40.88 km dibagi menjadi 3 penggal/segmen (Gambar 2).
Headwater merupakan bagian hulu yang ditetapkan sebagai sumber utama air
Sungai Cibanten dalam penelitian ini. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data
penampang dan karakteristik Sungai untuk menentukan debit dan model hidrolik
Sungai. Skenario 1 dan 2 tersebut untuk debit air di Sungai di hulu Sungai
Cibanten menggunakan debit hasil pengukuran sesaat pada bulan Juli 2013 yaitu
4.5 m3/detik. Teluk Cibanten/hilir ditetapkan sebagai jarak nol (0) kilometer.
3. Metode Kapasitas asimilasi menggunakan garis regresi serta grafik
hubungan antara kualitas air di hilir dengan beban pencemaran total di hilir serta
perpotongannya dengan garis baku mutu per parameter menurut PP No.82 tahun
2001 (Indrasti et al. 2006).
4. Penentuan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten ditetapkan
berdasarkan analisis hasil survey pakar dengan metoda AHP (Analytical
Hierarchy Process) menggunakan aplikasi program Expert Choice 11 (Marimin
2005).
4 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Gambaran Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Serang merupakan salah satu dari delapan kabupaten/kota di


Provinsi Banten, terletak di ujung barat bagian utara Pulau Jawa dan merupakan
pintu gerbang utama yang menghubungkan Pulau Sumatera dengan Pulau Jawa
dengan jarak 70 km dari Kota Jakarta, ibu kota negara Indonesia. Secara geografis,
wilayah Kabupaten Serang terletak pada koordinat 55000 - 6 2000 LS
(lintang selatan) dan 1050000-1062200 BT (bujur timur). Jarak terpanjang
menurut garis lurus dari utara ke selatan adalah sekitar 60 km dan jarak terpanjang
dari barat ke timur adalah sekitar 90 km, sedangkan kedudukan secara
administratif berbatasan dengan:
16

a. sebelah utara berbatasan laut Jawa


b. sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Tangerang
c. sebelah selatan berbatasan kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang
d. sebelah barat berbatasan kota Cilegon dan Selat Sunda
Luas wilayah Kabupaten Serang secara administratif tercatat 1734.09 km2danluas
kabupaten serang adalah 17.95% dari luas Propinsi Banten yang terdiri dari 34
wilayah kecamatan, 314 desa dan 20 kelurahan. Dari jumlah wilayah sebanyak 34
kecamatan tersebut, terdapat pulau-pulau diantaranya Pulau Sangiang, Pulau
Panjang, Pulau Tunda dan Pulau Tarakan. Namun pada tahun 2008 terjadi
pemekaran wilayah propinsi Banten dengan pemisahan Kabupaten Serang
menjadi dua wilayah yaitu Kabupaten Serang dan Kota Serang. Sehingga
Kabupaten Serang pada tahun 2008 hanya memiliki 28 wilayah kecamatan dengan
pengurangan enam wilayah kecamatan yaitu Cipocok Jaya, Curug, Kasemen,
Serang, Taktakan dan Walantaka.
Kondisi Geofisik DAS Cibanten

Letak geografis DAS Cibanten merupakan wilayah hidrologis yang secara


geografis terletak pada posisi 6 17 - 6 26 LS (Lintang selatan) dan 106 48 -
106 06 BT (bujur timur). Menurut administrasi pemerintahan, DAS Cibanten
berada di wilayah Kabupaten Serang dan Kota Serang meliputi 9 (sembilan)
wilayah administrasi kecamatan, 40 wilayah administrasi desa dan 19 wilayah
administrasi kelurahan. Mulai dari Hulunya di Desa Sukabares kecamatan Ciomas
sampai kampung Cengkok desa Margaluyu kecamatan Kasemen Kota Serang
yang merupakan muara sungai Cibanten. Daerah Aliran Sungai Cibanten
merupakansungai lintas kabupaten/kota dengan hulu berpangkal di Gunung
Karang Kabupaten Pandeglang, melintasi Kabupaten Serang dengan panjang
sungai 43.88 km dan luas Daerah Aliran Sungai 194.10 km2.
Topografi dan Bentuk wilayah

Keadaan topografi DAS Cibanten bervariasi mulai dari 0 s/d 150 meter dari
permukaan laut (mdpl). Daerah aliran sungai Cibanten yang memiliki
kecenderungan topografi datar, adalah kawasan yang masuk ke dalam wilayah
administrasi kecamatan Cipocok Jaya, Serang dan Kasemen Kota Serang.
Sedangkan yang berbukit masuk dalam wilayah administrasi kecamatan Baros,
kecamatan Pabuaran, kecamatan Ciomas dan kecamatan Gunung Sari dengan
Hulu berpusat di gunung Karang. Wilayah DAS Cibanten didominasi oleh lahan
dengan kemiringan lereng 8-15% seluas 6752.62 Ha (32.49%), pembagian
wilayah berdasarkan kelerengan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Luas wilayah berdasarkan kelas kemiringan
NO. Kemiringan Kelas Luas (Ha ) %
1. 0-8 I 6408.75 30.84
2. 8-15 II 6751.63 32.49
3. 15-30 III 6402.52 30.81
4. >30 IV 1215.67 5.85
Jumlah 20778.57 100
Sumber : Hasil Analisis Peta Divisi Kajian LSM.Rekonvasi Bhumi, 2004
17

Tanah dan Geologi


Berdasarkan jenis tanah yang ada di DAS Cibanten dapat dikelompokkan
menjadi 9 jenis tanah. Jenis-jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 4 menunjukkan
dalam kaitannya dengan analisis nilai bahaya erosi yang diperkenankan
Tabel 4 Luas dan jenis tanah DAS Cibanten
No. Jenis Tanah Luas ( Ha ) %
1. Asosiasi Latosol coklat
1739.34 8.37
kemerahan dan litosol
2. Latosol coklat 1005.78 4.84
3. Latosol abu-abu 1812.07 8.72
4. Padsolik 3100.47 14.92
5. Regosol coklat 1751.81 8.43
6. Asosiasi Padsolik kuning dan
1870.26 9
hidromorf kelabu
7. Asosiasi hidromorf kelabu dan
1020.33 4.91
planosol
8. Aluvia kelabu kekuningan 64.420 0.31
9. Asosiasi latosol coklat dan
8414.09 40.49
latosol kekuningan
Jumlah 20778.57 100

Sumber : Bappeda Provinsi Banten, 2002

(tolerable soil loss) kedalaman atau solum tanah menjadi salah satu faktor yang
harus dipertimbangkan. Kedalaman solum tanah di DAS Cibanten didominasi
olehklasifikasi dalam (>90cm) diikuti dengan kedalaman solum yang
termasukklasifikasi cukup dangkal (3060 cm) dan dangkal (<30 cm). Klasifikasi
kedalaman solum tanah di DAS Cibanten ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas berdasarkan kedalaman tanah
No. Kedalaman
Kelas Luas ( Ha ) %
Tanah
1. > 90 A 11525.95 55.46
2. 60-90 B 0 0
3. 30-60 C 714.231 34.36
4. <30 D 2115.47 10.18
Jumlah 20780.65 100

Sumber : BP DAS Citarum-Ciliwung, 1999


Geomorfologi
Geomorfologi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses
pembentukkan alam/bumi. Prosses ini antara lain meliputi bentuk alamiah,
konfigurasi umum permukaan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama
pembentukkan tanah.
Geomorfologi DAS Cibanten dapat dikelompokkan atas beberapa bentuk asal,
sebagai berikut :
18

1. Bentuk asal Denudasional, bentuk ini terjadi karena proses gradisional yang
meliputi proses agradisional dan degradisional
2. Bentuk asal Gunung api ( vulcanic), merupakan bentuk yang terjadi karena
aktivitas yang berupa letusan aliran maupun nitrasi baik yang bersifat padat,
cair maupun lepas-lepas;
3. Bentuk asal aluvial merupakan bentuk hasil proses fluvial baik aliran
permukaan maupun aliran sungai dengan materi aluvium dan kolvium.
Iklim, Suhu dan Curah Hujan
DAS Cibanten memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin muson, yang
dapat dibedakan antara musim penghujan dan musim kemarau. Musim hujan
terjadi pada bulan November sampai April, sedangkan musim kemarau terjadi
mulai bulan Mei hingga Oktober. Curah hujan yang dicatat selama 10 tahun
terakhir dari Badan Meteorologi dan Geofisika berkisar antara 1103 mm s/d 3108
mm per tahun, jumlah hari hujan dalam satu tahun berkisar antara 57 hari sampai
235 hari, dengan rata-rata bulan basah antara 2 sampai dengan 12 bulan. Dari
pengamatan stasiun curah hujan dan stasiun klimatologi di Taktakan diperoleh
data yang mencakup data temperatur, data kelembaban udara, data kecepatan
angin dan penyinaran matahari. Panjang data yang dikumpulkan adalah 10 tahun
dari 1998 s/d 2007. Gambaran kondisi iklim DAS Cibanten dapat dilihat dari
nilai rata-rata pencatatan beberapa parameter iklim di stasiun klimatologi antara
lain temperatur rata-rata bulanan 26.6C, kelembaban udara rata-rata sekitar 81%
penyinaran matahari rata-rata sekitar 4.8 jam (60%), kecepatan angin rata-rata 4.2
knot(185.4 km/hari). seperti tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6 Data temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin, penyinaran matahari

Tahun
Data 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Rata-
klimatologi rata

Suhu (C) 26.8 - 26.4 26.4 - - 37.1 26.8 26.9 26.6 28.24
Penyinaran 53.3 - 56 52.3 - - 64.6 57.9 69.1 63.6 59.54
matahari(%)
Tekanan 1011.2 - - 1012.2 - - - - - - 1011.
udara (mb) 7

Relative 82.6 - 81.4 83.2 - - 81.8 84.6 80.9 82 82.35


humidity (%)
Kecepatan 2.5 - 2.8 2.5 - - 2.2 2.4 2.5 2.8 2.5
angin(knot)
Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika(BMG), Cadin PU Serang dan Pandeglang

Sosial dan Ekonomi


Kependudukan didasarkan pada serang dalam angka tahun 2012, jumlah
penduduk yang menempati kawasan DAS Cibanten yang mencakup wilayah
kecamatan Pabuaran, kecamatanCiomas, kecamatan Kramatwatu kabupaten
Serang dan kecamatan Cipocok Jaya, kecamatan Serang, kecamatan Kasemen,
kecamatan Taktakan, Kota Serang dengan total jumlah penduduk sebanyak
19

632644 jiwa, dengan tingkat kepadatan sebesar 1051.43 jiwa/km2 dengan


perbandingan jumlah laki-laki terhadap jumlah perempuan (sex ratio) antara 104
% s/d 112 %. Tabel 7 menunjukkan jumlah penduduk di masing-masing
kecamatan yang terletak pada DAS Cibanten dimana yang terpadat adalah
kecamatan Serang dengan jumlah penduduk 47969 jiwa.
Tabel 7 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di
kecamatan pada DAS Cibanten
kepadatan
Luas wilayah Laki- Jml Rumah Sex
No. Kecamatan Perempuan penddk
( km2 ) laki Tangga Ratio
(Jiwa /km2)
Kota Serang
1 Cipocok Jaya 31.54 43523 41140 26841 18799 105.79
2 Serang 25.88 108231 103558 8183,5 47969 104.51
3 Taktakan 47.88 41509 38738 1676 15911 107.15
4 Kasemen 63.36 46523 42793 1409,66 18081 108.72
Kabupaten Serang
5 Pabuaran 20425 18899 497 7986 108
6 Kramatwatu 45734 43445 1835 20307 105
7 Ciomas 20155 17971 786 7924 112
326100 306544 7360 135888
Total 168.66
Sumber : Kota Serang dan Kab.Serang Dalam Angka Tahun 2012

Sedangkan rincian komposisi masyarakat di DAS Cibanten berdasarkan tingkat


pendidikan, dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8 Komposisi tingkat pendidikan masyarakat
No. Pendidikan Jumlah %
1 Tidak sekolah 120350 20.8
2 Tidak Tamat SD 50049 8.60
3 SD 212359 36.49
4 SMP 90030 15.47
5 SMA 74608 12.82
6 Akademi/PT 13734 2.36
7 Lain-lain 20834 3.58
JUMLAH 581966 100

Sumber: Bappeda Serang BPS, Serang Dalam Angka 2010

Mata pencaharian penduduk di DAS Cibanten didominasi oleh penduduk yang


memiliki mata pencaharian sebagai petani sebanyak 44.41% dari jumlah
penduduk DAS Cibanten, baik sebagai petani pemilik, penggarap maupun sebagai
buruh tani.Tingkat pendidikan masyarakat suatu DAS dapat menjadi indikator
perkembangan budaya di kelompok masyarakat tersebut, yang menjadi modal
utama dalam mendukung upaya pembangunan untuk wilayah tersebut.DAS
Cibanten mempunyai jumlah penduduk 632644 jiwa pada tahun 2011 berdasarkan
tingkat pendidikan mayoritas masyarakat di DAS Cibanten, didominasi oleh
anggota masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan sampai dengan sekolah
dasar sebesar 36.49%.
20

Penggunaan Lahan ( Land Use )

Pemaparan penggunaan lahan di suatu wilayah, dibedakan menjadi pola


tutupan lahan dan pola pemanfaatan lahan. Demikian halnya penggunaan lahan di
DAS Cibanten.
1. Pola Tutupan Lahan-Hutan ( Land Coverage )
Kondisi penutupan lahan dapat diartikan sebagai prosentase penutupan lahan oleh
tanaman, baik tanaman tahunan maupun tanaman semusim. Keadaan vegetasi di
DAS Cibanten dibedakan antara tumbuhan yang terdapat di kawasan hutan dan
tanaman yang terdapat di luar kawasan hutan. Vegetasi dalam kawasan hutan di
DAS Cibanten seluas 468.71 ha (9.9%) yang didominasi oleh jenis rasamala,
puspa dan mahoni, dengan komposisi/stratifikasi tajuk yang baik.
Di hutan produksi jenis-jenis tanaman yang tumbuh adalah rasamala dan
puspa, sedangkan vegetasi di luar kawasan hutan DAS Cibanten seluas 21053.80
Ha (97.82%), dengan vegetasi yang mendominasi tanaman semusim berupa
palawija dengan tingkat penutup vegetasi sedang sampai rendah, kondisi penutup
lahan tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses terjadinya
erosi. Vegetasi yang dimaksud merupakan suatu kesatuan dan bukan
individual/pohon yang berfungsi dalam pengendalian erosi yaitu mengurangi
energi kinetik air hujan sebagai tenaga penghancur agregat-agregat tanah. Hal ini
berdasarkan peta tata guna lahan dan hasil interpretasi foto udara penggunaan
lahan di DAS Cibanten dapat dilihat pada Tabel 9 dibawah ini :
Tabel 9 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan
No. Penggunaan Lahan Luas ( Ha) %
1 Hutan 1099 5.29
2 Kebun rakyat 8223 39.57
3 Semak belukar 158 0.76
4 Ladang 2295 11.04
5 Sawah tadah hujan 1592 7.66
6 Sawah irigasi 4258 20.49
7 Padang rumput 210 1.01
8 Pemukiman 2949 14.19
JUMLAH 20781 100
Sumber : Hasil Analisis Peta Divisi Kajian LSM.Rekonvasi Bhumi, 2004

2. Pola Pemanfaatan Lahan ( Hulu Tengah Hilir )


Semakin bertambahnya jumlah penduduk di wilayah perkotaan, kesibukan
kota yang terus meningkat dan pembangunan fasilitas perkotaan tentu akan
berimplikasi pada peningkatan kebutuhan sandang, pangan dan lahan. Salah satu
kebutuhan yang sangat vital adalah kebutuhan akan air baku, untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akibat bertambahnya jumlah penduduk dan industri sebagai
dampak dari pertumbuhan ekonomi, Kabupaten Serang dan Kota Serang memiliki
sumber air permukaan yang relatif besar, salah satunya adalah sungai Cibanten
yang daerah alirannya membelah pusat kota Serang. Sungai Cibanten merupakan
21

suatu ekosistem, sehingga memiliki permasalahan ekologis dan ekonomis serta


merupakan suatu wilayah yang mempunyai kondisi biofisik serta sosial ekonomi
dan budaya yang bevariasi. DAS Cibanten terdiri dari fungsi kawasan lindung,
penyangga dan budidaya tanaman tahunan/musiman. Sepanjang DAS Cibanten
terdapat berbagai macam penggunaan lahan, misalnya pertanian, persawahan,
perkebunan, permukiman. Pemanfaatan lahan tersebut memberikan beban yang
cukup berat pada kondisi lingkungan sungai Cibanten, yang menjadi muara dari
seluruh aktivitas yang ada dan dilakukan msayarakat di DAS Cibanten, dampak
dari berbagai aktivitas tersebut tidak saja mempengaruhi kondisi air permukaan,
tetapi juga akan berdampak pada kuantitas dan kualitas air bawah tanah yang
bersumber dari kawasan DAS Cibanten.
Pemanfaatan lahan oleh masyarakat di daerah hulu yaitu desa pancanegara
kecamatan Pabuaran Kabupaten Serang sebagai tempat usaha tambang galian
pasir/batu sedangkan kegiatan lainnya sampai dengan desa Tembong kecamatan
Cipocok Jaya didominasi oleh perkebunan, sawah dan hutan rakyat. Akan tetapi
setelah desa Tembong, terutama kawasan yang masuk dalam wilayah perkotaan
Serang, pemanfaatan lahan oleh masyarakat untuk kepentingan permukiman dan
tempat usaha. Sepanjang kiri dan kanan sempadan sungai Cibanten di wilayah
perkotaan menjadi kawasan permukiman, beberapa diantaranya merupakan lokasi
permukiman baru, dengan penataan lingkungan yang relatif cukup baik
dikembangkan oleh pengembang perumahan, yang mulai marak kembali sejak
Banten dijadikan propinsi. Dan beberapa diantaranya merupakan kawasan
permukiman yang padat dan fasilitas sanitasi lingkungan yang tidak memadai,
seperti permukiman di kawasan Sempu Seroja, Magersari di belakang RSUD
Kabupaten Serang, Neglasari dan Lopang. Bahkan di Desa Banten dan Margaluyu
kecamatan Kasemen, kiri dan kanan sempadan sungai Cibanten menjadi kawasan
permukiman secara illegal (squatter) yang tidak saja membahayakan penghuni
tersebut, juga menjadi penghalang arus sungai Cibanten, sehingga pada musim
penghujan kawasan tersebut menjadi daerah genangan, rentan terhadap berbagai
penyakit yang disebabkan oleh nyamuk dan sanitasi lingkungan yang buruk.
Beban lingkungan sungai Cibanten semakin bertambah, dengan dijadikannya
sungai Cibanten sebagai tempat pembuangan limbah rumah tangga dan kegiatan-
kegiatan lain masyarakat, termasuk rumah sakit, pasar dan lain sebagainya.
Hidrologi

Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang air dalam segala bentuknya
baik diatas, di dalam maupun pada tanah, bumi, termasuk distribusi daur sifat-
sifatnya (kimia dan fisika) dan reaksi dari alam lingkungan yang mati maupun
yang hidup terhadap air. Sungai Cibanten merupakansungai lintas
Kabupaten/Kota dengan hulu berpangkal di Gunung Karang Kabupaten
Pandeglang, melintasi Kabupaten Serang dengan panjang sungai 43.89 km dan
luas Daerah Aliran Sungai 194.10 km2. DAS Cibanten pemantauannya dibagi
menjadi 4 bagian sebagai berikut:
- Ruas sungai Cibanten Hulu,
- Ruas sungai Cimasin. Dua sungai ini terletak dekat lokasi penggalian pasir di
Desa Pancanegara Kecamatan Pabuaran,
- Ruas sungai Cibanten, Jembatan Lingkar selatan Kecamatan Cipare/Ciawi,
- Ruas sungai Cibanten bagian hilir.
22

Desa Kasemen ( Depan PT Sauh Bahtera) Kecamatan Kasemen. Lokasi


tersebut merupakan daerah pembuangan limbah domestik dari rumah sakit umum
daerah Serang. DAS Cibanten terdapat sungai-sungai yang bermuara ke sungai
Cibanten, antara lain yaitu sungai Ciherang, Ciguha, Ciwaringin, Cikampeng,
Citatah Bodas, Cipadaraba, Cikadu Pigur, Cikentang dan Cijeruk di bagian Hulu.
Sungai Ciwaru, Cikaduen di bagian Tengah. Sungai Pelamunan, Cikaduan dan
kali pembuangan Cibanten di bagian hilir sampai dengan Cikaduen di bagian
Hilir. Panjang anak sungai bervariasi, yaitu antara 1718 km ( sungai Cikadu
Bebek) sampai dengan 17.95 km ( sungai Cikaduen).Sungai-sungai yang menjadi
bagian orde II (sub DAS ) dan orde III (sub DAS ) dari sungai Cibanten, dapat
dilihat pada Tabel 10 dibawah.
Tabel 10 Anak sungai Cibanten
No. Nama Sungai Panjang (km) Kondisi
a. Bagian Hulu
1. Ciherang 2.47
2. Ciguha 4.99
3. Ciwaringin 5.24
4. Cikampeng 2.78
5. Citatah Bodas 7.03
6. Cipadaraba 1.98
7. Cikadu Pigur 2.40
8. Cikadu bebek 1.72
9. Ciwadas 4.54
10. Cicongeang 7.72
11. Citahul 3.10
12. Cimadang 2.71
13. Cilandak 6.06
14. Cimoyan 5.66
15. Cikentang 6.85
16. Cijeruk 4.55
17. Drangong 5.82
b. Bagian Tengah
1. Ciwaru 10.41
2. Cikaduen di bagian Tengah 17.95
c. Bagian Hilir
1. Pelamunan 4.30
2. Cikaduan 2.83
3. Kali pembuangan Cibanten 9.98
Sumber : Hasil analisis Peta Rupa Bumi DAS Cibanten, 2013
Sampai saat ini sungai tersebut belum terpasang pos duga air atau stasiun
pengamat air (SPAS), baik oleh BPSDA maupun instansi lainnya. Sehingga
sangat sulit untuk mengetahui fluktuasi kualitas dan kontinuitas aliran air di
beberapa sungai yang bermuara di sungai Cibanten secara proporsional kecuali
melalui pendekatan dengan menggunakan data hasil pengamatan di Pos duga Air
dengan karakteristik DAS yang sama.
Inventarisasi dan identifikasi Sumber Pencemar di Kota Serang

Berdasarkan pengamatan lapangan yang dilakukan pada tahun 2012,


penyaluran pembuangan limbah cair dari kegiatan-kegiatan di kota Serang
didominasi menuju sungai Cibanten sebagai badan air penerima.
1. Inventarisasi sumber pencemar di sepanjang DAS Cibanten
23

Kota Serang yang terletak pada ketinggian rata-rata 25 m diatas permukaan


air laut, dilalui oleh sungai Cibanten yang bermuara di teluk Banten. Sungai
Cibanten mempunyai beberapa anak sungai, antara lain yaitu kali parung, kali
watu, kali cikaduan dan kali gunung. Sungai Cibanten beserta anak sungainya
berfungsi sebagai saluran pembuangan akhir (drainase makro) dari sistem drainase
(pemutusan) kota Serang. Kondisi sungai ini dan anak-anak sungainya sebagai
saluran drainase primer bagi Kota Serang. Sungai Cibanten mengalir melewati
beberapa kecamatan Pabuaran dan Ciomas Kabupaten Serang dan kecamatan
Taktakan, Serang, Cipocok Jaya dan Kasemen Kota Serang. Berikut ini akan
diuraikan beberapa jenis kegiatan di sepanjang sungai Cibanten yang dapat
memberikan kontribusi terhadap kondisi perairan sungai Cibanten:
1.1. Kependudukan/Rumah Tangga
Pada tahun 2011 jumlah penduduk di kecamatan Taktakan, kecamatan
Serang,kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen adalah sebanyak
454778 Jiwa (233993 jiwa laki dan 240812 jiwa perempuan) sedangkan
kecamatan Pabuaran sebanyak 38577 jiwadan kecamatan Kramatwatu 88581 jiwa
termasuk Kabupaten Serang. Secara lebih rinci jumlah penduduk, luas lahan dan
kepadatan penduduk dan jumlah rumah tangga masing-masing kecamatan yang
terlewati oleh sungai Cibanten disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di
kecamatan pada DAS Cibanten
Luas kepadatan
Laki- Jml Rumah
No. Kecamatan wilayah Perempuan penddk (Jiwa Sex Ratio
laki Tangga
( km2 ) /km2)
Kota Serang
1 Cipocok Jaya 31.54 43523 41140 26841 18799 105,79
2 Serang 25.88 108231 103558 8183,5 47969 104,51
3 Taktakan 47.88 41509 38738 1676 15911 107,15
4 Kasemen 63.36 46523 42793 1409,66 18081 108,72
Kabupaten Serang
5 Pabuaran 20425 18899 497 7986 108
6 Kramatwatu 45734 43445 1835 20307 105
7 Ciomas 20155 17971 786 7924 112
326100 306544 7360 135888
Total 168.66
Sumber : Kota Serang dan Kabupaten Serang Dalam Angka Tahun 2012

Dengan luas kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya


dan kecamatan Kasemen sebesar 168.66 km2, maka kepadatan penduduk di
kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan
Kasemen adalah 2696 jiwa/km2, jumlah rumah tangga di kecamatan Taktakan,
Serang, Cipocok Jaya dan Kasemen adalah sebanyak 99671 rumah tangga.
Kegiatan penduduk di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan
Cipocok Jaya dan Kecamatan Kasemen serta kecamatan Pabuaran, kecamatan
Kramatwatu tidak terlepas dari adanya hasil samping berupa limbah padat
(sampah) yang juga dapat berkontribusi terhadap penurunan kondisi perairan
sungai Cibanten apabila sampah yang dihasilkan langsung dibuang ke sungai.
1.2. Pertanian/Perkebunan
24

Lahan terdiri dari lingkungan fisis dan biologis dan merupakan pijakan bagi
mahluk hidup untuk saling berinteraksi dan berkembang. Lahan merupakan
sumber daya alam yang dapat menentukan laju penurunan atau perbaikan daya
tampung dan daya dukung lingkungan. Pola pemanfaatan lahan akan menentukan
pola pergerakan manusia dan menentukan kebutuhan sumber daya alam dan
energi yang dibutuhkan. Luas wilayah dan penggunaan lahan di kecamatan
Taktakan, kecamatan Cipocok Jaya, kecamatan Serang dan kecamatan Kasemen
didominasi oleh aktifitas non pertanian, bangunan dan perumahan mendominasi
penggunaan lahan di kecamatan Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok
Jaya dan kecamatan Kasemen adalah sebesar 12663 Ha. Perkebunan di kecamatan
Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen
hanya terdiri dari perkebunan rakyat. Jenis tanaman yang ditanam di perkebunan
besar antara lain kelapa, coklat dan teh. Luasan perkebunan di wilayah kecamatan
Taktakan, kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen
adalah 446.65 Ha.
1.3. Peternakan
Kegiatan peternakan di Kota Serang yaitu kecamatan Taktakan,
Kecamatan Serang, kecamatan Cipocok Jaya dan kecamatan Kasemen dan di
Kabupaten Serang yaitu kecamatanPabuaran dan Kecamatan Kramatwatu
menurut jenis ternaknya yaitu sapi total (4984 ekor), kerbau total (3383ekor),
domba total (22468 ekor) dan kambing total (40962 ekor) sedangkan untuk
hewan unggas yaitu ternak ayam buras total (34139 ekor), ayam pedaging total
(1796896 ekor), dan itik total (95647 ekor) seperti ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Jumlah hewan ternak dari kegiatan peternakan di Kab/Kota Serang
Ternak Unggas
Sapi Sapi Ayam Ayam
No. Kecamatan Perah Potong Kerbau Kambing Domba Pedaging Petelur Itik
Kota Serang
Cipocok
1 Jaya 395 6495 2428 428602 2142
2 Serang 2 3 330 4036 3125 10896 2688
3 Taktakan 950 9881 6012 379333 4820
4 Kasemen 825 8921 4685 73100 8444
Kabupaten Serang
5 Pabuaran 4847 391 4001 1963 501963 165990 27890
6 Kramatwatu 132 492 7628 4255 403002 49663
TOTAL 2 4982 3383 40962 22468 1796896 165990 95647
Sumber : Kota Serang dan Kabupaten Serang Dalam Angka Tahun 2012
1.4. Industri
Terdapat berbagai jenis kegiatan industri yang berada sepanjang sungai
Cibanten. Data inventarisir kegiatan formal dan non formal di sepanjang wilayah
DAS Cibanten bagian tengah dan hilir DAS Cibanten banyak didominasi daerah
permukiman, daerah bisnis/pasar Rawu di kecamatan Serang dan kecamatan
Taktakan sedangkan di kecamatan Kasemen banyak didominasi industri formal
sebanyak 254 usaha dan non formal sebanyak 1672 usaha baik skala menengah
maupun skala kecil serta UKM (BPS Kota Serang 2012). Jenis industri meliputi:
industri makanan-minuman, tekstil pewarnaan dan industri kimia.
1.5. Rumah Sakit
25

Sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di kota Serang yang berpotensi


mencemari kondisi perairan sungai Cibanten di kota Serang. Tabel 13
menunjukkan bahwa kegiatan rumah sakit di kota Serang berpotensi memberikan
kontribusi beban pencemaran yang berpengaruh terhadap perubahan kualitas air
sungai Cibanten di kota Serang. Beberapa rumah sakit terletak pada sungai utama
Cibanten seperti RSUD Kabupaten Serang.
Tabel 13 Pelayanan rumah sakit di kota Serang
Jumlah
Nama Rumah Sakit Tipe/Kelas
No. Kasur/Bed
1 RSIA Budi Asih 72
2 RS Sari Asih 150
3 RS. Bedah Benggala 50
4 RS. Kencana 112
5 RSUD Kab.Serang 340 B
6 RSIA Puri Garcia 50
TOTAL 774

1.6. Pariwisata dan Perhotelan


Fasilitas penginapan pendukung kegiatan pariwisata di Kota Serang.
Tabel 14 Beban pencemar dari kegiatan pariwisata dan perhotelan di Kota Serang
Asumsi Perkiraan
Kebutuhan
Jml Kebutuhan air Timbulan
No. Nama Hotel Kelas Air Bersih
Kamar bersih Limbah Cair
(Liter/hari)
( Liter/Bed/Hari) (Liter/hari)
1 Hotel Le-Dian Bintang 4 80 300 24000 19200
2 Hotel Abadi Melati 3 40 300 12000 9600
3 Hotel Mahadria Melati 3 47 300 14100 11280
4 Hotel Tamansari Melati 3 45 300 13500 10800
5 Hotel Wisata Baru Melati 3 42 300 12600 10080
Hotel Bintang
6 Semesta Melati 1 33 300 9900 7920
7 Hotel hikmah Melati 1 34 300 10200 8160
8 Hotel Surya Melati 1 35 300 10500 8400
9 Hotel Surabaya Melati 1 35 300 10500 8400
Hotel Royal
10 Srikandi Melati 1 35 300 10500 8400
Hotel Kasih
11 Sayang Melati 1 35 300 10500 8400
12 Hotel Anugrah Melati 1 35 300 10500 8400
13 Hotel Pangestu Melati 1 35 300 10500 8400
14 Wisma BKM Standar 35 300 10500 8400
Wisma KORPRI
15 Serang Standar 35 300 10500 8400
16 WISMA PKPRI Standar 35 300 10500 8400
17 Hotel D'GRIYA Melati 1 35 300 10500 8400
Penginapan
18 Srikandi Melati 1 35 300 10500 8400
TOTAL 211800 169440
Sumber : BLHD Kota Serang, 2012

Berbagai jenis obyek wisata ditemukan di kota Serang seperti Agro dan
bahari. Adapun obyeknya sebagai berikut adalah Tabel 14 yang menyajikan
sarana hotel/penginapan di kota Serang. Dalam mendukung pariwisata di kota
Serang tersedia sarana akomodasi penginapan yang memadai bagi wisatawan
26

sebanyak 18 hotel mulai dari non melati sampai hotel berbintang ( bintang 3 ),
kegiatan perhotelan tersebut berdampak pada lingkungan karena menghasilkan
limbah cair dan limbah padat.

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Kualitas Air Sungai Cibanten

Analisa kualitas air Sungai Cibanten dilakukan dengan membagi wilayah


sungai berdasarkan batas administrasi desa/kecamatan dan segmentasi Hulu,
Tengah, Hilir Sungai Cibanten. Segmentasi dibagi 3 segmentasi yaitu Hulu ada di
desa pabuaran kecamatan pabuaran, segmen pertama antara desa pancanegara
dengan desa sindangheula kecamatan pabuaran wilayahnya Kabupaten Serang,
segmen kedua antara kecamatan serang dengan kecamatan cipocok jaya, segmen
ketiga antara kecamatan Kasemen dengan kecamatan serang termasuk wilayahnya
kota Serang.
Data diambil dari data sekunder yang meliputi data analisa kualitas air hasil
pemantauan mulai dari Januari s/d Desember 2013 dari Balai Pengelolaan Sumber
Daya Air (BPSDA) Dinas Sumber Daya Air dan Permukiman Provinsi Banten
serta Badan Lingkungan Hidup Kab. Serang dan Kantor Lingkungan Hidup kota
Serang. Data primer diambil dari pemantauan langsung di lapangan. Untuk
selanjutnya analisa data dilakukan dengan membuat perbandingan kualitas air
Sungai Cibanten berdasarkan parameter fisika, kimia dan biologi dengan baku
mutu air kelas II.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 apabila sungai
belum ditetapkan kriteria mutu airnya, maka diambil baku mutu kelas II. Sungai
Cibanten belum ditetapkan kelas airnya. Untuk itu kriteria mutu air yang
digunakan sebagai acuan adalah baku mutu air kelas II. Sumber pencemaran air
sungai Cibanten terutama berasal dari limbah rumah tangga, industri/pabrik,
comersial area, dan rumah sakit, hotel, pom bensin/bengkel, tempat cucian
kendaraan, penambangan emas tanpa izin (PETI) yang marak akhir-akhir ini di
mulai dari hulu, tengah dan hilir sungai dan lain sebagainya.
Dari pemantauan, ada berbagai aktifitas kegiatan yang terletak di sepanjang
sungai Cibanten yang juga memberikan sumbangan terhadap kondisi kualitas air
sungai. Beberapa aktifitas kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang baik
secara langsung maupun tidak langsung dibuang ke perairan sungai. Aktifitas
kegiatan tersebut antara lain: industri kecap, peternakan unggas/ternak sapi,
kerbau, darmaga pengangkutan pasir, lahan pertanian milik masyarakat,
pemukiman masyarakat, penambangan pasir sungai, komersial area, industri
sawmill, budidaya perikanan sungai dengan keramba dan sebagainya.
Hasil pemantauan langsung di lapangan yang diamati pada bulan Juli 2013
untuk parameter TSS, BOD, COD, DO, pH, Nitrat, Nitrit, dapat ditunjukkan pada
Tabel 15. Berdasarkan pada Tabel 15 hasil analisa kualitas air yang diamati dari
data primer menunjukkan bahwa, ada beberapa parameter yang melebihi baku
mutu adalah TSS, BOD, TDS pada lokasi pengamatan tertentu.
27

Tabel 15 Data pengamatan kualitas air Sungai Cibanten


Hulu Desa Kampung Jembatan Jembatan BMA
Lokasi
Pabuaran Serut Kaujon Kaibon Kelas II
A. Fisika

1 Suhu (insitu) **) 26.3 28.7 28.7 27.6 30C


Zat padat terlarut
2 89.00 561.00 53.00 85.00 1
(TDS)
Zat padat
3 5.00 55.00 111.00 124.00 50
tersuspensi (TSS) **)

B. KIMIA

1 pH (insitu) **) 6.98 7.96 8.10 7.65 6-9

Oksigen terlarut (DO)


2 4.4 3.7 3.6 3.5 >3
insitu

3 Nitrat (NO3-N) **) 0.1 0.1 0.2 0.1 20

4 Nitrit (NO2-N) **) 0.003 <0.002 0.009 <0.002 0.06

5 BOD5 6.00 9.00 9.00 10.00 6

6 COD **) 25.00 35.00 37.00 41.00 50


7 Debit 4.5 3.0 5.7 4.6 -
C. MIKROBIOLOGI
1 Total coliform 1100 460.00 1100 210.00 1000
2 E- coli 460.00 240.00 460.00 150.00 -

Parameter FISIKA
Parameter TSS (Total Suspended Solid)
Padatan tersuspensi total adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1m) dalam
air yang terdiri dari lumpur, pasir halus, dan jasad-jasad renik, yang terutama
disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi tanah yang terbawa ke badan air (Effendi
2003). Padatan tersuspensi dapat meningkatkan nilai kekeruhan air, tidak terlarut,
dan tidak dapat mengendap langsung. Kekeruhan yang terjadi kemudian dapat
menghambat penetrasi cahaya matahari ke dalam air sehingga mempengaruhi
proses fotosintesis dalam air. Hasil pengamatan kualitas air Sungai Cibanten
untuk parameter TSS pada Bulan Januari sampai Bulan Desember 2013 (seperti
pada Gambar 4).

Gambar 4 Grafik analisa kualitas air parameter TSS Sungai Cibanten dari
hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013)
28

Berdasarkan data hasil pemantauan BPSDA bulan Januari sampai dengan


Desember 2013 semuanya melebihi baku mutu, kecenderungan dari hulu ke hilir
untuk parameter TSS kecuali daerah ciawi pada bulan Maret dan bulan
November. Hal ini mengindikasikan bahwa Sungai Cibanten telah tercemar oleh
partikulat yang dapat meningkatkan kekeruhan. Konsentrasi TSS yang tinggi
disebabkan karena sedimentasi air sungai yang banyak mengandung endapan
lumpur serta pasir halus serta jasad-jasad renik yang terbawa dari kikisan tanah
yang terbawa ke badan air (Effendi 2003). Beban pencemar TSS diakibatkan oleh
faktor alam yaitu bentuk sungai yang berkelok-kelok atau meander yang
memungkinkan terjadinya sedimentasi daripada erosi serta faktor antropogenik
atau aktifitas manusia yaitu penambang galian C yang berasal dari daerah hulu
(desa Pabuaran, desa pancanegara) sampai daerah tengah sungai utama Cibanten
dan dari PDAM yang berasal dari proses fisika yaitu proses sedimentasi air sungai
sebelum dilakukan penjernihan/flokulasi air bersih, ini terjadi pada daerah hilir
sungai Cibanten. Nilai TSS paling tinggi berada di daerah Hulu Desa Pabuaran,
Cimasin, Jembatan Kaujon, Jembatan Kaibon termasuk kecamatan Kasemen
merupakan daerah hilir DAS Cibanten. Nilai TSS yang tinggi dikarenakan hasil
akumulatif dari hulu sampai tengah yang melebihi baku mutu.
PARAMETER KIMIA
Parameter pH
Nilai pH air pada sungai Cibanten berdasarkan pemantauan BPSDAProvinsi
Banten berkisar antara 6.88 sedangkan berdasarkan hasil pengamatan langsung
berkisar 6.2 - 7. Nilai ini masih berada di dalam batas kisaran pH yang ditetapkan
dalam baku mutu air yaitu antara 6 9. Hasil pengukuran pH yang dilakukan oleh
BPSDA Provinsi Banten maupun pengamatan langsung masih sesuai dengan baku
mutu air kelas II. Gambar 5 menunjukkan kondisi bahwa air sungai Cibanten
masih berada dalam kondisi yang baik dari aspek pH air untuk pemanfaatan air
sebagai air baku untuk air minum maupun untuk irigasi pertanian sawah.

Gambar 5 Grafik analisa kualitas air parameter pH sungai Cibanten dari


hulu sampai hilir (Januari- Desember 2013)
Nilai pH menjadi faktor yang penting dalam perairan karena nilai pH
menggambarkan suasana asam atau basa pada air. Suasana air akan
mempengaruhi kehidupan biologi di dalam air. Perubahan keasaman air, baik ke
arah alkali maupun asam, akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air
lainnya. Kondisi pH dapat mempengaruhi tingkat toksisitas suatu senyawa kimia,
proses biokimiawi perairan, dan proses metabolisme organisme air. Toksisitas
29

akut aluminium tertinggi bagi ikan terjadi pada pH antara 56 melalui


polimerisasi aluminium pada insang (Polo 1995). Toksisitas aluminium
dipengaruhi oleh konsentrasi aluminium dalam air, pH, dan jenis organisme yang
terpapar (Dietrich & Schlatter 1989; Effendi 2003). Jumlah amonia tak terionisasi
yang bersifat toksik bagi organisme perairan akan meningkat seiring dengan
peningkatan pH dan temperatur. Ikan yang hidup pada perairan dengan nilai pH
tinggi (alkalin) memiliki kandungan amonia yang lebih tinggi pada tubuhnya
dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan netral dan mengalami gangguan
ekskresi amonia tubuh (Scott et al. 2005; Tiwary et al. 2013). Air yang memiliki
pH sangat rendah atau bersifat asam dapat bersifat korosif yang menyebabkan
pengkaratan pada besi atau baja dan tentunya berbahaya pula bagi manusia.
(Mackereth et al. 1989; Effendi 2003) berpendapat bahwa pH juga berkaitan erat
dengan karbondioksida dan alkalinitas.
Parameter COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan parameter kimia untuk mengetahui tingkat pencemaran air.
Berdasarkan hasil pemantauan BPSDA terlihat pada Gambar 6 bahwa konsentrasi
COD melebihi baku mutu terjadi pada bulan Januari 2013 di daerah hulu sampai
hilir (Hulu desa Pabuaran sampai dengan Kasemen), namun COD dibawah baku
mutu kelas II dari bulan april sampai Juli di Hulu desa Pabuaran, untuk lokasi
Ciawi dibawah baku mutu dari bulan Juni sampai bulan Oktober, sebaliknya pada
dari bulan November pada semua lokasi pemantauan (Hulu desa Pabuaran,
Cimasin, Jembatan Ciawi dan Kasemen) konsentrasi COD melonjak tinggi diatas
baku mutu air kelas II. Hal ini disebabkan kegiatan dari limbah domestik.

Gambar 6 Grafik analisa kualitas air parameter COD pada Sungai Cibanten pada
pemantauan Januari s/d Desember 2013
Namun berdasarkan hasil pengamatan langsung di lokasi penelitian, terlihat pada
Gambar 7 maka konsentrasi COD menunjukkan kecenderungan melebihi baku
mutu untuk kelas II yaitu 25 mg/l, pada lokasi dari tengah sampai hilir sungai
Cibanten di Jembatan Kaujon sampai Jembatan Kaibon, walaupun ada beberapa
tempat yang nilai CODnya masih di bawah baku mutu untuk kelas II. Secara
umum hal ini menunjukkan bahwa Sungai Cibanten telah tercemar oleh bahan
organik yang sulit terurai. Seperti yang disebutkan oleh (Effendi 2003), COD
merupakan parameter untuk mengetahui konsentrasi bahan organik di perairan
yang sulit terurai.
30

Gambar 7 Grafik analisa kualitas air parameter COD di Sungai Cibanten pada
pengamatan langsung bulan Juli 2013
Diantaranya berasal dari yaitu rumah sakit, industri, pertanian, peternakan,
sampah dan limbah domestik dari mulai tengah sampai hilir sungai Cibanten.
Parameter BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Parameter BOD merupakan indikator keberadaan bahan organik diperairan.
BOD merupakan jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan
organik secara biologis. Semakin tinggi nilai BOD mengindikasikan semakin
banyak kandungan bahan organik diperairan. Nilai BOD yang didapat pada
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai BOD berdasarkan
hasil pemantauan pada bulan Januari s/d Desember 2013 pada sebagian besar
lokasi pemantauan diatas baku mutu air untuk kelas II. Hal ini mengindikasikan
tingginya polutan bahan organik di Sungai Cibanten. Semakin tinggi polutan
bahan organik di perairan semakin banyak membutuhkan oksigen untuk
melakukan oksidasi secara biologis. Hal ini mengakibatkan penurunan kadar
oksigen terlarut di perairan, dan apabila mencapai titik jenuh akan menjadi
kondisi tanpa oksigen (anaerob). Air sungai menjadi berbau dan berwarna hitam.
Berdasarkan hasil pemantauan BPSDA, nilai BOD dari hulu sampai hilir
(Cibanten hulu, Cimasin, Jembatan Ciawi dan Kasemen) pada bulan Februari
sampai Juli 2013 diatas baku mutu. Namun pada bulan agustus sampai Desember
2013 masih dibawah baku mutu.

Gambar 8 Grafik analisa kualitas air parameter BOD sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
31

Berdasarkan hasil pengamatan langsung pada lokasi penelitian pada bulan juli,
pada Gambar 9 terlihat bahwa nilai BOD melebihi baku mutu kelas II terjadi
pada daerah jembatan Kaujon dan Jembatan Kaibon. Lokasi tersebut merupakan
dari tengah sampai hilir, nilai BODnya memiliki kecenderungan melebihi baku
mutu untuk kelas II sebesar 3 mg/l.

Gambar 9 Parameter BOD hasil pengamatan langsung pada lokasi


penelitian pada bulan juli
Nilai COD dan BOD hasil pengamatan langsung pada bulan Juli 2013 memiliki
kecenderungan
Gambar 1 melebihi baku mutu untuk lokasi jembatan Kaujon dan Jembatan
Kaibon. Nilai COD menyatakan kandungan bahan organik sebagai polutan dalam
air limbah. Berbeda dengan BOD, COD mengindikasikan bahan organik yang
sulit terurai. Perbandingan nilai BOD dan COD memberikan informasi sejauh
mana air limbah tersebut dapat diolah secara biologis. Semakin tinggi nilai
perbandingan BOD/COD semakin tinggi pula tingkat biodegradabilitas polutan
limbah cair tersebut. Nilai perbandingan BOD/COD pada bulan Juli 2013 sebesar
0.24. Menurut Capps (1995) dalam (Effendi 2003) (BOD/COD) 0.4,mudah
terdegradasi,BOD/COD 0.4 sulit terdegradasi, dan
(BOD/COD) 0.2mengandung bahan toksik.Nilai perbandingan
(BOD/COD)=0.24 menunjukkan bahwa air sungai mendapatkan beban
pencemaran dari limbah yang mengandung bahan organik yang sulit terdegradasi.
Parameter DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (dissolved oksigen) merupakan kebutuhan dasar bagi
organisme air.

Gambar 10 Grafik analisa kualitas air parameter DO sungai Cibanten hasil


pemantauan BPSDA periode Januari Desember 2013

Gambar 2
32

Kehidupan organisme air bergantung pada kemampuan perairan untuk


mempertahankan konsentrasi oksigen pada tingkat kebutuhan hidup mereka.
Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan
dan organisme air lainnya menderita, bahkan dapat berujung pada kematian. Salah
satu indikator bahwa pada air sungai Cibanten dapat berlangsung proses degradasi
aerobik adalah dari hasil analisa konsentrasi oksigen terlarut(DO)>4mg/l
menunjukkan sebagaimana disajikan pada Gambar 10. Sesuai baku mutu badan
air kelas II (PP 82 Tahun 2001) konsentrasi oksigen terlarut (DO) minimum
adalah 4 mg/l. Hal ini berarti kondisi DO pada air sungai Cibanten pada semua
lokasi pengukuran dapat dinyatakan masih memenuhi syarat.
Menurut Linsley dan Franzini (1995) keseimbangan oksigen terlarut juga
akan berpengaruh pada biota dalam air. Organisme tingkat tinggi pada badan air
selalu membutuhkan terpeliharanya kondisi aerob. Ikan dan biota air lainnya
hanya dapat hidup pada kondisi kadar oksigen terlarut (DO = dissolved oxygen)
dalam air di atas 3-4 mg/l.Konsentrasi DO pada air sungai Cibanten menunjukkan
bahwa kehidupan biota air dapat berlangsung dengan normal. Pada penelitian ini
didapat nilai DO yang semuanya berada diatas baku mutu dengan nilai minimum
4 mg/l yang bervariasi pada setiap tempat dan waktu. Parameter DO
menggambarkan kandungan oksigen terlarut di perairan. Nilai DO minimum
untuk kelas II sebesar 4 mg/l. Semakin tinggi nilai DO dari batas minimum maka
kualitas perairan semakin bagus.
Parameter Nitrat dan Nitrit
Total Nitrogen adalah senyawa yang terdiri dari tiga bentuk, yaitu amonia,
Nitrat, Nitrit. Dalam penelitian ini hanya membahas parameter Nitrat dan Nitrit
untuk Amonia tidak dilakukan pengukuran dalam pemantauan namun dibahas
dalam penelitian ini. Amonia merupakan salah satu komponen pembentuk
perhitungan senyawa total nitrogen selain nitrat dan nitrit yang saling berkaitan.
Hal ini disebabkan dari aktivitas persawahan maupun limbah domestik dan
menunjukkan bahwa dari aspek kandungan amonia dalam air, sungai Cibanten
tidak memenuhi peruntukkannya bagi sarana/prasarana rekreasi air. Gambar 11
menunjukkan bahwa berdasarkan hasil pemantauan BPSDA dari Januari sampai
Desember 2013, kandungan nitrat pada air sungai Cibanten pada semua stasiun
(Hulu-Tengah (Cimasin-Ciawi)-(Kasemen/Hilir) memperlihatkan nilai kandungan
nitrat berkisar antara 0.01 8.91 mg/l dan berada jauh di bawah baku mutu air
yang ditetapkan yaitu sebesar 10 mg/l. Sedangkan hasil pemantauan terhadap
kandungan nitrit menunjukkan nilai berkisar antara 0.01 - 0.38 mg/l.

Gambar 11 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrat sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013
33

Sedangkan pada Gambar 12 menunjukkan bahwa parameter nitrit pada bulan


januari berada diatas baku mutu air kelas II yaitu 0.05 mg/l pada semua lokasi
pemantauan. Untuk lokasi Hulu-desa Pabuaran, parameter Nitrit berada diatas
BMA kelas II pada bulan Juli, September dan November 2013, lokasi pemantauan
Ciawi, parameter nitrit beradadiatas BMA kelas II pada bulan April, Mei,
September, November dan Desember 2013, sedangkan pada lokasi Cimasin dan
Kasemen masing-masing berada diatas BMA kelas II pada bulan januari, Maret
November, Kasemen pada bulan Januari, Februari, april-Mei dan November 2013.
Senyawa nitrogen pada perairan sungai Cibanten dapat berasal dari limbah
kegiatan antropogenik di sekitar sungai Cibanten maupun aliran permukaan
menuju perairan sungai Cibanten. Amonia pada perairan dapat berasal dari
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme, pupuk, limbah industri dan
domestik, serta limbah aktivitas metabolisme (air seni dan tinja) (Alaerts &
Santika 1984). Untuk peternakan sapi u mumnya setiap kilogram susu yang
dihasilkan oleh sapi perah menghasilkan 2 kg limbah padat (feces) dan setiap
kilogram daging sapi menghasilkan25 kg feses (Sihombing 2000). Salah satu
akibat dari pencemaran air oleh limbah ternak ruminansia ialah meningkatnya
kadar nitrogen.

Gambar 12 Grafik analisa kualitas air parameter Nitrit sungai Cibanten Hasil
Pemantauan BPSDA periode Januari s/d Desember 2013

Menurut (Farida 1978; Waluyo 2009) senyawa nitrogen sebagai polutan


mempunyai
Gambar 3 efek polusi yang spesifik dimana kehadirannya dapat menimbulkan
konsekuensi penurunan kualitas perairan sebagai akibat terjadinya proses
eutrofikasi, penurunan konsentrasi oksigen terlarut sebagai hasil proses nitrifikasi
yang terjadi di dalam air yang dapat mengakibatkan terganggunya kehidupan
biota air. Nitrat dapat berasal dari partikel-partikel yang terbawa aliran permukaan

Gambar 13 Grafik analisa kualitas air parameter Total Nitrogen sungai


Cibanten hasil pengamatan langsung bulan Juli 2013

Gambar 4
34

menuju perairan atau pun dari air hujan (Dodds 2002). Nitrat dan nitrit
merupakan bentuk amonia yang teroksidasi. Nitrit adalah bentuk peralihan
(intermediate) antara amonia dan nitrat sehingga keberadaannya bersifat
sementara dan jumlahnya biasanya sedikit.Konsentrasi nitrogen anorganik
(amonia, nitrat, dan nitrit) yang tinggi pada perairan menunjukkan adanya
pencemaran. Nitrogen total Kjeldahl adalah gambaran nitrogen dalam bentuk
organik dan amonia pada air limbah (Davis dan Cornwell 1991). Pada Gambar 13
menunjukkan nitrogen total, nitrogen total adalah penjumlahan dari nitrogen
anorganik yang berupa N-NO3, N-NO2, dan N-NH3 yang bersifat larut; dan
nitrogen organik berupa partikulat yang tidak larut dalam air (Mackereth et al.
1989; Effendi 2003). Amonia tak terionisasi adalah bentuk nitrogen anorganik
yang paling toksik, sedangkan nitrat dan ion amonium adalah bentuk dengan
tingkat toksisitas paling rendah. Amonia tak terionisasi (NH3) merupakan
senyawa nitrogen yang dapat menjadi ion amonium (NH4+) ketika kondisi pH dan
suhu menjadi rendah. Menurut Camargo dan Alonso (2006) pencemaran nitrogen
anorganik di perairan dapat menyebabkan terjadinya asidifikasi perairan,
eutrofikasi, dan efek toksik pada biota perairan, bahkan dapat menimbulkan efek
yang tidak diinginkan bagi kesehatan manusia dan perekonomian masyarakat.
Parameter Fosfat (PO43-)
Hasil pemantauan fosfat permukaan Sungai Cibanten menunjukkan nilai
yang berkisar antara 0.03 1.0 mg/ldari bulan Januari sampai Desember 2013
pada Gambar 14. Pada bulan Januari, April dan Mei pada semua lokasi
pemantauan Hulu-Tengah-Hilir (Hulu-Cimasin-Ciawi-Kasemen) semuanya diatas
baku mutu dan kecuali pada sampel di Hulu sungai Cibanten pada bulan Mei yang
memiliki nilai dibawah baku mutu air Kelas II PP No. 82 Tahun 2001 sebesar
0.159 mg/l. Konsentrasi fosfat yang tinggi tersebut dapat disebabkan oleh
aktivitas masyarakat sepanjang sempadan sungai di Daerah aliran sungai
Cibanten.
Sumber pencemar Fosfat berasal dari limbah pertanian dari areal
persawahan baik irigasi maupun tadah hujan di kecamatan Ciomas, kecamatan
Kasemen, kecamatan Cipocok Jaya sepanjang sempadan sungai Cibanten karena
adanya penggunaan pupuk dan pestisida untuk merawat tanaman. Penggunaan
pupuk buatan dan pestisida dapat menjadi sumber pencemar terutama unsur
fosfat,nitrogen dan unsur lainnya. Unsur fosfat yang terdapat pada limbah pupuk
dapat merangsang pertumbuhan gulma air seperti ganggang dan eceng gondok.
Menurut (Prochazkova 1978) jumlah nitrogen yang hilang dari lahan pertanian
setiap hektarnya adalah sekitar 5-50 kgN/ha/tahun dan fosfat sekitar 0.05 sampai
0.5kgP/ha/tahun. Hal ini dipengaruhi oleh jenis tanaman, frekuensi, dan
intensitas curah hujan serta kehilangan terbesar fosfat sendiri dapat
disebabkan oleh erosi yang berat.
Limbah hasil detergen dari pencucian peralatan rumah tangga, limbah
peternakan sapi/unggas, usaha pencucian motor/mobil baikdi bagian hulu, tengah
hilir dan lain sebagainya yang berasal dari pemukiman penduduk sepanjang
sempadan sungai, aktivitas warung-toko di bagian tengah dan bagian hilir sampai
jembatan kaibon sungai Cibanten dapat menyumbangkan sejumlah polutan fosfor
ke dalam air. Fosfor banyak digunakan sebagai bagian dari sabun atau detergen,
pupuk buatan, minyak pelumas, produk makanan dan minuman, katalis, dan lain
35

sebagainya (Perk 2006; Effendi 2003). Hal ini diduga terjadi karena dari Hulu
sungai Cibanten merupakan daerah gunung karang yang merupakan hutan lindung
dan terdapat komunitas tumbuhan akuatik pada hulu sungai Cibanten (tumbuhan
riparian).

Gambar 14 Grafik analisa kualitas air parameter Fosfat sungai Cibanten hasil
pemantauan BPSDA periode Januari Desember 2013
Tumbuhan riparian dimungkinkan mampu mengurangi pencemaran air yang
terjadi diGambar
sungai5 atau sungai Cibanten pada beberapa kasus (Wiriadinata &
Setyowati 2003). Fosfat akan mengendap bersama beberapa logam pada kondisi
toksik, dan kompleks fosfat-logam tersebut akan kembali terdisosiasi ketika
berada pada lapisan anoksik (Dodds 2002).
Penyuburan perairan atau eutrofikasi dapat disebabkan oleh peningkatan
konsentrasi fosfor bersama dengan nitrogen (Sulastri 2003). Fosfor merupakan
salah satu unsur hara utama yang dibutuhkan oleh fitoplankton dan tumbuhan
perairan untuk pertumbuhannya serta sering menjadi faktor pembatas
pertumbuhan. Sungai Cibanten cenderung kuat mengalami kondisi hipereutrofik
dengan kadar rata-rata (Total Fosfor)>0.1 mg/l sesuai dengan kriteria status trofik
danau dalam Lampiran II Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 28
Tahun 2009. Hal ini kemudian diperkuat oleh hasil pengamatan (Effendi et
al.1999; Effendi 2003) untuk total ortofosfat yaitu berkisar antara (0.03 0.1)
mg/l. Peningkatan konsentrasi total fosfor dan total fosfat di dalam air sungai
Cibanten diduga terjadi seiring dengan peningkatan aktivitas manusia di sekitar
sungai Cibanten. Konsentrasi total fosfat akan cenderung meningkat seiring
dengan peningkatan konsentrasi total fosfor di dalam perairan (Hudson et al.
2000; Effendi 2003).

PARAMETER MIKROBIOLOGI
Parameter E-coli
Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme patogen
(berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan
peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu
badan airadalah bakteri yang tergolong Escherichia coli, yang merupakan salah
satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia
dan hewan (Effendi 2003). Keberadaan bakteri ini dapat digunakan sebagai
indikator dalam menilai tingkat higienisitas suatu perairan.Pencemaran bakteri
tinja (feses) di perairan sangat tidak dikehendaki baik ditinjau dari segi estetika,
kebersihan, sanitasi maupun kemungkinan terjadinya infeksi berbahaya. Mikroba
36

patogen asal tinja yang sering menyebabkan penyakit disentri yang ditularkan
melalui air mencakup salmonella, shigella dan coliform (Lay 1994; Waluyo
2009). Bakteri Vibrio cholera dapat menyebabkan penyakit kolera pada manusia,
sedangkan beberapa galur (strain) dari bakteri Escherichia coli dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal dan diare berdarah (Mahin & Pancorbo
1999). Kadar Escherichia coli pada setiap stasiun pengamatan telah melampaui
ambang batas maksimum yang dianjurkan yaitu rata-rata kandungan bakteri
Escherichia coli sekitar 100 MPN/100 ml, berarti perairan sungai Cibanten telah
terjadi pencemaran fecal dan ada kemungkinan air tersebut mengandung bakteri
patogen. Keberadaan E.coli di perairan dipengaruhi oleh parameter fisika dan
kimia. Curah hujan, temperatur, pH, salinitas, Oksigen terlarut, phospor, dan
padatan tersuspensi (Benndorf et al. 2000; Waluyo 2009) yang mempengaruhi
perkembangannya di dalam suatu perairan. Hasil analisa kualitas air dari Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (Januari s/d Desember 2013) menunjukkan bahwa
dari hulu sampai hilir kecenderungan nilai E. coli melebihi baku mutu, seperti
tampak pada Gambar 15.

Gambar 15 Grafik analisa kualitas air E-coli pada sungai Cibanten dari hulu
sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013
Nilai parameter E-coli berada diatas BMA kelas II pada semua lokasi
pemantauan dari Hulu sampai hilir ( Hulu desa Pabuaran-Cimasin-Jembatan
Ciawi-Kasemen ) dari bulan januari sampai dengan desember 2013. Parameter E.
coli merupakan indikator yang utama limbah domestik. Keberadaan E-coli dalam
jumlah yang melebihi baku mutu mengindikasikan bahwa Sungai Cibanten
tercemar oleh kotoran manusia.
Parameter Total-coli

Bakteri coliform total merupakan semua jenis bakteri aerobik, anaerobik


fakultatif, dan rod-shape (bakteri batang) yang dapat memfermentasi laktosa dan
menghasilkan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 35C. Bakteri coliform total
terdiri dari Escherichia coli, Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Fecal
coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada
suhu 44.50C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja
manusia dan hewan (Effendi 2003). Pada Gambar 16 menunjukkan semua lokasi
diatas baku mutu air kelas II. Bakteri pathogen perairan yang berasal dari
pencemaran tinja manusia atau hewan dapat dideteksi keberadaannya melalui
keberadaan bakteri fecal coli sebagai bakteri indikator (Madigan et al. 2009).
37

Gambar 16 Grafik analisa kualitas air Total-coli pada sungai Cibanten dari
hulu sampai hilir dari Januari s/d Desember 2013
Hal ini disebabkan oleh keberadaan bakteri pathogen yang sulit untuk dideteksi
dan konsentrasinya cenderung rendah di perairan. Bakteri pathogen dapat
Gambarpenyakit
menimbulkan 6 atau gangguan kesehatan secara umum pada manusia jika
masuk ke dalam tubuh.
Penentuan Status Mutu Air

Kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada
suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan terhadap baku
mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk melakukan penilaian status mutu air
pada suatu sumber air, yaitu diantaranya yang disajikan dalam KepMen LH No.
115 Tahun 2003, tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan
metoda storet dan metoda indeks pencemaran. Indeks pencemaran digunakan
untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air
yang diijinkan (Nemerow 1974). Indeks ini berkaitan dengan senyawa pencemar
yang bermakna untuk suatu peruntukkan dan dapat dikembangkan untuk
beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air atau sebagian dari suatu
sungai. Namun dalam hal-hal yang bersifat umum sering pula hanya dengan
menggunakan kelas air yang mengacu pada PP No. 82 Tahun 2001. Seperti
terlihat pada Gambar 17, maka berdasarkan hasil perhitungan data pemantauan
BPSDA sungai Cibanten pada Januari-desember tahun 2013 dengan metode
storets maka diperoleh pada status mutu air pada Cibanten hulu adalah cemar
berat, lokasi Cimasin cemar berat, lokasi jembatan Ciawi adalah cemar berat dan

-70 Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat Cemar Berat


-60
Batas Nilai

-50 Lokasi Pemantauan


-40 Batas Nilai ( -30 )
-30 -30
Batas Nilai (-11)
-20
-10 -11
0
Cibanten Hulu Cimasin Jembatan Ciawi Kasemen
Lokasi Pemantauan

Gambar 17 Grafik Status mutu air sungai Cibanten dari hulu sampai hilir pada
bulan Januari s/d Desember 2013 dengan metode storet

Gambar 7
38

Kasemen juga cemar berat. Hal ini disebabkan aktivitas penduduk sepanjang DAS
Cibanten sudah padat dan komplek karena penduduk menggunakannya sebagai
MCK, banyaknya penambang galian pasir sedang pada bagian tengah sampai hilir
cemar berat. Hal ini disebabkan banyak penduduk di bantaran sungai
menghasilkan limbah padat maupun limbah cair domestiknya.
Pada Gambar 18 menunjukkan berdasarkan hasil perhitungan data
pengamatan langsung sungai Cibanten pada bulan Juli tahun 2013 dengan metode
indeks pencemaran (IP) maka diperoleh pada status mutu air pada Cibanten hulu
adalah di bawah baku mutu air, lokasi bendung Gelam adalah cemar ringan,
lokasi jembatan Kaujon adalah cemar ringan dan jembatan Kaibon adalah cemar
ringan. Hal ini disebabkan maraknya penambang galian pasir/batu didaerah Hulu
yaitu di desa pancanegara, desa sindangheula kecamatanpabuaran kabupaten
Serang. Permukiman penduduk di bantaran sungai, aktifitas penduduknya
menghasilkan limbah baik padat maupun limbah cair domestiknya, pemanfaatan
lahan bagi kegiatan peternakan yang tidak disertai pengolahan limbah yang
optimal, pemanfaatan lahan bagi tempat pembuangan akhir (TPA) dengan sistem
open dumping di daerah tengah sampai hilir sungai Cibanten, kegiatan rumah
sakit yang menghasilkan limbah medis dan non medis termasuk limbah
mengandung bahan-bahan infeksius, detergen, NH3, H2S, NO2 dan bahan
berbahaya lainnya. dan status mutu air sungai Cibanten bagian hulu cemar berat
ini dimungkinkan. Pemanfaatan sungai sebagai MCK dan pembuangan limbah
domestik oleh masyarakat di sekitar bantaran sungai hal ini bisa dilihat pada
beberapa desa belum memiliki WC/MCK yang memadai seperti di desa kasemen.
Beberapa desa merupakan lahan pertanian yang penggunaan airnya berasal dari
sungai Cibanten akibatnya penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara
berlebihan mengalir di daerah hulu dan sebagian besar sepanjang hilir sungai
Cibanten.
6,00

5,00
Lokasi

4,00 Batas nilai =5

3,00 Batas nilai =1

2,00

1,00

0,00
Hulu Outlet Outlet Kampung Cimasin Bendung Jembatan Jembatan Jembatan desa
Desa PT. PT. Serut Gelam Kaujon Ciawi Kaibon kasemen
Pabuaran Telaga Sumber
Kencana Mulia
Abadi
HW Segmen 1 segmen 2 Segmen 3
Lokasi

Gambar 18 Grafik Status mutu air sungai Cibanten) dari hulu sampai hilir (Juli
2013) dengan metode Indeks Pencemaran (IP )
39

Kontribusi Sumber Pencemar di DAS Cibanten

Potensi beban pencemar di sepanjang DAS Cibanten Kota Serang dan


Kabupaten Serang. Berikut ini diuraikan beberapa jenis kegiatan di sepanjang
sungai Cibanten yang dapat memberikan kontribusi pencemaran terhadap kondisi
perairan sungai Cibanten:
a. Potensi beban pencemaran limbah domestik dari kependudukan/rumah
tangga
Rumus yang digunakan untuk menghitung potensi beban pencemaran dari sumber
rumah tangga mengacu pada Balai Lingkungan Pengairan PUSLITBANG SDA,
Kementrian PU ( 2004) adalah sebagai berikut :
PBP=JumlahPendudukx Faktor emisi x rasio ekivalen x alpha ().......(1)
Dalam hal ini :
PBP = Potensi beban pencemaran penduduk
Faktor emisi :
BOD = 40 gram/orang/hari
COD = 55 gram/orang/hari
TSS = 38 gram/orang/hari
Rasio ekivalensi kota:
Kota = 1
Pinggiran kota =0.8125
Pedalaman=0.625
Alpha() : koefisien transfer beban ( 0.3-1)
Nilai = 1 digunakan untuk daerah yang lokasinya berjarak antara 0 s/d 100
meter dari sungai
Nilai = 0.85 untuk lokasi yang berjarak antara 100 s/d 500 meter dari sungai
Nilai = 0.3 untuk lokasi yang berjarak lebih besar dari 50 meter dari sungai
Sehubungan keterbatasan informasi dan data mengenai pola sanitasi masyarakat,
maka perhitungan potensi beban pencemaran air limbah domestik dari
permukiman menggunakan asumsi sebagai berikut :
a. Masyarakat di bantaran sungai membuang air limbah langsung ke sungai dan
diperhitungkan sebanyak 30% dari jumlah total penduduk kabupaten/kota
b. Masyarakat yang membuang air limbah melalui drainase terpasang sebanyak
40% dari jumlah total penduduk kabupaten/kota
c. Masyarakat yang membuang air limbah melalui septik tank terpasang sebanyak
30% dari jumlah total penduduk kabupaten/kota
d. Seluruh masyarakat tidak tersambung dengan IPAL Komunal.
Beban pencemar rumah tangga di DAS Cibanten merupakan hasil penjumlahan
beban pencemaran seluruh kecamatan, sedangkan beban pencemaran setiap
kecamatan dihitung menggunakan rumus (1). Tabel 16 menunjukkan potensi
beban cemar penduduk berdasarkan analisa spasial lokasi jarak penduduk
terhadap sungai utama Cibanten. Potensi beban cemar penduduk berasal dari Kota
Serang terdiri dari 4 kecamatan dan Kabupaten Serang terdiri dari 2 kecamatan.
40

Tabel 16 Potensi beban cemar penduduk/domestik

Beban Cemar Domestik BOD Total COD Total TSS Total Total N Total P

(kg/hari) % (kg/hari) % (kg/hari) % (kg/hari) % (kg/hari) %


Perkecamatan ( gram/hari )
Kota Serang 23927 81 32900,18 81 22731,03 81 1166,46 81 125,62 81
Kab.Serang 5644,37 19 7761,01 19 5362,15 19 275,16 19 29,63 19
Total 29571,77 100 40661,18 100 28093,18 100 1441,62 100 155,25 100
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013

Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor penduduk baik dari Kota Serang
maupun Kabupaten Serang adalah 1219.84 ton/bulan terdiri dari 81 % di Kota
Serang dan 19 % di Kabupaten Serang yang terbesar berasal dari kecamatan
Pabuaran sebesar 11.56% dan kecamatan Ciomas 3.64% sedangkan potensi beban
pencemar terbanyak pada Kota Serang berasal dari kecamatan Serang 50.14%,
kecamatan Kasemen 17%, kecamatan Taktakan 9.26% dan kecamatan Cipocok
Jaya 4.52% dimulai dari hulu ke hilir. Kontribusi COD terhadap BOD, TSS, Total
N dan Total P adalah 41 % dari kelima parameter tersebut. Potensi beban
pencemar untuk BOD hampir sama seperti COD sebesar 887.15 ton/bulan terdiri
dari 81% di Kota Serang dan 19% di Kabupaten Serang. Kontribusi BOD
terhadap lima parameter tersebut adalah 30%. Sedangkan TSS adalah 842.80
ton/bulan atau 81% di Kota Serang dan 19% di Kabupaten Serang. Kontribusi
TSS dari sektor penduduk terhadap lima parameter tersebut adalah 28%.
Sedangkan untuk parameter Total N dan Total P dibawah 2%. Rushayati (1999)
menyatakan bahwa terjadinya peningkatan areal persawahan dan permukiman
dapat menimbulkan limbah yang banyak mengandung bahan organik, nitrit dan
nitrat sehingga dapat meningkatkan nilai BOD dan mengurangi ketersediaan DO.
Limbah yang dihasilkan dari permukiman adalah limbah domestik seperti kotoran
manusia, limbah dari kegiatan mencuci dan mandi serta limbah hasil aktivitas
manusia lainnya.
b. Potensi beban pencemaran dari peternakan
Beban pencemaran dari peternakan dalam analisis ini dihitung
menggunakan faktor emisi. Data yang diperlukan dalam perhitungan ini adalah
jenis dan jumlah ternak. Sementara itu, faktor emisi yang digunakan merupakan
hasil penelitian Balai Lingkungan Keairan, PUSLITBANG SDA, Kementrian
Pekerjaan Umum/PU (2004). Tabel 17 menunjukkan potensi beban cemar
peternakan pada DAS Cibanten dari Kabupaten Serang dan Kota Serang.
Limbah ternak merupakan pencemaran bagi air serta mempunyai
kandungan BOD yang tinggi dan sedikit kandungan oksigen terlarut dalam air
(Overcash et al.1983). Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor peternakan
mencapai 1111.44 ton/bulan terdiri dari 67% dari Kota Serang dengan komposis
dari: kecamatan Curug 24%, kecamatan Taktakan 14%, kecamatan Cipocok Jaya
11%, kecamatan Walantaka 8%, kecamatan Kasemen 7% serta kecamatan Serang
2% dan 33% dari Kabupaten Serang dengan komposisi terdiri dari: kecamatan
Pabuaran 22% dan kecamatan Kramatwatu 11%. Kontribusi terhadap empat
41

parameter adalah 66%. Kontribusi potensi beban pencemar terbesar berasal dari
peternakan ayam untuk BOD, COD dan TP masing-masing 58.05%, 56.23%,
45.11%, kontribusi potensi beban pencemar Total N berasal dari ternak kambing
sebesar 72.85%.
Tabel 17 Potensi beban pencemar peternakan
BOD Total COD Total Total N Total P
Peternakan
( kg/hari ) % ( kg/hari ) % ( kg/hari ) % ( kg/hari ) %
Kota Serang 13803,37 73,5 24929,25 67 96,94 77 18,01 73
Kab.Serang 4975,24 26 12118,57 33 29,77 23 6,77 27
Total 18778,6115 100 37047,82503 100 126,71577 100 24,783911 100
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Kontribusi potensi beban pencemaran peternakan ayam jika diprediksikan semua
limbah ternak ayam potong dibuang semuanya ke sungai maka potensi beban
pencemaran BOD, COD,TN dan TP jauh lebih tinggi sebesar 8795.31 kg/hari,
20832.96 kg/hari dan 11.18 kg/hari.
Limbah ternak ayam merupakan penyumbang paling besar terhadap
peningkatan BOD, TP dan COD. Hal ini disebabkan oleh tingkat pemeliharaan
ternak oleh penduduk pada masa sekarang yang lebih menyukai memelihara
ayam dibandingkan ternak lainnya. Potensi beban pencemar untuk BOD dari
sektor peternakan mencapai 563.36 ton/bulan terdiri dari 67% Kota Serang dan
33% Kabupaten Serang dengan kontribusi terhadap empat parameter diatas adalah
34%. Untuk Parameter Total N dan Total P masing-masing 3.802 ton/bulan dan
0.74 ton/bulan atau 0.11% terhadap empat parameter tersebut.
c. Potensi beban pencemaran dari limbah Pertanian/Perkebunan
Perhitungan beban pencemaran dari pertanian dalam analisis ini bersumber
aktifitas pertanian diperolah dari data luas lahan pertanian.

Tabel 18 Potensi beban cemar lahan pertanian di DAS Cibanten


Kabupaten Serang
Kecamatan BOD TSS Total P Total N
( kg/hari ) % ( kg/hari ) % ( kg/hari ) % ( kg/hari ) %
Ciomas 605.70 11.09 3.25 6.66
PABUARAN 4768.88 63.96 26.59 53.27
WARINGINKURUNG 699.86 13.44 3.74 7.56
KRAMATWATU 410.91 4.81 2.29 4.57
PADARINCANG 8.74 0.17 0.05 0.09
BAROS 149.40 2.67 0.80 1.60
Kota Serang
Kecamatan BOD TSS Total P Total N
KASEMEN 1923.42 53.85 11.64 23.27
Taktakan 307.86 15.16 1.90 3.95
Serang 68.22 3.14 0.42 0.84
Cipocok Jaya 0.00 0.00 0.00 0.00
Kota Serang 2299.50 25.71 72.15 42.87 13.96 27.55 28.06 27.6
Kabupaten Serang 6643.50 74.29 96.14 57.13 36.71 72.45 73.76 72.4
Total Keseluruhan 8943.00 100.00 168.29 100 50.67 100 101.82 100
Sumber : Analisa dan Perhitungan 2013
42

Sementara itu faktor emisi parameter pencemaran pertanian diperoleh dari


penelitian Balai Lingkungan Keairan, PUSLITBANG SDA, Kementrian
Pekerjaan Umum/PU (2004). Beberapa tipe tutupan lahan seperti permukiman,
sawah, tegalan/ladang dan lainnya diduga turut menyebabkan pencemaran air
sungai sehingga terjadi penurunan kualitas air sungai. Pada Tabel 18
menunjukkan potensi beban cemar lahan pertanian (sawah, palawija dan
perkebunan) terdiri dari Kabupaten Serang dan Kota Serang berdasarkan analisis
data spasial. Potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor lahan pertanian
mencapai 745.25 ton/bulan terdiri dari 74.29% dari Kabupaten Serang dan
25.71% Kota Serang dengan kontribusi terhadap empat parameter adalah 96%.
Hal serupa juga pernah dilaporkan oleh Rasyidin (1995), berdasarkan hasil
penelitiannya di DAS Ciliwung diperoleh bahwa dengan berkurangnya hutan dan
bertambahnya penggunaan hutan untuk lain-lain menyebabkan kualitas air salah
satunya BOD, pada musim penghujan dan musim kemarau cenderung lebih besar.
Potensi beban pencemar untuk TSS dari sektor lahan pertanian mencapai 14.02
ton/bulan terdiri dari 42.87% dari Kota Serang dan 57.13% Kabupaten Serang
dengan kontribusi terhadap empat parameter diatas adalah 2%. Hill (2004)
menyatakan bahwa limbah berupa limpasan dari area pertanian merupakan
sumber pencemar utama TSS. Untuk Parameter Total N dan Total P masing-
masing 8.49 ton/bulan dan 4.23 ton/bulan atau 1.1% terhadap empat parameter
tersebut. Sumber pencemar Kabupaten Serang berasal dari kecamatan Pabuaran
72%, kecamatan Waringin Kurung 11%, kecamatan Ciomas 9%, kecamatan
Kramatwatu 6%, kecamatan Baros 2%. Kota Serang berasal dari kecamatan
Kasemen 75%, kecamatan Taktakan 21%, kecamatan Serang 4%. (Verbist et al.
2009) menyatakan bahwa perubahan tata guna lahan hutan menjadi pertanian dan
permukiman merupakan faktor utama penyebab penurunan kualitas air sungai di
daerah hulu melalui sedimentasi, penumpukan hara dan pencemaran bahan kimia
pestisida.
d. Potensi beban pencemaran dari Hotel
Potensi beban pencemaran dari hotel diperoleh dengan menghitung tingkat
hunian dan jumlah tempat tidur. Hasil perkalian antara tempat tidur dan tingkat
hunian merupakan jumlah orang yang tinggal di hotel. Emisi yang dihasilkan
dihitung sesuai dengan emisi perorangan setiap hari. Potensi beban pencemar
untuk COD dari sektor Hotel mencapai 632.56 ton/bulan di Kota Serang dan
potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor Hotel mencapai 458 ton/bulan
terdiri di Kota Serang dan potensi beban pencemar untuk TSS dari sektor Hotel
mencapai 432.81 ton/bulan di Kota Serang dengan kontribusi COD terhadap tiga
parameter diatas adalah 42%. Untuk Parameter BOD dan TSS masing-masing
30% dan 28% terhadap empat parameter tersebut pada Tabel 19. Seluruh hotel
terletak di Kota Serang khususnya di kecamatan Serang.
43
Tabel 19 Potensi Beban Pencemaran Hotel
Beban
Pencemar Beban Pencemar Beban Pencemar
No. Nama Hotel
BOD TSS COD
(kg/hari) (kg/hari) (kg/hari)
1 Hotel Abadi 0.748 0.7072 1.0336
2 Hotel Mahadria 0.8789 0.83096 1.21448
3 Hotel Tamansari 0.8415 0.7956 1.1628
4 Hotel Wisata Baru 0.7854 0.74256 1.08528
5 Hotel Bintang Semesta 0.6171 0.58344 0.85272
6 Hotel Hikmah 0.6358 0.60112 0.87856
7 Hotel Surya 0.6545 0.6188 0.9044
8 Hotel Surabaya 0.6545 0.6188 0.9044
9 Hotel Royal Srikandi 0.6545 0.6188 0.9044
10 Hotel Kasih Sayang 0.6545 0.6188 0.9044
11 Hotel Anugrah 0.6545 0.6188 0.9044
12 Hotel Pangestu 0.6545 0.6188 0.9044
13 Wisma BKM 0.6545 0.6188 0.9044
14 Wisma KORPRI Serang 0.6545 0.6188 0.9044
15 Wisma PKPRI 0.6545 0.6188 0.9044
16 Hotel DGriya 0.6545 0.6188 0.9044
17 Penginapan Srikandi 0.6545 0.6188 0.9044
18 Hotel Le Dian 1.672 1.5808 2.3104
19 Hotel Ratu Bidakara 1.881 1.7784 2.5992
Total 15.26 14.43 21.09
Sumber : Perhitungan 2013
e. Potensi beban pencemaran dari rumah sakit
Potensi beban pencemaran dari rumah sakit diperoleh dengan menghitung
jumlah pasien yang menginap sebagai dasar asumsi. Hasil perkalian antara tempat
tidur dengan jumlah pasien merupakan potensi beban pencemar. Beban
pencemaran = jumlah tempat tidur x tingkat hunian pasien Jumlah beban
pencemaran untuk tiap parameter mengacu kepada emisi perorangan tiap hari.
Potensi beban pencemar untuk COD dari sektor Rumah Sakit mencapai 1.42
ton/bulan di Kota Serang, potensi beban pencemar untuk BOD dari sektor Rumah
Sakit mencapai 0.46 ton/bulan terdiri di Kota Serang sedangkan potensi beban
pencemar untuk TSS dari sektor rumah sakit mencapai 0.98 ton/bulan di Kota
Serang dengan kontribusi COD terhadap tiga parameter diatas adalah 50%. Untuk
Parameter BOD dan TSS masing-masing 16% dan 34% terhadap tiga parameter
tersebut (Tabel 20). Seluruh Rumah Sakit terletak di Kota Serang khususnya di
kecamatan Serang.
44

Tabel 20 Potensi Beban Pencemaran dari Rumah Sakit


Beban Beban Beban
Tingkat Jumlah
Pencemar Pencemar Pencemar
Nama Rumah Sakit Kecamatan Hunian Tempat
BOD COD TSS
(persentase) Tidur
(kg/hari) (kg/hari) (kg/hari)
RS. Budi Asih Serang 90 72 1.4256 4.38048 3.03264
RS. Kencana Serang 90 112 2.2176 6.81408 4.71744
RS. Bedah Benggala Serang 90 50 0.99 3.042 2.106
RS. Sari Asih Serang 90 150 2.97 9.126 6.318
RS. Puri Garcia Serang 90 50 0.99 3.042 2.106
Total 15.33 47.09 32.60
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013

f. Potensi beban pencemaran dari Persampahan


Penanganan sampah di Kota Serang menggunakan sistem offsite dan on site.
Sistem offsite (pengangkutan) terutama dilakukan pada kawasan perdagangan dan
permukiman padat perkotaan. Fasilitas pengelolaan sampah terdiri dari bak
sampah atau tong-tong sampah sebagai tempat pengumpulan sementara yang
kemudian diangkut dengan gerobak dan truk menuju TPA, yang berlokasi di Desa
Panggungjati Kecamatan Taktakan. Sampah yang paling banyak volumenya
terdapat di Pasar Rau, di Jalan Hasanuddin, dan dari rumah tangga, sedangkan
cara pengangkutannya dilakukan sehari 2 kali yang ditangani oleh Dinas
Kebersihan. Sistem on-site masih dilakukan masyarakat pinggiran dengan
memasukkan sampah pada lubang-lubang/tempat-tempat yang dibuat sendiri oleh
penduduk kemudian ditimbun atau dibakar. Pada Tabel 21 menunjukkan jumlah
sampah di kota Serang yang terangkut maupun timbulan sampah perhari.
Tabel 21 Data persampahan Kota Serang tahun
2010
No Uraian Volume (m3)
1 Jumlah timbulan sampah 9934.6
2 Jumlah sampah terangkut 1070

3 Jumlah sampah diolah 0


4 Lainnya 0
Sumber: Bidang Kebersihan Kota Serang, 2010

Beban sampah (kg/hr) = Berat sampah /orang/hari x jumlah pddk


Jika datanya dalam satuan volume, maka berat sampah dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
Berat sampah (kg) = Berat jenis sampah (kg/l) x volume sampah (l)
Berat jenis sampah organik=0.61 kg/l (Kastaman 2006)
1) Perhitungan sampah yang tidak tertangani
Berat sampah tdk tertangani (kg/hr)= (9934.6-1070) m3/hari X 0.61kg/ltr=
5407406 kg/hari
2) Perhitungan beban BOD
45

Penelitian yang dilakukan oleh INEGI dan SEMARNAP pada sungai di Mexico
tahun 1998. Nila Aliefia Fadly (2008) menyatakan bahwa 1 gr sampah organik
memiliki nilai BOD sebesar 2.82 gr Nilai inilah yang menyatakan beban BOD
sampah (W sampah) tersebut
Beban BOD sampah (kg/hr) = Berat sampah tdk tertangani (5407406 kg/hr) x
(2.82)X 60% (untuk organik)= 9149.33 kg/hari.
g. Total Potensi beban pencemaran air
Total potensi beban pencemaran air di DAS Cibanten merupakan hasil
penjumlahan beban pencemaran sumber industri, rumah tangga, industri formal,
pertanian, hotel dan rumah sakit yang dihitung per kecamatan. Total potensi
beban pencemaran air dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Total Beban Pencemaran Air = Beban industri+ beban pencemaran
domestik+Beban_pencemaran_peternakan+Beban_pencemaran_Pertanian....(2)
Tabel 22 Kontribusi pencemar pada non point source (NPS)
TSS Total N Total P Total
BOD Total COD Total

Sumber (kg/hari % (kg/hari) % (kg/hari) % (kg/hari) % (kg/hari) %


Pencemar )

Peternakan 18779 27.25 37048 38.31 0 0.00 126.72 7.56 24.78 10.66
Pertanian 8943 12.98 0 0.00 168 0.41 101.82 6.07 50.67 21.80
Penduduk 29572 42.90 40661 42.04 28093 68.82 1441.62 86.01 155.25 66.80
Rumah
Sakit 0.99 0.00 3.04 0.00 2.11 0.01 0.00 0.00 0.00 0.00
Hotel 7.89 0.01 21.09 0.02 40.67 0.10 5.93 0.35 1.69 0.73
Sampah 9149 13.27 12580.33 13.01 8691.86 21.29 0.00 0.00 0.00 0.00
Industri 2473 3.59 6401.05 6.62 3823.04 9.37 0.00 0.00 0.00 0.00
Total 68925 100 96714.51 100 40819.14 100 1676.09 100 232.40 100
Sumber : Perhitungan 2013

Berdasarkan hasil perhitungan potensi beban cemar dari seluruh sumber pencemar
(pada Tabel 22) diatas maka kontribusi beban pencemar terbesar berasal dari
sektor penduduk/domestik baik parameter BOD, COD, TSS, Total N maupun
Total P. Hal ini berasal dari jumlah penduduk kota Serang maupun kabupaten
Serang yang jumlahnya padat. Dari potensi beban cemar penduduk untuk
parameter BOD sebesar 29572 kg/hari berasal dari kota Serang khususnya
kecamatan Serang dengan jumlah penduduk terbanyak 207065 jiwa dengan
tingkat kepadatan penduduk 8001 jiwa/km2 (Kota Serang 2010). Disusul
kecamatan Kasemen, kecamatan Cipocok Jaya dimana ketiga kecamatan tersebut
dilewati langsung oleh sungai utama Cibanten. Namun untuk kecamatan Curug,
kecamatan Walantaka dan kecamatan Taktakan memiliki saluran drainase yang
semuanya bermuara ke sungai Cibanten.Karakteristik air limbah domestik
bervariasi dari waktu ke waktu , dari kota ke kota, dan dari negara ke negara
lainnya, bergantung pada struktur komunitas, kebiasaan hidup masyarakat, jenis
aktivitas, tingkat ekonomi dan kesadaran lingkungan (Suprihatin dan Suparno
2013). Air limbah domestik umumnya banyak mengandung unsur hara (nitrogen
dan fosfor) dan bahan-bahan organik (BOD, COD, dan TOC) yang mudah
46

terdegradasi secara biologis (Henry&Heinke 1996) dalam Suprihatin dan Suparno


(2013).

Gambar 19 Potensi BOD total beban pencemaran air limbah


Rekapitulasi beban pencemar limbah total dari seluruh sumber pencemar yang di
analisa dan diperhitungkan yaitu peternakan, penduduk, pertanian, rumah sakit,
sampah, hotel dan Industri maka untuk parameter BOD (Gambar19) yang
dominan berasal dari sektor penduduk dengan persentase 49.46% yang kedua
adalah sektor peternakan 27.25%, ketiga adalah sampah 13.27%, pertanian
12.98%, industri 3.59%, rumah sakit 0.03% dan Hotel 0.01%.

Gambar 20 Potensi COD total beban pencemaran air limbah


Untuk parameter COD (pada Gambar 20) yang dominan berasal dari sektor
penduduk sebesar 43.02%, kedua sektor peternakan 39.2%, ketiga sampah
13.31%, industri 4.45%, keempat hotel 0.02% dan kelima rumah Sakit 0.03%.
Sedangkan parameter TSS (Gambar 21) yang dominan berasal dari penduduk
sebesar 70.38%, kedua sampah 21.78%, industri 7.31%, pertanian 0.42%, hotel
0.1% dan rumah sakit 0.01%.
47

Gambar 21 Potensi TSS total beban pencemaran air limbah


Rekapitulasi beban pencemar total untuk parameter Total N dan Total P yang
menonjol adalah sektor penduduk, kedua sektor peternakan, ketiga sektor
pertanian.
Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran DAS Cibanten

Perhitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) yang dilakukan


dalam penelitian ini menggunakan parameter kunci kualitas air di sungai yang
meliputi BOD, COD, dan TSS. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa
parameter kunci tersebut dapat memperlihatkan Gambaran umum tingkat kualitas
air sungai untuk berbagai peruntukkan. Disamping itu, hasil pemantauan kualitas
air sungai Cibanten secara periodik yang dilakukan oleh BPSDA Provinsi Banten
menunjukkan bahwa TSS, BOD dan COD cenderung melebihi mutu air kelas II di
seluruh segmen. Baku mutu air sungai yang digunakan dalam kajian ini
menggunakan baku mutu air kelas II berdasarkan PP No.28 tahun 2001. kondisi
fisik dan sosial ekonomi wilayahnya. Pada semua segmen 1,2 dan 3 menggunakan
mutu air (BMA) kelas II. Perhitungan ini menggunakan model kualitas air
(Qual2Kw) yang merupakan model satu dimensi khusus untuk sungai dan stream.
Parameter kualitas air yang dapat dimodelkan meliputi parameter organik
konvensional termasuk BOD, COD, dan TSS. Agar model kualitas air
(Qual2Kw) menghasilkan keluaran berupa kuantitas beban pencemaran yang
masuk ke sungai Cibanten dan jumlah beban pencemar yang diperbolehkan
dibuang ke wilayah yang sama, maka dilakukan simulasi dengan dua skenario
yang berbeda. Skenario 1 dieksekusi dengan menggunakan kaulitas air hasil
sampling di hulu (headwater), kemudian melakukan input beban pencemar hasil
pemantauan untuk point source, sedangkan beban pencemar non point source
diinput secara coba-coba (trial and error) sampai hasil simulasi mendekati data
kualitas air hasil sampling di seluruh wilayah penelitian (Tabel 23). Beban
pencemar yang diinputkan dari point source dan non point source kemudian
dijumlahkan dan dianalisis.
48

Tabel 23 Skenario Simulasi Model Qual2Kw

Skenario Hulu
Debit Kualitas Air Beban Pencemar Output Kualitas Air
I Hasil Pengukuran Hasil Pengukuran Input data lapangan Hasil Sampling
II Hasil Pengukuran Hasil Pemantauan trial & error Kelas II di segmen 1, 2, dan 3
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
Sementara itu skenario 2 dieksekusi dengan menggunakan data kualitas air di hulu
sungai Cibanten yang sama seperti skenario 1, tetapi input beban pencemar
dilakukan agar hasil simulasi mendekati kualitas air baku mutu air yang
ditetapkan di setiap segmen sungai Cibanten yang dimodelkan. Skenario 1 dan 2
tersebut untuk debit air di sungai di Hulu Sungai Cibanten menggunakan debit
hasil pengukuran sesaat pada bulan Juli 2013 yaitu 4.5 m3/detik. Kemudian untuk
memahami pengaruh perubahan debit air sungai di hulu dan perbaikan kualitas
air di hulu terhadap kualitas air di seluruh segmen sungai Cibanten, maka
dilakukan simulasi menggunakan perubahan baik penambahan atau pengurangan
debit dan perubahan penambahan/pengurangan kualitas air di point source dan
non point source.
Segmentasi Sungai Cibanten
Berdasarkan pertimbangan wilayah administrasi, keberadaan sampling
kualitas air, keberadaan bangunan tata air dan kondisi hidromorfologi dalam
penelitian ini, sungai Cibanten dibagi menjadi 3 segmen sebagai berikut (pada
Gambar 22). Segmen ke-1, segmen ke-2, segmen ke-3.

Gambar 22 Peta segmentasi sungai utama DAS Cibanten


49

Headwater Sungai Cibanten


Headwater merupakan bagian hulu yang ditetapkan sebagai sumber utama air
sungai Cibanten dalam penelitian ini. Dalam hal ini dilakukan pengumpulan data
penampang dan karakteristik sungai untuk menentukan debit dan model hidrolik
sungai. Tabel 24 menunjukkan profil sungai Cibanten dari hulu sampai hilir (teluk
Banten). Debit sungai Cibanten di headwater (hulu) berdasarkan pengukuran
dilapangan sebesar 4.5m3/detik.

Tabel 24 Profil Segmentasi Sungai Utama Cibanten


LOKASI SEGMEN
NO PARAMETER SATUAN HW 1 2 3 KETERANGAN
Hulu Hulu-Hilir Hulu-Hilir Hulu-Hilir Hilir

Nama Kecamatan yg
Nama Lokasi Pabuaran Serang/Cipocok jaya Serang/Kasemen Kasemen Teluk Banten saling berbatasan

Koord X 106.046 106.10398 106.15964 106.1529 106.17469 Koordinat Lokasi Titik


1 Koordinat Lokasi
Koord Y -6.2185 -6.18925 -6.14003 -6.08086 -6.02975 perbatasan Segmen

106 02' 45.6" BT 106 06' 14.3" BT 106 09' 34.7" BT 106 09' 10.4" BT106 10' 28.9" BT
6 13' 06.6" LS 6 11' 21.3" LS 6 08' 24.1" LS 6 04' 51.1" LS 6 01' 47.1" LS
2 Panjang Km 11.14 10.78 11.09 7.80 40.81
Jarak dari Hilir km 40.81 29.67 18.88 7.80
3 Ketinggian mdpal 150 60 60 30 30 15 15 0
4 Beda Tinggi m 90 30 15 15
angka dari garis kontur
5 Kemiringan Lereng 0.0081 0.0028 0.0014 0.0019

6 Lebar Penampang m 6 5.5 8 7

7 Debit m3/dt 4.5 2.64 5.7 4.6


8 Point Abstraction m3/dt

Analisa dan Simulasi Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) Parameter


BOD
Berdasarkan analisa sampling kualitas air untuk BOD dapat dilihat bahwa
konsentrasi BOD cenderung meningkat dari hulu sampai hilir. Hasil simulasi
dengan menggunakan skenario I BOD pada Gambar 23 menunjukkan bahwa di
seluruh segmen, konsentrasi BOD telah melebihi kelas yang ditetapkan di masing-
masing segmen termasuk di hulu di jarak 40 kmyang telah melebihi kelas 2. Hal
ini dapat diartikan bahwa sungai Cibanten sudah tidak memiliki daya tampung
beban pencemaran (DTBP) air untuk parameter BOD.Total beban pencemaran air
eksisting untuk parameter BOD yang masuk ke sungai Cibanten dari hulu sampai
hilir adalah 24341.99 kg/hari atau730.26 ton/bulan terdiri dari 16828.85 kg/hari
dari segmen ke-1, 6861.69 kg/hari dari segmen ke-2. 651.46 kg/hari dari segmen
ke-3.
50

Gambar 23 Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario I


Beban terbesar disumbang oleh segmen ke-1, kedua segmen ke-2 dan terakhir
segmen ke-3, yang masing-masing menyumbang 69.14%, 28.19% dan 2.68%.
Kondisi BOD eksisting akibat dari masuknya beban pencemar eksisting masih
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi BOD yang diinginkan (DTBP).
Pada Gambar 24 menunjukkan hasil simulasi skenario ke-2 dengan diturunkan
mulai dari kilometer 40 sampai kilometer 0 (nol) dari segmen ke-1 sampai
segmen ke-3. Pada segmen ke-1 dan segmen ke-2 harus diturunkan sebesar
16268.26 kg/hari dan 3396.38 kg/harikecuali pada segmen ke-3, beban pencemar
eksisting lebih rendah daripada DTBPA BOD yang diinginkan. Konsentrasi BOD
yang diperbolehkan tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan skenario II.

Gambar 24 Konsentrasi BOD hasil simulasi skenario II


Beban pencemar BOD total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen sungai
Cibanten 4893.35 kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban eksisting yang masuk,
maka terdapat selisih sebesar 19448.64 kg/hari/583.46 ton/bulan atau 80%. Selisih
beban pencemar sebesar itu merupakan beban yang harus diturunkan agar kualitas
air sungai Cibanten memenuhi kelas yang ditetapkan untuk parameter BOD yaitu
kelas 2 di hulu ( segmen 1, 2 dan 3 ). Pada Tabel 25, menunjukkan beban
pencemar eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten. Segmen 1 meliputi
kabupaten Serang sedangkan segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota Serang.
51

Rekapitulasi beban pencemar BOD di setiap segmen. Sumbangan limbah berasal


dari limbah industri dari Kegiatan manufaktur prasarana dan jasa di Kota serang
terdiri dari 65 kegiatan antara lain 15 industri, 16 jasa pelayanan kesehatan, 8 jasa
penginapan, 10 peternakan, 11 bengkel, dan kegiatan lainnya seperti mall,
perumahan, dan percetakan (Kota Serang 2012).
Tabel 25 Rekapitulasi beban pencemar BOD eksisting dan daya tampung
beban pencemar BOD setiap segmen
Wilayah Beban
Penurunan
Pencemar Kontribusi DTBP Kontribusi
Segmen Beban
eksisting (%) (kg/hari) (%)
(kg/hari)
(kg/hari)

Kab.Serang Segmen 1 16828.85 69.14 560.59 16268.26 96.67


Kota
Serang Segmen 2 6861.69 28.19 3465.31 3396.38 49.50
Kota
Serang Segmen 3 651.46 2.68 867.46 -216.00 -33.16
Total 24341.99 100.00
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013

Analisa dan Simulasi Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBP) Parameter


COD
Berdasarkan analisa sampling kualitas air untuk COD dapat dilihat bahwa
konsentrasi COD cenderung meningkat dari hulu sampai hilir. Hasil simulasi
dengan menggunakan skenario I parameter COD pada Gambar 25, menunjukkan
bahwa di seluruh segmen, konsentrasi COD telah melebihi kelas yang ditetapkan
di masing-masing segmen termasuk di hulu yang telah melebihi kelas 2. Hal ini
dapat diartikan bahwa sungai Cibanten sudah tidak memiliki daya tampung beban
pencemaran (DTBP) air untuk parameter COD. Total beban pencemaran air
eksisting untuk parameter COD yang masuk ke sungai Cibanten dari hulu sampai
hilir adalah 33804.74 kg/hari. Beban terbesar disumbang oleh segmen ke-1,
kedua segmen ke-2 dan terakhir segmen ke-3, yang masing-masing menyumbang
66.19%, 22.93% dan 10.89%. Pada Gambar 25 menunjukkan beban pencemar
eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten. Segmen 1 meliputi kabupaten
Serang, segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota serang. Perbedaan konsentrasi
COD hasil sampling dengan konsentrasi COD kelas 2 seperti diperlihatkan pada
Gambar 26 menunjukkan bahwa diperlukan penurunan beban pencemar agar
konsentrasi COD memenuhi peruntukkan yang ditetapkan. Konsentrasi COD
menurut besarnya daya tampung beban pencemar tersebut diperoleh dari simulasi
menggunakan skenario 2.
52

Gambar 25 Konsentrasi COD hasil simulasi skenario I

Hasil simulasi skenario ke-2 dengan diturunkan dari kilometer 40 sampai


kilometer 0 (nol) dimulai dari segmen ke-1 sampai segmen ke-3. Beban pencemar
COD total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen sungai Cibanten 14675
kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban eksisting yang masuk, maka terdapat
selisih sebesar 19128.96 kg/hari atau 21% yang berasal dari segmen ke-1, segmen
ke-2 dan segmen ke-3. Selisih beban pencemar sebesar itu merupakan beban yang
harus diturunkan agar kualitas air sungai Cibanten memenuhi kelas yang
ditetapkan untuk parameter COD yaitu kelas 2 di hulu (segmen 1 dan 2)
sedangkan pada segmen 3 adalah beban yang masih boleh dibuang atau allowable
discharge loading sebesar 1296 kg/hari atau 38.88 ton/bulan. Konsentrasi BOD
yang diperbolehkan tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan skenario II.

Gambar 26 Konsentrasi COD hasil simulasi skenario II

Pada Tabel 26 menunjukkan daya tampung dan rekapitulasi beban pencemar COD
di setiap segmen. Kontribusi daya tampung beban pencemaran masing-masing
segmen adalah segmen ke-1 adalah 19.96 %, segmen ke-2 adalah 46.12% dan
segmen ke-3 adalah 33.91%. Sumbangan limbah di segmen ke-1 berasal dari
kegiatan peternakan sapi baik fatting maupun breeding, pertanian sedangkan di
segmen ke-2 dan segmen ke-3 berasal dari anak sungai Cibanten maupun
drainase air hujan yang masuk ke pusat kota Serang melalui kecamatan Serang
53

dan kecamatan Kasemen. Sedangkan kegiatan industri banyak berpusat di


kecamatan Kasemen, kecamatan Walantaka dan kecamatan Serang yaitu industri
kecap, pengolahan oli bekas, tempe, makanan(roti).Terdapat 12.602 Ha kawasan
kumuh yang tersebar di masing-masing kecamatan di kota serang yang didiami
oleh sekitar 2015 rumah. Kawasan kumuh terluas terdapat di kecamatan Taktakan,
Serang dan di Cipocok Jaya, yang masuk dalam wilayah pusat kota Serang
merupakan salah satu sumber penyumbang limbah domestik ke sungai Cibanten.

Tabel 26 Rekapitulasi beban pencemar COD dan daya tampung beban pencemar
COD setiap segmen
Wilayah Beban
Penurunan
Pencemar Kontribusi DTBP Kontribusi Kontribusi
Segmen Beban
eksisting (%) (kg/hari) (%) (%)
(kg/hr)
(kg/hari)
Kabupaten
Serang Segmen 1 22374.34 66.19 2930.02 19.96 19444.32 86.90
Kota Serang Segmen 2 7749.76 22.93 6769.12 46.12 980.64 12.65
Kota Serang Segmen 3 3680.64 10.89 4976.64 33.91 -1296.00 -35.21
Total 33804.74 100.00
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013

Analisa dan simulasi daya tampung beban pencemaran (DTBP) parameter


TSS
Simulasi menggunakan skenario I untuk TSS seperti pada Gambar 27,
menunjukkan bahwa di seluruh segmen, konsentrasi TSS masih memenuhi kelas
II. Hal ini dapat diartikan bahwa sungai Cibanten masih memiliki daya tampung
beban pencemaran (DTBP) air untuk parameter TSS.

Gambar 27 Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario I

Total beban pencemaran air eksisting untuk parameter TSS yang masuk ke sungai
Cibanten dari hulu sampai hilir adalah 78571.20kg/hari/2357.14 ton/bulan. Beban
terbesar disumbang oleh segmen 1, segmen 2 dan terakhir segmen 3, yang
masing-masing menyumbang 49.97%, 17.23% dan 32.80%. Pada Gambar 27,
menunjukkan beban pencemar eksisting di setiap segmen di sungai Cibanten.
Segmen 1 meliputi kabupaten Serang, segmen 2 dan segmen 3 meliputi kota
serang. Beban pencemar TSS total yang diperbolehkan masuk ke seluruh segmen
sungai Cibanten 14675 kg/hari yang terdiri dari segmen 1 sebesar -9720 kg/hari
54

dan segmen 2 sebesar 13901.76 kg/hari. Bila dibandingkan dengan beban riil yang
masuk, maka terdapat selisih sebesar -2825.28 kg/hari. Selisih beban pencemar
sebesar itu merupakan beban yang masih boleh dibuang /allowable loading
discharge agar kualitas air sungai Cibanten memenuhi kelas yang ditetapkan
untuk parameter TSS yaitu kelas 2 di hulu ( segmen 1 dan 2) sedangkan pada
segmen 3 beban harus diturunkan sebesar 20796.48 kg/hari.
Pada Tabel 27 dan Gambar 28 menunjukkan daya tampung dan
rekapitulasi beban pencemar TSS di setiap segmen. Perbedaan konsentrasi TSS
hasil sampling dengan konsentrasi TSS kelas 2 seperti diperlihatkan pada Gambar
27 menunjukkan bahwa diperlukan penurunan beban pencemar agar konsentrasi
TSS memenuhi peruntukkan yang ditetapkan. Konsentrasi TSS menurut besarnya
daya tampung beban pencemar tersebut diperoleh dari simulasi menggunakan
skenario 2 pada Gambar 28. Pada Tabel 27 terlihat rekapitulasi beban pencemar
eksisting maupun DTBP TSS dari segmen 1 sampai segmen 3. Segmen 1
mewakili Kabupaten Serang sedangkan segmen 2 dan segmen 3 mewakili Kota
Serang yang terletak pada sungai utama Cibanten. Pada parameter TSS terjadi
berkebalikan konsentrasi TSS riil akibat dari masuknya beban pencemar eksisting
masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi TSS yang ditargetkan.

Gambar 28 Konsentrasi TSS hasil simulasi skenario II

Simulasi perhitungan beban pencemaran dengan menggunakan model Qual2kw


(versi 5.2) ini tidak dapat mengidentifikasi secara kuantitatif sumber pencemar
yang secara tidak langsung mempengaruhi kualitas air sungai, sehingga perlu
disandingkan dengan hasil perhitungan estimasi beban pencemar menggunakan
pendekatan faktor emisi.
Tabel 27 Rekapitulasi beban pencemar TSS dan daya tampung beban pencemar
TSS setiap segmen
wilayah Beban
Kontribusi
Penurunan
Kontribusi
Pencemar Kontribusi DTBP (kg/hr) Beban
(%) (%)
Segmen (kg/hr) (%) (kg/hr)
Kabupaten Segmen
Serang 1 39263.23 66.19 48983.23 19.96 -9720.00 344.04
Kota Segmen
Serang 2 13534.85 22.93 27436.61 46.12 -13901.76 492.05
Kota Segmen
Serang 3 25773.12 10.89 4976.64 33.91 20796.48 -736.09
Sumber : Analisa dan Perhitungan, 2013
55

Perhitungan beban pencemar dalam kajian ini,juga menggunakan batas


administrasi agar sumber pencemar di wilayah administrasi yang berpotensi
penyuplai bahan pencemar ke sungai dapat diidentifikasi. Mungkin juga dapat
dilakukan dengan software lainnya yang mungkin lebih detail dan komplit dalam
memprediksi asal sumber pencemar, jumlah sumber pencemar, pola aliran air.

Kapasitas Asimilasi Sungai Cibanten

Kapasitas asimilasi suatu perairan ditentukan oieh morfologi dan dinamika


perairan tersebut serta jenis dan jumlah limbah (total pollutant load) yang masuk
kedalam perairan tersebut (Goldberg 1991). Penentuan kapasitas asimilasi Sungai
Cibanten dilakukan secara tidak langsung (indirect approach) yaitu dengan
metode hubungan antara kualitas air dan beban limbahnya. Nilai kapasitas
asimilasi diperoleh dari grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing
parameter bahan pencemar di bagian tengah-hilir dengan total beban pencemar di
hilir sungai, kemudian dianalisis dengan membandingkannya dengan garis baku
mutu air kelas II dengan cara menarik garis lurus pada nilai baku mutu air yang
ditetapkan menurut PP 82 Tahun 2001.
Konsentrasi bahan pencemar yang berada diatas garis perpotongan antara
garis regresi dengan garis konsentrasi pada baku mutu menunjukkan bahwa beban
pencemaran yang masuk ke sungai melebihi kemampuan sungai dalam
membersihkan diri atau kapasitas asimilasi. Kondisi ini mengakibatkan sungai
tercemar. Sebaliknya apabila nilai beban pencemaran berada dibawah
perpotongan garis regresi dan garis baku mutu menunjukkan bahwa bahan
pencemar masih mengalami proses pembersihan secara alami (self purification).
Kondisi ini mengindikasikan bahan pencemar yang masuk ke sungai masih di
bawah baku mutu yang telah ditetapkan, dan sungai belum mengalami
pencemaran. Pada Tabel 28 merupakan hasil regresi untuk parameter TSS, BOD,
dan COD, E-coli untuk mendapatkan nilai kapasitas asimilasi. Fungsi Y
menunjukkan kualitas perairan rata- rata di bagian tengah -hilir DAS Cibanten
yang diukur pada jembatan Ciawi dan Kasemen dari bulan Februari, Maret, April,
Mei, Juni, Juli dan November 2013.
Tabel 28 Fungsi hubungan beban pencemaran sungai dan kualitas sungai
bagian tengah dan hilir
Kapasitas
Asimilasi
Parameter Fungsi Y1 Baku mutu (mg/l) (ton/bulan)
TSS Y = 0.0717x + 83.304 50 86.89
BOD Y = 0.1178x + 2.5686 3 2.92
COD Y = 0.5199x + 0.2933 25 13.29
E-coli Y = 0.0498x + 15054 1000 15103.80
Sumber : Analisa dan perhitungan, 2013
Dari Tabel 28 menunjukkan bahwa nilai kapasitas asimilasi diperoleh dari
memasukkan nilai X sebagai nilai baku mutu tiap parameter menurut PP No.82
tahun 2001 kelas II ke persamaan fungsi Y. Kapasitas asimilasi merupakan
batasan beban pencemar yang masuk ke sungai yang masih dapat dibersihkan
secara alami melalui peristiwa fisik, kimia dan biologis. Sebagaimana menurut
(Effendi 2003) polutan dalam badan air mengalami proses difusi, penguraian
56

secara kimia (oksidasi reduksi), biologis (biodegradasi) maupun secara fisik


(adsorpsi ).
Gambar 29 adalah grafik hubungan antara beban pencemar TSS dengan
kualitas air di bagian hilir untuk parameter TSS.

Gambar 29 Analisis regresi antara beban pencemar TSS dengan konsentrasi TSS Sungai
Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan
November 2013

Penentuan kapasitas asimilasi untuk TSS dilakukan masing-masing dengan


fungsi Y = 0.0717x + 83.304, pada fungsi ini didapatkan hasil perpotongan garis
hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis baku mutu
sebagai nilai kapasitas asimilasi sebesar 86.889 ton/bulan. Nilai ini menentukan
besarnya beban pencemar yang masih mampu dilakukan pembersihan sendiri oleh
badan air, sehingga tidak terjadi pencemaran. Nilai beban pencemar yang lebih
besar dari nilai kapasitas asimilasi akan mengakibatkan konsentrasi bahan
pencemar melebihi baku mutu, dan terjadi pencemaran. Pada Gambar 29 tampak
bahwa dari tujuh titik pengamatan, semua titiknya berada diatas garis kapasitas
asimilasi, yaitu pengamatan pada bulan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli dan
November 2013.
Penentuan kapasitas asimilasi untuk BOD dilakukan masing-masing dengan
fungsi Y = 0.1178x + 2.5686 pada fungsi ini didapatkan hasil perpotongan garis
hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis baku mutu
sebagai nilai kapasitas asimilasi sebesar 2.92 ton/bulan. Pada Gambar 30 tampak
bahwa beban pencemaran sungai melebihi garis batas baku mutu, yang
menunjukkan beban pencemaran untuk parameter BOD melebihi kapasitas
asimilasinya, dan sungai dikatakan telah mengalami pencemaran. Konsentrasi
BOD dalam perairan yang melebihi baku mutu menunjukkan bahwa perairan
banyak menampung beban pencemaran dari limbah domestik serta dari pertanian
maupun industri yang limbahnya banyak mengandung bahan organik, seperti
industri makanan, kertas. Apabila dikaitkan dengan hasil identifikasi kontribusi
beban pencemar pada DAS Cibanten, tampak bahwa kontribusi dari sektor
domestik lebih dominan dibandingkan dari sektor industri dan pertanian seperti
tampak pada Tabel 16 dan Gambar 19. Hal ini juga sebanding dengan kondisi
kualitas perairan untuk parameter BOD (Gambar 9) yang menunjukkan
konsentrasi BOD cenderung melebihi baku mutu. Kondisi ini mengakibatkan
57

Sungai Cibanten telah tercemar oleh BOD. Hubungan antara kualitas perairan
untuk parameter BOD dengan beban pencemar ditunjukkan pada Gambar 30.

Gambar 30 Analisis regresi antara beban pencemar BOD dengan konsentrasi BOD di hilir
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni,
Juli dan November 2013

Hubungan antara kualitas air untuk parameter COD dengan beban pencemaran
seperti pada Gambar 31. Penentuan kapasitas asimilasi untuk COD dilakukan
masing-masing dengan fungsi Y = 0.5199x + 0.2933 pada fungsi ini didapatkan
hasil perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan
garis baku mutu sehingga diperoleh nilai kapasitas asimilasi sebesar 13.2908
ton/bulan. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis buffer data spasial peta
DAS Cibanten terhadap penduduk berjumlah 773768 jiwa tahun 2010 yang
bermukim di daerah aliran sungai Cibanten ternyata terdapat 27.54 % penduduk
bermukim pada jarak (0-100 m) dari badan utama sungai Cibanten, 27.13%
bermukim pada jarak (100-500 meter) dari badan utama sungai Cibanten, 32.29%
bermukim pada jarak (500-1000 meter) dari badan utama air sungai Cibanten dan
13.04 % bermukim pada jarak (>1000 meter) dari badan utama air sungai
Cibanten.

Gambar 31 Analisis regresi antara beban pencemar COD dengan konsentrasi COD di hilir
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni,
Juli dan November 2013
58

Beban pencemaran sebesar 13.2908 ton/bulan menyebabkan konsentrasi COD


sebesar 25 mg/l. Nilai 13.2908 ton/bulan merupakan batasan maksimum beban
pencemaran yang masih dapat ditampung sungai sampai pada kondisi sungai
belum tercemar. Diatas nilai tersebut menunjukkan beban pencemar sungai
melebihi kapasitas asimilasinya. Pada Gambar 31 tampak bahwa ada tiga titik
pengamatan nilai COD berada di atas garis baku mutu. Hal ini menunjukkan
bahwa beban pencemaran untuk parameter COD melebihi kapasitas asimilasi dan
sungai dikatakan mengalami pencemaran oleh parameter COD. Konsentrasi COD
yang tinggi menggambarkan tingginya bahan organik pada badan air. Semakin
tinggi bahan organik, kebutuhan oksigen untuk melakukan oksidasi bahan organik
baik secara kimia maupun biologis menjadi CO dan HO semakin tinggi.
Pencemaran COD dalam badan air mengakibatkan berkurangnya kandungan
oksigen terlarut dalam perairan. Beban pencemaran COD disebabkan oleh
kontribusi beban pencemaran dari aktifitas manusia dalam sektor industri.
sepanjang wilayah DAS Cibanten bagian tengah dan hilir DAS Cibanten,
khususnya:kecamatan Serang, kecamatan Kasemen dan kecamatan Taktakan
banyak terdapat industri formal maupun non formal baik skala menengah maupun
skala industri kecil serta UKM. Jenis industri meliputi industri makanan, tekstil
pewarnaan, serta industri kimia. Selain itu aktifitas domestik juga mengakibatkan
emisi COD, seperti tampak pada hasil identifikasi beban pencemaran untuk
wilayah yang melintasi DAS Cibanten ( Tabel 24 dan Gambar 20). Wilayah
dengan kepadatan penduduk yang tinggi berkontribusi besar dalam beban
pencemaran COD. Apabila dikorelasikan dengan hasil kualitas air untuk
parameter COD, tampak bahwa nilai COD memiliki kecenderungan melebihi
baku mutu (Gambar 6 dan Gambar 7). Berdasarkan hasil survey dinas kesehatan
Kota Serang tahun 2012 mengenai Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar dan Air
Bersih Kota Serang Tahun 2012 ternyata: hampir 50% penduduk belum memiliki
sarana jamban sehat, 60% belum melakukan pengelolaan air limbah dan 52%
belum memiliki tempat sampah sehat (Kota Serang 2012). Hal ini berkorelasi
dengan potensi beban pencemar penduduk/domestik hasil perhitungan dan analisa
bahwa pengelolaan sungai Cibanten harus dilakukan segera mungkin dan
berkelanjutan dengan secara terpadu antar sektor dan SKPD terkait baik tingkat
Kota Serang maupun Kabupaten Serang serta Provinsi Banten.

Gambar 32 Analisis regresi antara beban pencemar E.coli dengan konsentrasi E. coli di
Sungai Cibanten pada bulan pengamatan Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli
dan November 2013
59

Hubungan antara konsentrasi E.coli dengan beban pencemar seperti pada


Gambar 32. Penentuan kapasitas asimilasi untuk E. coli dilakukan masing-masing
dengan fungsi Y = 0.0498x + 15054, pada fungsi ini didapatkan hasil
perpotongan garis hubungan beban pencemaran dan kualitas perairan dengan garis
baku mutu sehingga diperoleh nilai kapasitas asimilasi sebesar 15103.8 ton/bulan.
Pada Gambar 34 tampak bahwa beban pencemaran E.coli pada setiap titik
pengamatan di bagian tengah sampai hilir melebihi nilai kapasitas asimilasi. Oleh
karena itu dapat dikatakan Sungai Cibanten telah tercemar oleh E.coli. Sumber
pencemar E.coli sebagian besar berasal dari aktifitas manusia sektor domestik.
Escherichia coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau
manusia. Oleh karena itu, dikenal juga dengan istilah koli tinja. Konsentrasi E.coli
yang tinggi dalam sungai mengindikasikan perilaku manusia dalam membuang
limbah yang secara langsung tanpa melalui pengolahan.
Penyusunan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten

Hierarki pengambilan keputusan Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi


Banten Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBPA) dan
Kapasitas Asimilasi disusun berdasarkan pengamatan dan pengukuran terhadap
berbagai parameter terkait kondisi Daerah Aliran Sungai Cibanten.Metode
analytical hierarchy process (AHP) yang digunakan merupakan penentuan skala
prioritas atas alternatif pilihan berdasarkan suatu proses analitis berjenjang dan
terstruktur (Dermawan 2005). Hierarki pengambilan keputusan untuk Pengelolaan
Sungai Cibanten Provinsi Banten Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban
Pencemaran (DTBPA) dan Kapasitas Asimilasi disertai dengan bobot masing-
masing jenjang disajikan pada Gambar 34.
Perencanaan (planning) merupakan salah satu fase utama dari pengelolaan.
Fase-fase utama lain dari pengelolaan yaitu pengorganisasian (organizing),
kepemimpinan (directing), pengkoordinasian (coordinating), pengendalian
(controlling), pengawasan (supervising), penganggaran (budgeting), dan keuangan
(financing) (Kodoatie&Sjarief 2008). Proses perencanaan pada umumnya terdiri
dari tahap studi, penentuan alternatif dan skala prioritas, dan implementasi
alternatif terpilih.
Penentuan Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten
Berdasarkan Analisis Daya Tampung Beban Pencemaran (DTBPA) dan Kapasitas
Asimilasi pada penelitian ini, yang dilakukan melalui tahap penentuan alternatif
prioritas, diharapkan dapat menjadi tahap awal dalam perencanaan pengelolaan
Sungai Cibanten sebagai sumber air baku untuk kebutuhan masyarakat di
Kabupaten Serang dan Kota Serang.
Wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber yang berasal dari
UNTIRTA, KNLH RI, BLH Kabupaten Serang, Dinas SDAP Propinsi Banten,
KLH Kota Serang, LSM Lingkungan Rekonvasi Bhumi, Industri/Rumah Sakit,
BPDAS Citarum-Ciliwung. Berdasarkan hasil wawancara, alternatif strategi
pengelolaan Sungai Cibanten yang berhasil diidentifikasi adalah: pengawasan
dan pemantauan, menata ulang fungsi tata ruang, penegakkan hukum, koordinasi
dan sinergi stakeholder, sosialisasi dan penyuluhan, penetapan daya tampung
beban pencemaran (DTBPA), dan IPAL Komunal.
Analisis AHP dalam strategi pengelolaan sungai Cibanten ditetapkan
menjadi 5 (lima) level. Level pertama adalah goal atau fokus kegiatan, yaitu
60

Strategi Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten. Level kedua adalah


faktor, level ketiga adalah aktor atau pelaku yang berperan dalam pengelolaan
sungai Cibanten, level keempat adalah subtujuan pengelolaan sungai Cibanten
dan level kelima adalah alternatif strategi pengelolaan sungai Cibanten. Skala
prioritas disusun berdasarkan pada bobot nilai yang dihasilkan pada matriks
perbandingan, dimana bobot yang lebih tinggi diletakkan sebagai factor utama,
sedangkan semakin kecil bobot akan semakin rendah dalam prioritas penentuan
strategi pengelolaan sungai Cibanten.
Analisis Faktor pada Hierarki Pengambilan Keputusan
Hasil responden para pakar untuk analisis faktor menggunakan metode AHP
memberikan hasil pembobotan dari yang terbesar hingga terkecil yaitu kebijakan
pengelolaan sungai Cibanten (0.402), Sumber Daya Manusia/SDM (0.334),
Anggaran(0.159), Sarana /prasarana (0.105) (pada Gambar 33 dan Gambar 34).
Faktor dengan bobot tertinggi dianggap sebagai faktor yang paling berpengaruh
dalam pencapaian goal utama. Kebijakan pengelolaan tentang sungai Cibanten
dipilih sebagai faktor yang paling menentukan dalam pelaksanaan pengelolaan
kualitas perairan untuk strategi pengelolaan Sungai Cibanten.

Gambar 33 Hasil pembobotan faktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya


Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus :
Sungai Cibanten Provinsi Banten

Goal

Faktor

Aktor

Subtujuan

Alternatif

Gambar 34 Hierarki pengambilan keputusan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya


Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten beserta hasil bobot

Alt
ernatif
61

Kebijakan Pengelolaan Sungai Cibanten sebagai Faktor Prioritas


Kebijakan adalah suatu keputusan untuk bertindak yang dibuat atas nama
suatu kelompok sosial,yang memiliki implikasi yang kompleks dan yang
bermaksud mempengaruhi anggota kelompok dengan penetapan sanksi-sanksi
(Mayer et al. 1982 dalam Shawan 2002). Sedangkan menurut James E.Anderson
kebijakan adalah arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh
seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu
perubahan (Dunn 2003). Membuat atau merumuskan suatu kebijakan yaitu
kebijakan pemerintah tidaklah mudah, banyak faktor berpengaruh terhadap proses
pembuatannya. Proses pembentukan kebijakan pemerintah yang rumit dan sulit
harus diantisipasi sehingga akan mudah dan berhasil saat
diimplementasikan.Selanjutnya analisis kebijakan adalah sebuah disiplin ilmu
sosial terapan yang menggunakan berbagai metode penelitian dan argumen untuk
menghasilkan dan memindahkan informasi yang ada hubungannya dengan
kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat publik dalam rangka
memecahkan masalah-masalah kebijakan (Dunn 2003), sehingga kebijakan
bukanlah berdiri sendiri (single decision) dalam proses kebijakan dalam sistem
politik, tetapi bagian dari proses antar hubungan. Jadi kebijakan dapat dikatakan
sebagai suatu alat pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Kebijakan pengelolaan sungai Cibanten merupakan faktor yang dipilih oleh
responden sebagai faktor yang paling mempengaruhi upaya pengelolaan Sungai
Cibanten untuk kebutuhan penyediaan air baku/bersih industri dalam mendukung
kawasan industri juga sebagai jaringan air baku untuk kebutuhan air minum di
wilayah Kabupaten Serang dan sekitarnya dengan bobot 0.402. Kebijakan tentang
sungai Cibanten dianggap sebagai dasar dari segala upaya pengelolaan sungai
Cibanten yang akan dilakukan. Kebijakan di bidang penataan ruang, kebijakan
pengelolaan air di Propinsi Banten. Permasalahan konservasi dan pemanfaatan
DAS dituangkan dalam rencana pemanfaatan lahan serta arahan
kebijakannya.Pengembangan pola ruang kawasan lindung, kawasan hutan
lindung, memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya, kawasan
suaka alam, kawasan pelestarian alam dan cagar budaya, perlindungan setempat.
Kebijakan pengelolaan DAS Cibanten secara eksplisit tertuang dalam Peraturan
Daerah Provinsi Banten tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Banten tahun 2010-2030. Pengelolaan daerah irigasi Cibanten atas
diarahkan untuk kebutuhan pertanian di kabupaten Serang dengan luas areal 1289
Ha. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
yaitu pegunungan AseupanKarangPulosari(Akarsari) di Kabupaten Pandeglang
dan Kabupaten Serang. Kawasan perlindungan setempat adalah perlindungan
sempadan sungai dengan total panjang sungai 787.68 km untuk 12 DAS dengan
luas sempadan sungai kurang lebih 7.88 Ha (0.91%) dari luas provinsi Banten
sedangkan kawasan hutan untuk DAS paling sedikit ditetapkan 30 persen namun
hal ini sulit terealisir. Kebijakan pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi ruang
tetapi intensitas pemanfaatan ruang yang menyimpang atau bentuk pemanfaatan
ruang menyimpang atau pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan fungsi ruang.
Kebijakan pemanfaatan ruang tersebut bertujuan dalam rangka konservasi yang
ketat untuk daerah-daerah yang menjadi sumber air baku/air bersih guna
mempertahankan ketersediaan debit airnya.
62

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan yang telah dilakukan


pemerintah provinsi Banten tidak sepenuhnya terimplementasi. Hal ini disebabkan
kurangnya pembinaan dan pengawasan kebijakan pemanfaatan ruang yang
diterapkan. Sebagai upaya perlindungan dan pelestarian wilayah DAS Cibanten,
diamanatkan beberapa alternatif kebijakan yaitu :
1. Pengendalian sungai agar tidak menjadi tempat pembuangan sampah oleh
masyarakat, sebab dapat mengakibatkan penyempitan, pendangkalan dan
polusi sungai;
2. Penertiban bangunan-bangunan di sempadan sungai agar tidak menyempit;
3. Penghijauan pada DAS Cibanten dari hulu sampai hilir dan anak-anak
sungainya agar mengurangi tingkat erosi /sedimentasi;
4. Pengelolaan air limbah domestik dilakukan secara terencana dan terpadu
dengan membangun IPAL komunal di perkotaan, septik tank di desa-desa dan
cubluk yang memenuhi standar sanitasi sebagai saluran air buangan
konvensional;
5. Pemberdayaan masyarakat dalam mengimplementasikan kebijakan tersebut.
Oleh karena itu faktor kebijakan pengelolaan sungai Cibanten dianggap sebagai
faktor yang paling berpengaruh dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Sungai
Cibanten.
Analisis Aktor pada Hierarki Pengambilan Keputusan
Terdapat empat pihak yang diketahui terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam pengelolaan Sungai Cibanten. Setiap pihak tentu memiliki
peran masing-masing dan memberikan pengaruh berbeda dalam upaya
pengelolaan kualitas perairan sungai Cibanten selama ini. Pembobotan oleh
responden para pakar memberikan hasil yaitu pemerintah menduduki peringkat
pertama sebagai aktor dengan bobot tertinggi sebesar 0.557, diikuti oleh aktor
Industri/RS dengan bobot 0.168, aktor Litbang/PT sebesar 0.125, dan aktor LSM
sebesar 0.096 (Gambar 35).

Gambar 35 Hasil pembobotan aktor Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya


Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten.

Pemerintah sebagai Aktor Prioritas


Pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam upaya
pengelolaan sungai Cibanten dan pemanfaatannya sebagai penyedia air bersih/air
63

baku. Hal ini disebabkan oleh alasan bahwa sungai Cibanten adalah aset milik
pemerintah provinsi Banten berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasal 6
ayat1dalam Undang-Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
menjelaskan bahwa: Sumberdaya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ayat berikutnya menyebutkan pula
bahwa penguasaan sumberdaya air diselenggarakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah. DAS Cibanten merupakan DAS lintas kabupaten/kota melalui
kabupaten Serang dan kota Serang dengan sendirinya pengelolaan sungai
Cibanten ditangani oleh pemerintah provinsi Banten. Pemerintah Provinsi Banten
sebagai pihak yang memiliki kewenangan dalam hal tersebut harus mampu
melakukan pengamanan sungai Cibanten baik di Kabupaten Serang maupun Kota
Serang melalui kebijakan atau tindakan lainnya, sedangkanpemanfaatan sungai
Cibantenharus ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Berbagai tindakan telah
dilakukan oleh pemerintah, tetapi hingga saat ini masih ada anggapan,terutama
berasal dari masyarakat, bahwa pemerintah masih kurang memberikan perhatian
terhadap pengelolaan dan pengembangan sungai Cibanten di Kota Serang maupun
Kabupaten Serang. Meskipun Pemerintah Kota Serang maupun Kabupaten Serang
tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengurus DAS Cibanten di Kota
Serang, tetapi keterlibatannya dalam hal tersebut tetap merupakan keharusan.
Pihak-pihak selain pemerintah yang bersentuhan langsung dengan Sungai
Cibanten tentu memiliki kepentingan masing-masing terhadap sungai Cibanten
tersebut. Pemerintah adalah pihak yang harus mampu menjembatani berbagai
kepentingan tersebut agar tidak menimbulkan konflik kepentingan akan sungai
Cibanten. Konflik kepentingan dalam kehidupan sosial terjadi ketika terdapat
perbedaan tujuan atau kepentingan dari dua pihak atau lebih (Setiadi & Kolip
2011). Perbedaan ini kemudian bersinggungan sehingga menimbulkan
ketidaksepakatan di antara pihak-pihak yang berkonflik. Persinggungan
kepentingan inilah yang mampu menimbulkan terjadinya konflik sosial. Konflik
kepentingan sebagai konflik sosial bersifat buruk dan perlu dihindari. Oleh karena
itu, pemerintah perlu membangun sikap yang baik untuk menghindari
permasalahan ini.
Peranan pemerintah sangat penting guna keberhasilan pelaksanaan strategi
pengelolaan perairan ini. Pandangan terhadap lingkungan hidup yang masih
parsial selama ini merupakan salah satu kendala dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan. Lingkungan hidup masih dianggap sebagai kewajiban dari suatu
instansi tertentu saja, tetapi belum dilihat sebagai bagian dari kewajiban
bersama.Pemerintah dianggap memegang peran strategis di antara berbagai pihak
yang terlibat dalam pengelolaan dan pengembangan Sungai Cibanten . Pemerintah
harus mampu menyelenggarakan pemerintahan yang baik (good governance)
untuk menghindari maupun mengatasi perbedaan kepentingan di antara berbagai
pihak. Menurut Keraf (2002) penyebab hadirnya krisis ekologi saat ini selain
karena kesalahan cara pandang dan perilaku manusia, juga disebabkan oleh
kegagalan pemerintah, salah satunya dalam hal memainkan peran sebagai penjaga
kepentingan bersama, termasuk kepentingan bersama akan lingkungan hidup yang
baik. Pemerintah harus memerintah dengan efektif dan menyelenggarakan
pemerintahan dengan kuat agar pemerintah tidak menjadi alat permainan
kepentingan serta mampu bertahan terhadap berbagai tarik-menarik kepentingan
yang berakibat pada penyelewengan tujuan.
64

Meskipun pemerintah dianggap sebagai aktor yang paling berperan dalam


upaya pengelolaan kualitas perairan sungai Cibanten, namun dukungan dari
LSM/masyarakat, dan pihak swasta/industri juga sangat dibutuhkan. Masyarakat
sekitar sungai Cibanten adalah pihak utama yang diharapkan kerjasamanya
dengan pemerintah dalam strategi pengelolaan sungai Cibanten, sedangkan aktor
industri/rumah sakit (swasta) memiliki tingkat kepentingan yang hampir sama
dengan aktor LSM bahkan cenderung setara. Pihak industri/rumah sakit (swasta)
seringkali dikatakan memiliki kecenderungan terhadap profit atau keuntungan
semata, sehingga kesadaran akan lingkungan hidup sangat diharapkan.
Keterlibatan LSM terkait sungai Cibanten yang terdapat di Kabupaten Serang
cenderung mengarah kepada kepentingan konservasi hulu sungai Cibanten dan
telah memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pelestarian sungai Cibanten
dan pembangunan masyarakat sekitar sungai Cibanten.
Peran pemerintah dalam upaya pengelolaan kualitas perairan Sungai
Cibanten dapat diwujudkan melalui berbagai tindakan nyata. Pemerintah harus
mampu menghimpun masyarakat, industri/rumah sakit (swasta), dan LSM untuk
mau bekerja sama dalam mengelola dan mengembangkan sungai Cibanten, seperti
meningkatkan peran serta pihak swasta yang selama ini dianggap masih kurang,
atau menjembatani kerjasama di antara berbagai stakeholder terkait. Saat ini
pembentukkan forum DAS Cibanten merupakan salah satu sarana untuk
berkoordinasi berbagai pihak (multistakeholder) dan meningkatkan sinergitas
antara pemerintah kabupaten Serang-kota Serang maupun pihak masyarakat,
swasta serta LSM dalam menangani dan mengelola Sungai Cibanten. Pemerintah
juga dapat membangun hubungan kerjasama dengan LSM dalam upaya
pelestarian sungai Cibantenmaupun peningkatan partisipasi masyarakat. Apapun
bentuk strategi dan kebijakan pemerintah bila tidak didukung oleh lapisan
masyarakat dan sumber daya manusia yang berkualitas maka tujuan dari
pengelolaan itu sendiri tidak akan pernah tercapai. Sumber daya manusia adalah
ancaman bagi pelaksanaan kebijakan, strategi, program dan prosedur apabila tidak
dikelola dengan baik. Sumber daya manusia adalah intellectual capital yang
sangat berharga sebagai kunci sukses pelaksanaan pengelolaan.

Analisis Subtujuan pada Hierarki Pengambilan Keputusan


Subtujuan konservasi hulu DAS Cibanten disepakati sebagai subtujuan
terpenting yang harus dicapai dalam pencapaian goal utama. Adapun bobot yang
dimiliki oleh subtujuan konservasi Hulu DAS Cibanten adalah sebesar 0.384,
diikuti dengan subtujuan perlindungan sempadan sungai dengan bobot 0.329, dan
terakhir adalah subtujuan pengendalian pencemaran air dengan bobot 0.287
(Gambar 36).
65

Gambar 36 Hasil pembobotan subtujuan Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya


Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten

Konservasi Hulu DAS Cibanten sebagai Subtujuan Prioritas


Sungai Cibanten merupakan salah satu kekayaan sumberdaya alam yang
dimiliki oleh Kabupaten Serang. Sungai Cibanten berfungsi sebagai kawasan
resapan air bagi Kabupaten Serang dan kota di sekitarnya. Keberlangsungan
keberadaan dan kondisi sungai Cibanten sudah sepantasnya diperhitungkan dalam
setiap pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam ini. Pengelolaan sungai
Cibanten yang berkelanjutan diharapkan dapat mempertahankan fungsi dan
manfaat yang dapat diberikan oleh sungai Cibanten tersebut bagi generasi
manusia, tidak hanya bagi generasi di masa kini namun juga di masa yang akan
datang. Menurut responden para pakar, konservasi hulu DAS Cibanten tetap
merupakan hal yang paling diutamakan di dalam upaya penyediaan air
bersih/baku dari sungai Cibanten. Permasalahan di wilayah hulu lebih banyak
diakibatkan oleh model-model pemanfaatan lahan secara menyimpang dari kaidah
ekologi DAS, serta kurangnya lahan yang mempunyai daya resap tinggi terhadap
air hujan. Oleh karena itu dalam upaya penanganan permasalahan hulu DAS
Cibanten lebih diutamakan berupa kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan
kualitas ekologi dalam rangka konservasi tanah dan air. Kegiatan-kegiatan
alternatif dalam memecahkan hulu DAS Cibanten adalah dalam bentuk
penyusunan/penyempurnaan kebijakan, penyadaran dan pemberian ketrampilan
pemanfaatan lahan yang seimbang antara kebutuhan ekologi dan ekonomi serta
kegiatan-kegiatan fisik ( penanaman vegetasi) dan pembangunan sipil seperti
pembuatan sarana IPAL untuk kegiatan peternakan, penerapan teknologi sanitary
landfill pada TPA, pembuatan sumur pantau kegiatan peternakan, pembuatan
terrasering dan saluran pembuangan air, dam penahan, pembuatan embung,
pembuatan gully plug dalam rangka pengawetan tanah dan air di kecamatan
Pabuaran, kecamatan Taktakan, kecamatan Ciomas untuk mempertahankan
konservasi tanah dan air. Contohnya kegiatan yang sudah dilaksanakan adalah
konservasi kawasan lindung gunung Karang melalui TAHURA, hutan rakyat
maupun kebun rakyat namun belum optimal. Penurunan kualitas perairan sungai
Cibanten dapat disebabkan oleh aktivitas antropogenik di sekitar hulu DAS
Cibanten dan pada akhirnya akan dapat mengurangi fungsi dan manfaat sungai
Cibanten serta mengancam keberadaan sungai Cibanten. Oleh karena itu,
66

penetapan hulu DAS Cibanten sebagai tujuan utama diharapkan dapat menjadi
arahan untuk perwujudan berbagai alternatif solutif untuk mengatasi
permasalahan terkait penurunan kualitas perairan Sungai Cibanten tersebut.
Analisis Alternatif pada Hierarki Pengambilan Keputusan
Hasil pembobotan hierarki memberikan hasil akhir berupa bobot pada
masing-masing pilihan alternatif dari yang terbesar hingga yang terkecil pada
Gambar 37 menunjukkan analisa alternatif terdiri dari: Pengawasan dan
pemantauan (0.202), menata ulang fungsi tata ruang (0.198), penegakkan hukum
(0.195), koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144), sosialisasi dan penyuluhan
(0.119), penetapan daya tampung beban pencemaran (0.077) dan IPAL komunal
(0.068). Adapun tiga alternatif dengan bobot terbesar dianggap mampu
merepresentasikan strategi pengelolaan kualitas perairan yang sesuai untuk
penyedian air bersih/baku Sungai Cibanten.

Gambar 37 Hasil pembobotan alternatif Strategi Pengelolaan Sungai Berdasarkan Daya


Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Studi Kasus : Sungai
Cibanten Provinsi Banten.

Pengawasan dan PemantauanDAS Cibanten

1. Pengawasan dan Pemantauan DAS Cibanten


Hasil analisis Proses Hirarki Analitik (PHA) alternatif strategi pengelolaan
dengan prioritas paling utama adalah kegiatan pengawasan dan pemantauan DAS
sebesar 0.202. Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan
kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah
konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang
diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas
lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya
berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan
penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan
masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya.
Oleh karena itu, peningkatan fungsi kawasan budidaya memerlukan perencanaan
terpadu agar beberapa tujuan dan sasaran pengelolaan DAS tercapai, seperti: 1)
erosi tanah terkendali, 2) hasil air optimal, dan 3) produktivitas dan daya dukung
67

lahan terjaga. Dengan demikian degradasi lahan dapat terkendali dan


kesejahteraan masyarakat dapat terjamin.
Identifikasi berbagai komponen biofisik hidrologis dan sosial ekonomi
kelembagaan DAS merupakan kunci dalam program monitoring dan evaluasi
(monev) kinerja DAS, yaitu dalam upaya mengumpulkan dan menghimpun data
dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi dalam rangka menjamin
tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS. Pengumpulan data dan
informasi tersebut harus dilakukan secara berkala, dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi instrumentasi, informasi, dan komunikasi yang ada,
misalnya dengan automatik data acquisition system, logger, sistem telemetri,
teknik penginderaan jauh terkini, dan internet. Untuk pengolahan dan analisis data
secara spatial (keruangan) dan temporal (waktu) serta penyajian hasil dari
pengawasan dan pemantauan kinerja DAS maka teknologi sistem informasi
geografis (SIG) dapat dimanfaatkan untuk keperluan ini. Pengawasan lingkungan
berkaitan erat dengan tujuan pelaksanaan pengawasan tersebut. Terdapat dua tipe
pengawasan terhadap suatu kegiatan dan/atau usaha, yaitu pengawasan yang
bersifat rutin dan pengawasan mendadak atau sering dikenal dengan sidak.
Pengawasan rutin dilakukan secara kontinyu dengan interval waktu tertentu atau
berkala, sedangkan pengawasan bersifat mendadak (incognito) dilakukan tanpa
pemberitahuan terlebih dahulu. Pengawasan yang bersifat rutin dilakukan pada
kegiatan dan/atau usaha yang sudah stabil, sedangkan Sidak dilakukan pada
kegiatan atau usaha yang sedang bermasalah (ada kasus lingkungan). Sidak dapat
dilakukan setiap saat tergantung kebutuhan, misalnya pada jam satu dini hari
tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak penanggungjawab usaha atau
kegiatan. Pengawasan juga dapat digolongkan menjadi 2 tipe yaitu pengawasan
oleh pihak penanggungjawab usaha atau kegiatan sendiri (self monitoring) dan
pengawasan yang dilakukan oleh pihak lain, misalnya pemerintah atau lembaga
swadaya masyarakat (LSM). Self monitoring bersifat rutin dan dilakukan untuk
memenuhi persyaratan izin atau peraturan yang ada. Pengawasan jenis ini
memerlukan kejujuran dari pihak penanggungjawab usaha atau kegiatan.
Pengawasan yang dilakukan pemerintah biasanya tidak dilakukan secara rutin atau
berkala dan bersifat sesaat karena terbatasnya dana maupun tenaga. Tujuannya
adalah sebagai cross check atas hasil pengawasan yang dilakukan oleh pihak
penanggungjawab kegiatan atau usaha.Ada beberapa bentuk pengawasan DAS,
yaitu sebagai berikut:
a. Pengawasan dan Pemantauan Kawasan Hulu DAS Cibanten
Pengawasan dan pemantauan kawasan Hulu DAS Cibanten merupakan
upaya untuk mencegah perubahan fungsi lahan di kawasan lindung agar tidak
dimanfaatkan sebagai kawasan budi daya (konsentrasi penanggulangan pada
kegiatan sebelum terjadi). Hutan yang terletak dilereng Gunung Karang berada di
sekitar hulu tersebut saat ini banyak mengalami penebangan. Dalam jangka
panjang kegiatan penebangan hutan ini akan berpengaruh terhadap debit air
Sungai Cibanten. Berdasarkan data BPKH wilayah Jawa Madura tahun 2010
diketahui bahwa kawasan hutan (daratan) yang ada di Provinsi Banten terdiri dari
4.55% hutan lindung, 34.73% hutan produksi, dan 60.72% hutan konservasi.
Kawasan hutan di provinsi Banten sebagian besar berada pada DAS baik
Cisadane, Cimandiri, Cibanten, Cidanau, Cibungur/Cilemer, Ciujung, Ciliman,
68

Cibaliung, Bayah, dan Cidurian. Kemudian bahwa semua kawasan hutan


(konservasi, lindung dan produksi) sebagian besar proporsi luasnya berada di hulu
DAS. Kawasan hutan konservasi yang berada di hulu DAS mencapai 39.90%,
kawasan hutan lindung yang berada di hulu DAS mencapai 75.57% dan kawasan
hutan produksi yang berada di hulu DAS mencapai proporsi 60.98%. Keberadaan
kawasan hutan yang berada di hulu DAS mencapai 48.85%, ditengah DAS,
24.80% dan dihilir DAS 26.35%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa hutan
negara yang ada di Provinsi Banten sebagian besar berada pada hulu DAS yang
perlu mendapatkan perhatian lebih serius karena posisinya tersebut. Kawasan
hutan yang berada di hulu DAS mengindikasikan bahwa kondisi kawasan
tersebut akan banyak mempengaruhi keadaan pada daerah tengah dan hilir DAS.
Oleh karena itu pengawasan dan pemantauan perlu harus dilakukan secara rutin
dan berkoordinasi dengan pemerintah kota/kabupaten dan perhatian khusus dari
pejabat daerah setempat.
b. Pengawasan dan Pemantauan Kawasan Budidaya Tengah-Hilir DAS
Cibanten
Sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan Pasal 35 Undang-undang Nomor
26/2007 tentang Penataan Ruang, pengendalian pemanfaatan ruang
diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan pembinaan terhadap
pemanfaatan ruang melalui mekanisme perizinan bagi wilayah provinsi.
Sementara itu, yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu usaha atau
kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang yang dilakukan dalam bentuk pelaporan,
pemantauan dan eveluasi.
Secara umum, bentuk pengawasan kawasan lindung hulu DAS Cibanten dan
kawasan budidaya tengah-hilir DAS Cibanten adalah sebagai berikut :
a. Penetapan larangan untuk melakukan berbagai usaha dan/atau kegiatan kecuali
berbagai usaha dan/atau kegiatan penunjang kawasan lindung yang tidak
mengganggu fungsi alam dan tidak mengubah bentang alam serta ekosistem
alam.
b. Pengkajian dampak lingkungan sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan dalam pengembangan berbagai usaha dan/atau kegiatan
terutama yang berskala besar.
c. Pengaturan berbagai usaha dan/atau kegiatan yang tetap dapat
mempertahankan fungsi lindung.
d. Pencegahan berkembangnya berbagai usaha yang dan/atau kegiatan yang
mengganggu fungsi lindung.
e. Pengawasan kegiatan penelitian ekploitasi mineral dan air tanah, serta kegiatan
lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam agar pelaksanaan
kegiatannya tetap mempertahankan fungsi kawasan.
f. Pengawasan terhadap proses pelaksanaan berbagai usaha dan/atau kegiatan
berdasarkan prosedur dan tata cara pemanfaatan ruang di kawasan budi daya
agar terlaksana keserasian antar kegiatan pemanfaatan ruang di kawasan budi
daya tersebut, baik kawasan perkotaan maupaun kawasan perdesaan.
g. Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan penelitian ekplorasi mineral dan air
tanah serta kegiatan lain yang berkaitan dengan pencegahan bencana alam di
69

kawasan budi daya agar tetap terjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup,
keamanan dan keberlanjutan usaha dan/atau kegiatan budi daya lainnya.
h. Pengawasan sempadan sungai secara berkala untuk menjaga kondisi sungai,
memelihara tata hijau dengan melibatkan masyarakat untuk menjaga dan
mengawasi kebersihan sungai, pengawasan building coverage ratio (BCR)
maksimal sebesar 60% pada pembangunan kawasan permukiman baru di hilir
i. Pengawasan-pengawasan ruang agar tidak terjadi tumpang tindih pemberian
hak pengelolaan lebih dari satu pada suatu kawasan (RTRW Provinsi Banten
2011).
c. Pengawasan dan pemantauan tata air DAS Cibanten
Pengawasan dan Pemantauan tata air DAS dimaksudkan untuk memperoleh
data dan informasi tentang aliran air (hasil air) yang keluar dari daerah tangkapan
air (DTA) secara terukur, baik kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran airnya.
Untuk mengetahui hubungan antara masukan dan luaran di DAS perlu juga
dilakukan monitoring data hujan yang berada di dalam dan di luar DTA atau
DAS/Sub DAS bersangkutan.Tujuan Pengawasan dan Pemantauantata air DAS
dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan nilai luaran (off-site) sebagai
dampak adanya kegiatan pengelolaan antropogenik yang dilaksanakan di dalam
DAS Cibanten, yaitu kondisi kuantitas air sungai Cibantendebit air sungai,debit
tahunan kualitas air adalah kandungan jumlah polutan (COD, BOD, TSS, dan
parameter lainnya), pengawasan IPAL Pabrik/rumah sakit, pengawasan kegiatan
peternakan di daerah tengah DAS Cibanten, pengawasan perizinan IPLC,
pengawasan pengambilan air permukaan, sedimentasi, erosi DAS Cibanten yang
terbanyak pada daerah tengah dan hilir DAS Cibanten. Analisis terhadap
kuantitas hasil air dilakukan melalui parameter jumlah air mengalir yang keluar
dari DAS/Sub DAS pada setiap periode waktu tertentu. Muatan sedimen
(sediment load) pada aliran sungai merupakan refleksi hasil erosi yang terjadi di
DTA-nya. Demikian juga bahan polutan baik dari point source yaitu dari kegiatan
industri/rumah sakit maupun non point source (NPS) dari pertanian, limbah
domestik yang terlarut dalam aliran air dapat digunakan sebagai indikator asal
sumber pencemarnya, apakah dampak dari penggunaan pupuk, obat-obatan
pertanian, dan atau dari limbah rumah tangga dan pabrik/industri.
d. Hubungan daya tampung dan kapasitas asimilasi Sungai Cibanten dalam
fungsi Ekologi
Dalam Daerah aliran sungai terdapat ekosistem. Ekosistem adalah suatu
sistem ekologi yang terdiri atas komponen yang saling berintegrasi sehingga
membentuk suatu kesatuan (Asdak, 2010). Komponen yang dimaksud adalah
komponen biotik dan abiotik. Setiap komponen tersebut tidak dapat berdiri
sendiri, sehingga aktifitas suatu komponen ekosistem akan selalu memberikan
pengaruh pada komponen ekosistem lainnya. Manusia merupakan salah satu
ekosistem biotik yang penting dan dinamis. Dalam menjalankan aktifitasnya
sering mangakibatkan dampak pada salah satu komponen lingkungan dan untuk
kemudian mempengaruhi ekosistem secara berurutan. Salah satu fungsi DAS
adalah fungsi hidrologis, dimana fungsi tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah
curah hujan yang diterima, geologi dan bentuklahan. Fungsi hidrologis yang
dimaksud termasuk kapasitas DAS untuk:
70

a. Mengalirkan air.
b. Menyangga kejadian puncak hujan.
c. Melepaskan air secara bertahap.
d. Memelihara kualitas air.
e. Mengurangi pembuangan massa (seperti terhadap longsor).
Fungsi suatu DAS merupakan fungsi gabungan yang dilakukan oleh seluruh
faktor yang ada pada DAS tersebut, yaitu vegetasi, bentuk wilayah (topografi),
tanah, dan manusia. Apabila salah satu faktor tersebut mengalami perubahan,
maka hal tersebut akan mempengaruhi juga ekosistem DAS tersebut dan akan
menyebabkan gangguan terhadap bekerjanya fungsi DAS. Apabila fungsi suatu
DAS telah terganggu, maka sistem hidrologisnya akan terganggu, penangkapan
curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya menjadi sangat berkurang atau
sistem penyalurannya menjadi sangat boros. Kejadian itu akan menyebabkan
melimpahnya air pada musim penghujan dan sangat minimum pada musim
kemarau, sehingga fluktuasi debit sungai antara musim hujan dan musim kemarau
berbeda tajam.
Penentuan daya dukung lingkungan hidup dilakukan dengan cara
mengetahui kapasitas lingkungan alam dan sumber daya untuk mendukung
kegiatan manusia/penduduk yang menggunakan ruang bagi kelangsungan hidup.
Besarnya kapasitas tersebut di suatu tempat dipengaruhi oleh keadaan dan
karakteristik sumber daya yang ada di hamparan ruang yang bersangkutan.
Kapasitas lingkungan hidup dan sumber daya akan menjadi faktor pembatas
dalam penentuan pemanfaatan ruang yang sesuai.
Daya dukung lingkungan hidup terbagi menjadi 2 (dua) komponen, yaitu
kapasitas penyediaan (supportive capacity) dan kapasitas tampung limbah
(assimilative capacity). Dalam pedoman ini, telaahan daya dukung lingkungan
hidup terbatas pada kapasitas penyediaan sumber daya alam, terutama berkaitan
dengan kemampuan lahan serta ketersediaan dan kebutuhan akan lahan dan air
dalam suatu ruang/wilayah. Oleh karena kapasitas sumber daya alam tergantung
pada kemampuan, ketersediaan, dan kebutuhan akan lahan dan air, penentuan
daya dukung lingkungan hidup dalam pedoman ini dilakukan berdasarkan 3 (tiga)
pendekatan, yaitu:
1. Kemampuan lahan untuk alokasi pemanfaatan ruang.
2. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan lahan.
3. Perbandingan antara ketersediaan dan kebutuhan air.
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 19 yang menyebutkan bahwa tata ruang wilayah
ditetapkan dengan memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup. Sejalan dengan amanat tersebut, Undang Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penaata Ruang pada Pasal 19, 22 dan 25 menegaskan
bahwa rencana tata ruang wilayah nasional, provinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan dengan memperhatikan Daya Dukung Dan Daya Tampung
Lingkungan Hidup.
Hasil penghitungan daya tampung beban pencemaran (DTBP) juga
merupakan salah satu pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang
lingkungan hidup oleh Kabupaten/Kota yaitu terkait dengan perlindungan sumber
air, pencegahan pencemaran air, pemulihan pencemaran air pada sumber air.
Pada sungai Cibanten, berdasarkan hasil perhitungan dan analisa daya tampung
71

beban pencemaran dan kapasitas asimilasi maka pada beberapa kecamatan telah
melebihi daya tampungnya terutama di segmen ke-1 dan segmen ke-2. Hal ini
telah terjadi kerusakan ekosistem pada lahan di hulu maupun di tengah sungai
Cibanten. Salah satu penyebabnya adalah degradasi lahan. Degradasi lahan secara
umum disebabkan oleh proses alami dan akibat aktivitas manusia. Barrow (1994)
secara lebih rinci menyatakan bahwa faktor-faktor utama penyebab degradasi
lahan adalah:
a) Bahaya alami
b) Perubahan jumlah populasi manusia
c) Marjinalisasi tanah
d) Kemiskinan
e) Status kepemilikan tanah
f) Ketidakstabilan politik dan masalah administrasi
g) Kondisi sosial ekonomi
h) Masalah kesehatan
i) Praktek pertanian yang tidak tepat, dan
j) Aktifitas pertambangan dan industri.
Degradasi lahan disebabkan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu aspek fisik, kimia dan
biologi. Degradasi secara fisik terdiri dari pemadatan, pengerakan,
ketidakseimbangan air, terhalangnya aerasi, aliran permukaan, dan erosi.
Degradasi kimiawi terdiri dari asidifikasi, pengurasan unsur hara, pencucian,
ketidakseimbangan unsur hara dan keracunan, salinisasi, dan alkalinisasi.
Sedangkan degradasi biologis meliputi penurunan karbon organik tanah,
penurunan keanekaragaman hayati tanah, dan penurunan karbon biomasa.

6 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Status mutu air Sungai Cibanten bervariasi dari tercemar ringan sampai
tercemar berat.
2. Berdasarkan rekapitulasi potensi beban pencemar limbah total non point
source (NPS) dari seluruh sumber pencemar yang dianalisa (peternakan,
penduduk, persampahan, pertanian, rumah sakit, hotel dan industri) maka
parameter BOD yang dominan berasal dari sektor penduduk 49.46%, peternakan
27%, sampah 13%, pertanian 12.96%, industri 4.14%, hotel 0.01%. Untuk
parameter COD yang dominan berasal dari sektor penduduk 43%, peternakan
39.19%, sampah 13.31%, industri 4.45%. Parameter TSS yang dominan berasal
dari penduduk sebesar 70%, sampah 22%, industri 7.31%, pertanian 0.42%, hotel
0.1% dan rumah sakit 0.01%. Kontribusi beban pencemaran dari sumber tak tentu
(non point source) yang paling dominan adalah penduduk domestik dan sampah,
peternakan, industri, pertanian, hotel dan rumah sakit.
3. Berdasarkan simulasi perhitungan daya tampung beban pencemaran air
(DTBPA) nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Pabuaran
(segmen ke-1) sebesar 16829 kg/hari dengan DTBP BOD segmen ke-1 sebesar
561 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 16268 kg/hari agar memenuhi baku
mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD eksisting segmen kecamatan Serang-
72

kecamatan Cipocok jaya(segmen ke-2) sebesar 6862 kg/hari dengan DTBP BOD
segmen ke-2 sebesar 3465 kg/hari sehingga harus diturunkan sebesar 3396.38
kg/hari agar memenuhi baku mutu air kelas II, nilai beban pencemar BOD
eksisting segmen ke-3 sebesar 651 kg/hari dengan DTBP BOD segmen kecamatan
Kasemen (segmen ke-3) sebesar 867 kg/hari sehingga masih tersedia beban
sebesar 216 kg/hari yang diperbolehkan untuk dibuang ke sungai Cibanten.
Demikian juga total beban pencemaran COD sebesar 33804.74 kg/hari sementara
total daya tampung beban pencemaran COD sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama
harus melakukan penurunan beban COD sebesar 19128.96 kg/hari. Total beban
pencemaran TSS sebesar 78571.20kg/hari sementara itu daya tampung beban
pencemaran TSS sebesar 14675 kg/hari. Sungai utama masih dapat menerima
total beban TSS sebesar -2825.28 kg/hari.
4. Konsentrasi BOD di Sungai Cibanten di daerah penelitian meningkat di
sekitar kilometer 40 sampai kilometer 24 telah melampaui baku mutu air kelas II.
Konsentrasi COD makin naik mulai dari kilometer 34 sampai kilometer nol (hilir)
dan telah melampaui baku mutu air kelas II. Ada kemungkinan terdapat sumber
pencemar COD yang besar di lokasi ini, tetapi belum dapat diidentifikasi pada
penelitian ini. Konsentrasi TSS mulai naik sejak dari kilometer 35 sampai dengan
hilir/kilometer nol yang berarti proses pencemaran TSS telah berlangsung di
daerah hulu.
5. Nilai kapasitas asimilasi masing masing parameter yang dihitung adalah
TSS 86.890 ton/bulan, BOD 2.92 ton/bulan, COD 13.29 ton/bulan, E.coli
15103.80 ton/bulan maka beban pencemaran TSS, BOD, COD, E.coli melebihi
kapasitas asimilasi. Berdasarkan hasil perhitungan dan analisis kapasitas asimilasi
parameter BOD, COD, TSS, E-coli maka sungai Cibanten dalam kondisi
tercemar.
6. Sungai Cibanten dapat dikelola dengan tujuh alternatif strategi yaitu
pengawasan dan pemantauan (0.202),menata ulang fungsi tata ruang
(0.198),penegakkan hukum (0.195), koordinasi dan sinergi stakeholder (0.144),
sosialisasi dan penyuluhan (0.119), penetapan daya tampung beban pencemaran
(0.077) dan IPAL komunal (0.068). Prioritas utamanya adalah kegiatan
pemantauan dan pengawasan dan saran tindak lanjutnya.
Saran

Pemodelan kualitas air yang dilakukan pada studi ini hanya menggunakan
daya tampung beban pencemaran sesaat. Oleh karena itu perhitungan daya
tampung beban pencemaran untuk perencanaan dan pengelolaan kualitas air
Sungai Cibanten dalam jangka waktu yang panjang, perlu dilakukan dengan
menggunakan data kualitas air rata-rata tahunan dan variasinya. Pengawasan dan
pemantauan terpadu baik antar SKPD maupun antara kabupaten/kota dengan
provinsi serta pembentukan forum DAS Cibanten sebagai salah satu alternatif
pendekatan pengelolaan DAS Cibanten yang bersifat terpadu dan komprehensif.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts G, Santika S. 1984. Metode Penelitian Air. Surabaya (ID): Usaha Nasional.
73

Anna S. 1999. Analisis Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi Teluk


Jakarta[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Edisi
Revisi.Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press
Barrow CJ. 1994. Land Degradation: Development and Breakdown of Terrestrial
Environments. London (GB): Cambridge University Press.
Benefild LD, Randal CW. 1980.Biological Process & Wastewater Treatment.
New York, John Willey.
[BLHD Kota Serang] Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Serang.2012.
Laporan Akhir Inventarisasi dan Identifikasi Sumber Pencemar Air di Kota
Serang 2012. Serang(ID):BLHD Kota Serang.
[BLHD Provinsi Banten] Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Banten.2013.Laporan Pemantauan Kualitas Air Sungai Cibanten 2013.
Banten(ID):BLHD Provinsi Banten
[BPS Kabupaten Serang] Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang.
2013.Kabupaten Serang dalam Angka 2013. Serang(ID): BPS Kabupaten
Serang
[BPS Kota Serang] Badan Pusat Statistik Kota Serang. 2012.Kota Serang dalam
Angka 2012. Serang(ID): BPS Kota Serang
[BPSDA Provinsi Banten] Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi
Banten.2013.Laporan Kualitas Air Sungai Di Provinsi Banten 2013.
Banten(ID):BPSDA Provinsi Banten
Brown LC, Barnwell TO. 1987. The Enhanched Stream Water Quality Models
Qual2E and Qual2E UNCAS: Documentational and User Manual,
Environmental research and Laboratory Office of Research and Development,
USEPA, Athens, Georgia.
Camargo JA, Alonso A. 2006. Ecological and Toxicological Effects of Inorganic
Nitrogen Pollution in Aquatic Ecosystems : A Global Assessment Environment
International. Vol.32 : 831-849.
Davis ML, Cornwell DA. 1991. Introduction to Environmental Engineering.
Second edition. Mc-Graw-Hill, Inc. New York.
Dermawan R. 2005. Model Kuantitatif Pengambilan Keputusan dan Perencanaan
Strategis. Bandung(ID): Alfabeta Pr.
Djabu U, Koesmantoro H, Soeparman, Wiwoho A, Indariwati.1991. Pembuangan
Tinja dan Air Limbah. Jakarta(ID): Pusdiknakes.
Dodds WK. 2002. Freshwater Ecology:Concepts and Environmental Applications.
Academic Press.
Dunn WN.2003. Analisa Kebijakan Publik: Kerangka Analisa dan Prosedur
Perumusan Masalah diterjemahkan oleh Muhadjir Darwin. Yogyakarta (ID):
PT. Hanindita Graha Wijaya.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Perairan. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Fadly N A. 2008. Daya Tampung dan Daya Dukung Sungai Ciliwung Serta
Strategi Pengelolaannya [Tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia
Fair GM. 1956.Sewage Treatment. New York, Willey.
Goldberg D H, Ruyitno. 1991. Status Pencemaran Laut Indonesia dan Teknik
Pemantauannya.Jakarta (ID): LON LIP1.
74

Guo HC, Liu L, Gii Huang, Fuller GA, R Zou and Yin YY. 2001. Asystem
dynamics approach for regional environmental planning and management: A
study for the Lake Erhai Basin. Journal Environmental Management. 6(1):93-
111.
Imholf K. 1979. Handbook Of Urban Drainage And Wastewater Disposal. New
York : John Wiley & Sons.
Indrasti NS, Suprihatin, Rajab A Laode.2006. Analisis Beban Pencemaran dan
Kapasitas Asimilasi serta Penyusunan Strategi Pengelolaan Perairan Teluk
Kendari. ENVIRO.8 (2) :1-6.
Irianto K,Waluyo K. 2004. Gizi Dan Pola Hidup Sehat.Bandung(ID): CV.Yrama
Widya.
[KLH-RI] Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2010.
KumpulanPeraturan Pengendalian Pencemaran AirIndustri
Manufaktur:Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 115 Tahun 2003
Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air.Ed ke-2.Jakarta (ID): KLH RI.
[KLH-RI] Kementrian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.2010.Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 Tentang Pedoman
Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Pada Sumber Air.Ed ke-
2.Jakarta (ID): KLH RI.
Kannel PR, Lee S, Lee YS, Kanel SR, Pelletier GJ. 2007. Application of
Automated QUAL2Kw for Water Quality Modeling and Management in the
Bagmati River, Nepal. Ecological Modelling 202 (2007), Elsevier. pp.503
517.
Keraf S. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kompas.
Kodoatie RJ, Suharyanto, Sangkawati S, Edhisono S. 2002. Pengelolaan Sumber
Daya Air Dalam Otonomi Daerah. Yogyakarta(ID): ANDI.
Kodoatie RJ, Sjarief R. 2008. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpadu.Yogyakarta
(ID):ANDI.
Linsley RK, Franzini JB. 1995. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2 edisi III,
terjemahan Djoko Sasongko.Jakarta : Penerbit Erlangga.
Madigan MT, John MM, Paul VD, David PC. 2009. Biology of Microorganisms.
Pearson. Benyamin Cumming. New York.
Mahin T, Pancarbo OC. 1999. Water Borne Pathogens: More Effective Analytical
and Treatment Methods are Needed for Pathogens in WasteWater and Storm
Water. Water Environment and Technology. 11(4):51-55
Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.
Jakarta (ID): Grasindo.
Marimin, Maghfiroh N. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam
Manajemen Rantai Pasok. Bogor (ID): IPB Pr.
Metcalf, Eddy. 1991.Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, Reuse. 3rd
edition, (Revised by :G.Tchobanoglous and F.L.Burton). Mc Graw Hill Book
Inc., New York, Singapore.1334p.
Nemerow NL. 1974. Industrial Waste Pollution. London(GB):Addison Wesley
Publising Company.
Nugraha W D. 2008. Identifikasi Kelas Air dan Penentuan Daya Tampung Beban
Cemaran BOD Sungai dengan Model Qual2E (Studi Kasus Sungai Serayu,
Jawa Tengah). Jurnal Presipitasi, 5(2). 31-41.
75

Overcash M R, Humenik F J, Minner J R.1983. Livestock Waste


Management. Volume 1. CRC Press, Inc. Boca Roca Florida.
Pelletier G, Chapra S, Hua-Tao. 2005. QUAL2KwA Framework for Modeling
Water Quality in Streams and Rivers Using a Genetic Algorithm for
Calibration. Short Communication. ELSERVIER Journal, Environmetal
Modeling & Software, Vol. 21 (2006) pp. 419-425.
Pelletier G, Chapra S. 2008. QUAL2Kw Theory and Documentation (version 5.1)
A Modeling Framework for Simulating River and Stream Water Quality.
Environmental Assessment Program, Washington State Department of
Ecology, Olympia. Washington
Parsons J. 2005.Evaluation of QUAL2E, www.epa.gov /qual2e.pdf.
Prochazkova, L. 1978. Agricultural Impact on The Nitrogen and Phosporus
Concentration in Water. Di dalam: Duncan N, Rzoska J, editor. Land Use
Impact on Lake and Reservoir Ecosystem; Poland, 26 Mei 2 Juni 1978.
Facultas-Verlag.hlm 78-81.
Prodjopangarso H. 1985.Diktat Penyerapan O2, P4S Fakultas Teknik Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Rasyidin R. 1995. Pengaruh Perkembangan Penggunaan Lahan Terhadap Kondisi
Hidrologi dan Kualitas Air Sungai (Studi Kasus Daerah Aliran
Ciliwung)[tesis]. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Rushayati SB. 1999. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Kandungan Bahan Organik dan Sedimen Tersuspensi di Daerah Aliran Sungai
Ciliwung Hulu-Tengah [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Salvai A, Bezdan A. 2007.Water Quality Model QUAL2K in TMDL
Development, BALWOIS 2008: Faculty of Agriculture, Department of Water
ManagementNovi Sad, University of Novi Sad,SERBIA.
Sanropie D, Sumini AR, Margono, Sugiharto, Purwanto S, Ristanto B. 1984.
Pedoman Bidang Studi Penyediaan Air Bersih APK-TS, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta (ID): Departemen
Kesehatan RI.
Sihombing DTH. 2000. Teknik Pengelolaan Limbah Kegiatan/Usaha Peternakan.
Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian. Bogor (ID): IPB Pr.
Sulastri.2003. Karakteristik Ekosistem Perairan Danau Dangkal. Manajemen
Bioregional Jabodetabek: Profil dan Strategi Penyelesaian Situ, Rawa dan
Danau. Bogor (ID): Pusat Penelitian Biologi- LIPI.
Suprihatin, Suparno O. 2013. Teknologi Proses Pengolahan Air Untuk Mahasiswa
dan Praktisi Industri. Bogor (ID) : IPB Pr.
Sutamiharja R T M. 1978. Kualitas dan Pencemaran Lingkungan. Bogor (ID):
Pascasarjana Jurusan Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Institut
Pertanian Bogor.
Tantyonimpuno RS, Retnaningtias AD. 2006. Penerapan metode analytical
hierarchy process (AHP) pada proses pengambilan keputusan pemilihan jenis
pondasi (studi kasus: proyek pembangunan Royal Plaza Surabaya). J Teknik
Sipil 3 (2): 77-87.
Tiwary CB, Pandey VS, Ali F. 2013. Effect of pH on Growth Performance and
Survive Rate of Grass Carp. Biolife Journal 1 (4): 172-175
Verbist BS, Rahayu, Widodo RH, Noordwijk MV, Suryadi I. 2009.
76

Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. Bogor(ID): World Agroforestry


Centre.
Waluyo L. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang (ID) : UMM Press.
77

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilegon Kabupaten Serang pada tanggal 02 Maret


1974 sebagai anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan (alm) H.Kutni
dan Hj.Bahriyah. Telah menikah dengan Nevy Rinda Nugraini, S.Si, M.Si pada
tahun 2008. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri 6 Cilegon (1981-1987),
kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 2 Cilegon (1987-1990). Pendidikan SMA
ditempuh di SMANegeri 5 Bandung (1990-1993). Pada tahun 1993, penulis
diterima Politeknik ITB Bandung Jurusan Teknik Komputer. Pada tahun 1995,
penulis melanjutkan ke Universitas Gadjah Mada mengambil Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Kimia (1995-2003) melalui jalur UMPTN. Pada tahun 2010,
penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana IPB. Karya ilmiah yang berjudulStrategi
Pengelolaan Sungai Cibanten Provinsi Banten Berdasarkan Analisis Daya
Tampung Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi sebagai bagian dari
Program S2 penulis.Penulis bekerja di Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Banten sampai sekarang.
78

Anda mungkin juga menyukai