PENDAHULUAN
rancangan adalah banjir maksimum terukur, rumus empirik, cara rasional, regional
maximum flood (PMF). Jika pada suatu DAS, ketersediaan data hidrologinya sangat
hujan rancangan sebagai masukan biasanya berupa hujan harian yang diagihkan
terlebih dahulu kedalam tinggi hujan dengan durasi yang lebih pendek misal jam-
jaman, yang akan digunakan untuk mencari nilai hujan efektif kemudian
rancangan. Cara yang dipergunakan adalah melakukan studi data hujan otomatik
untuk mendapatkan durasi dan pola distribusi hujan yang mewakili kondisi dimana
analisis banjir rancangan itu diperuntukkan. Namun distribusi hujan tersebut hanya
dapat digunakan untuk daerah yang mempunyai data pencatatan hujan otomatik.
Dalam praktek, untuk daerah yang hanya memiliki data hujan harian, distribusi
hujan dapat ditentukan dengan menggunakan distribusi hujan hipotetik seperti pola
distribusi hujan cara Alternating Block Method (ABM) dan Tadashi Tanimoto.
1
Pemakaian distribusi hujan yang berbeda akan menghasilkan hidrograf banjir
rancangan yang berbeda pula. Distribusi hujan yang tidak tepat akan dapat
menghasilkan banjir rancangan yang terlalu kecil (under estimated) atau terlalu
besar (over estimated). Penerapan banjir rancangan yang tidak teliti tersebut dapat
hujan untuk suatu DAS untuk penetapan debit banjir rancangan pada beberapa nilai
daerah Jawa Barat serta metode Alternating Block Method (ABM) yang
menghitung debit banjir rancangan akibat dari keterbatasan data debit terukur.
Maksud dari studi ini adalah melakukan kajian pola penyimpangan debit
banjir rancangan pada beberapa kala ulang berdasarkan metode hidrograf satuan
2
terukur dan sintetik dengan menggunakan beberapa model distribusi hujan jam-
jaman.
penentuan pola distribusi hujan yang tepat untuk hitungan debit banjir rancangan
1. Lokasi studi pada DAS Ancar yang ada di Kota Mataram yang mempunyai alat
3. Analisis data hujan didasarkan pada jaringan stasiun hujan yang ada, tanpa
kajian optimasi jaringan dengan posisi stasiun di bagian hulu dari AWLR.
nilai rerata (mean) dan distribusi hujan hipotetik dengan metode ABM dan
Tadashi Tanimoto.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
dan waktunya. Di beberapa tempat durasi hujan mempunyai intensitas yang cukup
panjang terutama pada bagian utara Pulau Lombok dan bagian selatan sebaliknya.
belum pernah dilakukan di pulau Lombok, hanya beberapa daerah di pulau Jawa
yang menjadi referensi diantaranya Analisa Hujan Durasi Pendek pada DAS
selama ini.
hujan yang terjadi dalam suatu DAS merupakan besaran yang sangat penting dalam
sistem DAS tersebut. Oleh sebab itu, data curah hujan merupakan data yang penting,
khususnya untuk kasus analisis pada DAS yang tidak terdapat data aliran, dimana
data hujan dapat digunakan untuk perkiraan debit aliran yang terjadi pada suatu
4
rentang periode waktu tertentu. Data curah hujan dapat berupa curah hujan harian
hujan rerata DAS yang dianggap dapat mewakili seluruh hujan yang terjadi dalam
DAS. Untuk menentukan besarnya hujan rata-rata DAS dapat digunakan 3 (tiga)
metode, yaitu metode Aritmatik (rata-rata aljabar), metode Poligon Thiessen dan
metode Isohyet. Masing-masing metode hitungan curah hujan DAS secara singkat
hujan dari semua tempat pengukuran untuk suatu periode tertentu dan membaginya
dengan banyaknya stasiun pengukuran. Metode ini dapat dipakai pada daerah yang
datar dengan jumlah stasiun yang relatif banyak, dengan anggapan bahwa di DAS
tersebut sifat curah hujannya adalah merata. Metode ini sangat sederhana dan
mudah diterapkan, akan tetapi kurang memberikan hasil yang teliti mengingat
tinggi curah hujan yang sesungguhnya tidak mungkin benar-benar merata pada
seluruh DAS, khususnya untuk daerah dengan variabilitas yang tinggi seperti di
Indonesia ini.
Metode ini memberikan bobot tertentu untuk setiap stasiun hujan dengan
pengertian bahwa setiap stasiun hujan dianggap mewakili hujan dalam suatu daerah
5
dengan luas tertentu, dan luas tersebut merupakan faktor bobot Thiessen. Luas
masing-masing daerah tersebut diperoleh dengan cara berikut ini (Sri Harto, 2000).
1. Semua stasiun yang terdapat di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan
2. Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis tersebut
memebentuk poligon.
3. Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun
bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau
4. Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor bobot Thiessen..
poligon Thiessen dapat dirumuskan sebagai berikut ini (Sri Harto, 2000).
n
Pd i Pi (2.1)
i 1
Ai
i (2.2)
A
dengan :
Pd : hujan rata-rata DAS (mm),
Pi : hujan terukur masing-masing setasiun i (mm),
i : koefisien Thiessen,
Ai : luas masing-masing poligon (km2),
A : luas DAS (km2).
Metode ini cocok untuk menentukan hujan rata-rata dimana lokasi stasiun
tidak banyak dan hujannya tidak merata. Dalam praktek pemakaian hitungan hujan
6
DAS, banyak digunakan metode poligon Thiessen yang dipandang cukup praktis
3. Metode Isohyet
Curah hujan rata-rata dari daerah aliran sungai didapatkan dengan menjumlahkan
perkalian antara curah hujan rata-rata diantara garis-garis isohyet dengan luas
daerah yang dibatasi oleh garis batas DAS dan dua garis isohyet, kemudian dibagi
dengan luas seluruh DAS. Cara ini mempunyai kelemahan yaitu apabila dikerjakan
secara manual, dimana setiap kali harus menggambarkan garis isohyet yang
poligon Thiessen yang dipandang lebih praktis dengan hasil cukup baik. Pada studi
ini, curah hujan rata-rata DAS yang digunakan adalah hasil hitungan peneliti
besaran rancangan yang harus didapatkan melalui kegiatan analisis hidrologi adalah
besaran debit banjir rancangan (design flood). Banjir rancangan adalah besarnya
debit banjir yang ditetapkan sebagai dasar penentuan kapasitas bangunan dan untuk
kerusakan yang dapat ditimbulkan baik langsung maupun tidak langsung oleh
banjir tidak boleh terjadi selama besaran banjir tidak terlampaui. Ada beberapa cara
7
yang dapat dilakukan dalam mencari besaran banjir rancangan. Beberapa cara untuk
memperkirakan besaran banjir rancangan dapat dijelaskan sebagai berikut ini (Sri
Harto, 1993).
persamaan hidraulika yang berkaitan. Cara ini dianjurkan hanya dalam keadaan
2. Rumus Empirik. Cara ini digunakan bila ada sedikit data hidrologi di DAS yang
dengan mengaitkan debit puncak dengan salah satu atau beberapa parameter
DAS.
dengan memasukkan parameter DAS sebagai unsur pokok dan juga sifat-sifat
hujan sebagai masukan. Jenis dan sifat parameter DAS tidak diperinci satu demi
limpasan. Cara ini diterapkan apabila tidak tersedia data debit yang cukup
penetapan banjir rancangan yang didasarkan pada sifat statistik data untuk
memperoleh probabilitas besarannya di masa yang akan datang. Cara ini masih
8
dipandang sebagai cara terbaik karena langsung memanfaatkan data aliran
terukur di sungai.
flood adalah besaran debit maksimum yang masih dipikirkan dapat terjadi, yang
ditimbulkan semua faktor meteorologis dan hidrologis yang terburuk. Cara ini
umumnya hanya digunakan pada bagian bangunan yang sangat penting, dan
bendungan.
dihasilkan oleh hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dengan intensitas
tetap dalam satu satuan waktu yang ditetapkan. Berdasarkan definisi tersebut, ada
beberapa anggapan dasar yang berlaku pada penggunaan teori hidrograf satuan
1. Hujan yang terjadi dianggap merata diseluruh DAS dengan intensitas tetap
3. Hubungan antara hujan dan aliran pada proses pengalihragaman di DAS tidak
9
4. Waktu dari puncak hidrograf satuan sampai akhir hidrograf limpasan langsung
selalu tetap.
1. Dipilih kasus hujan dan rekaman AWLR yang terkait, selanjutnya ditetapkan
langsung.
adalah q1, q2 … qn. Jumlah ordinat hidrograf satuan (n) = jumlah ordinat
R1, R2, dan R3, dan hidrograf satuan hipotetik dengan ordinat q1, q2, ……… qn,
maka hitungan hidrograf limpasan langsung dapat dilakukan sebagai berikut ini.
10
Hujan R1 menghasilkan hidrograf R1 q1 R1 q2 R1 q3 ….…. R1 qn
A B C D E
R1 q1 = A q1 = A / R1,
R1 q2 + R2 q1 = B q2 = didapat,
R1 q3 + R2 q2 + R3 q1 = C q3 = didapat,
3. U0 dapat ditetapkan sama dengan nol tetapi Un tidak selalu sama dengan nol,
prosedur iterasi yang diawali dengan sebuah hidrograf satuan hipotetik sebagai
terukur cara collins adalah sebagai berikut ini (Rachmad Jayadi, 2004).
1. Dipilih kasus hujan dan rekaman AWLR yang terkait. Selanjutnya ditetapkan
11
2. Hidrograf limpasan langsung diperoleh dengan memisahkan aliran dasar dari
limpasan langsung.
hidrograf.
5. Apabila hidrograf terukur dikurangi dengan hidrograf yang diperoleh dari butir
(4), maka hasilnya adalah hidrograf akibat hujan maksimum. Maka hidrograf
satuan baru dapat diperoleh dengan membagi semua ordinat hidrograf ini
dengan intensitas hujan maksimum. Hidrograf satuan yang diperoleh terahir ini
telah lebih kecil dari patokan yang ditetapkan, maka hidrograf satuan ini
dianggap sudah benar. Tetapi bila perbedaannya masih lebih besar, prosedur
pada butir (4) diulangi lagi menggunakan hidrograf satuan yang diperoleh dari
terahir yang tidak berbeda banyak (tidak melebihi patokan perbedaan yang
ditetapkan).
penurunan cara polinomial maupun cara collins, distribusi hujan dari masing-
12
masing pola distribusi hujan diterapkan guna mendapatkan hidrograf banjir dengan
Pola distribusi hujan yang digunakan dalam studi ini dan oleh peneliti
diperoleh dengan memanfaatkan data hujan jam-jaman dari stasiun hujan otomatik
dan pola distribusi hujan hipotetik yang dikembangkan untuk daerah yang hanya
memiliki data hujan harian. Pola distribusi hujan hipotetik yang telah
dikembangkan hingga saat ini antara lain adalah pola distribusi hujan seragam
khususnya di Pulau Jawa terdapat satu model distribusi hujan yang sering
digunakan untuk menentukan tinggi hujan jam-jaman, yaitu model distribusi hujan
yang dikembangkan atas hasil studi Tadashi Tanimoto dengan memanfaatkan data
hujan jam-jaman yang ada di Pulau Jawa. Berdasarkan hasil studi Tadashi
ditetapkan berlangsung selama 8 jam dimana hujan yang terdistribusi ditiap jamnya
13
diperoleh berdasarkan nilai persentase terhadap nilai total hujan seperti dalam Tabel
26,0%
24,0%
17,0%
% hujan
13,0%
7,0%
5,5%
4,0% 3,5%
1 2 3 4 5 6 7 8
waktu (jam ke-)
Pola distribusi hujan jam-jaman cara ABM adalah distribusi hujan jam-
menerapkan tinggi hujan yang terjadi dalam n interval jangka waktu ∆t yang
perbedaan antara nilai tinggi hujan yang berurutan, banyaknya urutan yang
ditambahkan untuk masing-masing unit waktu (∆t) dapat diketahui. Kenaikan blok
14
ini disusun ulang dalam suatu urutan waktu dengan intensitas maksimum
ditempatkan pada tengah-tengah dari suatu selang waktu Td dan sisanya disusun
dalam urutan turun secara berurutan ke kanan dahulu kemudian ke kiri dari blok
tengah untuk membentuk hyetograph rancangan seperti pada Gambar 2.2 (Chow
60
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9
dengan persamaan Mononobe sebagai berikut ini (Suyono dan Takeda, 1983).
2
24 3
T
R24
I t
T (2.3)
24 t
dengan :
I Tt : intensitas hujan pada durasi t dengan kala ulang T tahun (mm/jam),
t : durasi hujan pada jam yang ditinjau (jam),
T
R24 : curah hujan harian maksimum pada kala ulang T tahun (mm).
persamaan 2.1 dimodifikasi menjadi sebagai berikut ini (Edy Sukoso, 2004).
2
RT T 3
ITt 24 d (2.4)
Td t
dengan :
15
ITt : intensitas hujan pada durasi t dengan kala ulang T tahun (mm/jam),
Td : durasi hujan yang ditetapkan (jam),
t : durasi hujan pada jam yang ditinjau (jam).
Td yang telah ditetapkan. Bentuk hyetograph dari model distribusi hujan seragam
I = P/Td
Intensitas
hujan I
(mm/jam)
Waktu (jam) Td
sederhana karena menggunakan satu tinggi hujan (P) dan waktu Td yang telah
1 2P
P Td h sehingga h (2.5)
2 Td
Model distribusi hujan segitiga ini dapat ditunjukkan seperti pada Gambar
16
ta tb
Intensitas
hujan I
(mm/jam)
h
0 Td
Waktu (t)
storm advancement coefficient (r) yang didefinisikan sebagai rasio antara waktu
yang diperlukan sebelum mencapai puncak (ta) dengan waktu totalnya (Td).
ta
r (2.6)
Td
t b Td t a (2.7)
tb (1 r )Td (2.8)
tengah-tengah, sedangkan untuk nilai r yang kurang dari 0,5 menunjukkan bahwa
hyetograph mempunyai puncak lebih awal dan nilai r lebih besar dari 0,5 akan
mempunyai puncak yang melewati titik tengahnya. Nilai r yang sesuai dapat
17
5. Pola Distribusi Hujan Instantaneous Intensity Method
yang digunakan hampir sama dengan ABM yaitu tinggi hujan (intensitas) untuk
periode dari total durasi (Td ) di sekitar puncak sama dengan nilai yang diberikan
kurva IDF atau persamaannya. Perbedaannya dari ABM adalah intensitas hujannya
ikut dipertimbangkan untuk banyak kejadian hujan yang menerus dalam bentuk
intensitas hujan i akan berpotongan dengan hyetograph sebelum dan setelah puncak.
Pengukuran dimulai dari waktu mulai untuk mencapai puncak intensitas. Waktu
sebelum berpotongan dengan puncak intensitas diberi label ta dan setelah puncak tb.
Waktu total antara sebelum dan sesudah perpotongan diberi label Td (Chow dkk.,
1988), sehingga Td t a t b .
18
Nilai storm advancement coeffient (r) didefinisikan sebagai rasio antara
ta
r (2.9)
Td
ta t
Sehingga: Td b (2.10)
r 1 r
Seperti pada Gambar 2.9, pasangan kurva ia = f(ta) dan ib = f(tb) diasumsikan
hujan sebelum dan sesudah puncak. Jumlah total dari hujan R dengan waktu Td
R f (t
0
a )dt a f (t
0
b )dt b (2.11)
dengan catatan bahwa f(ta)=f(tb) untuk berapapun nilai Td maka turunan persamaan
dR
f (t a ) f (t b ) (2.12)
dTd
R Td x iave (2.13)
dR di
i ave Td ave f (t a ) f (t b ) (2.14)
dTd dTd
19
2.1.6. Analisis Frekuensi
hujan atau debit rancangan dengan kala ulang tertentu untuk data yang diperoleh
dari rekaman data baik data hujan maupun debit yang didasarkan pada sifat statistik
data yang tersedia untuk memperoleh probabilitas besaran hujan atau debit di masa
yang akan datang. Kala ulang didefinisikan sebagai waktu hipotetik di mana hujan
atau debit dengan suatu besaran tertentu akan disamai atau dilampaui rata-rata
Sebagai salah satu cara untuk memperkirakan besaran debit atau hujan
1. Parameter Statistik
diperkirakan untuk pemilihan distribusi yang paling sesuai dengan sebaran data
a. Rerata :
x
i 1
i
x
n (2.15)
b. Simpangan baku :
0.5
n
xi x
2
S i 1 (2.16)
n 1
20
c. Koefisien asimetri (skewness) :
x
n 3
n
Cs x (2.17)
n 1n 2S 3 i 1
i
d. Koefisien variasi :
S
Cv (2.18)
x
e. Koefisien kurtosis :
x
n2 n
4
Ck x (2.19)
n 1n 2n 3S 4 i 1
i
dengan :
x : variat,
x : rerata,
S : simpangan baku,
Cs : koefisien asimetri,
Cv : koefisien variasi,
Ck : koefisien kurtosis, dan
n : jumlah data.
2. Distribusi Probabilitas
distribusi Normal, Log Normal, Gumbel dan Log Person III. Untuk analisis
frekuensi akan diawali dengan pendugaan jenis distribusi yang sesuai dengan
sebaran data. Pendugaan jenis distribusi didasarkan pada sifat-sifat statistik masing-
a. Distribusi Normal
21
b. Distribusi Log Normal
c. Distribusi Gumbel
Dapat dipilih jika nilai koefisien skewness tidak mendekati nilai satupun dari
a. Uji Chi-kuadrat
dari perbedaan antara nilai probabilitas setiap variat χ menurut hitungan dengan
pendekatan empiris. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut ini (Rachmad
Jayadi, 2004).
k Ef i Of i 2
2
(2.20)
i 1
Ef i
dengan :
χ2 : harga Chi-kuadrat,
Ef : frekuensi yang diharapkan untuk kelas i,
Of : frekuensi terbaca pada kelas i, dan
k : jumlah kelas.
22
Syarat uji Chi-kuadrat adalah harga 2 harus lebih kecil dari harga 2kritik
yang besarnya tergantung pada derajat kebebasan (DK) dan derajat nyata (). Pada
DK K ( P 1) (2.21)
dengan :
DK : derajat kebebasan,
K : jumlah kelas, dan
P : jumlah parameter distribusi terpilih.
Pengujian ini dilakukan dengan mencari nilai selisih probabilitas tiap variat
χ menurut distribusi empiris dan teoritik, yaitu i. Nilai i maksimum harus lebih
kecil dari i kritik yang besarnya ditetapkan berdasar jumlah data dan tingkat
kesalahan yang dikehendaki dari distribusi teoritis terhadap peluang lapangan atau
dibandingkan dengan besaran hasil analisis frekuensi data debit terukur. Persamaan
RE p
Q pcal Q pref
x 100 % (2.22)
Q pref
23
dengan :
REp : relative error for peak flow (kesalahan relatif dalam %),
Qpref : reference peak flow (debit puncak acuan),
Qpcal : calculated peak flow (debit puncak hasil perhitungan).
hujan DAS yang dianggap mewakili jumlah seluruh hujan yang terjadi dalam DAS
atau curah hujan rata-rata DAS. Besaran hujan ini dapat diperoleh dengan merata-
ratakan hujan titik. Metode hitungan curah hujan untuk memperoleh curah hujan
rata-rata DAS yang banyak digunakan dalam praktek adalah metode poligon
Thiessen karena dipandang yang paling baik diantara cara-cara yang ada saat ini
Pada studi ini, metode hitungan curah hujan rerata DAS yang digunakan
Hidrograf satuan suatu DAS dapat diperoleh dengan suatu analisis hitungan
berdasarkan data hujan jam-jaman dan hidrograf akibat kejadian hujan tercatat.
Hidrograf satuan yang diturunkan dari kasus-kasus banjir yang berbeda akan
menghasilkan hidrograf satuan yang berbeda pula dan belum merupakan hidrograf
satuan yang dapat dianggap mewakili DAS yang bersangkutan. Untuk itu,
diperlukan hidrograf satuan yang diturunkan dari banyak kasus banjir kemudian
24
waktu puncak. Selanjutnya hidrograf satuan diperoleh dengan satu kontrol, bahwa
volume hidrograf satuan tersebut harus sama dengan 1 mm (Sri Harto, 2000).
yang pernah tercatat oleh alat ukur hujan otomatik. Pengamatan data hujan ini akan
dipergunakan untuk mengetahui lama hujan dan polanya untuk suatu kala ulang
hujan yang mewakili masing-masing jangkau (range) tersebut (Sri Harto, 2000).
mengenai besarnya persentase hujan yang terdistribusi di tiap jamnya. Untuk itu
seluruh data hujan yang telah terkumpul, distribusi kejadiannya mulai dari jam
persentase distribusi hujan tersebut kemudian dibuat kurva atas dasar nilai mean
Dalam studi ini, metode hitungan yang digunakan untuk menetapkan debit
banjir rancangan dan hujan rancangan adalah metode analisis frekuensi. Masukan
(input) data dalam analisis frekuensi adalah berupa data hujan atau debit maksimum,
dengan hasil (output) yang diharapkan berupa besaran hujan atau debit dengan kala
ulang tertentu. Penetapan seri data yang akan dipergunakan dalam analisis frekuensi
dapat dilakukan dengan cara mengambil satu data maksimum setiap tahun
25
(maximum annual series) atau dengan cara menetapkan suatu batas ambang bawah
dengan cara partial series, tidak ada batasan berapa besar data tiap tahun yang dapat
diambil dalam satu seri, namun hendaknya tidak dilakukan sedemikian sehingga
jumlah data sampel menjadi lebih besar dari lima kali panjang tahun data. Hasil
1
TE (2.23)
ln TM ln (TM 1)
dengan :
TE : kala ulang diperoleh dengan partial series,
TM : kala ulang diperoleh dengan annual maximum series.
26
BAB III
METODE STUDI
Ancar yang ada di Kota Mataram seperti yang disajikan pada Gambar 3.1 berikut
ini.
Data yang digunakan dalam studi ini berupa data sekunder dengan rincian
27
frekuensi untuk mendapatkan debit banjir rancangan pada beberapa kala
3. Data tinggi muka air sungai pada saat banjir diambil dari beberapa kejadian
4. Data hujan penyebab banjir diambil dari data ARR Bertais dan ARR Suranadi
6. Pola distribusi hujan terukur dan lama hujan rata-rata untuk distribusi hujan
Pada studi ini, besaran debit banjir rancangan dan hujan rancangan pada
beberapa kala ulang dihitung dengan metode analisis frekuensi, dimana data hujan
DAS dan data debit DAS yang digunakan dalam analisis ini diambil dan dipilih dari
data hujan harian maksimum DAS dan data debit maksimum DAS. Perhitungan
analisis frekuensi pada studi ini dilakukan dengan bantuan program analisis
Hasil analisis frekuensi data debit pada beberapa kala ulang yang diperoleh
tersebut ditetapkan sebagai debit banjir rancangan acuan. Selanjutnya debit puncak
banjir rancangan hasil penerapan pola distribusi hujan terukur, ABM dan Tadashi
28
Tanimoto akan dibandingkan dengan hasil debit banjir rancangan acuan sehingga
distribusi hujan yang ditetapkan, sedangkan hasil analisis frekuensi hujan harian
jam-jaman pola distribusi hujan yang selanjutnya akan digunakan untuk mencari
besaran debit banjir rancangan pada beberapa kala ulang yang ditetapkan, yaitu 2,
Analisis pola distribusi hujan dicari untuk menentukan distribusi hujan jam-
jaman yang akan digunakan untuk memperoleh hujan rancangan jam-jaman efektif
banjir rancangan. Pola distribusi hujan yang digunakan dalam studi ini adalah
distribusi hujan terukur (mean), ABM dan Tadashi Tanimoto. Pola distribusi hujan
adalah yang menghasilkan debit puncak banjir rancangan yang mendekati hasil
analisis frekuensi data debit terukur atau dengan kata lain yang menghasilkan
Kurva persen distribusi hujan terukur atas dasar mean untuk DAS Ancar yang
digunakan pada studi ini menggunakan hasil analisis hujan jam-jaman. Berdasar
pada kurva distribusi hujan untuk masing-masing DAS yang digunakan, maka
besaran hujan rancangan DAS yang ditinjau dari hasil analisis frekuensi dapat
29
dengan cara mencermati lama hujan rata-rata tiap jangkau (range) dan besaran
Pola distribusi hujan hipotetik yang digunakan dalam studi ini adalah pola
Tanimoto diperoleh dengan cara mengalikan nilai kedalaman hujan rancangan hasil
analisis frekuensi dengan persen distribusi hujan jam-jaman hasil studi Tadashi
Tanimoto khusus untuk Pulau Jawa yang disajikan pada Tabel 2.1, dengan lama
30
Distribusi hujan jam-jaman dengan cara ABM dilakukan dengan cara
separuh durasi hujan dan ΔP yang lain ditempatkan secara menurun selang-seling
Hidrograf satuan yang digunakan dalam studi ini menggunakan hasil hitungan
hidrograf satuan dengan beberapa kasus banjir dari peneliti sebelumnya. Hidrograf
satuan yang digunakan untuk mencari besaran banjir rancangan adalah hasil
perataan hidrograf satuan dari beberapa kasus banjir yang terjadi pada masing-
masing DAS yang ditinjau. Perataan hidrograf satuan dilakukan dengan merata-
ratakan debit puncak dan waktu puncak, selanjutnya hidrograf satuan diperoleh
dengan satu kontrol, bahwa volume hidrograf satuan tersebut harus sama dengan 1
Pada studi ini, aliran dasar yang digunakan adalah nilai aliran dasar yang terbesar
debit puncak hasil penerapan pola distribusi hujan mean, ABM dan Tadashi
Tanimoto dengan debit banjir rancangan hasil analisis frekuensi data debit banjir
31
terukur. Analisis ini dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 2.22. Dari
hasil analisis tersebut, penerapan pola distribusi hujan yang menghasilkan persen
kesalahan relatif debit banjir rancangan yang paling kecil dianggap yang paling
teliti.
penerapan pola distribusi hujan yang telah ditetapkan dapat menghasilkan beberapa
kesimpulan pokok. Nilai debit puncak banjir rancangan yang melebihi nilai debit
banjir rancangan lebih kecil dari nilai debit banjir rancangan hasil analisis frekuensi
Tahapan kegiatan studi mulai dari pengumpulan data sampai dengan kajian
hasil studi ditunjukkan pada bagan alir kegiatan studi seperti pada Gambar 3.2.
32
Mulai
Pengumpulan data:
1. Hasil studi terdahulu
2. Data hidrologi
Pemilihan data Pemilihan data hujan Pemilihan data hujan Pengumpulan data
debit maksimum harian maksimum jam-jaman penyebab hujan-aliran kasus
tahunan banjir banjir
Penetapan hujan
rancangan (PT)
Selesai
33
34