Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TEKNOLOGI POLIMER

PEMBENTUKAN N-ASETILGLUKOSAMIN DARI KITOSAN

DISUSUN OLEH :
Mira Nanda
161020950006

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PAMULANG
KOTA TANGERANG SELATAN
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan karunia beserta rahmat-Nya sehingga penulis diberikan kekuatan
dan kelancaran dalam menyelesaikan makalah penulis yang berjudul
“Pembentukan N-Asetilglukosamin dari kitosan”.
Penyusunan makalah ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh
untuk tugas mata kuliah Teknik Polimer.Dalam menyusun makalah ini, penulis
banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menjadi semangat utama penulis.
2. Ibu Ir. Wiwik Indrawati, M.Pd. selaku ketua program studi Teknik kimia.
3. Bapak Joni Prasetyo, ST. M.ST. selaku dosen Material Teknik Polimer.
4. Orang Tua yang selalu mendukung baik dalam hal moril, materi dan kucuran
doa yang tak pernah usai.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam penyusunan makalah ini.
Besar harapan penulis akan adanya saran dan kritik yang membangun guna
kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap agar makalah ini dapat bermanfaat
bagi yang memerlukan.

Tangerang Selatan, Juni 2019

Penulis

ii
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………… ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………... iii
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………...... iv
DAFTAR TABEL…………………………………………………….... . . v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitin................................................................................................... 3
2.1.1 Sumber-Sumber Kitin......................................................................... 3
2.1.2 Sifat Fisik Kitin .................................................................................. 4
2.1.3 Sifat Kimia Kitin ............................................................................... 5
2.2 Kitosan ............................................................................................... 5
2.2.1 Sifat Fisik Kitosan .............................................................................. 5
2.2.2 Sifat Kimia Kitosan............................................................................. 6
2.2.3 Mekanisme Reaksi Pembentukan Kitosan dari Kitin ........................ 7
2.3 N-Asetilglukosamin .......................................................................... 9
2.3.1 Pembentukan N-Asetilglukosamin dari Kitosan ............................... 10
BAB III KESIMPULAN DAN PENUTUP
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 13
3.2 Penutup .................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 14

iii
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Kitin............................................................................. 4


Gambar 2. Struktur Kitosan ........................................................................ 6
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Kitosan dari Kitin.................................... 8
Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Kitosan Kulit Udang.............. 9
Gambar 5. Skema pola pemutusan domain enzim kitinolik........................ 12

iv
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Persentase Kitin pada Binatang Muzzarelli................................... 4


Tabel 2. Standard Kitosan Muzzarelli.......................................................... 6
Tabel 3. Solvent yang Digunakan untuk Melarutkan Kitosan..................... 7

v
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah perairan Indonesia yang sangat luas merupakan sumber daya alam
yang tidak ada habisnya, hampir semua potensi kelautan yang ada belum
dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan komoditas perikanan khususnya
krustasea menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Cangkang invertebrata laut,
terutama krustasea mengandung kitin berkisar antara 20-60% (Rochima et al. 2007).
Kulit udang mengandung beberapa komponen antara lain protein, pigmen, lemak,
dan mineral berupa kalsium karbonat. Limbah padat krustasea (kepala, kaki, kulit,
dan ekor) merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik
pengolahan seafood (Abllo et al. 2002). Salah satu alternatif upaya pemanfaatan
limbah krustasea agar menjadi produk yang bernilai ekonomis tinggi dengan
pengolahan menjadi kitin dan kitosan (Dutta et al. 2004; Toan 2009).
Kitin merupakan biopolimer alami terbanyak kedua setelah selulosa dan
merupakan polimer aminoglukan dari N-asetil-D-glukosamin yang tidak larut
dalam air (Dutta et al. 2004). Kitin memiliki biopolimer yang sangat panjang dan
tidak bercabang. Setiap rantai polimer terdiri dari 2.000-5.000 unit monomer N-
asetil-D-Glukosamin yang terpaut melalui ikatan β-(1-4) glukosa.
Kitosan merupakan senyawa turunan kitin adalah senyawa penyusun rangka
luar hewan berkaki banyak misalnya kepiting, ketam, udang, dan serangga. Kitosan
termasuk polisakarida linear yang berisi campuran dari D-glukosamin. Derajat
deasetilasi kitosan berkisar antara 76,26-91,60% untuk komersil dengan berat
molekul antara 100.000-1.000.000 KDa (Patria 2013). Kitosan telah banyak
diaplikasikan dalam berbagai bidang misalnya sebagai pengawet hasil perikanan
(Dahiya et al. 2005), membantu proses reverse osmosis (Agusnar 2007), sebagai
bahan aditif produk agrokimia (Saputra et al. 2009), sebagai antimikroba (Mahae
et al. 2011), sebagai antibakteri (Islama et al. 2011), antitumor (Qin et al. 2004),
sebagai anti inflamasi (Oliveira et al. 2012), sebagai antikanker (Kuppusamy dan
Karuppaiah 2012), aktivitas biologis (Xia et al. 2010), dan sebagai antioksidan
(Rajalakshmi et al. 2013). Kitosan dapat diaplikasikan lebih lanjut dengan

1
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
memanfaatkan turunannya misalnya oligomer kitosan, karboksimetil kitosan, dan
glukosamin.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, perumusan masalah yang dibahas dalam
hal ini adalah :
1. Apa yang dimaksud dengan kitin?
2. Apa yang dimaksud dengan kitosan?
3. Apa yang dimaksud dengan N-Asetilglukosamin?
4. Bagaimana cara pembentukan N-Asetilglukosamin dari Kitosan?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan malakah ini adalah agar mahasiswa memahami apa
yang dimaksud dengan kitin, kitosan, N-Asrtilglukosamin dan bagaimana cara
pembentukan N-Asetilglukosamin dari kitosan.

2
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitin
Kitin berasal dari bahasa yunani kitin, yang berarti kulit kuku. Kitin
merupakan komponen utama dari eksoskeleton invertebrata, crustacea dan insekta
dimana komponen ini berfungsi sebagai komponen penyokong dan pelindung.
Senyawa kitin adalah suatu polimer golongan polisakarida yang tersusun atas
satuan-satuan beta-(l,4)2-asetamido-2-deoksi D-glukosa atau poli-(/-l,4-N-
asetilglukosamin), yang secara formalnya dapat dipertimbangkan sebagai suatu
senyawa turunan selulosa yang gugus hidroksil pada atom C-2 digantikan oleh
gugus asetamido (Taufan & Zulfahmi, 2010). Senyawa turunan tersebut diperoleh
dengan cara deproteinasi dan demineralisasi (Sanjaya & Yuanita, 2007). Melalui
proses deasetilasi, kitin akan berubah menjadi kitosan (poli(1,4)-2-amina-2-deoksi-
I-D-glukosa atau poli-(/-1,4-glukosamin) (purnawan et 01.,2008). Nama lain
senyawa kitin adalah 2-asetamida-2-deoksi-Dglukopiranosa.

2.1.1 Sumber-sumber kitin


Kitin merupakan tiga besar dari polisakarida yang paling banyak di temukan
selain selulosa dan starch (zat tepung). Kitin menduduki peringkat kedua setelah
selulosa sebagai komponen organik paling banyak di alam. Selulosa dan starch
merupakan zat penting bagi tumbuhan untuk membentuk makanannya (zat
karbohidrat) dan pembentukan dinding sel.
Kitin juga banyak di temukan di dalam rangka luar marine zoo-plankton
termasuk jenis coral dan jellyfish. Jenis serangga yaitu kupu-kupu, kumbang
mempunyai zat kitin terutama pada lapisan kutikula luar. Sedangkan pada dinding
sel yeast, mushroom, dan jenis jamur lainnya banyak juga ditemukan kitin
(Taufan&Zulfahmi, 2010). Kitin merupakan polimer alamiah yang dapat
ditemukan di alam berbeda-beda tergantung pada sumbernya. Hal ini dapat dilihat
dari Tabel l.
Tabel l. Persentase Kitin pada Binatang Muzzarelli (1985) do/amTaufan
&Zulfahmi (2010)

3
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
Sumber % Kitin
Fungi (Jamur) 5 – 20%
Worms (Cacing) 2 – 20%
Squigs/octopus (gurita) 30%
Spiders (laba-laba) 38%
Scorpions (Kalajengking) 38%
Cockroaches (Kecoa) 35%
Water beetle (kumbang air) 37%
Silk worm 44%
Hermit crab 69%
Kepiting 71%
Udang 20 – 30%

2.1.2 Sifat Fisik Kitin


Secara umum kitin (C8HI3O5N)n mempunyai bentuk fisis berupa kristal
berwama putih hingga kuning muda, tidak memiliki rasa, tidak berbau dan memiliki
berat molekul yang besar dengao nama kimia Poly N-acetyl-Dglucosamioe (atau
beta (1~) 2-acetamido-2- deoxy D-glucose). Struktur kitin dapat dilihat pada
gambar di bawah ini (Gambar 1):

Gambar 1. Struktur kitin (Taufan & Zulfahmi, 2010)

2.1.3 Sifat kimia kitin


Kitin adalah senyawa yang stabil terhadap reaksi kimia, rendahnya
reaktivitas kimia, tidak beracun (non toxic) dan bersifat biodegradable. Kitin tidak
larut dalam air (bersifat hidrofobik), dalam alkohol serta tidak larut dalam asam
maupun alkali encer. Kitin dapat larut dengan proses degradasi menggunakan asam-

4
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
asam mineral pekat pada asam formiat anhidrous, namun tidak jelas apakah semua
jenis kitin dapat larut dalarn asan formiat anhidrous, Mudah tidaknya kitin terlarut
sangat tergantung pada derajat kristalisasi, karena hanya l3-kitin yang terlarut
dalam asam formiat anhidrous. Sifat kelarutan, derajat berat molekul, kelengkapan
gugus asetil berbeda-beda menurut sumber bahan dan metode yang diterapkan
(Taufan &Zulfahmi, 2010).

2.2 Kitosan
Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama
dengan kitin, terdiri dari rantai molekul yang panjang dan berat molekul yang tinggi.
Perbedaan antara kitin dan kitosan adalah pada setiap cincin molekul kitin terdapat
gugus asetil (-CH3-CO) pada atom karbon kedua, sedangkan pada kitosan terdapat
gugus amina (-NH). Kitosan dapat dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi
yaitu dengan cara direaksikan dengan menggunakan alkali konsentrasi tinggi
dengan waktu yang relative lama dan suhu tinggi. Kitosan adalah biopolimer yang
mempunyai keunikan yaitu dalam larutan asam, kitosan memiliki karakteristik
kation dan bermuatan positif sedangkan dalam larutan alkali, kitosan akan
mengendap. Kitin dan kitosan merupakan polimer linier yang bersifat polikationik.
Deasetilasi yang terjadi pada kitin hampir tidak pernah selesai sehingga dalam
kitosan masih ada gugus asetil yang terikat pada beberapa gugus N (Kusumawati,
2009).
Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang rantai polimer
mengakibatkan kitosan sangat efektif mengadsorpsi kation ion logam berat maupun
kation dari zat-zat organik (protein dan lemak) (Lee, et al., 2001). Kitosan juga
dapat membentuk sebuah membran yang berfungsi sebagai adsorben pada waktu
terjadinya pengikatan zat-zat organik maupun anorganik oleh kitosan. Hal ini yang
menyebabkan kitosan lebih banyak manfaatnya dibandingkan dengan kitin
(Sanjaya &Yuanita, 2007).

2.2.1 Sifat Fisik Kitosan


Kitosan merupakan kopolimer Dglucosamine dan N-acetyl-D-glucosamine
dengan ikatan β-(l64), yang diperoleh dari alkali atau deacetylasi enzimatik dari

5
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
polisakarida kitin. Kitosan mempunyai nama kimia Poly d-glucosamine (beta (1-4)
2-amino-2-deoxy-Dglucose) (Taufan& Zulfahmi, 2010). Gambar 2
memperlihatkan struktur polimer kitosan.

Gambar 2. Struktur Kitosan (Taufan & Zulfahmi, 2010)


Kitosan kering tidak mempunyai titik lebur. Bila disimpan dalam jangka
waktu yang relatif lama pada suhu sekitar 100°Fmaka sifat keseluruhannya dan
viskositasnya akan berubah. Hila kitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka
maka akan terjadi dekomposisi warna menjadi kekuningan dan viscositasnya
berkurang. Suatu produk dapat dikatakan kitosan jika memenuhi beberapa standar
seperti tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Standard Kitosan Muzzarelli (1985) do/am Taufan &Zulfahmi (2010)
≥70 %jenis teknis dan
Deasetilasi
≥95 % ienis pharmasikal
Kadar abu Umumnya< 1 %
Kadar air 2-10%
Kelarutan Hanya pada pH ≤ 6
Kadar nitrogen 7 - 8,4 %
Wama Putih sampai kuning pucat
Ukuran partikel 5 ASTMMesh
Viscositas 309 cps
E. coli Negatif
Salmonella Negatif

2.2.2 Sifat Kimia Kitosan


Kitosan banyak digunakan pada berbagai aplikasi, hal tersebut dikarenakan
adanya gugus amino pada posisi C2 dan juga karena gugus hidroksil primer dan

6
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
sekunder pada posisi C3 dan C6. Kitosan adalah turunan yang paling sederbana dari
kitin. Tidak seperti polisakarida kehadiran gugus amino bermuatan positif yang
terdapat sepanjang ikatan pilernya menyebabkan molekul dapat mengikat muatan
negatif permukaan melalui ikatan ionik atau hydrogen, sehingga kitosan memiliki
sifat kimia linier plyamine (poly D-glucosamine), gugus amino yang reaktif gugus
hydroksi yang reaktif (Muzzarelli, 1973 do/am Taufan & Zulfahmi, 2010).
Kitosan tidak larut dalam air namun larut dalam asam, memilki viscositas
cukup tinggi ketika dilarutkan, sebagian besar reaksi karakteristik kitosan
merupakan reaksi karakteristik kitin. Adapun berbagai solvent yang digunakan
umumnya tidak beracun untuk aplikasi dalam bidang makanan seperti tertera pada
Tabe1 3.
Tabel 3. Solvent yang Digunakan untuk Melarutkan Kitosan Taufan &Zulfahmi
(2010)
Senyawa Solvent
Kitosan Asam format/air, asam asetat, air ; asam laktat/air; asam glutamate/air

Larutan kitosan memiliki sifat-sifat yang spesifik dimana terdapat dua jenis gugus
asam amino, yaitu:
1. Amino bebas (-NH2)
 Larut dalam larutan asam
 Tidak larut dalam H2S04
 Limited solubility dalam H3P04
 Tidak larut dalam sebagian besar pelarut organic
2. Kation Amino (-NH2+)
 Larut dalam larutan dengan pH < 6,5
 Memebentuk larutan yang kental
 Membentuk gel dengan polyanion
 Dapat larut didalam campuran alkohol dengan air

2.2.3 Mekanisme Reaksi Pembentukan Kitosan dari Kitin


Reaksi pembentukan kitosan dari kitin merupakan reaksi hidrolisa suatu
amida oleh suatu basa. Kitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya.

7
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
Mula-mula terjadi reaksi adisi, dirnana gugus-OH- min masuk ke dalam gugus
NHCOCH3 kemudian terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu
amida yaitu kitosan (Taufan&Zulfahmi, 2010). Secara sederhana reaksi
pembentukan kitosan dari kitin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Reaksi pembentukan kitosan dari kitin (Taufan & Zulfahmi,


2010)
Tahap pembuatan kitosan dari limbah kulit udang meliputi proses deproteinasi,
demineralisasi, dan deasetilasi (Suptijah et al. 1992).
a. Deproteinasi
Bahan baku kulit udang dicampur dengan larutan NaOH 3 N dengan
perbandingan 1:10 b/v. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 100 °C selama 2
jam dan cuci sampai netral.
b. Demineralisasi
Sampel dari proses deproteinasi selanjutnya ditambahkan larutan HCl 1 N
dengan perbandingan 1:7 b/v. Proses pencampuran dipercepat dengan pengadukan
agar terjadi reaksi antara mineral dengan HCl. Pencucian dilakukan terhadap bahan
tersebut sampai netral.
c. Deasetilasi
Sampel kitin direndam dalam larutan NaOH 50% dengan perbandingan 1:20
b/v. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 100 ºC selama 2 jam sambil diaduk dan
ditiriskan selanjutnta dicuci dengan air sampai netral. Kitosan dijemur sampai
kering sehingga diperoleh kitosan larut asam. Diagram alir proses pembuatan
kitosan dapat dilihat pada Gambar 4.

8
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
Gambar 4. Diagram alir proses pembuatan kitosan kulit udang. Suptijah et all.
(1992).
Kitin dan kitosan bersifat non toksik, dapat mengalami biodegradasi dan
bersifat biokompatibel. Kitin diperoleh melalui beberapa tahapan proses yaitu
deproteinasi, demineralisasi, dan depigmentasi dari cangkang udang. Kitin
kemudian dideasetilasi melalui proses hidrolisis basa menggunakan basa kuat dan
pekat sehingga diperoleh kitosan. Selama proses pembentukan kitosan sangat
dimungkinkan terjadinya perubahan sifat dan parameter baik fisika maupun kimia
sehingga menyebabkan perbedaan sifat antara kitin dan kitosan.
Perbedaan sifat dan parameter tersebut dapat meliputi perbedaan kelarutan,
sifat higroskopis, titik kritis dan dekomposisi, berat molekul rata-rata dan
dekomposisi polimer (Chebotok et al., 2006 dalam Purnawan et al., 2008; Liu et
01., 2006; Rege et 01.,1999 do/am Purnawan et 01.,2008;Stephen, 1995; Tolaimate
et 01.,2003).
Beberapa perbedaan sifat dan parameter antara kitin dan kitosan dapat
dianalisis secara termal menggunakan Thermo Gravimetric Analysis dan
Differential Thermal Analysis (TGA-DTA) (Pumawan et 01.,2008).

2.3 N-Asetilglukosamin
N-asetilglukosamin, monosakarida yang merupakan monomer dari kitin,
memiliki banyak manfaat dalam bidang bioteknologi maupun dalam bidang industri
(Yurnaliza, 2002). Beberapa negara khususnya Jepang telah memanfaatkan N-

9
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
asetilglukosamin di bidang makanan dan minuman (Aiba, 2009). Pengaplikasian
N-asetilglukosamin mulai banyak digunakan pada bidang pangan, contohnya
sebagai suplemen yang ditambahkan pada produk susu fermentasi maupun non-
fermentasi (Khusniati et al., 2012). N-asetilglukosamin juga potensial
dikembangkan sebagai senyawa antibakteri dalam pangan (Benhabiles et al., 2012).
Seiring dengan semakin luasnya aplikasi dalam industri, permintaan N-
asetilglukosamin di pasar global mengalami peningkatan. Byrne (2010)
melaporkan bahwa nilai pasar global untuk N-asetilglukosamin pada tahun 2013
diperkirakan mencapai 2 juta dolar. N-asetilglukosamin dapat dimanfaatkan untuk
bahan pembuatan glukosamin, diprediksi tahun 2025 nilai pasar global untuk
permintaan glukosamin di semua bidang mencapai 1,3 miliar dolar (Anonim, 2016).
N-asetilglukosamin memiliki aktivitas antibakteri. Raut et al. (2016)
menyatakan bahwa N-asetilglukosamin dengan konsentrasi 0,1 % memiliki sifat
bakterisida terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Bentuk polimer
N-asetilglukosamin yang berupa N-asetil kitooligosakarida dengan konsentrasi 0,1 %
memiliki sifat bakterisida terhadap Salmonella typhimurium. Aktivitas antibakteri
yang ditunjukkan oleh N-asetil kitooligosakarida diduga merupakan akibat dari
molekul oligomer tersebut dapat melewati dinding sel dan mencapai membran sel
(Benhabiles et al., 2012). Berdasarkan sifat kelarutannya, N-asetilglukosamin
memiliki sifat mudah larut dalam air seperti halnya N-asetil kitooligosakarida.
Kelarutannya yang tinggi dalam air membuat aplikasi N-asetilglukosamin dalam
pangan lebih mudah dibandingkan senyawa kitin dan kitosan yang hanya larut
dalam pelarut asam.

2.3.1 Pembentukan N-Asetilglukosamin dari Kitosan


Produksi N-asetilglukosamin dapat dilakukan dengan metode hidrolisis
kitin melalui dua cara yaitu secara kimiawi dengan menambahkan senyawa asam
kuat dan secara enzimatis dengan memanfaatkan kitinase yang dihasilkan
mikroorganisme. Wang et al. (2009) menyatakan bahwa produksi N-
asetilglukosamin yang dilakukan secara kimiawi membutuhkan biaya besar, hasil
yang didapat sedikit dan menimbulkan dampak yang buruk bagi lingkungan.
Produksi N-asetil glukosamin secara enzimatis merupakan metode alternatif untuk

10
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
mengatasi metode kimiawi. Chen et al. (2010) menyatakan bahwa pemanfaatan
mikroorganisme kitinolitik untuk produksi N-asetilglukosamin dapat dilakukan
dengan cara mengisolasi enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme kitinolitik
dan selanjutnya direaksikan dengan substrat kitin sehingga dapat menghasilkan
produk hidrolisat kitin. Produksi N-asetilglukosamin secara enzimatis memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan metode kimiawi yaitu proses dapat dikendalikan,
selektif, efektif, dan tidak dihasilkan produk sampingan yang membahayakan
lingkungan.
Hidrolisis kitin secara kimiawi umumnya dapat dilakukan dengan
menggunakan larutan asam pekat seperti HCl dan H2SO4 (Wulandari, 2009).
Proses hidrolisis kitin dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah
konsentrasi asam, waktu inkubasi dan suhu (Taberzadeh, Karimi, 2007). Chang
(2000) menyebutkan bahwa konsentrasi HCl 7N dapat menghasilkan rendemen
lebih banyak dibandingkan dengan konsentrasi HCl 4 N. N asetilglukosamin yang
dihasilkan dari hidrolisis menggunakan HCl 7N pada suhu 70°C selama 60 menit
lebih banyak dibandingkan dengan hidrolisis selama 30, 45, 120, 240, dan 300
menit.
Kitinase adalah enzim yang mendegradasi kitin menjadi N-
asetilglukosamin, degradasi kitin dapat dilakukan oleh organisme kitinolik dengan
melibatkan enzim kitinase. Organisme pendegradasi kitin umumnya berasal dari
kelompok mikroorganisme diantaranya adalah dari kelompok bakteri. Bakteri yang
dilaporkan memiliki aktivitas kitinolik adalah seperti, Vibrio furnissi (Hirano,
1996), Serratia marcescens (Suzuki et.al, 1999), Bacillus circulans (Watanabe et.al,
1999), Bacillus thuringensis subsp. Pakistani (Thamthiankul et.al., 2001) dan
Pseudomonas aeruginosa (Folders et al., 2001)
Tingginya kemampuan dalam mendegradasi kitin yang ditunjukkan oleh
kitinase kasar Serratia marcescens PT 6 dimungkinkan kitinase tersebut dapat
digunakan dalam produksi N-asetilglukosamin secara enzimatis. N-
asetilglukosamin yang dihasilkan dari proses hidrolisis kitin oleh kitinase kasar
Serratia marcescens PT 6 dimungkinkan memiliki aktivitas antibakteri.

11
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
Gambar 5. Skema pola pemutusan domain enzim kitinolik. Sub unit dari rantai kitin
diperlihatkan dengan warna biru terang dan ujung gula pereduksi dengan warna
abu-abu. Garis putus-putus menunjukkan bahwa substrat polimer lebih panjang.

12
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
BAB III
KESIMPULAN DAN PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Kitin merupakan biopolimer alami terbanyak kedua setelah selulosa dan
merupakan polimer aminoglukan dari N-asetil-D-glukosamin yang tidak
larut dalam air (Dutta et al. 2004). Kitin memiliki biopolimer yang sangat
panjang dan tidak bercabang. Setiap rantai polimer terdiri dari 2.000-5.000
unit monomer N-asetil-D-Glukosamin yang terpaut melalui ikatan β-(1-4)
glukosa.
2. Kitosan merupakan senyawa turunan kitin adalah senyawa penyusun rangka
luar hewan berkaki banyak misalnya kepiting, ketam, udang, dan serangga.
Kitosan termasuk polisakarida linear yang berisi campuran dari D-
glukosamin.
3. N-asetilglukosamin, monosakarida yang merupakan monomer dari kitin,
memiliki banyak manfaat dalam bidang bioteknologi maupun dalam bidang
industri.
4. Produksi N-asetilglukosamin dapat dilakukan dengan metode hidrolisis
kitin melalui dua cara yaitu secara kimiawi dengan menambahkan senyawa
asam kuat dan secara enzimatis dengan memanfaatkan kitinase yang
dihasilkan mikroorganisme.

3.2 Penutup
Demikianlah makalah yang penulis buat ini, semoga bermanfaat dan
menambah pengetahuan para pembaca. Penulis mohon maaf apabila ada kesalahan
ejaan dalam penulisan kata dan kalimat yang kurang jelas, dimengerti, dan lugas.
Karena penulis hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan dan Penulis
juga sangat mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Sekian penutup dari penulis semoga dapat diterima di hati dan penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

13
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
DAFTAR PUSTAKA

Abllo P, Carbonell A, Torres P. 2002. Biogeography of benthic crustaceans on the


shelf and upper slop of the iberian peninsula mediterranean coasts:
implication for the establishment of natural management areas. Scientia
Maria. 66(2):183-196.

Agusnar H. 2007. Penggunaan kitosan dari tulang rawan cumi-cumi (Loligo pealli)
untuk menurunkan kadar ion logam Cd dengan spektrofotometri serapan
atom. Jurnal Sains Kimia. 11(1):15-20.

Aiba, S. 2005. Enzymes in Industry, Production and Application 3rd ed. WileyVCH
Verlaag GmbH and CO. Weinheim.

Anonim. 2016. Global $1.03 Billion Glucosamine Market Analysis & Trends 2016
& Industry Forecast to 2025, Research and Markets.
http://www.prnewswire.com/news-releases/global-103-billion-
glucosamine-market-analysis--trends-2016--industry-forecasts-to-2025---
research-and-markets-300312509.html. Di akses 21 Juni 2019

Benhabiles, M.S., R. Salah, H. Lounici, N. Drouiche, M.F.A. Goosen, and N.


Mameri. 2012. Antibacterial Activity of Chitin, Chitosan, and its Oligomers
Prepared from Shrimp Shell Waste. Journal Food Hydrocolloids. 29: 48-56.

Byrne, J. 2010. Glucosamine Market Reaching Maturity.


https://www.nutraingredients.com/Article/2010/04/15/Glucosamine-
market-reaching-maturity. Di akses 21 Juni 2019.

Chang, Ke Liang B, et.al. 2000. HPLC analysis of N-Acetyl-chito-oligosacharides


during the acid Hydrolysis of Chitin. Journal of food and drug Analysis.
8(2):75-83.

Chen, J.K., C.R. Shen, and C.L. Lin. 2010. N-Acetylglucosamine: Production and
Applications. Marine Drugs. 8: 2493-2516.

Dahiya N, Tewari R, Tiwari, RP, Hoondal GS. 2005. Chitinase from (Enterobacter
sp.) NRG4: Its purification, characterization and reaction pattern. Journal
of Biotechnology. 8(2):134-145.

14
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
Dutta PK, Dutta J, Tripathi VS. 2004. Chitin and chitosan, chemistry, properties
and applications. Journal of Scientific and Industrial. 63(5):20-23.

Islama M, Masum S, Rahmana MM, Mollab AI, Shaikh AA, Roya SK. 2011.
Preparation of chitosan from shrimp shell and investigation of its properties.
Journal of Basic and Applied Sciences. 11(1):77-80.

Khusniati, T. K., N. Widhyastuti, I. Saskiawan,, A. Choliq, R. Handayani. 2012.


Peningkatn Kualitas Produk Susu dengan N-asetilglukosamina dan β-
galaktosidase di Jawa. Lembaga Ilmu Pengeahuan Indonesia. Jakarta.

Kuppusamy S, Karuppaiah J. 2012. Antioxidant and cytotoxic efficacy of chitosan


on bladder cancer. Asian Pacific Journal of Tropical Disease. 10(6):769-
773.

Kusumawati, N, 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang Sebagai Bahan Baku


Pembuatan Membran Ultrafiltrasi. Inotek. 13(2): 113-120.

Mahae N, Chalat C, Muhamud P. 2011. Antioxidant and antimicrobial properties


of chitosan-sugar complex. Journal International Food Research.
18(4):1543-1551

Oliveira MI, Santos SG, Oliveira MJ, Torres AL, Barbosa MA. 2012. Chitosan
drives anti-inflammatory macrophage polarisation and pro-inflammatory
dendritic cell stimulation. Journal European Cells and Materials.
24(10):136-153.

Patria A. 2013. Production and characterization of chitosan from shrimp shells


waste. International Journal of the Bioflux Society. 6(4):339-344.

Purnawan, C., N. A. Hidayat, I. Kartini, E. Suguharto, 2008. Kajian Analisis Termal


Kitin-Kitosan Cangkaug Udang Menggunakan Thermogravimetric
Analysis Dan Differential Thermal Analysis (TGA-DTA). Sains dan
Terapan Kimia, 2 (2 ): 44 - 52.

15
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
Qin C, Zhou B, Zenga L, Zhanga Z, Liu Y, Du Y, Xiao L. 2004. The
physicochemical properties and antitumor activity of cellulase-treated
chitosan. Journal Food Chemistry. 8146(3):107–115.

Rajalakshmi A, Krithiga N, Jayachitra A. 2013. Antioxidant activity of the chitosan


extracted from shrimp exoskeleton. Journal of Scientific Research.
16(10):1446-1451.

Raut, A.V., R.K. Satvekar, S.S. Rohiwal, A.P. Tiwari, A. Gnanamani, S.


Pushpavanam, S.G. Naware and S.H. Pawar. 2016. In Vitro
Biocompatibility and Antimicrobial Activity of Chitin Monomer Obtain
From Hollow Fiber Membrane. Designed Monomer and Polymers. 1-11.

Rochima E, Suhartono MT, Sugiyono DS. 2007. Viscosity and Molecule Weight
of Enzymatic Reaction Chitosan by Chitin Deacetylase from (Bacillus
papandayan K29-14) Isolate

Sanjaya, I. & L. Yuanita, 2007. Adsorpsi Pb (Il) oleh Kitosan Hasil Isolasi Kitin
Cangkang Kepiting Bakau (Scylla sp.) Jumal Ilmu Dasar. 8 (1): 30-36.

Saputra KA, Angela A, Surya R, Gifsan Y, Priskila. 2009. Application of Chitosan


as Preservatives on Organic Fruits. Asian Journal of Food and Agro-
Industry. 28(79):264-270.

Song, Y.S., S. Oh, Y.S. Han, D.J. Seo, R.D. Park, and W.J. Jung. 2013. Detection
of Chitinase ChiA Produced by Serratia marcescens PRC-5, Using Anti-
PrGV-Chitinase. Journal of Carbohydrate Polimers. 92: 2276-2281.

Suptijah P, Salamah E, Sumaryanto H, Purwaningsih S, Santoso J. 1992. Pengaruh


berbagai isolasi khitin kulit udang terhadap mutunya. Laporan Penelitian.
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Taufan, M. R S. &Zulfahmi, 2010. Pemanfaatan Limbah Kulit Udang sebagai


Bahan Anti Rayap (Bio-termitisida) pada Bangunan Berbahan Kayu,
Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 44

Wang, S.L., J.Y Liou, T.W. Liang, and K.C. Liu. 2009. Conversion of squid pen by
using Serratia sp. TKU020 fermentation for the production of enzymes,

16
Program Studi Teknik Kimia UNPAM
antioxidants, and N-acetyl chitooligosaccharides. Process Biochemistry. 44:
854-861.

Wulandari , Fitri. 2009. Optimasi produksi N-asetilglukosamin dari kitin melalui


fermentasi oleh Aspergillus rugulosus 501. [skripsi]

Xia W, Liu P, Zhang J, Chen J. 2010. Biological activities of chitosan and


chitooligosaccharides. Journal Food Hydrocolloids. 1(10):1-10.

Yurnaliza. 2002. Senyawa Khitin dan Kajian Aktivitas Enzim Mikrobial


Pendegradasinya. Digitized by USU digital library. Program Studi Biologi.
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera
Utara.

17
Program Studi Teknik Kimia UNPAM

Anda mungkin juga menyukai