Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Hotel secara umum ialah badan usaha akomodasi atau perusahaan
yang menyediakan pelayanan bagi masyarakat umum dengan fasilitas jasa
penginapan, penyedia makanan dan minuman, jasa layanan kamar, serta jasa
pencucian pakaian. Pembangunan hotel, khususnya di Bogor mengala mi
pertumbuhan eksponensial, lantaran wilayah ini menikmati keuntungan dari
kedekatannya dengan kota Jakarta sebagai pusat bisnis dan pemerinta ha n.
Kebutuhan untuk menyelenggarakan pertemuan atau rapat sangat tinggi,
selain faktor kunjungan wisatawan asing maupun domestik di Indonesia.

Kabupaten Bogor menjadi destinasi kunjungan wisata alam dan


wisata kuliner alternatif setelah Bandung, hal tersebut dibuktikan dengan data
dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kebudayaan (Disbudpar) Kabupaten
Bogor tahun 2012 menunjukkan angka 3.700.000 orang atau sekitar 3,49
persen dari jumlah kunjungan wisatawan nusantara sebanyak 105.950.000
orang. Dari data tersebut pula sangat wajar, jika Pemerintah Kabupaten Bogor
telah menetapkan potensi pariwisata sebagai modal dasar bagi pembanguna n
Kabupaten Bogor yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) Kabupaten Bogor tahun 2005 – 2025.

PT. Sayaga Wisata Bogor selaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Pariwisata, memanfaatkan dengan baik potensi bisnis yang besar bagi industr i
perhotelan dan akomodasi di Kabupaten Bogor ini, dengan membangun hotel
setingkat bintang tiga di Jalan Tegar Beriman Cibinong, Kabupaten Bogor.
Berperan menjadi owner dalam Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design
and Build) Hotel, mempercayakan proyek ini untuk dilakukan lelang secara
terbuka melalui sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, sehingga tercatat 85 instansi yang
tertarik pada proyek ini dan mengajukan penawarannya.

1
PT. Amarta Karya - PT. Saritama Purnama (KSO), terpilih untuk
mengerjakan paket proyek yang bernilai pagu Rp. 36.300.000.000,00 (Tiga
Puluh Enam Milyar Tiga Ratus Juta Rupiah), dengan diberi jangka waktu
pelaksanaan 360 hari kalender, terhitung sejak 7 Agustus 2017 dan masa
pemeliharaan 180 hari kalender. Fasilitas hotel ini meliputi 80 Kamar Inap, 5
Ruang Rapat, 1 Ruang Convention Hall, 1 Ruang Restoran, dan 1 Ruang
Business Center.

Hotel ini dibangun dengan kondisi lahan eksisting rawa dan semak
belukar, kedalamannya mencapai 2 meter. Adapun dengan luas lahan 2.700
m2 , rencananya hotel ini akan membangun 8 lantai yang total luas lantainya
5.445 m2 (Basement 2; 920 m2 , Basement 1; 897 m2 , Lantai Dasar; 667 m2 ,
Lantai 1-5; 2.955 m2 , dan Pos Jaga 6 m2 ). Menggunakan metode Design and
Build memiliki keunggulan dan kekurangan, diantaranya dalam hal Desain,
Durasi Persiapan Proyek (periode desain dan periode lelang), Total Durasi
Proyek, Biaya Proyek (kontrak dan saat konstruksi), Penanggung Jawab
Desain dan Konstruksi, dan Penggunaan Teknologi Inovatif. Pilihan metode
ini dimungkinkan untuk dilakukan secara paralel, karena pihak Kontraktor
menanggung jawabi persoalan Desain, Survey dan Konstruksi.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN


1.2.1. Maksud Pendirian Proyek
Maksud Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build)
Hotel adalah menyediakan sarana penginapan, tempat istirahat, makan
dan minum, juga menjadi tempat untuk melangsungkan pertemuan
atau rapat, konferensi, kegiatan upacara dan lain-lain, sehingga dapat
berkontribusi besar terhadap peningkatan pendapatan daerah dan
program pemerintah.
1.2.2. Tujuan Pendirian Proyek
Tujuan Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build)
Hotel antara lain :

2
1) Menyediakan tempat untuk tinggal sementara dengan beragam
fasilitas,
2) Menambah hunian hotel, sehingga dapat meningkatkan jumlah
wisatawan asing maupun domestik, dan
3) Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bogor, memiliki aset
yang dapat diberdayakan untuk bisnis pariwisata yang sesuai
atau mendukung keinginan dan program-program pemerinta h
daerah maupun pusat.

1.3. LOKASI PROYEK


Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build) Hotel ini
berlokasi di Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Adapun peta lokasi proyek dapat dilihat pada gambar 1.1.

ov Lokasi
Kerja Praktek

Gambar 1.1. Peta Lokasi


Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build) Hotel Sayaga

1.4. DATA PROYEK


1.4.1. Data Umum
1) Nama Proyek : Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi
(Design and Build) Hotel
2) Lokasi Proyek : Jalan Tegar Beriman, Cibinong,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat

3
3) Fungsi Bangunan : Hotel, Convention Hall, Restoran,
Ruang Rapat dan Business Center
4) Pemilik Proyek : PT. Sayaga Wisata Bogor
5) Konsultan Perencana : PT. Amarta Karya – PT. Saritama
Purnama (KSO)
6) Kontraktor Pelaksana : PT. Amarta Karya – PT. Saritama
Purnama (KSO)
7) Konsultan Pengawas : PT. Daya Cipta Dianrancana
8) Nilai Kontrak : Rp. 32.670.000.000,00
PPN 10% : Rp. 3.630.000.000,00
Jumlah Total : Rp. 36.300.000.000,00
9) Jenis Kontrak : LumpSum dan Harga Satuan
10) Jenis Lelang : Umum (terbuka)
11) Waktu Pelaksanaan : 7 Agustus 2017 – 7 Agustus 2018
12) Masa Pelaksanaan : 360 Hari Kalender
13) Masa Pemeliharaan : 180 Hari Kalender
14) Cara Pembayaran : Progres Kegiatan
15) Sumber dana : Pengadaan Tunggal

1.4.2 Data Teknis


1) Luas Lahan : ± 2.700 m2
2) Luas Bangunan Total : ± 1.000 m2
3) Jumlah Lantai : 8 Lantai
4) Luas Lantai 1 s/d 8 : ± 5.445 m2

1.5. LATAR BELAKANG KERJA PRAKTEK


Kerja praktek merupakan suatu proses akademik untuk mendukung
proses belajar di perguruan tinggi yang wajib dilaksanakan oleh setiap
mahasiswa Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Strata Satu (S1) Sarjana Sipil.

4
1.6. MAKSUD DAN TUJUAN KERJA PRAKTEK
1.6.1. Maksud Kerja Praktek
Kerja praktek merupakan suatu proses perpaduan berbagai
komponen pengetahuan teoritis dengan praktek sehingga memberi
pengalaman bagi mahasiswa untuk menerapkan dan memperluas
wawasan penerapan teori dan pengetahuan yang telah diterima di
dalam perkuliahan untuk kegiatan nyata. Dengan dilaksanakannya
kerja praktek ini mahasiswa diharapkan mendapatkan pengetahua n
dan memperoleh gambaran kegiatan proyek di lapangan baik secara
teknis maupun non teknis.

1.6.2. Tujuan Kerja Praktek


Tujuan diadakannya kerja praktek adalah sebagai berikut:
1) Mengaplikasi dan membandingkan teori yang telah
didapat di dalam perkuliahan dengan aplikasinya di
lapangan.
2) Mengetahui detail pelaksanaan proyek konstruksi dan
melihat prosesnya secara langsung di lapangan.
3) Memahami struktur organisasi maupun birokrasi dalam
proyek konstruksi secara langsung.
4) Melengkapi persyaratan akademis Strata Satu Program
Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Pakuan
Bogor.

1.7. WAKTU PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK


Kerja praktek dilakukan pada Pekerjaan Konstruksi Terintegr as i
(Design and Build) Hotel, di Jalan Tegar Beriman, Cibinong, Kabupaten
Bogor sejak tanggal 25 Maret 2018 sampai 26 Mei 2018. Sedangkan yang
tertuang dalam Surat Keterangan (SK) kerja praktek berlaku selama satu
tahun, sejak tanggal 9 April 2018.

5
1.8. METODOLOGI KERJA PRAKTEK
1.8.1. Tahapan Kerja Praktek
Adapun diagram alir tahapan dalam pelaksanaan kerja
praktek dapat dilihat pada gambar 1.2.

Syarat akademis kerja praktek terpenuhi

Survey proyek
Pengajuan izin
permohonan
kerja praktek Tidak diterima
Pengajuan surat permohonan
kerja praktek ke Instansi terkait
- M elengkapi administrasi
Diterima kerja praktek
- M engajukan permohonan
SK kerja praktek
Pelaksanaan kerja praktek
Pengumpulan dan
pengolahan data
Penyusunan laporan kerja praktek
Pengecekan akhir
laporan dan
persiapan sidang
Sidang Kerja Praktek

Gambar 1.2. Diagram Alir Tahapan Kerja Praktek

1.8.2. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data-data proyek dilakukan dengan metode-
metode sebagai berikut :
1) Studi Pustaka, yaitu pengumpulan data teoritis yang dilakukan
dengan cara mempelajari diktat perkuliahan, ataupun buku
panduan lainnya yang berhubungan dengan isi laporan ini.
2) Data lapangan, dalam penyusunan laporan data-data diperoleh
dari berbagai sumber yaitu:
a. Observasi, yaitu pengamatan yang dapat dilakukan secara
langsung terhadap objek dan mengikuti proses kerja yang
berlangsung di lapangan,

6
b. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab terkait proyek
yang sedang berlangsung, dengan pembimbing di lapangan
dari pihak kontraktor, para pelaksana di lapangan, dan
dengan pihak terkait lainnya,
c. Gambar kerja dan data proyek maupun dokumen lain yang
diperoleh dari kontraktor, dan
d. Dokumentasi berupa foto.

1.9. PEMBATASAN MASALAH


Pekerjaan lapangan yang dibahas pada laporan ini tidak mencakup
seluruh pekerjaan proyek melainkan pekerjaan yang diamati selama masa
kerja praktek, yaitu sejak tanggal 25 Maret 2018 – 26 Mei 2018. Adapun
pekerjaan yang dibahas adalah sebagai berikut :
1) Pekerjaan Pile Cap dan Tie Beam,
2) Pekerjaan Kolom,
3) Pekerjaan Balok, dan
4) Pekerjaan Pelat Lantai.

1.10. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN


Laporan kerja praktek pada proyek Pekerjaan Konstruksi Terintegr as i
(Design and Build) ini disusun dalam tiga bagian utama, yaitu :
1) Pada bagian awal
a. Judul kerja praktek
b. Kata pengantar
c. Surat-surat kerja praktek
d. Daftar isi
e. Daftar gambar
f. Daftar tabel

2) Pada bagian isi


a. BAB I PENDAHULUAN

7
Bab ini berisi latar belakang, maksud dan tujuan, lokasi
proyek, data proyek, latar belakang kerja praktek, maksud dan
tujuan kerja praktek, metodologi kerja praktek, batasan masalah,
sistematika penulisan laporan, kerangka pemikiran kerja praktek
serta work breakdown structure.

b. BAB II RUANG LINGKUP PROYEK


Bab ini berisi uraian umum mengenai definisi, manajeme n,
unsur-unsur organisasi, pola hubungan kerja dalam proyek, serta
perencanaan dan pelaksanaan proyek.

c. BAB III PELAKSANAAN TEKNIS DAN NON TEKNIS DI


LAPANGAN
Bab ini menerangkan mengenai hasil pengamatan di lapangan
mengenai pelaksanaan teknis dan non teknis pada proyek ini,
serta berbagai macam pekerjaan dan permasalahan yang ada.

d. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi mengenai kesimpulan dan saran sebagai bagian
akhir dari laporan kerja praktek ini.

3) Pada bagian akhir


a. Daftar Pustaka
b. Lampiran- lampiran

8
1.11. KERANGKA PEMIKIRAN KERJA PRAKTEK

PROYEK
PEKERJAAN KONSTRUKS I TERINTEGRASI
(DESIGN AND BUILD) HOTEL

MAKSUD & TUJUAN

PEMBATASAN MASALAH

M ASALAH TEKNIS : M ASALAH NON TEKNIS :


1. Pile Cap dan Tie Beam 1. Pengendalian waktu
2. Kolom 2. Pengendalian biaya
3. Balok 3. Pengendalian mutu
4. Pelat lantai 4. Pengendalian alat & bahan

STUDI LITERATUR

1. SNI 2847-2013
2. Permen PUPR No.19/PRT/M/2015
3. Perda Kab. Bogor No. 12 Th. 2009
4. Buku referensi lainnya

DATA SEKUNDER DATA PRIM ER


1. Data uji lapangan 1. Observasi
PENGUMPULAN
2. Master schedule 2. Wawancara
DATA
3. Gambar teknis 3. Dokumentasi foto

PEMBAHASAN

KESIMPULAN

Gambar 1.3. Kerangka Pemikiran Kerja Praktek

9
1.12. WORK BREAKDOWN STRUCTURE

PROYEK
PEKERJAAN KONSTRUKS I TERINTEGRASI
(DESIGN AND BUILD) HOTEL

STRUKTUR ARSITEKTUR MEKANIKAL &


ELEKTRIKA L

STRUKTUR BAWAH STRUKTUR ATAS

PILE CAP DAN


TIE BEAM KOLOM PELAT LANTAI BALOK

PEMBES IAN BEKISTING PENGECORAN

Gambar 1.4. Work Breakdown Structure

10
BAB II
RUANG LINGKUP PROYEK

2.1 DEFINISI PROYEK


Proyek adalah suatu kegiatan yang mempunyai jangka waktu tertentu
dengan alokasi sumber daya terbatas, untuk melaksanakan suatu tugas yang
telah digariskan.
Adapun menurut D. I. Cleland dan W. R. King (1987), proyek adalah
gabungan dari berbagai sumber daya, yang dihimpun dalam suatu wadah
organisasi sementara untuk mencapai suatu sasaran tertentu. Kegiatan atau
tugas yang dilaksanakan pada proyek berupa pembangunan atau perbaikan
sarana fasilitas (gedung, jalan, jembatan, bendungan dan sebagainya) atau
bias juga berupa kegiatan penelitian dan pengembangan. Dari pengertian di
atas, maka proyek merupakan kegiatan yang bersifat sementara atau waktu
terbatas, tidak beerulang, tidak bersifat rutin, mempunyai waktu awal dan
waktu akhir, sumber daya terbatas atau tertentu, dan dimaksudkan untuk
mencapai sasaran yang telah ditentukan.
Pengertian proyek dalam pembahasan ini dibatasi dalam arti proyek
konstruksi, yaitu suatu proyek yang berkaitan dengan bidang konstruksi atau
pembangunan.

2.2 PROSES TIMBULNYA SUATU PROYEK


Timbulnya suatu proyek dimulai dari gagasan atau ide, yang kemudian
dituangkan dalam bentuk rincian kebutuhan ruangan beserta fasilitas nya,
jumlah personil yang akan menempati, bahan yang akan dipergunakan dan
bentuk arsitektur yang dikehendaki. Persyaratan dan ketentuan tersebut
dituangkan dalam bentuk perencanaan, dan selanjutnya melakukan studi
kelayakan untuk menentukan rencana akhir.

11
2.3 PENYELENGGARAAN PROYEK
Dalam suatu pelaksanaan proyek cara untuk memilih atau menunjuk
rekanan yaitu dengan proses lelang (tender). Lelang adalah penjualan barang
yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/ atau
lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi
yang didahului dengan pengumuman lelang. Dalam Pekerjaan Konstruksi
Terintegrasi (Design and Build) Hotel ini, metode yang digunakan ialah
metode pelelangan umum.
Pelelangan umum merupakan metode pemilihan penyedia/jasa yang
dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas melalui media
massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga
masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat serta memenuhi kualifika s i
dapat mengikutinya.

2.4 MANAJEMEN PROYEK


Manajemen proyek merupakan penerapan fungsi- fungsi manajeme n
(perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian) secara sistematis pada suatu
proyek dengan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisie n,
agar tercapai tujuan proyek secara optimal.
Proyek dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk mencapai suatu
tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas.
Usaha tersebut dibatasi oleh tiga variabel proyek, yaitu waktu (time), mutu
(quality) dan harga (cost).
Kegiatan-kegiatan ini menghasilkan suatu output, baik software
(desain), maupun hardware (pelaksanaan fisik).
Unsur-unsur yang dikelola dalam sebuah proyek, yaitu :
1) Money (uang dan material),
2) Man (tenaga kerja, tenaga ahli),
3) Machine (alat-alat untuk mempermudah pelaksanaan proyek),
4) Method (metode, mekanisme dan prinsip kerja yang diterapkan dalam
menjalankan suatu proyek).

12
Sebuah proyek diawali oleh adanya gagasan atau ide dari pihak
pengguna jasa (owner) yang kemudian dituangkan ke dalam pekerjaan
perencanaan dan direalisasikan menjadi suatu wujud fisik tiga dimensio na l.
Dalam hal ini yang akan dibahas secara mendalam adalah proyek dalam
kelompok industri konstruksi.

2.5 UNSUR-UNSUR ORGANISASI PROYEK


Pada Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build) Hotel ini
unsur-unsur yang terlibat adalah:
- Pemilik Proyek (owner),
- Konsultan Perencana (designer),
- Konsultan Pengawas, dan
- Kontraktor

Hubungan antara pihak-pihak terkait pada Pekerjaan Konstruksi


Terintegrasi (Design and Build) Hotel ini dapat dilihat pada gambar 2.1.

OWNER
PT. SAYAGA WISATA BOGOR

KONSULTAN PERENCANA
KONSULTAN PENGAWAS
DAN KONTRAKTOR
PT. AMARTA KARYA – PT. S ARITAMA PURNAMA
PT. S ARITAMA PURNAMA (KS O)

Keterangan :
: Hubungan Komando/ Perintah
: Hubungan Koordinasi
: Hubungan Tanggung jawab

Gambar 2.1. Hubungan Kerja

13
Adapun struktur organisasi kontraktor dapat dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Kontraktor

2.6 HUBUNGAN KERJA


Ketiga unsur proyek ini mempunyai hubungan kerja satu sama lainnya
di dalam menjalankan peranannya masing- masing. Hubungan kerja yang ada
dapat bersifat ikatan kontrak, hubungan koordinasi ataupun perintah.
2.6.1 Owner dan Konsultan Perencana dan Kontraktor
Diantara keduanya terdapat ikatan kontrak, dimana konsultan
perencana memberikan jasa perencanaan proyek yang meliputi
masalah-masalah teknis maupun administrasi kepada pemilik proyek,
dan sebaliknya pemilik proyek berkewajiban memberikan imbala n
berupa biaya perencanaan kepada konsultan perencana. Pemilik
proyek mempunyai hak memberi perintah kepada konsultan
perencana. Kontraktor berkewajiban melaksanakan pekerjaan proyek
dengan baik dan memuaskan pemilik proyek pada waktu penyerahan
pekerjaan. Sebaliknya pemilik proyek berkewajiban untuk membayar
seluruh biaya pelaksanaan kepada kontraktor agar proyek dapat
berjalan dengan lancar, dimana hubungan kerja antara pemilik proyek
dan kontraktor telah diatur dalam kontrak kerja.

14
2.6.2 Konsultan Pengawas dan Konsultan Perencana dan
Kontraktor
Konsultan perencana terlebih dahulu menyampa ika n
perencanaan pekerjaan proyek, sedangkan kontraktor bertugas untuk
melaksanakan pekerjaan proyek sesuai dengan perencanaan konsultan
perencana. Antara kedua pihak tidak terjadi hubungan perintah, tetapi
terdapat hubungan koordinasi.

2.7 RENCANA KERJA


Rencana kerja merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kontraktor
di dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan adanya rencana kerja akan
diperoleh gambaran secara jelas dan terperinci mengenai lingkup pekerjaan
yang akan dilaksanakan beserta waktu yang disediakan untuk masing- ma s ing
tahapan pekerjaan. Bentuk rencana kerja yang ada dalam proyek ini meliputi:

2.7.1 Time Schedule


Time Schedule merupakan suatu bentuk rencana kerja yang
berupa tabel, berisi jenis-jenis pekerjaan disertai waktu dimula inya
sampai dengan berakhirnya setiap jenis pekerjaan tersebut. Namun
demikian, pada umumnya time schedule tidak memperhatika n
masalah biaya dan kurang jelas menunjukkan ketergantungan antara
jenis pekerjaan yang satu dengan lainnya. Didalam time schedule
terdapat kurva S yang berupa grafik yang menyatakan hubunga n
antara bobot kumulatif kemajuan pekerjaan dalam persen dengan
waktu pelaksanaan pekerjaan dalam satuan waktu. Dengan adanya
kurva S, dapat diikuti perkembangan kemajuan pekerjaan setiap saat
sehingga dapat diketahui dengan cepat apabila proyek mengala mi
keterlambatan/ kemunduran. Kurva S juga dapat dipakai untuk menila i
prestasi kerja kontraktor sampai dengan waktu yang ditinjau.
Dalam kenyataannya di lapangan, meskipun setiap tahapan
kegiatan dalam proyek sudah direncanakan dengan baik, masih sering
timbulnya permasalahan yang dapat menghambat berlangsungnya
pekerjaan suatu proyek yang pada akhirnya akan dapat mengakiba tka n

15
keterlambatan dalam penyelesaian proyek itu sendiri. Permasalaha n
yang timbul dapat berupa masalah teknis maupun non teknis yang sulit
diputuskan.

2.7.2 Shop Drawing


Shop drawing adalah gambar kerja teknis lapangan yang
digunakan sebagai acuan pelaksanaan suatu pekerjaan. Secara umum
shop drawing adalah suatu gambar yang siap di implementasikan di
lapangan.

2.8 TENAGA KERJA, WAKTU KERJA, DAN UPAH KERJA


Pada umumnya pengaturan tenaga kerja pada semua kontraktor
hampir sama dari segi waktu kerja. Hanya saja mengenai sistem pengupahan
masing- masing mempunyai peraturan tersendiri. Tetapi pada prinsip nya
pengaturan tenaga kerja ini sesuai dengan Undang-Undang Perburuhan yang
di dalamnya terdapat peraturan mengenai waktu kerja, waktu lembur, upah
minimum dan segala sesuatu yang berhubungan terkait ketenagakerjaan.

2.8.1 Tenaga Kerja


Tenaga kerja pada proyek ini dapat dibedakan menjadi 4 yaitu :
1) Tenaga Tetap
Tenaga kerja tetap adalah karyawan yang sudah diangkat, dan
mendapat gaji tetap langsung dari kantor pusat.
2) Tenaga Harian
Tenaga kerja harian adalah tenaga kerja yang dipekerjakan
berdasarkan kebutuhan pada suatu jenis pekerjaan tertentu.
Jumlah tenaga kerja harian tergantung pada volume pekerjaan
yang ada.
3) Tenaga Borongan
Tenaga kerja borongan adalah mandor beserta anak buahnya
yang mendapatkan upahnya berdasarkan prestasi pekerjaan
yang dilakukan.

16
4) Mandor
Mandor memiliki kewajiban untuk mengatur anak buahnya
yang disesuaikan kebutuhannya dengan jadwal pelaksanaan
pekerjaan.

2.8.2. Waktu Kerja


Waktu kerja pada hari Senin - Minggu mulai pukul 08.00 -
12.00 WIB, istirahat pukul 12.00 - 13.00 WIB, kemudian dilanjutka n
kembali setelah istirahat pukul 13.00 - 17.00 WIB. Adapun pekerjaan
tambahan, setelah istirahat kedua pukul 18.00 - 22.00 WIB. Waktu
kerja ini berlaku sejak tanggal 7 Agustus 2017 - 7 Agustus 2018.

2.8.3. Upah Kerja


Pelaksanaan pembayaran upah pada karyawan yang bekerja
pada proyek ini adalah sebagai berikut :
a. Karyawan tetap mendapatkan pembayaran upah setiap akhir
bulan.
b. Mandor mendapatkan pembayaran upah per dua minggu melalui
bagian administrasi proyek.
c. Tenaga Kerja mendapatkan pembayaran upah per dua minggu
melalui mandor.

2.9. PERENCANAAN PROYEK

Perencanaan merupakan suatu kegiatan yang sangat penting sebelum


dilaksanakannya suatu proyek. Tahapan awal ini dilakukan supaya tindakan
yang diambil dalam pelaksanaan suatu proyek tidak merugikan, oleh karena itu
perencanaan harus dibuat sematang mungkin dan dalam pelaksanaan harus
diserahkan pada pihak/badan usaha yang benar-benar ahli dan berpengala ma n
dalam bidangnya serta mempunyai reputasi yang baik.

Tahap perencanaan merupakan tahap yang penting dalam proses


pelaksanaan suatu proyek, karena suatu perencanaan berkaitan dengan tahap

17
sebelumnya yaitu survey (pengamatan dan penyelidikan), selain itu tahap
perencanaan mempunyai kaitan erat ke depannya, yaitu pada construction
(pelaksanaan), operation (pengoperasian atau pemakaian), maintenance
(pemeliharaan). Kegiatan ini sangat penting sebelum dimulainya sebuah
proyek. Perencanaan suatu proyek harus dibuat secermat dan seteliti mungk in,
karena bila terjadi kesalahan perencanaan ataupun urutan proses yang tidak
benar dapat menyebabkan terjadinya kerugian. Perencanaan yang matang
sebelum dimulainya suatu pekerjaan proyek tidak hanya menghemat biaya
tetapi juga dapat menghemat waktu dan tenaga.

Dalam hal ini, perencanaan proyek diiringi dengan pelaksanaannya di


lapangan, berbeda dengan jenis proyek Traditional Procurement (Design-Bid-
Build), yang pada proses atau tahapan desain dan konstruksi dilakukan terpisah
dan berurutan. Jenis yang digunakan dalam Pekerjaan Konstruksi Terintegra s i
(Design and Build) Hotel Sayaga ini yaitu Design and Build Procurement (Bid-
Design and Build) atau metode rancang bangun, yang merupakan salah satu
alternatif metode procurement tahap perencanaan dan konstruksi berada di
bawah satu kontrak.

Penerapan metode ini bukanlah hal yang baru di dalam industri jasa
konstruksi. Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa metode design build lebih
populer dari metode lain seperti design bid build sebelumnya. Demikian juga
metode ini semakin sering digunakan secara luas lebih dari 10 (sepuluh) tahun
belakangan ini (Park et al, 2009). Keuntungan dari metode design bid build ini
adalah partisipasi lebih awal dari kontraktor dalam perencanaan yang dapat
mengakibatkan efisiensi waktu dan biaya, komunikasi yang lebih terjaga,
sehingga proyek dapat terselesaikan lebih awal dan dengan biaya lebih sedikit,
serta mutu yang terjamin (Anumba dan Evbuomwan, 1997).

Adapun karakteristik atau ciri umum Design and Build Procurement


adalah :

a. Merupakan metode dimana Kontraktor bertanggungjawab atas desain


dan pelaksanaan konstruksi, dengan imbalan suatu nilai pembayaran
tertentu yang umumnya sudah pasti (lump sum fixed price).

18
b. Permintaan atau informasi kebutuhan dari Owner berupa Term of
Requirement (TOR) yang harus diikuti oleh setiap peserta tender,
berupa kebutuhan tenggat waktu yang diinginkan, sampai dengan
patokan rancangan yang harus didesain yang diinginkan secara
menyeluruh, kebutuhan fungsi pemakaian bangunan atau ruang,
spesifikasi material khusus yang diinginkan oleh Owner, dsb.
c. Penunjukan Kontraktor kebanyakan dilakukan dalam tender 2 tahap,
yang tetap dapat mempertahankan kompetisi antar peserta namun
tidak mutlak mensyaratkan setiap peserta tender untuk memberika n
penawaran (desain dan spesifikasi) yang sangat lengkap.
d. Owner mempunyai kontrol atas elemen desain yang ditetapkan dalam
TOR, namun begitu kontrak ditandatangani, Owner tidak mempunya i
kewenangan kontrol langsung atas perkembangan detail desain yang
dilakukan oleh Kontraktor.
e. Sejak kontrak ditandatangani, tanggungjawab desain penuh berada
pada pihak Kontraktor.
f. Tenggat waktu atau batas waktu penyelesaian pekerjaan yang sudah
ditetapkan merupakan tanggal yang pasti dan harus dipenuhi oleh
Kontraktor, dengan kelonggaran atas keterlambatan penyelesa ia n
dapat diberikan oleh Owner, sesuai dengan situasi dan kondisi yang
mempengaruhi pekerjaan proyek yang diatur dalam kontrak yang
ditandatangani.

2.9.1. Kelebihan sistem Design and Build Procurement


a. Proses desain dan konstruksi dapat berjalan paralel atau bersamaan,
sehingga dapat mempersingkat waktu penyelesaian proyek secara
keseluruhan, dibandingkan dengan sistem yang lain (Chan et al, 2002)
b. Kepastian nilai pekerjaan yang dilaksanakan dapat lebih dijaga selama
Owner dapat menahan diri untuk tidak menginstruksikan/meminta
perubahan selama pelaksanaan pekerjaan proyek, yang dapat dicapai
apabila penyusunan TOR betul-betul sesuai dengan kebutuhan Owner
akan berfungsi dan pemakaian di kemudian hari.

19
c. Tidak mutlak memerlukan Konsultan MK (Manajemen Konstruksi)
independen, untuk kebutuhan pemberian keputusan maupun instruks i
dari Owner, dapat dilakukan dengan menyewa atau menugaska n
personel yang kompeten dan dapat bertindak atas nama Owner.
d. Perubahan atas desain atau spesifikasi masih memungkinkan untuk
dilakukan oleh Owner, namun harus mempertimbangkan aspek atau
konsekuensi atas biaya langsung (pelaksanaan), biaya yang timbul
karena gangguan atas pelaksanaan pekerjaan yang sedang berjalan
(overhead) dan penambahan waktu yang mungkin diperlukan, yang
pada umumnya akan diajukan oleh Kontraktor.
e. Apabila penyusunan TOR dan evaluasi atas proposal atau usulan
desain terkait kesesuaian dengan TOR dilakukan dengan hati-hati dan
baik, sistem ini mempunyai faktor resiko yang relatif kecil, dengan
potensi resiko kurangnya kemampuan kontrol atas pengembangan dan
pendetailan desain dan kualitas pelaksanaan pada waktu pelaksanaan
pekerjaan.

2.9.2. Kekurangan sistem Design and Build Procurement


a. Dibutuhkan waktu yang memadai untuk mempersiapkan TOR yang
sesuai dengan kebutuhan Owner, dan pada umumnya diperluka n
bantuan dari Konsultan.
b. Apabila TOR tidak dipersiapkan dengan baik, serta tidak dipantau
dengan baik kesesuaian proposal atau usulan desain yang diajukan
Kontraktor dengan TOR yang diberikan, maka sangat berpotensi
mengakibatkan resiko pembengkakan biaya akibat perubahan yang
harus dilakukan selama pekerjaan yang berimbas pula pada waktu
pelaksanaan yang tidak dapat sesuai dengan tenggat waktu yang
direncanakan dan ditetapkan semula.
c. Kontraktor juga harus diberikan waktu yang cukup untuk beradaptasi
mempersiapkan proposal lengkap dengan analisa untuk penawaran
yang akan diajukan.

20
d. Proses evaluasi untuk tender dengan sistem Design and Build
umumnya lebih sulit karena harus membandingkan proposal atau
usulan desain dengan harga yang ditawarkan (tidak seperti sistem
Traditional Procurement yang membandingkan desainnya pasti dan
hanya satu dari Konsultan Desain), termasuk memeriksa proposal atau
usulan desain yang diajukan Kontraktor, apakah sudah memenuh i
TOR yang diinginkan oleh Owner. (Lauw Tjun Nji, 2002)

2.10 PERENCANAAN STRUKTUR

Struktur bangunan pada umumnya terdiri dari struktur bawah (lower


structure) dan struktur atas (upper structure). Struktur bawah (lower
structure) yang dimaksud adalah pondasi dan struktur bangunan yang berada
di bawah permukaan tanah termasuk Pile Cap dan Tie Beam, sedangkan yang
dimaksud dengan struktur atas (upper structure) adalah struktur bangunan
yang berada di atas permukaan tanah seperti kolom, balok, pelat, tangga. Setiap
komponen tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda di dalam sebuah
struktur.

Suatu bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak sangat


rawan terhadap keruntuhan jika tidak direncanakan dengan baik. Oleh karena
itu, diperlukan suatu perencanaan struktur yang tepat dan teliti agar dapat
memenuhi kriteria kekuatan (strenght), kenyamanan (comfort), keselamatan
(safety), dan umur rencana bangunan (durability).

Beban-beban yang bekerja pada struktur seperti beban mati (dead


load), beban hidup (live load), beban gempa (earthquake), dan beban angin
(wind load) menjadi bahan perhitungan awal dalam perencanaan struktur untuk
mendapatkan besar dan arah gaya-gaya yang bekerja pada setiap komponen
struktur, kemudian dapat dilakukan analisis struktur untuk mengeta hui
besarnya kapasitas penampang dan tulangan yang dibutuhkan oleh masing-
masing struktur (Gideon dan Takim, 1993).

21
Perencanaan struktur harus mengacu pada peraturan atau pedoman
standar yang mengatur perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton
bertulang, yaitu Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton (SNI 2847-
2013), Pedoman Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung (SNI 1727-
2013), Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Indonesia untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non-Gedung (SNI 1726-2012), dan lain-lain.

Struktur gedung ini terbentuk atas bagian-bagian utama struktur


dimana bagian-bagian struktur ini mempunyai fungsi tersendiri yang berbeda-
beda, namun masih mempunyai hubungan atau kaitan yang erat sekali.

Bagian-bagian utama struktur antara lain adalah:

1) Pile Cap dan Tie Beam


2) Kolom
3) Balok
4) Pelat lantai

2.10.1. Pile Cap dan Tie Beam


Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal
ini dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribus ia n
beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah.
Pile cap digunakan sebagai pondasi untuk mengikat tiang pancang yang sudah
terpasang dengan struktur yang berada di atasnya. Pada umumnya para
geotechnical dan structure engineer, jika mendesain pondasi dalam (deep
foundation) sama sekali tidak memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal
sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal. RL. Mowka meneliti
bahwa untuk gaya lateral bahkan sering sekali lebih besar gaya yang dipikul
pile cap dibanding dengan tiang. Begitu juga dengan gaya aksial tekan. Dengan
memperhitungkan distribusi pile cap, maka kita akan mendapatkan desain
group tiang yang lebih ekonomis. Oleh karena itu, penting sekali para engineer
memahami perilaku pile cap agar mampu memperhitungkan kontribusi pile
cap dalam memperhitungkan daya dukung group tiang, baik terhadap gaya
lateral maupun gaya aksial.

22
Pada dasarnya perilaku pile cap hampir sama dengan balok tinggi. Hal
ini dikarenakan pile cap mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang
hampir sama dengan balok tinggi. Karena geometrinya inilah maka pile cap ini
lebih berperilaku dua dimensi, bukan satu dimensi dan mengalami keadaan
tegangan dua dimensi. Sebagai akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak
harus tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan
deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup
berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, blok
tegangan menjadi non linier meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan
limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi
mengikuti bentuk parabola yang digunakan pada balok biasa.
Ada dua pendekatan umum dalam mendesain sebuah pile cap. Pada
pendekatan pertama, pile cap dianggap sebagai balok tinggi dan dirancang
untuk geser pada bagian kritis. Pendekatan kedua yaitu dengan membagi
struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B. Dimana, daerah yang tidak
lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan sesudah ada tambahan lentur
yang dirincikan oleh regangan non linier, disebut daerah D (Distrubed atau
Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli disebut daerah B
(Bending atau Bernoulli). Pendekatan ini biasa disebut dengan model strut and
tie. Dalam model ini, kekuatan tekan diasumsikan akan didistribusikan melalui
strut tekan tanpa perkuatan ke daerah nodal pada masing- masing titik tiang
pancang dan kekuatan tarik yang terjadi diantara tiang diberikan oleh tegangan
tie yang dibentuk oleh penguat (tulangan).
Model strut and tie dua dimensi digunakan untuk mempresentas ika n
struktur planar seperti balok tinggi, corbel dan sambungan. Model strut and tie
tiga dimensi digunakan untuk struktur seperti pile cap untuk dua atau lebih
baris tiang pancang.
Sedangkan pengertian tie beam sendiri adalah balok yang terletak atau
bertumpu pada permukaan tanah. Secara sederhana, tie beam digunakan untuk
menghubungkan antara pile cap yang satu dengan pile cap lainnya, tie beam
juga berfungsi untuk menopang slab atau plat lantai yang berhubungan dengan

23
permukaan tanah secara langsung. Adapun pengerjaan tie beam hampir serupa
dengan pile cap.

Persyaratan pile cap menurut SNI 2847-2013 sebagai berikut :


1) Tebal minimum fondasi tapak; tebal fondasi tapak di atas tulanga n
bawah tidak boleh kurang dari 150 mm untuk fondasi tapak di atas
tanah, atau kurang dari 300 mm untuk fondasi tapak (footing) di
atas tiang fondasi. (15.7 SNI 2847-2013)
2) Perhitungan momen lentur dan gaya geser pada fondasi pile cap
didasarkan pada asumsi bahwa reaksi dari masing- masing tiang
pancang terpusat pada pusat berat penampang tiang pancang.
(15.2.3 SNI 2847-2013)
3) Untuk dapat mentransfer beban dengan baik kelapisan tanah, maka
jarak antar tiang pancang dibatasi minimal sebesar 3 kali diameter
tiang pancang. Contoh berikut memberikan ilustrasi proses desain
suatu pile cap untuk 4 buah tiang pancang.

Berikut daftar detail tipe dan ukuran pile cap dan tie beam.

Tabel 2.1. Tipe dan Ukuran Pile Cap

No Tipe Pile Cap Ukuran ( mm ) Keterangan

1. P1A 600 X 600 X 600 Kolam Renang

2. P2A 1250 X 600 X 600

3. P2B 1250 X 600 X 600 Convention Hall

4. P3A 1250 X 160 X 600

5. T1A 800 X 800 X 800

6. T4A 2000 X 2000 X 1000


Hotel / Gedung
7. T4B 2000 X 2000 X 1000

8. T5A 2500 X 2500 X 1200

24
9. T5B 2500 X 2500 X 1200

10. T6A 3200 X 2000 X 1300

Sumber : Shop Drawing – Denah dan Elevasi Pondasi Pile Cap


No. 5/PPSD/II/2018. Tanggal 19 Februari 2018.

Tabel 2.2. Tipe dan Ukuran Tie Beam

No Tipe Tie Beam Ukuran ( mm )

1. TB1 200 X 300

2. TB2 200 X 400A

3. TB3 200 X 400C

4. TB4 300 X 500A

5. TB5 300 X 500B

6. TB6 300 X 600B

7. TB7 300 X 600G

8. TB8 300 X 600J

9. TB9 300 X 600K

10. TB10 300 X 600L

11. TB11 400 X 800A

12. TB12 400 X 800B

Sumber : Shop Drawing – Denah Balok dan Kolom Lt. Basement 2


No. 5/PPSD/II/2018. Tanggal 19 Februari 2018.

25
2.10.2. Kolom

Kolom merupakan komponen struktur bangunan yang memiliki tugas


menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang ditopang
paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil (Dipohusodo, 1994). Kolom
merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Kolom beton (tiang beton)
adalah beton bertulang yang diletakkan dengan posisi vertikal. Kolom dapat
berfungsi sebagai pengikat pasangan dinding bata dan penerus beban dari atas
menuju sloof yang kemudian diterima oleh pondasi. Untuk dimensi kolom
yang digunakan pada Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build)
Hotel dapat dilihat pada tabel 2.3.
Seperti kita ketahui bahwa kolom merupakan bagian dari struktur atas
dalam posisi vertikal yang berfungsi sebagai pengikat pasangan dinding bata
dan meneruskan beban yang berada di atasnya. Sedangkan komponen struktur
yang menahan beban aksial vertikal dengan rasio bagian tinggi dengan dimens i
lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan pedestal. Sebagian dari suatu
kerangka bangunan dengan fungsi dan peranan seperti tersebut. Kolom juga
menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan.
Kegagalan kolom akan berakibat langsung akan runtuhnya komponen
struktur lain yang berhubungan dengannya atau bahkan merupakan batas
runtuh total keseluruhan struktur suatu bangunan. Pada umumnya kegagalan
atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang
jelas, bersifat mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom
harus diperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan
lebih tinggi dibanding komponen struktur lainnya.

Tabel 2.3. Tipe dan Ukuran Kolom

No Tipe Kolom Tulangan Utama Ukuran ( mm )

1. K1AA 16 D 22 500 X 700

2. K1A 16 D 22 500 X 700

26
3. K1B 14 D 22 400 X 600

4. KL 10 D 13 400 X 400

Sumber : Shop Drawing – Denah Balok dan Kolom Lt. Basement 2


No. 5/PPSD/II/2018. Tanggal 19 Februari 2018

Konstruksi kolom pada proyek ini terbuat dari beton bertulang dengan mutu
K350 dari lantai basement 2, s/d Lantai 6, perencanaan kolom menggunaka n
tulangan D16, D19, D22 dengan mutu BJTS 40.

Persyaratan kolom menurut SNI 2847-2013 hal. 62 sebagai berikut :


1) Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban
terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari
beban terfaktor pada satu bentang lantai atau atap bersebelahan yang
ditinjau. Kondisi pembebanan yang memberikan rasio momen
maksimum terhadap beban aksial harus juga ditinjau.
2) Pada rangka atau konstruksi menerus, pertimbangan harus diberikan
pada pengaruh beban lantai atau atap tak seimbang pada baik kolom
eksterior dan interior dan dari pembebanan eksentris akibat penyebab
lainnya.
3) Dalam menghitung momen beban gravitasi pada kolom, diizinka n
untuk mengasumsikan ujung jauh kolom yang dibangun menyatu
dengan struktur sebagai terjepit.
4) Tahanan terhadap momen pada setiap tingkat lantai atau atap harus
disediakan dengan mendistribusikan momen diantara kolom-kolom
langsung di atas dan di bawah lantai ditetapkan dalam proporsi
terhadap kekakuan kolom relatif dan kondisi kekangan.

2.10.3. Balok
Balok juga merupakan salah satu pekerjaan beton bertulang. Balok
merupakan bagian struktur penting yang digunakan sebagai dudukan lantai dan
pengikat kolom lantai atas. Fungsinya sebagai rangka penguat horizonta l

27
bangunan akan beban-beban. Adapun tipe dan ukuran balok yang digunaka n
pada Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build) Hotel dapat dilihat
pada tabel 2.4.
Apabila suatu gelagar balok bentangan sederhana menahan beban
yang mengakibatkan timbulnya momen lentur yang mengakibatkan terjadinya
deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-rega nga n
balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh
balok, tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar
stabilitas terjamin, batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan
lentur harus kuat untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut karena
tegangan baja dipasang di daerah tegangan tarik bekerja, di dekat serat
terbawah, maka secara teoritis balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja
(Dipohusodo,1996).
Persyaratan balok menurut SNI 2847-2013 sebagai berikut :
1) Panjang bentang komponen struktur yang tidak menyatu dengan
tumpuan harus dianggap sebagai bentang bersih ditambah dengan
tinggi komponen struktur, tetapi tidak perlu melebihi jarak diantara
pusat tumpuan (8.9.1 SNI 2847-2013).
2) Dalam analisis rangka atau konstruksi menerus untuk penentuan
momen, panjang bentang harus diambil sebesar jarak pusat ke pusat
tumpuan (8.9.2 SNI 2847-2013).
3) Untuk balok yang menyatu dengan tumpuan, perancangan dengan
dasar momen di muka tumpuan diizinkan (8.9.3 SNI 2847-2013).
4) Diizinkan untuk menganalisis slab solid atau berusuk yang dibangun
menyatu dengan tumpuan, dengan batang bersih tidak lebih 3 (tiga) m,
sebagai slab menerus di atas tumpuan bertepi tajam dengan bentang
sama dengan bentang bersih slab dan lebar balok bilamana tidak, maka
diabaikan (8.9.4 SNI 2847-2013).
5) Pada konstruksi balok-T, sayap dan badan balok harus dibangun
menyatu atau bila tidak harus diletakkan bersama secara efektif (8.12.
1 SNI 2847-2013).

28
6) Lebar slab efektif sebagai sayap balok-T tidak boleh melebihi
seperempat panjang bentang balok, dan lebar efektif sayap yang
menggantung pada masing- masing sisi badan balok tidak boleh
melebihi : (8.12.2. SNI 2847-2013)
6.1. Delapan kali tebal slab,
6.2. Setengah jarak bersih ke badan di sebelahnya.
7) Untuk balok dengan slab pada satu sisi saja, lebar efektif yang
menggantung tidak boleh melebihi : (8.12.3. SNI 2847-2013)
7.1. Seperduabelas panjang bentang balok,
7.2. Enam kali tebal slab; dan
7.3. Setengah jarak bersih ke badan sebelahnya.
8) Balok yang terpisah, dimana bentuk-T digunakan untuk memberika n
sayap untuk luasan tekan tambahan, harus mempunyai ketebalan
sayap tidak kurang dari setengah lebar badan dan lebar efektif sayap
tidak lebih dari empat kali lebar badan (8.12.4 SNI 2847-2013).
9) Bila tulangan lentur utama pada slab yang dianggap sebagai sayap
balok-T (tidak termasuk konstruksi balok usuk) parallel balok,
tulangan tegak lurus terhadap balok harus disediakan pada sisi teratas
slab sesuai dengan berikut : (8.12.5 SNI 2847-2013).
9.1. Tulangan transversal harus didesain untuk memikul beban
terfaktor pada lebar slab yang menggantung yang diasums ika n
bekerja sebagai kantilever. Untuk balok yang terpisah, seluruh
lebar sayap yang menggantung harus diperhitungkan. Untuk
balok-T lainnya, hanya lebar efektif slab yang menggantung perlu
diperhitungkan.
9.2. Tulangan transversal harus dispasikan tidak lebih jauh dari lima
kali tebal slab, atau juga tidak melebihi 450 mm.

Tabel 2.4. Tipe dan Ukuran Balok

No Tipe Balok Ukuran ( mm )

1. B1 200 X 300

29
2. B2 200 X 400A

3. B3 200 X 400C

4. B4 300 X 500A

5. B5 300 X 500B

6. B6 300 X 600B

7. B7 300 X 600G

8. B8 300 X 600J

9. B9 300 X 600K

10. B10 300 X 600L

11. B11 400 X 800A

12. B12 400 X 800B

Sumber : Shop Drawing – Denah Balok dan Kolom Lt. Basement 2


No. 5/PPSD/II/2018. Tanggal 19 Februari 2018.

Konstruksi balok pada proyek ini terbuat dari beton bertulang dengan mutu
K350 dengan nilai slump rencana 12 ± 2 cm, perencanaan balok menggunaka n
tulangan D16, D19 dan D22 dengan mutu BJTS 40. Dimensi dan tulanga n
menyesuaikan dengan pembebanan dan perhitungan perencanaan.

2.10.4. Pelat Lantai


Pelat beton atau concrete slabs merupakan elemen struktural yang
menerima beban hidup dan beban mati pada lantai yang selanjutnya akan
disalurkan pada balok dan kolom sampai ke struktur bawah. Pelat beton
mempunyai peranan yang penting pada bangunan gedung bertingkat, baik
sebagai pelat lantai dan pelat bordes ataupun pelat dak pada atap.

30
Nawy (1990), pelat lantai adalah elemen horizontal utama yang
menyalurkan beban hidup maupun beban mati ke kerangka pendukung vertikal
dari suatu system struktur. Elemen-elemen tersebut dapat dibuat sehingga
bekerja dalam satu arah atau bekerja dalam dua arah.
Dora (2004), pelat adalah elemen bidang tipis yang menahan beban-
beban transversal melalui aksi lentur ke masing-asing tumpuan.
Pelat lantai pada bangunan konstruksi gedung memiliki beberapa
sistem diantaranya adalah pelat lantai beton konvensional yang sering dipakai
pada proyek konstruksi pada umumnya, pelat lantai dengan sistem boundek,
sistem pelat lantai menggunakan panel beton ringan. Masing-masing sistem
memiliki kelebihan dan kekurangan pada penggunaannya, selain untuk
mereduksi beban juga untuk mempercepat pekerjaan.
Pelat biasanya ditumpu oleh gelagar atau balok bertulang dan dicor
menjadi satu kesatuan dengan gelagar tersebut. Tulangan baja pada pelat
biasanya dipasang sejajar dengan permukaan pelat, dan batang baja lurus dapat
digunakan sebagai tulangan walaupun pada pelat menerus batang-batang baja
bawah seringkali dibengkokkan ke atas untuk memikul momen-momen negatif
yang bekerja pada perekatan.
Pada Pekerjaan Konstruksi Terintegrasi (Design and Build) Hotel
menggunakan sistem konvensional dalam pelaksanaan pekerjaan pelat lantai,
dan rincian tebal pelat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.5.
Persyaratan pelat menurut SNI 2847-2013 sebagai berikut :
1) Tebal minimum pelat tanpa balok dalam, seperti ditentukan dalam
Tabel 12.4 (SNI 2847-2013) tidak boleh kurang dari 120 mm (untuk
pelat tanpa penebalan panel), atau tidak kurang dari 100 mm (untuk
pelat dengan penebalan panel.
2) Dalam SNI 2847-2013 pasal 9.5.3.3.(d) disyaratkan bahwa untuk
panel dengan tepi yang tidak menerus, maka nalok tepi harus
mempunyai rasio kekakuan α yang tidak kurang dari 0,8.
3) Atau sebagai alternative, maka ketebalan maksimum yang dihitung
dari syarat 1 dan 2 harus dinaikkan minimal 10%.

31
Untuk menggunakan metode perencanaan langsung pada sistem pelat
dua arah, maka SNI 2847-2013 pasal 13.6.1. memberikan beberapa
batasan sebagai berikut :
1) Paling sedikit ada 3 (tiga) bentang menerus dalam setiap arah.
2) Pelat berbentuk persegi, dengan perbandingan antara bentang panjang
terhadap bentang pendek diukur sumbu ke sumbu tumpuan, tidak lebih
dari 2.
3) Panjang bentang yang bersebelahan, diukur antara smbu ke sumbu
tumpuan, dalam masing- masing arah tidak berbeda lebih dari sepertiga
bentang terpanjang.
4) Posisi kolom boleh menyimpang, maksimum sejauh 10% panjang
bentang dari garis-garis yang menghubungkan sumbu-sumbu kolom
yang berdekatan.
5) Beban yang diperhitungkan hanyalah beban gravitasi dan terbagi
merata pada seluruh panel pelat. Sedangkan beban hidup tidak boleh
melebihi 2 (dua) kali beban mati.

Tabel 2.5. Tipe dan Tebal Pelat

No Tipe Pelat Tebal Pelat (mm)

1. S1 150

2. S2 200

Sumber : Shop Drawing – Denah dan Elevasi Pondasi Pile Cap


No. 5/PPSD/II/2018. Tanggal 19 Februari 2018.

Perencana Pelat lantai pada proyek ini terbuat dari beton bertulang dengan
mutu K300 dengan nilai slump rencana 12 ± 2 cm, perencanaan balok
menggunakan tulangan D10 dengan mutu BJTS 40. Dimensi dan tulanga n
menyesuaikan dengan pembebanan dan perhitungan perencanaan.

32
BAB III
PELAKSANAAN TEKNIS DAN NON TEKNIS
DI LAPANGAN

3.1. PELAKSANAAN TEKNIS DI LAPANGAN


Pelaksanaan pembangunan suatu konstruksi membutuhkan pelaksana
proyek agar dapat selesai dengan baik, adapun tugas pelaksana proyek adalah
sebagai berikut :
1) Memahami gambar desain dan spesifikasi teknis sebagai pedoman
dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan.
2) Bersama dengan bagian engineering untuk menyusun kembali metode
pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan pekerjaan.
3) Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan dilapanga n
menyesuaikan dengan persyaratan waktu, mutu dan biaya yang telah
ditetapkan.
4) Membuat program kerja mingguan atau bulanan dan mengadakan
pengarahan kegiatan harian kepada pelaksana pekerjaan.
5) Mengadakan rapat evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan
maupun rekomendasi pekerjaan di lapangan.
6) Membuat program penyesuaian dan tindakan turun tangan, apabila
terjadi keterlambatan dan penyimpangan pekerjaan di lapangan.
7) Bersama dengan bagian teknik dalam melakukan pemeriksaan dan
memproses berita acara kemajuan pekerjaan dilapangan.
8) Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program kerja minggua n,
metode kerja, gambar kerja dan spesifikasi teknis.
9) Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jadwal tenaga kerja dan
mengatur pelaksanaan tenaga dan peralatan proyek.
10) Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan
alat di lapangan.
11) Membuat laporan harian tentang pelaksanaan dan pengukuran hasil
pekerjaan dilapangan.

33
12) Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil suatu pekerjaan di
lapangan.
13) Membuat laporan harian tentang pelaksanaan pekerjaan, agar proyek
selalu sesuai dengan metode konstruksi dan instruksi kerja yang telah
ditetapkan.
14) Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan.

Pelaksana proyek perlu mempunyai keahlian dalam bidang bangunan


agar mengetahui bagaimana mengatur jalannya setiap pekerjaan sehingga
menghasilkan kualitas bangunan yang baik dalam waktu yang cepat. Pada
proyek skala besar seperti bangunan bertingkat tinggi, keberadaan pelaksana
dikelompokan lebih rinci lagi sehingga terdapat pelaksana spesialis yang ahli
dalam bidang tertentu diantaranya adalah :
1) Pelaksana Besi Tulangan;
2) Pelaksana Cor Beton;
3) Pelaksana Bekisting;
4) Pelaksana Finishing; dan
5) Pelaksana Mekanikal Elektrikal.

Setiap bagian tersebut mempunyai tanggung jawab dalam spesifika s i


bidangnya masing-masing, misalnya pelaksana bekisting perlu mempelaja r i
bagaimana membuat sebuah cetakan beton yang tidak mengalami kebocoran
serta mampu menghasilkan hasil pengecoran beton yang halus tanpa keropos.
Sedangkan pelaksana besi perlu memperhatikan setiap detail pemasangan besi
tulangan agar terpasang dengan benar dan tidak mengalami kegagalan struktur
yang dapat menyebabkan kerobohan bangunan.
Bab ini akan menguraikan keseluruhan pelaksanaan pekerjaan yang
diamati selama melaksanakan kerja praktek di proyek Pekerjaan Konstruksi
Terintegrasi (Design and Build) Hotel dari pelaksanaan pekerjaan Basement
Lantai 2 sampai dengan Lantai 1 atau Dasar. Maka pembahasan pelaksanaan
teknis lapangan meliputi pekerjaan struktur sebagai berikut :
1) Pekerjaan Pile Cap dan Tie Beam;

34
2) Pekerjaan Kolom;
3) Pekerjaan Balok; dan
4) Pekerjaan Pelat Lantai.

3.2. PEKERJAAN PILE CAP DAN TIE BEAM


Pekerjaan pile cap dan tie beam merupakan pekerjaan lanjutan setelah
proses pemancangan selesai yang dilanjutkan juga dengan penggalian tanah
dan pemotongan tiang pancang (pile) sesuai elevasi pile cap yang diinginka n.
Tanah disekeliling pile digali kembali, sesuai dengan bentuk pile cap yang
telah direncanakan. Kemudian sebelumnya pun pada pile tersebut dilakukan
pembobokan pada bagian betonnya, hingga tersisa tulangan besinya yang
kemudian dijadikan sebagai stek pondasi dan sebagai pengikat dengan pile cap.
Pembobokan hanya sampai elevasi dasar pile cap saja.
Pekerjaan ini disebut juga bagian dari pekerjaan awal dari struktur atas
(upper structure) setelah pekerjaan struktur bawah (sub structure) selesai
dilakukan. Semua bahan yang digunakan untuk pekerjaan ini harus memenuhi
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Adapun pekerjaan pile cap dan tie beam ini
meliputi :

Penentuan As Pile Cap dan Tie Beam

Lantai Kerja

Pembuatan / Pemasangan Bekisting Batako Pile Cap dan Tie Beam

Pembuatan Tulangan Pile Cap dan Tie Beam

Pemasangan Tulangan Pile Cap dan Tie Beam

Pengecoran

Perawatan

Gambar 3.1. Diagram Alir Pekerjaan Pile Cap dan Tie Beam

35
3.2.1. Penentuan As Pile Cap dan Tie Beam
Pekerjaan Pile Cap dan Tie Beam diawali dengan pekerjaan persiapan,
yaitu menentukan as pile cap dengan menggunakan theodolite dan
waterpass berdasarkan shop drawing yang kemudian dilanjutka n
dengan pemasangan patok as pile cap.

Gambar 3.2. Ilustrasi Pekerjaan Penentuan As

3.2.2. Lantai Kerja


Sebagai landasan pile cap dan tie beam, dibuat lantai kerja terlebih
dahulu dengan ketebalan 10 cm.

3.2.3. Pembuatan/Pemasangan Bekisting Batako Pile Cap dan Tie Beam


Melakukan pemasangan bekisting dari batako di sekeliling daerah pile
cap dan tie beam. Penggunaan batako ini dipilih karena batako cukup
kuat untuk menahan beban sebagai bekisting serta cukup murah untuk
pada akhirnya ditimbun bersama pada saat pengecoran.

Gambar 3.3. Pemasangan Bekisting Batako Pile Cap

36
Gambar 3.4. Pemasangan Bekisting Batako Tie Beam

3.2.4. Pembuatan Tulangan Pile Cap dan Tie Beam


Penulangan adalah pekerjaan yang bertujuan untuk membentuk dan
memasang besi tulangan beton sebagai kerangka struktur pada
konstruksi beton agar sesuai dengan gambar rencana. Fungsi tulanga n
pada beton adalah untuk menahan gaya tekan, gaya geser dan momen
torsi yang timbul akibat beban yang bekerja pada konstruksi beton
tersebut. Sesuai sifat beton yang kuat terhadap tekan, tetapi lemah
terhadap Tarik. Oleh karena itu, dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembesian ini harus dilakukan sesuai dengan spesifikasi teknis dan
gambar yang telah direncanakan, yaitu dalam hal :
a. Ukuran diameter baja tulangan,
b. Kualitas baja tulangan yang digunakan, dan
c. Penempatan atau pemasangan baja tulangan,

Pabrikasi besi, terdiri dari pekerjaan pemotongan dan pembengkokan


besi tulangan. Pemotongan dilakukan karena panjang besi dipasaran
adalah 12 meter, sedangkan panjang tulangan elemen struktur yang
digunakan terdiri dari bermacam-macam ukuran, sesuai perhitunga n
tulangan. Pemotongan besi menggunakan Bar Cutter.

37
Pembengkokkan, dilakukan untuk membentuk tulangan yang telah
disesuaikan dengan perencana. Namun apabila terjadi kesalahan pada
pembengkokkan, maka aturannya besi tulangan tersebut tidak boleh
dibengkokan kembali tetapi harus dipotong, hal ini untuk menghinda r i
timbulnya retak-retak pada tempat pembengkokkan ulang tersebut,
karena sifat getas baja. Pembengkokkan dilakukan dengan Bar Bender
dengan berbagai macam diameter ukuran.
Sebelum mengerjakan pabrikasi besi, pekerja pada bagian pembesian
menyusun daftar bengkok dan potong baja tulangan, berdasarkan
gambar pelaksanaan (shop drawing) yang dibuat oleh Kontraktor
Utama. Hal-hal yang diperhatikan dalam menyusun daftar bengkok
dan potong baja tulangan adalah :
a. Sambungan antar tulangan harus ditempatkan sedemikian rupa
pada daerah yang momennya nol atau dengan menggunaka n
sambungan lewatan sehinga gaya dan batang yang satu dapat
disalurkan ke batang yang lain. Panjang dan bentuk baja
tulangan itu direncanakan secara ekonomis sehingga bagian-
bagian sisi atau bagian yang tidak terpakai didapat seminima l
mungkin.
b. Memperhitungkan teknik pemasangan tulangan sehingga tidak
menyulitkan dalam pelaksanaan dilapangan.

Gambar 3.5. Pembuatan Tulangan Pile Cap

38
3.2.5. Pemasangan Tulangan Pile Cap dan Tie Beam
Baja tulangan dengan sengkang yang telah dibengkokkan/dipo to ng
dibawa ke lapangan untuk dipasang pada posisi sesuai denah gambar
pelaksanaan. Kegiatan yang dilakukan pada pekerjaan pemasangan
tulangan antara lain :
a. Pemeriksaan diameter, panjang, dan bentuk tulangan dilakukan
sebelum baja tulangan tersebut dipasang.
b. Jarak antar tulangan serta jumlah tulangan, baik untuk tulanga n
lentur maupun tulangan geser diatur sesuai gambar.
c. Sengkang dipasang secara manual. Penyambung sengkang pada
tulangan utama dengan menggunakan kawat bendrat.
d. Memastikan daerah-daerah tertentu, ukuran panjang penyalura n
sambungan lewatan dan panjang penjangkaran.
e. Pemeriksaan ketebalan selimut beton dengan memasang beton
decking sebagai acuan selimut beton yang akan dicor.

Adapun langkah-langkah pembesian pile cap sebagai berikut :


a. Menentukan daftar-daftar lengkungan bengkok besi, dimana
digunakan besi D22 mm, dengan jarak antara tulangan 150 mm
sama untuksemua pile cap tetapi berbeda untuk jumlah tulanga n
dan tinggi pile cap sesuai dengan gambar rencana.
b. Semua besi yang telah disediakan kemudian dibengkokkan
sesuai dengan daftar di atas, kemudian dirakit diluar lokasi
sesuai dengan gambar rencana. Digunakan kawat bendrat
sebagai lekatan antar tulang.
c. Tulangan pile cap yang telah jadi, kemudian diangkat dan
dipasang pada lokasi pile cap yang telah ditentukan.
d. Tulangan pile cap dilekatkan dengan tulangan luar pondasi
tiang pancang yang telah dihancurkan betonnya dengan
menggunkan kawat bendrat sehingga tulangan pile cap tampak
benar-benar kuat dan kokoh.

39
Selanjutnya, langkah-langkah pembesian tie beam sebagai berikut :
a. Penyediaan tulangan besi yang akan digunakan sesuai dengan
yang tertera pada gambar rencana, yaitu besi D 16 mm dengan
jarak sengkang 150 mm.
b. Tulangan dipasang di lokasi dengan didahului dengan tulanga n
pokok untuk mempermudah pekerjaan.
c. Sengkang dipasang dengan jarak 150 mm (seluruh tulangan).
d. Tulangan pokok dikaitkan pada sengkang agar jaraknya tidak
berubah dengan menggunakan kawat bendrat.
e. Sambungan tulangan sebesar 40 kali diameter tulangan pokok
harus dilakukan selang-seling dan penempatan sambungan di
tempat-tempat dengan tegangan maksimum sedapat mungk in
dihindari.
f. Sambungan lewatan harus ada overlapping/tidak sejajar antara
tulangan atas dengan tulangan bawah. Dipasang beton decking
pada tulangan sloof tersebut yang berfungsi untuk membuat
selimut pada beton sehingga tidak ada tulangan yang tampak
karena dapat menyebabkan tulangan berkarat. Tebal beton
decking yang dipasang harus sesuai dengan tebal selimut beton
yang direncanakan.

Gambar 3.6. Pemasangan Tulangan Pile Cap

40
Gambar 3.7. Pemasangan Tulangan Tie Beam

3.2.6. Pengecoran
a. Persiapan Peralatan
Persiapan peralatan sebelum pelaksanaan pekerjaan pengecoran
sebagai berikut :
- Semua alat kerja diperiksa kelayakan pakainya, baik secara rutin
ataupun sebelum pengecoran.
- Peralatan survei yang sudah dikalibrasi harus telah dipersiapkan.
- Vibrator, baik engine/electric harus telah dicek kesiapannya.
- Untuk mengantisipasi turunnya hujan, tenda telah dipersiapkan
untuk dipasang disekitar lokasi pengecoran.
b. Persiapan Lahan Cor
Persiapan lahan cor sebelum pelaksanaan pekerjaan pengecoran
sebagai berikut :
- Area yang akan di cor harus sudah mendapat persetujuan dari
pemberi tugas di lapangan.
- Memeriksa kesiapan pekerjaan pembesian, antara lain; jumla h,
dimensi dan posisinya.
- Memeriksa kebersihan lahan cor.

41
- Memeriksa kesiapan pekerjaan bekisting, antara lain; dimensi, as
dan apabila dikehendaki menambah perkuatan pada titik-titik
tertentu.
- Memeriksa stek-stek tulangan untuk dinding beton dan pelat
lantai yang akan di cor, dengan menyesuaikan pada gambar shop
drawing.
c. Pemeriksaan Beton
Setiap beton (mobil mixer) yang datang harus diperiksa surat
jalannya sesuai dengan pemesanan (mutu beton, volume dan slump,
jam keberangkatan, pemakaian bahan addictive), diukur dan dicatat
slumpnya serta dilakukan pengambilan sample beton.
d. Pelaksanaan Pengecoran
Pelaksanaan pengecoran dilakukan untuk area pile cap dan tie beam
pada zona pengecoran yang telah direncanakan sebelumnya, dengan
mutu beton yang digunakan K-350, dilanjutkan sampai dengan
elevasi bottom slab. Dalam pengecoran pile cap dan tie beam ini
menggunakan 1 buah concrete pump.

Gambar 3.8. Pengecoran Pile Cap

42
Gambar 3.9. Pengecoran Tie Beam

3.2.7. Perawatan
Setelah pekerjaan pengecoran pile cap dan tie beam selesai, maka
dilanjutkan dengan pelaksanaan curing beton dengan menggunakan bahan
plastik dan karpet yang sudah dibasahi. Hal ini bertujuan agar beton tetap
terjaga suhunya dan agar penguapan dapat terjadi secara merata. Curing
dilakukan selama satu minggu.

Gambar 3.10. Perawatan Pile Cap

43
3.3. PEKERJAAN KOLOM
Pekerjaan kolom melibatkan beberapa kegiatan antara lain adalah
penentuan titik as kolom, penulangan kolom, pembuatan bekisting kolom,
pemasangan bekisting kolom, pengecoran kolom, dan pembongkaran bekisting
kolom. Adapun diagram alir pekerjaan kolom dapat dilihat pada gambar 3.11.

Penentuan As Kolom

Pembuatan Tulangan Kolom

Pemasangan Tulangan Kolom

Pembuatan Bekisting Kolom

Pemasangan Bekisting Kolom

Pengecoran

Pembongkaran Bekisting

Perawatan

Gambar 3.11. Diagram Alir Pekerjaan Kolom

1) Penentuan As Kolom
Titik as kolom dapat diperoleh dari hasil pekerjaan pengukuran dan
pematokan, yaitu marking berupa titik-titik atau garis yang digunaka n
sebagai dasar penentuan letak kolom. As kolom pada lantai ground
ditentukan dengan menggunakan alat theodolite, yaitu dengan menentuka n
letak as awal dan kemudian membuat as-as selanjutnya dengan mengik uti
jarak yang telah disyaratkan dalam perencanaan awal. Letak as-as ini selalu
dikontrol, karena ada kemungkinan as-as tersebut berubah dari yang telah
dibuat. Garis bantu berupa marking lurus pada pelat lantai membantu

44
penentuan as kolom ini. Marking ini menggunakan sipatan sehingga saat
disentuhkan ke pelat akan membentuk garis hitam. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar 3.12.

Gambar 3.12. Marking As Kolom

2) Pembuatan Tulangan Kolom


Langkah dalam pekerjaan pembuatan tulangan kolom adalah sebagai
berikut :
a. Pemotongan tulangan dilakukan dengan menggunakan bar cutter dan
pembengkokan tulangan dilakukan dengan mengunakan bar bender.
b. Pembengkokan tulangan dilakukan sesuai dengan ketentuan detail
tulangan. Untuk sengkang dengan pembengkokan pengait bersudut
135o , panjang tulangan yang diperlukan adalah sepanjang keliling
tulangan ditambah dengan panjang pengait sebesar 6 kali diameter
tulangan. Sementara untuk pengait terhadap ujung tulangan yang
dibengkokan dengan sudut 90◦ panjang pengait yang dibutuhka n
adalah 12 kali diameter tulangan. Untuk lebih jelasnya mengena i
panjang pembengkokan ujung sengkang yang dibutuhkan dapat
dilihat pada tabel 3.1

45
Tabel 3.1. Panjang Pembekokan Ujung Sengkang yang Dibutuhkan

c. Pemotongan tulangan utama dilakukan sepanjang tinggi kolom


perlantai bangunan ditambah dengan panjang penyaluran tulanga n
untuk keperluan penyambungan tulangan. Panjang penyaluran kolom
minimal sebesar 50 kali diameter tulangan terbesar yang disambung.
Penyempitan bagian bawah tulangan sepanjang panjang penyalura n
dilakukan untuk memudahkan penyambungan tulangan kolom tiap
lantai.
d. Dalam pengikatan tulangan sengkang dengan tulangan utama kolom
dilakukan dengan menggunakan kawat bendrat.

3) Pemasangan Tulangan Kolom


Tulangan utama untuk kolom yang dipergunakan dalam proyek ini
bervariasi, sesuai dengan gambar rencana shop drawing.
Tahapan pekerjaan pembesian kolom antara lain :
a. Tulangan yang sudah dirakit diangkat dengan tower crane menuju
tempat pemasangan kolom, kemudian masukkan tulangan sengkang
dari bagian atas tulangan utama yang telah tersusun sebelumnya;
mengkaitkan antara tulangan sengkang dengan tulangan utama
menggunakan kawat bendrat. Apabila diperlukan dibuat penguat
sementara untuk menjaga ketegakan kolom.
b. Pada bagian luar penulangan kolom diberi beton decking untuk
selimut beton.

46
Gambar 3.13. Beton Decking

4) Pembuatan Bekisting Kolom


Bahan-bahan yang dapat digunakan untuk membuat bekisting kolom
adalah sebagai berikut; dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
3.14.
a. Plywood; merupakan lapis pemukaan dalam bekisting yang
langsung bersentuhan dengan beton. Kondisi permukaan plywood
akan berpengaruh langsung terhadap kualitas permukaan beton
setelah pengecoran. Plywood yang digunakan yang tebal atau
dinamakan phenolfilm
b. Hollow 40x40 T. 3mm; merupakan balok besi dan posisinya berada
tepat dibelakang plywood berfungsi untuk menerima beban akibat
pengecoran dari plywood.
c. Steel waller; merupakan sabuk yang diletakkan pada sisi luar balok
hollow yang bergungsi untuk menerima beban dari balok hollow.
Steel waller akan menyatukan panel-panel bekisting kolom dan juga
sebagai penahan gaya horizontal yang timbul akibat tekanan beton
yang masih basah. Waller yang digunakan pada proyek ini adalah
profil baja U 120 x 50 x 6 x 8.

47
d. Bracket + push pull props; adalah pipa penyangga bekisting yang
berfungsi untuk mempertahankan posisi bekisting kolom sehingga
tidak dapat bergerak karena sesuatu hal yang tidak diinginkan.
e. Washer + M 16 bolt; merupakan baut yang berfungsi sebagai
pengikat atau menempelkan hollow dengan waller beam.
f. Corner tie holder; merupakan penyambung antara panel bekisting
kolom yang ditempatkan pada ujung waller beam atau pada sudut-
sudut bekisting kolom (pertemuaan antar panel bekisting).

HOLLOW
40X40 T. 3MM

PHENOLFILM
JARAK STEEL WALLER
KOLOM LEBIH RAPAT 18MM

PUSH PULL PROPS

Gambar 3.14. Metode Kolom Bekisting Hollow

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan bekisting kolom


adalah sebagai berikut:
a. Menjaga kerapatan antar panel sehingga tidak terjadi kebocoran.
b. Menjaga kebersihan permukaan plywood. Permukaan plywood
sebelum digunakan sudah dibersihkan terlebih dahulu dan diolesi
minyak pelumas agar dihasilkan permukaan kolom yang halus dan
tidak berlubang- lubang dan juga akan mempermudah dalam
pembongkaran bekisting.

48
5) Pemasangan Bekisting Kolom
Setelah tulangan untuk kolom dipasang dan bekisting telah selesai
dikerjakan di los kerja, maka langkah selanjutnya yaitu pemasangan
bekisting. Satu set bekisting untuk kolom pada umumnya mempunya i
tinggi 4 m. Bekisting diangkat dengan tower crane dari los kerja menuju
lokasi pemasangan. Metode pemasangan bekisting kolom pada proyek ini
dapat dilihat pada gambar 3.15; sedangkan urutan pemasangan bekisting
kolom adalah sebagai berikut :
a. Pembersihan serta pengolesan plywood dengan minyak pelumas.
b. Pemindahan bekisting ke lokasi yang telah dipersiapkan dengan
menggunakan tower crane.
c. Penempatan bekisting kolom pada posisi yang akan dicor dengan
tepat.
d. Apabila setiap panel telah berada posisi yang benar, maka dilakukan
pengencangan tie nut yang berada pada corner tie holder.
e. Setelah bekisting kolom berada pada posisi yang benar, dilakukan
pemasangan adjustable push pull props pada base plate di kedua sisi
kolom.
f. Cek posisi vertikal bekisting terhadap as kolom sehingga tidak
terjadi kemiringan bekisting kolom. Pemasangan unting-unting pada
kedua sisi bekisting berfungsi untuk mengecek posisi

49
Gambar 3.15. Metode Pemasangan Bekisting Kolom

50
Adapun dokumentasi pemasangan bekisting kolom pada proyek ini
dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.16. Bekisting Kolom

6) Pengecoran Kolom
Pengecoran dilakukan dengan mengunakan Concrete Pump dengan
bantuan alat pipa tremie, adapun dokumentasinya dapat dilihat pada
gambar 3.17.
Urutan pengecoran kolom adalah sebagai berikut :
a. Concrete pump dan pipa tremie disiapkan dan dibersihkan terlebih
dahulu agar mempermudah pelaksanaan pengecoran.
b. Beton dituang ke dalam bucket yang terdapat pada Concrete pump,
dimana tutup bucket harus dalam keadaan tertutup agar beton tidak
tumpah selama proses pengecoran.
c. Penuangan beton harus dilakukan dengan ketentuan berikut ini:
Beton harus dituang sedekat-dekatnya dengan tujuan akhir untuk
mencegah terjadinya pemisahan bahan-bahan akibat pemindaha n
adukan di dalam cetakan.
d. Pemadatan tiap layer dengan menggunakan concrete vibrator.
Pemadatan dilakukan untuk mengeluarkan gelembung- gelemb ung

51
udara yang terjebak di dalam adukan semen yang timbul pada saat
penuangan beton. Penggetaran beton dilakukan dengan baik agar
mengasilkan mutu beton yang sesuai dengan yang diinginka n.
Kesalahan dalam penggetaran beton akan mengakibatkan penururan
mutu beton. Penggetaran beton perlu dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1) Alat penggetar sedapat mungkin dimasukkan ke dalam
adukan beton dengan posisi vertikal, tetapi dalam keadaaan
khusus boleh miring sampai dengan 45 o . Penggetaran dengan
sudut yang lebih besar akan menyebabkan pemisahan agregat.
2) Penggetar harus dijaga agar tidak mengenai bekisting atau
bagian beton yang mulai mengeras, sehingga posisi vibrator
dibatasi maksimal 5 cm dari bekisting.
3) Sedapat mungkin vibrator tidak mengenai tulangan kolom.
4) Penggetaran dihentikan apabila adukan beton mulai kelihata n
mengkilap pada sekitar alat penggetar dan pada umumnya
dicapai setelah maksimum 30 detik.
e. Pengawasan kontinu terhadap pelaksanaan pengecoran.

Gambar 3.17. Pengecoran Kolom

52
7) Pembongkaran Bekisting Kolom
Proses pembongkaran bekisting kolom dilakukan setelah beton
dianggap mulai mengeras. Pada proyek Pekerjaan Konstruksi Terintegra s i
(Design and Build) Hotel Sayaga, bekisting kolom dilepas sekitar 25 jam
setelah proses pengecoran, Proses pembongkaran bekisting kolom adalah
sebagai berikut:
a. Pembongkaran bekisting kolom dilakukan oleh tenaga kerja secara
manual.
b. Pembongkaran dilakukan dengan terlebih dahulu melepas push pull
props dari base plate.
c. Pengendoran baut/wing nut yang terdapat pada corner tie holder.
Setelah itu bekisting pada keempat sisi kolom di geser ke arah luar
kolom.
d. Kemudian bekisting kolom tersebut di buka kearah samping untuk
menghindari perubahan sudut dan kecacatan pada kolom.

8) Perawatan
Pada saat pembongkaran bekisting selesai, maka langsung dilakukan
perawatan beton (curing), yaitu dengan menggunakan curing compound,
caranya yaitu dengan membasahi permukaan kolom dengan menggunaka n
roll secara merata (naik turun). Proses ini dilakukan sebanyak 4 kali.
Tujuan utama dari perawatan beton ialah untuk menghindari:
a. Kehilangan zat cair yang banyak pada proses awal pengerasan
beton yang akan mempengaruhi proses pengikatan awal beton.
b. Penguapan air dari beton pada saat pengerasan beton pada hari
pertama.
c. Perbedaan temperatur dalam beton, yang akan mengakiba tka n
retak-retak pada beton.

53
3.4. PEKERJAAN BALOK DAN PELAT LANTAI

Pekerjaan balok dan pelat lantai dilaksanakan setelah pekerjaan


kolom selesai. Pekerjaan balok dan pelat lantai meliputi beberapa
kegiatan antara lain penentuan as balok dan pelat lantai, pabrikasi
bekisting balok dan pelat lantai, pemasangan bekisting balok dan
pelat lantai, pembesian balok, pembesian pelat lantai, pengecoran
balok dan pelat lantai, serta pembongkaran bekisting balok dan pelat
lantai Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.18.

Penentuan Elevasi Balok dan Pelat Lantai

Pembuatan Bekisting Balok

Penulangan Balok

Pembuatan Bekisting Pelat Lantai

Penulangan Pelat Lantai

Pengecoran Balok dan Pelat


Lantai

Pembongkaran Bekisting

Perawatan

Gambar 3.18. Diagram Alir Pekerjaan Balok dan Pelat Lantai

1) Penentuan Elevasi Balok dan Pelat Lantai


Penentuan elevasi balok dan pelat lantai dilakukan secara
cermat dan teliti, agar menghasilkan elevasi yang sama dalam
pembuatan balok dan pelat lantai. Penentuan ini dilakukan dengan
mengukur dari kolom atau dinding yang telah ditandai. Untuk lebih
jelasnya dapat melihat gambar 3.19.

54
Ada beberapa langkah untuk menentukan elevasi balok dan pelat
lantai :
a. Kolom diukur setinggi 1,00 m lalu ditandai serta diberi kode
dari dasar kolom tersebut.
b. Beri kode elevasi 1,00 m dari dasar kolom pada kolom yang
lain dengan menggunakan waterpass.
c. Berdasarkan kode tersebut, kemudian diukur sesuai tinggi
yang diinginkan sebagai elevasi dasar bekisting balok.
d. Kemudian dari dasar bekisting balok tersebut diukur setinggi
ketinggian balok sebagai elevasi dasar bekisting pelat lantai.

Pelat ukur 1 Pelat ukur 2

Waterpass
A B

Jarak

% kemiringan pelat = A-B / jarak x 100%

Gambar 3.19. Kontrol Kemiringan Pelat Lantai

2) Pembuatan Bekisting Balok


Pelaksanaan pekerjaan bekisting balok dan pelat lantai dapat
dilihat pada gambar 3.20. Adapun tahapan pemasangannya ialah:
a. Memasang Jack Base (JB).
b. Memasang Main Frame (MF) dan Leadger
c. Memasang U Head

55
U-Head

Mainframe

Leadger 1,8 Beam bracket


m

Jackbase

Leadger 1,2 m

Gambar 3.20. Pemasangan Scaffoding

d. Memasang kepala kolom yang disesuaikan dengan posisi dan


ukuran kepala balok dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
e. Memasang balok suri dan sabuk tierod balok pada U-head
beam bracket yang di sesuaikan dengan posisi balok.
f. Memasang bodeman balok dan Balok Pendukung sisi dalam.
g. Setelah pembesian pasang Balok Pendukung sisi luar.
h. Memasang pengunci atas bekisting pelat terhadap balok dan
siku pengaku pada kepala kolom. Untuk lebih jelasnya dapat
melihat gambar.

Bekisting
Balok
Balok
Suri

Balok pendukung Balok Suri


Jarak 1.5
m
Kepala Kolom

Gambar 3.21. Pemasangan Bekisting Balok

56
3) Penulangan Balok Beton Bertulang
Pada Proyek ini, dimensi dan penulangan balok sangat
bervariasi dan dapat dilihat dalam gambar kerja. Pelaksanaan
penulangan balok dilakukan sebagai berikut; adapun untuk lebih
jelasnya dapat melihat gambar 3.22.
a. Penulangan Balok dilakukan pada bekisting kolom sebelum
Balok Pendukung luar dipasang.
b. Pemasangan tulangan balok pada elevasi yang telah
ditentukan dari kode elevasi pada kolom. Tidak lupa pula
dengan memperhitungkan tebal selimut beton.
c. Tulangan atas dipasang dengan menjangkarkan ujungnya
pada tulangan kolom. Sedangkan sengkang dimasukkan ke
dalam tulangan balok satu per satu dan diukur jarak tiap
sengkang.
d. Pemasangan tulangan sengkang yang diatur jaraknya dimana
jarak pada tumpuan lebih rapat dibandingkan jarak pada
lapangan. Sengkang diikat dengan kawat bendrat. Pasang
beton decking pada bagian bawah serta samping untuk
selimut beton.

Gambar 3.22. Pemasangan Pembesian Balok

57
4) Pembuatan Bekisting Pelat Lantai
Panel bekisting plat dan pemasangannya dapat dilihat pada
gambar 3.23. Adapun tahapan pembuatan bekisting pelat lantai
adalah sebagai berikut:
a. Penyusunan scaffolding sebagai penyangga terhadap lantai di
bawahnya.
b. Sebelum scaffolding didirikan, buatlah dasaran (base) yang
cukup rata dan kokoh. Misal dengan menggunakan papan dan
kayu untuk tanah yang kurang rata di bawahnya.
c. Pasang dan susun panel bekisting pelat sesuai dengan ukuran
pelat lantai yang akan di pasang.

Plywood 12mm

Hollow 40.40.2

Gambar 3.23. Panel Bekisting Pelat

d. Setelah semua panel bekisting pelat lantai sudah terpasang,


dilanjutkan dengan penutupan celah-celah bekisting dengan
triplek.

Adapun dokumentasi pemasangan bekisting plat lantai pada


proyek ini dapat dilihat pada gambar berikut :

58
Gambar 3.24. Pemasangan Panel Bekisting Pelat

5) Penulangan Pelat Lantai


Pemasangan tulangan pelat lantai pada proyek Pekerjaan
Konstruksi Terintegrasi (Design and Build) Hotel dapat dilihat pada
gambar 3.25. Adapun tahapan pekerjaan pembesian pelat lantai
antara lain :
a. Menyiapkan tulangan sesuai shop drawing, bawa ke lokasi
pelat lantai rencana. Tulangan dapat dibawa dengan tenaga
manusia, diangkut dengan perantara dump truck, mobile
crane, atau tower crane. Hal itu tergantung lokasi keberadaan
pelat lantai rencana.

Gambar 3.25. Pemasangan Tulangan Pelat Lantai

59
b. Untuk menjaga jarak antar tulangan atas dengan tulanga n
bawah maka diberi tulangan cakar ayam yang diletakkan
antara tulangan atas dan tulangan bawah.
c. Untuk menjaga agar besi tidak menempel dengan bekisting
maka diberi beton decking.

Gambar 3.26. Pemasangan Panel Bekisting Pelat

6) Pengecoran Balok dan Pelat Lantai


Sebelum pekerjaan pengecoran dilaksanakan, maka perlu
dilakukan hal-hal seperti di bawah ini :
a. Pemeriksaan bekisting
Bekisting harus lurus sesuai dengan as-nya, tegak dan tidak
bocor. terpasang dengan kokoh agar tidak bergeser karena
getaran dan tekanan adukan beton selama proses pengecoran.
Mengingat pentingnya pemeriksaan ini, maka tidak boleh
ditunda sampai mendekati waktu pengecoran. Pemeriksaan
ini meliputi :
1) Ukuran bekisting (lebar dan tinggi)
2) Apabila ada kemungkinan elevasi tidak tepat, pengecekan
kembali menggunakan waterpass.

60
3) Kemungkinan bekisting tidak tegak lurus terhadap bidang
horizontal maupun vertikal.
4) Kebersihan lokasi pengecoran, pembersihan permukaan
bekisting serta tulangan benar-benar diperhatikan. Untuk
membersihkan kotoran yang ringan dapat menggunaka n
vacuum cleaner. Sedangkan untuk kotoran yang bersifat
berat, seperti potongan kawat bendrat atau logam lainnya
dapat menggunakan potongan magnet yang didekatkan
sehingga menempel dan diambil. Adapun dokumentas i
pembersihan lokasi pengecoran pada proyek ini dapat
dilihat pada gambar 3.27.
5) Pemeriksaan sambungan bekisting
6) Pemeriksaan perkuatan bekisting dan jarak beton decking.

Gambar 3.27. Pembersihan Lokasi Pengecoran

61
Gambar 3.28. Pengecoran Balok dan Pelat Lantai

7) Perawatan
Perawatan beton pada Proyek Pekerjaan Konstruksi Terintegras i
(Design and Build) Hotel menggunakan metode Water Curing
(perawatan dengan pembasahan). Pekerjaan perawatan beton dengan
metode Water Curing dilaksanakan dengan cara sebagai berikut :
a. Menyelimuti permukaan beton dengan karung basah.
b. Menyirami permukaan beton secara berlanjut.
Adapun fungsi utama dari perawatan beton adalah untuk menghindarka n
beton dari :
1) Kehilangan air – semen yang banyak pada saat setting time concrete.
2) Kehilangan air akibat penguapan pada hari – hari pertama.
3) Perbedaan suhu beton dengan lingkungan yang terlalu besar.

Gambar 3.29. Penyiraman Balok dan Pelat Lantai

62

Anda mungkin juga menyukai