Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.

A. Status Gizi Anak Balita


Pengertian
Keadaan gizi adalah keadaan akibat dari keseimbangan antara
konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau
keadaan fisiologik akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh
(Supariasa, 2002). Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari
pemakaian, penyerapan dan penggunaan makanan. Makanan yang
memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan.
Sebaiknya jika kekurangan atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan
untuk jangka waktu yang lama disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah
dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih (Supariasa, 2002).
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk
anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi
juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh
keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient (Beck dalam
Creasoft, 2008). Zat gizi diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam
makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan. Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak
akhir tahun 1980an dikelompokkan keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi
sumber energi berupa karbohidrat, lemak, dan protein dan zat gizi mikro
yaitu vitamin dan mineral (Supariasa, 2002). Keadaan tubuh dikatakan pada
tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh jenuh oleh semua zat gizi maka

10

disebut status gizi optimal. Kondisi ini memungkinkan tubuh terbebas dari
penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi gizi
makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka
akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan zat
gizi (Supariasa, 2002).
Kelompok bayi dan anak balita adalah salah satu kelompok umur yang
rentan terhadap penyakit-penyakit kekurangan gizi, oleh sebab itu indikator
yang paling baik untuk mengukur status gizi masyarakat adalah dengan
melalui pengukuran status gizi balita (Supariasa, 2002). Kurang gizi pada
anak balita tidak mudah dikenali oleh pemerintah atau masyarakat bahkan
keluarga. Artinya andai kata disuatu desa terdapat sejumlah anak yang
menderita gizi kurang dan tidak segera menjadi perhatian karena anak
tampak tidak sakit. Faktor timbulnya gizi kurang pada anak balita lebih
kompleks, maka upaya penanggulangannya memerlukan pendekatan dari
berbagai segi kehidupan anak secara terintegrasi. Artinya tidak hanya
memperbaik aspek makanan saja tetapi juga lingkungan hidup anak seperti
pada pegasuhan, pendidikan ibu, air bersih dan kesehatan lingkungan, mutu
layanan kesehatan dan sebagainya (Supariasa, 2002).
a. Indikator Status Gizi Balita
Masa balita merupakan masa yang menentukan dalam tumbuh
kembangnya, yang akan menjadikan dasar terbentuknya manusia
seutuhnya. Karena itu pemerintah memandang perlu untuk memberikan
suatu bentuk pelayanan yang menunjang tumbuh kembang balita secara
menyeluruh terutama dalam aspek mental dan sosial. Pertumbuhan dan
perkembangan saling mendukung satu sama lain perkembangan seorang

11

anak

tidak

dapat

maksimal

tanpa

dukungan

atau

optimalnya

pertumbuhan. Misalnya seorang anak yang kekurangan gizi akan


mempengaruhi perkembangan mental maupun sosialnya, oleh karena itu
keduanya harus mendapat perhatian baik dari pemerintah, masyarakat
maupun orang tua. Salah satu indikator untuk melihat pertumbuhan fisik
anak adalah dengan melihat status gizi anak dalam hal ini balita. Sebagai
alat ukur untuk mengetahui tingkat perkembangan seorang anak dengan
menggunakan kartu menuju sehat (KMS) (Soetjiningsih, 2002).
Semua kejadian yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak
lahir sampai berumur lima tahun, perlu dicatat dalam KMS, misalnya
identitas anak, tanggal lahir dan tanggal pendaftaran, serta penyakit yang
pernah dideritanya. KMS berisi pesan-pesan penyuluhan tentang
penanggulangan diare, makanan anak. Sehingga ibu senantiasa membawa
KMS pada semua kegiatan kesehatan dan cenderung ingin kontak dengan
petugas kesehatan untuk merujuk anaknya. Hal ini dapat digunakan
sebagai pengamatan status gizi anak, disamping mempunyai kelebihan
maupun kekurangannya (Soetjiningsih, 2002).
Indikator status gizi berdasarkan indeks berat badan menurut umur
ada kelebihan dan kekurangannya. Kelebihan tersebut diantaranya dapat
lebih mudah dan lebih cepat dimengerti oleh masyarakat umum, dapat
mendeteksi kelebihan maupun kekurangan gizi, sensitivitas untuk
melihat perubahan status gizi, sedangkan kekurangannya adalah dapat
mengakibatkan interprestasi status gizi yang keliru bila terdapat oedem,

12

memerlukan data umur yang akurat, sering terjadi dikesalahan dalam


pengukuran, misal karena pengaruh pakaian atau gerakan anak pada saat
penimbangan.
b. Pengukuran Status Gizi Balita
Beberapa cara mengukur status gizi balita yaitu dengan pengukuran
antropometri, klinik dan laboratorik. Diantara ketiga cara pengukuran
satatus gizi balita, pengukuran antropometri adalah yang relatif sering
dan banyak digunakan (Soegiyanto dan Wiyono, 2007). Pengukuran
antropometri dapat digunakan untuk mengenali status gizi seseorang.
Antropometri dapat dilakukan beberapa macam pengukuran yaitu
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan
sebagaimya. Berdasarkan beberapa pengukuran tersebut, berat badan
(BB), tinggi badan (TB), dan panjang badan (PB) adalah yang paling
dikenal.
Ilmu status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB / TB
sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri, tetapi dalam bentuk indikator
yang dapat merupakan kombinasi diantara ketiganya. Masing-masing
indikator mempunyai makna sendiri, misalnya kombinasi antara BB
(berat badan) dan U (umur) membentuk indikator BB menurut U yang
disimbolkan dengan BB / U. Indikator BB / U Dapat normal lebih rendah
atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB
/U normal maka digolongkan pada status gizi baik, dan BB / U rendah
dapat berarti berstatus gizi kurang / buruk, serta bila BB / U tinggi dapat
digolongkan berstatus gizi lebih. Baik satus gizi kurang ataupun status
gizi lebih, kedua-duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi

13

kesehatan balita. Sedangkan pegukuran klinik biasanya dilakukan oleh


dokter di klinik untuk melihat adanya kelainan-kelainan organ tubuh
akibat KEP, misalnya adanya pembegkakan (oedem), perubahan warna,
dan sifat rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
Berdasarkan penilaian Z-skor adalah sebagai berikut :
1) BB/ U ( Berat bada menurut Umur berdasarkan Z-Score )
a) Gizi buruk ; <- 3 SD
b) Gizi kurang : -3 SD sampai -2 SD
c) Gizi baik : -2 SD sampai +2 SD
d) Gizi lebih ; > +3 SD
2) TB/ U ( Tinggi badan menurut Umur berdasarkan Z-Score)
a) Normal : > -2 SD
b)Rendah : <-2 SD

3) Menurut Depkes RI (2005) Paremeter BB/TB berdasarkan Z-Score


diklasifikasikan menjadi :
a) Gizi Buruk (Sangat Kurus) ; <-3 SD
b) Gizi Kurang (Kurus) : -3SD sampai <-2SD
c) Gizi Baik (Normal) : -2 SD sampai +2SD
d) Gizi Lebih (Gemuk) : > +2 SD
Penilaian status gizi juga bisa dengan menggunakan KMS.
Menurut Arisman (2004), KMS berfungsi sebagai alat bantu pemantauan
gerak pertumbuhan, juga untuk menilai status gizi. Salah satu kegiatan
posyandu yaitu menimbang balita kemudian diikuti dengan pengisian
KMS berdasarkan berat badan dengan umur sehingga dapat diketahui
dengan segera bila terdapat kelainan atau ketidaksesuaian dengan grafik
pertumbuhan pada KMS. Perhatikan dulu umur anak, kemudian plot
berat badannya dalam kurva KMS. Bila masih dalam batas garis hijau

14

maka status gizi baik, bila di bawah garis merah, maka status gizi balita
adalah buruk.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi
menjadi 2 meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
merupakan faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, yang meliputi
status kesehatan, umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh. Status
kesehatan berkaitan dengan adanya hambatan reaksi imunologis dan
berhubungan dengan terjadinya prevalensi dan beratnya penyakit infeksi,
seperti kwashiorkor atau marasmus sering didapatkan pada taraf yang
sangat berat. Infeksi sendiri mengakibatkan penderita kehilangan bahan
makanan melalui muntah-muntah dan diare (Santosa, 2004). Faktor umur
merupakan faktor yang sangat menentukan banyaknya kebutuhan protein
terutama pada golongan balita yang masih dalam masa pertumbuhan.
Terkait dengan faktor jenis kelamin, jenis kelamin wanita lebih banyak
kasusnya Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi status gizi yaitu
faktor yang datang atau ada dari luar anak itu sendiri. Faktor ini meliputi
pendidikan, pengetahuan, infeksi dan pendapatan. (Radiansyah, 2007).
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap status gizi balita terbagi
menjadi (Supariasa, 2002) :
a. Faktor langsung
1) Keadaan infeksi
Scrimshaw, et.al (1989 dalam Supariasa, 2002) menyatakan bahwa
ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit)

15

dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi


yang

sinergis

antara

malnutrisi

dengan

penyakit

infeksi.

Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara


sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi
akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan
kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan
kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan
perdarahan terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari
peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam
tubuh.
2) Konsumsi makan
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui
kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat
berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet
yang dapat menyebabkan malnutrisi.
b. Faktor tidak langsung
1) Pengaruh budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain
sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan
produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih
terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang
menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi
makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit,
terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Jarak kelahiran anak
yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan
mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi

16

keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan.


Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih
menggunakan teknologi yang bersifat tradisional.

2) Faktor sosial ekonomi


Faktor sposial ekonomi dibedakan berdasarkan :
a) Data sosial
Data sosial ini meliputi keadaan penduduk di suatu masyarakat,
keadaan

keluarga,

pendidikan,

perumahan,

penyimpanan

makanan, air dan kakus.


b) Data ekonomi
Data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga,
kekayaan yang terlihat seperti tanah, jumlah ternak, perahu,
mesin jahit, kendaraan dan sebagainya serta harga makanan
yang tergantung pada pasar dn variasi musin.
3) Produksi pangan
Data yang relevan untuk produksi pangan adalah penyediaan
makanan keluarga, sistem pertanian, tanah, peternakan dan
perikanan serta keuangan.
4) Pelayanan kesehatan dan pendidikan
Pelayanan kesehatan meliputi ketercukupan jumlah pusat-pusat
pelayanan kesehatan yang terdiri dari kecukupan jumlah rumah
sakit, jumlah tenaga kesehatan, jumlah staf dan lain-lain. Fasilitas
pendidikan meliputi jumlah anak sekolah, remaja dan organisasi
karang tarunanya serta media masa seperti radio, televisi dan lainlain.
d. Penilaian Status Gizi
Penilaian Status Gizi dapat dibagi 2 (dua) (Arif, 2008):
1) Penilaian Status Gizi Secara Langsung

17

Penilaian Status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat


penilaian yaitu :
a) Antropometri
Pengertian :
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandangan gizi, maka antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Penggunaan :
Antropometri secara umum digunakan untuk

melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi. Keterseimbangan ini


terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
b) Klinis
Pengertian :
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk
menilai status gizi masyarakat.
Penggunaan:
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat
(Rapid clinical surveys). Survey ini dirancang untuk mendeteksi
secara cepat tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu
atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui
tingkat status untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang
dengan melakukan pemeriksaan. Fisi yaitu tanda (sign) dan gejala
(symptom) atau riwayat hidup.
c) Biokimia
Pengertian:
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen
yang diuji secra laboratories yang dilakukan pada berbagai macam
jaringan tubuh.

18

Penggunaan :
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan
dapat terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak
gejala yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat
lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang
spesifik.
d) Biofisik
Pengertian :
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan
status gizi dengan cara melihat kemampuan fungsi (khususnya
jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Penggunaan :
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian
buta senja (epidemic of nigh blindnees). Cara yang digunakan
adalah tes adaptasi gelap (Fajar, Ibnu dkk, 2002).
2) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung Penilaian Status gizi
secara tidak langsung dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu :
a) Survey Konsumsi Makanan
Pengertian :
Survey konsumsi makanan adalah metode penentuan khusus gizi
secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
yang dikonsumsi.
Penggunaan :
Pengumpulan data

konsumsi

makanan

dapat

memberikan

gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat


keluarga dan individu. Survey ini dapat mengidentifikasi kelebihan
dan kekurangan zat gizi.
b) Statistik Vital
Pengertian :
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan
menganalisis data beberata statistik kesehatan seperti angka

19

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat


penyebab tertentu dan data lainnnya yang berhubungan dengan
gizi.
Penggunaan : Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari
indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
c) Faktor Ekologi
Pengertian :
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi masalah ekologi sebagai
hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis dan lingkungan
budaya.
Penggunaan : Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program intervensi gizi.
B. Pelaksanaan fungsi perawatan kesehatan keluarga
1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama
dengan keterikatan emosional dan setiap individu mempunyai peran masing
masing yang merupakan bagian dari keluarga (Friedman, Bowden, dan
Jones, 2003). Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
dihubungan dengan hubungan darah, perkawinan, adopsi, hidup dalam satu
rumah tangga, saling berinteraksi dan mempertahankan budaya dalam
keluarga (Bailon dan Maglaya,dalam Susanto, 2012).
pengertian keluarga dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan
unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
dihubungankan melalui ikatan perkawinan, hubungan darah, adopsi dan
saling berinteraksi satu dengan lainnya, mempunyai keunikan nilai dan
norma hidup yang didasari oleh sistem kebudayaan keluarga yang
terorganisasi dibawah asuhan kepala rumah tangga dalam menjalankan

20

peran dan fungsi anggota keluarga serta mempunyai hak otonomi dalam
mengatur keluarganya, misalnya dalam hal kesehatan keluarga (Zaidin Ali,
2009).
2. Fungsi Keluarga
Friedman, Bowden, & Jones (2003) menggambarkan fungsi sebagai
apa yang dikerjakan oleh keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses
yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan bersama anggota
keluarga. Ada beberapa fungsi yang dapat dijalankan, yaitu fungsi afektif,
sosialisasi, reproduksi, ekonomi, dan perawatan kesehatan.
a. Fungsi Afektif (the effective function)
Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga dalam pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasihi dan memberikan cinta kasih,
serta saling menerima dan mendukung. Fungsi afektif ini merupakan
sumber kebahagiaan dalam keluarga. Keluarga memberikan kasih sayang
dan rasa aman. Komponen fungsi afektif adalah saling mengasuh,
menghargai, adanya ikatan, dan identifikasi ikatan keluarga yang dimulai
pasangan sejak memulai hidup baru. Fungsi afektif yang dilaksanakan
dengan baik dapat menciptakan konsep diri positif pada keluarga
(Friedman, Bowden, & Jones, 2003).
b. Fungsi Sosialisasi dan tempat bersosialisasi (socialization and social
placemen function)
Fungsi sosialisasi merupakan fungsi pengembangan dan melatih
anak untuk berinteraksi sosial baik dengan anggota keluarga dan
masyarakat (Suprajitno, 2004). Keluarga memiliki tanggung jawab utama

21

dalam mengubah seorang bayi dalam hitungan tahun menjadi makhluk


sosial yang mampu berpartisipasi penuh dalam masyarakat berdasarkan
keyakinan nilai dan norma pada suatu keluarga (Friedman, dalam
Suprajitno, 2004).
c. Fungsi Reproduksi (the reproductive function)
Fungsi reproduksi merupakan fungsi untuk mempertahankan
generasi dan menjaga kelangsungan keluarga, serta menjamin kontinuitas
antar generasi keluarga dan masyarakat dengan menyediakan anggota
baru untuk masyarakat. ikatan perkawinan yang sah berfungsi memenuhi
kebutuhan biologis pasangan dan meneruskan keturunan (Friedman,
dalam Suprajitno, 2004).
d. Fungsi Ekonomi (the economic function)
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi
kebutuhan anggota keluarga secara ekonomi dan tempat untuk
mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan
dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Fungsi ekonomi melibatkan
penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup finansial, ruang, dan
materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan
keputusan (Friedman, dalam Suprajitno, 2004).
e. Fungsi Perawatan Kesehatan (the health care function)
Fungsi perawatan kesehatan merupakan

fungsi

untuk

mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap


memiliki produktivitas tinggi. Fungsi perawatan kesehatan bukan hanya
fungsi esensial dan dasar dalam keluarga namun fungsi yang bertanggung
jawab penuh dalam keluarga untuk mempertahankan status kesehatan
anggota keluarga (Friedman, dalam Suprajitno, 2004).Fungsi perawatan

22

kesehatan merupakan hal yang penting dalam pengkajian keluarga.


Keluarga merupakan unit dasar dalam masyarakat yang mengatur
perilaku dan perawatan kesehatan, dilaksanakan, dan diamankan.
Keluarga memberikan perawatan kesehatan yang bersifat preventif dan
secara bersama-sama merawat anggota keluarga yang sakit. (Friedman,
dalam Suprajitno, 2004).
Fungsi perawatan kesehatan keluarga dikembangkan menjadi tugas
keluarga di bidang kesehatan, keluarga mempunyai fungsi di bidang kesehatan
yang perlu dipahami dan dilakukan (Bailon dan Maglaya, dalam Mubarak,
Chayatin, dan Santoso, 2009) membagi 5 tugas keluarga dalam bidang
kesehatan, yaitu:

a. Mengenal masalah kesehatan setiap anggotanya


Pengenalan masalah kesehatan keluarga yaitu sejauh mana keluarga,
mengenal fakta-fakta dari masalah kesehatan keluarga yang meliputi
pengertian, tanda dan gejala, penyebab yang mempengaruhi serta persepsi
keluarga terhadap masalah. Pada tahap ini memerlukan data umum keluarga
yaitu nama keluarga, alamat, komposisi keluarga, tipe keluarga, suku,
agama,

status

sosial

ekonomi

keluarga

dan

aktivitas

rekreasi

keluarga(Bailon dan Maglaya, dalam Mubarak, Chayatin, dan Santoso,


2009). Ketidakmampuan keluarga dalam mengenal masalah terkait dengan

23

perkembangan balita disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) ketidaktahuan


keluarga akan masalah yang sedang dihadapi; 2) sikap dan falsafah hidup;
3) ketakutan keluarga akan akibat masalah bila diketahui (Mubarak,
Chayatin, dan Santoso, 2009).
b. Mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yang tepat.
Pengambilan sebuah keputusan kesehatan keluarga merupakan
langkah sejauh mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya
masalah, apakah masalah dirasakan, menyerah terhadap masalah yang
dihadapi, takut akan akibat dari tindakan penyakit, mempunyai sikap negatif
terhadap masalah kesehatan, dapat menjangkau fasilitas yang ada. Pada
tahap ini yang dikaji berupa akibat dan keputusan keluarga yang diambil.
Perawatan sederhana dengan melakukan cara-cara perawatan yang sudah
dilakukan keluarga dan cara pencegahannya (Bailon dan Maglaya, dalam
Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
Ketidak mampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai
tindakan kesehatan yang tepat terkait dengan perkembangan balita
dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga tidak mengerti mengenai
sifat, berat dan luasnya masalah; 2) masalah tidak begitu menonjol; 3) rasa
takut dan menyerah; 4) kurang pengertian/pengetahuan mengenai macammacam jalan keluar yang terbuka untuk keluarga; 5) tidak sanggup memilih
tindakan-tindakan di antara beberapa pilihan terkait perkembangan balita; 6)
ketidak cocokan pendapat dari anggota-anggota keluarga tentang pemilihan
tindakan; 7) ketidak tahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang ada; 8)
ketakutan keluarga akan akibat tindakan yang diputuskan; 9) sikap negatif
terhadap masalah kesehatan; 10) fasilitas kesehatan tidak terjangkau dalam

24

hal fisik/lokasi dan biaya transportasi; 11) kurang kepercayaan/keyakinan


terhadap tenaga/lembaga kesehatan terkait perkembangan balita; 12)
kesalahan konsepsi karena informasi terkait perkembangan balita yang salah
terhadap tindakan yang diharapkan (Mubarak, Chayatin, dan Santoso,
2009).
c. Merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
Perawatan anggota keluarga mengetahui keadaan penyakitnya,
mengetahui

sifat

dan

perkembangan

perawatan

yang

dibutuhkan,

mengetahui sumber-sumber yang ada dalam keluarga, mengetahui


keberadaan fasilitas yang diperlukan untuk perawatan dan sikap keluarga
terhadap yang sakit.
Perawatan keluarga dengan melakukan perawatan sederhana sesuai
dengan kemampuan, perawatan keluarga yang biasa dilakukan dan cara
pencegahannya seminimal mungkin (Friedman, dalam Setiadi, 2008).
Ketidakmampuan keluarga merawat atau menolong anggota keluarga yang
sakit atau berusia muda disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga
tidak mengetahui keadaan penyakit; 2) pertumbuhan dan perkembangan
anak; 3) tidak mengetahui tentang sifat dan perkembangan perawatan yang
dibutuhkan balita; 4) kurang pengetahuan dan keterampilan dalam
melakukan prosedur perawatan atau pengobata (Mubarak, Chayatin, dan
Santoso, 2009).
d. Modifikasi lingkungan fisik dan psikologis
Pemodifikasian lingkungan dapat membantu keluarga melakukan
perawatan pada anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan,
dalam bentuk kebersihan rumah dan menciptakan kenyamanan agar anak

25

dapat beristirahat dengan tenang tanpa adanya gangguan dari luar


(Friedman; dalam Setiadi, 2008).
Ketidak mampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang bisa
mempengaruhi kesehatan dan pengembangan pribadi anggota keluarga
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: 1) keluarga kurang dapat melihat
keuntungan atau menfaat pemeliharaan lingkungan di masa yang akan
datang; 2) ketidak tahuan keluarga akan higiene sanitasi; 3) ketidaktahuan
keluarga tentang usaha penyakit; 4) sikap atau pandangan hidup keluarga; 5)
ketidak

kompakan

keluarga;

6)

sumber-sumber

keluarga

tidak

seimbang/tidak cukup (keuangan, tanggung jawab atau wewenang anggota


keluarga, dan rumah yang tidak teratur) (Mubarak, Chayatin, dan Santoso,
2009).
e. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di sekitar keluarga
Keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan, memahami
keuntungan yang diperoleh dari fasilitas kesehatan, tingkat kepercayaan
keluarga terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan tersebut
terjangkau oleh keluarga. (Friedman, dalam Setiadi, 2008).
Ketidak mampuan keluarga menggunakan sumber di masyarakat guna
pemeliharaan kesehatan balita disebabkan oleh bebrapa hal, yaitu: 1) ketidak
tahuan atau ketidak sadaran keluarga bahwa fasilitas kesehatan itu ada; 2)
keluarga tidak memahami keuntungan yang dapat diperoleh dari fasilitas
kesehatan; 3) kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas
kesehatan; 4) pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan; 5) tidak
adanya fasilitas yang diperlukan terkait perkembangan balita; 6) sikap atau
falsafah hidup keluarga; 7) rasa asing atau tidak adanya motivasi keluarga

26

dari masyarakat; 8) sakit jiwa; 9) fasilitas yang diperlukan tidak terjangkau


oleh keluarga; 10) tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga
(Mubarak, Chayatin, dan Santoso, 2009).
Pemahaman keluarga mengenai lima tugas kesehatan keluarga diatas
merupakan aspek penting bagi keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi
kesehatannya, dengan tujuan dapat meningkatkan kualitas status kesehatan
anggota keluarga.
Peran perawat keluarga adalah melakukan pendekatan yang logis dan
sistematis untuk bekerja dengan keluarga dalam mengidentifikasi sejauh
mana keluarga melakukan fungsi perawatan kesehatan kepada anggota
keluarga yang lain serta membantu keluarga dalam mengatasi masalah
kesehatan melalui proses perawatan kesehatan keluarga (Friedman, dalam
Setiadi, 2008).
3. Fungsi perawatan kesehatan keluarga dalam pemenuhan gizi balita
Status sehat atau sakit para anggota keluarga dan keluarga saling
mempengaruhi atu sama lainnya. Suatu penyakit dalam keluarga
memepengaruhi seluruh keluarga dan sebaliknya mempengaruhi jalannya
suatu penyakit dan status kesehatan anggota keluarga saling mempengaruhi
atau sangat bergantung satu sama lain (Gillis et all,1989; wrinht dan leahey,
1984). Keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalahmasalah kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan anggota keluarga
(Friedman,1998)
Di dalam pemenuhan suatu gizi keluarga khususnya terhadap balita,
keluarga harus memenuhi fungsi keluarga diantaranya fungsi ekonomi yaitu
keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif yang mampu
menghasilkan

nilai

tambah

dalam

ekonomi

keluarganya

dengan

27

memanfaatkan sumber daya yang ada. Hasil ekonomi keluarga sebagai


modal untuk mewujudkan balita yang rentang dalam pemenuhan gizi, di
dalam mengolah suatu ekonomi keluarga akan terciptanya kelangsungan dan
perkembangan kehidupan keluarga yang sehat dan terpenuhinya suatu gizi,
khususnya pada anak balita yang merupakan kelompok yang menunjukan
pertumbuhan badan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang
tinggi setiap kg berat badanya, anak balita merupakan kelompok umur yang
paling sering menderita akibat kekurangan gizi. Selain dalam fungsi
ekonomi keluarga harus memenuhi dalam pemeliharaan pelestarian
lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan lingkungan dan juga
pengetahuan akan kesehata, di dalam praktik-praktik kesehatan dan
penggunaan pelayanan kesehatan keluarga menjadi tanggung jawab
terhadap kesehatan balita dengan tujuan untuk mencegah dan memperkokoh
tumbuh kembang balita yang sehat. Sebagaiman bagian dari tugas keluarga
untuk menjaga kesehatan anggotanya, keluarga perlu menyusun dan
menjalankan

aktivitas

pemeliharaan

kesehatan

yakni

pemeliharaan

lingkungan yang terhindar dari suatu penyakit dan menjadikan lingkungan


di dalam keluarga menjadi selaras, serasi dan seimbang sebagai pola hidup
keluarga menuju keluarga kecil bahagia sejahtera dan terciptanya keluarga
yang sehat.
Pada ibu balita mereka yang bertanggung jawab atas pengurusan
balita di dalam keluarga, bagaimana mengurus dan memasak serta
menyediakan makanan bergizi bagi anak-anak balita dan mengetahui
informasi tentang kesehatan mengenai pendidikan kesehatan, memanfaatkan

28

pelayanan kesehatan, serta pengetahuan tentang perbaikan gizi balita guna


terhindarnya balita terhadap penyakit dan kekurangan gizi pada balita.
Sedangkan stimulus yang di berikan pada keluarga untuk mengatasi
balita yang rentan terhadap gizi adalah :
a. Pemenuhan makanan yang bergizi
Didalam keluarga harus mengetahui susunan makanan yang
memenuhi syarat-syarat yang disebut makanan bergizi yang seimbang,
dan harus mengetahui bahan makanan manakah yang harus di
kombinasikan untuk memberikan hidangan brgizi tersebut.
b. Kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan keluarga
Dalam WHO, arti kesehatan ialah terbebasnya tubuh dari penyakit
dan sisa penyakit, serta kesejahteraan rokhani dan sosial, seluruh
keluarga harus mempunyai kondisi keseehatan tersebut, sehingga seluruh
keluarga mengecap kesejahteraan yang menyeluruh. Pemeliharaan
hygiene pribadi dan lingkungan dan program imunisasi merupakan upaya
yang harus di perhatikan sungguh-sungguh dalam pemeliharaan
kesehatan keluarga dan para anggotanya (Sediaoetama, 2000)
Perilaku terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan
dengan penyakit dan sakit tersebut, sesuai dengan tingkat-tingkat
pencegahan penyakit, yakni :
1). Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan, misalnya: makan makanan yang bergizi, olah raga dan
sebagainya.
2). Perilaku pencegahan penyakit adalah untuk melakukan pencegahan
penyakit misalnya : tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan

29

nyamuk malaria, imunisai, dan sebagainya. Termasuk juga perilaku


untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.
3). Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan yaitu, perilaku
untuk melakukan atau mencari penyakitnya, misalnya usaha-usaha
mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari pengobatan ke fasilitasfasilitas kesehatan modern (Puskesmas, Mantri praktek dan
sebagainya).
4). Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan yaitu perilaku yang
berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah
sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi
anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatan (Suryani,
c.

2005).
Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan
Seorang terhadap sistem kesehatan baik system pelayanan
kesehatan modern maupun tradisional. perilaku ini menyangkut respon
terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obatobatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan
penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

d. Perilaku dalam keluarga terhadap lingkungan kesehatan


Respon seseorang terhadap lingkungan sebagai cerminan kesehatan
manusi. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu
sendiri. Perilaku ini antara lain :
1). Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya
komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan
kesehatan.

30

2). Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut


segi-segi hygiene, pemeliharaan, teknik dan penggunaannya.
3). Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun
limbah cair. Termasuk didalamnya system pembuangan sampah dan
air yang sehat, serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
4). Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, meliputi ventilasi,
pencahayaan ,lantai dan sebagainya.
5). Perilaku sehubungan dengan pembersiihan sarang-sarang dan
sebagainya.
4. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi

Peran

Keluarga

terhadap

Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga


Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan hal yang paling
penting dalam pengkajian keluarga. Keluarga merupakan komponen dasar
dalam masyarakat ketika perilaku sehat dan perawatan kesehatan diatur,
dilnaksanakan, dan diamankan. Pemeliharaan kesehatan berlangsung
terutama melalui komitmen dan modifikasi lingkungan serta gaya hidup,
hal ini semakin memperkuat peran pokok keluarga dalam melaksanakan
tanggung jawab terhadap kesehatan para anggota keluarga (Friedman,
Bowden, & Jones, 2003). Peran adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam
suatu sistem. Peranan keluarga jika dikaitkan dengan upaya pemenuhan
kebutuhan perkembangan balita, maka keluarga merupakan lembaga
pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut.
Pelaksanaan peran dan fungsi perawatan kesehatan keluarga
dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: 1) umur; 2) pendidikan; 3) pekerjaan;
4) informasi; 5) lingkungan; 6) kebudayaan; 7) kepercayaan; 8) ras; serta 9)
sosial ekonomi (Kozier Barbara, 2008). Menurut Soetjiningsih (2003)

31

keluarga adalah lingkungan pertama dan utama dikenal oleh anak,


lingkungan keluarga yang akan mempengaruhi status gizi balita ,Orang tua
yang melaksanakan peran dan fungsinya secara benar dalam memenuhi
kebutuhan gizi balita secara optimal.

32

C. Kerangka teori
Faktor-faktor yang memepengaruhi
status gizi balita :
1. Faktor langsung
a. Keadaan infeksi
b. Konsumsi makanan
2. Faktor tidak langsung
a. Pengaruh budaya
b. Faktor sosial ekonomi
- Data sosial
- Data ekonomi
c. produksi pangan
d. Pelaksanaan fungsi
perawatan kesehatan
keluarga
1) Mengenal masalah
kesehatan keluarga
2) Memutuskan tindakan
kesehatan yang tepat
bagi keluarga
3) Merawat keluarga
yang mengalami ganguan
kesehatan
4) Memodifikasi lingkungan
keluarga untuk menjamin
kesehatan

Status gizi balita

Status gizi :
1. Gizi baik
2. Gizi kurang
3. Gizi buruk

Gambar 2.1 Kerangka Teori Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga (diadopsi
dari friedman et all, 2003; Almatsier, Bailon & maglaya dalam Depkes RI,
1989; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa barat, 2010)

Gambar 2.1 Kerangka Teori Pelaksanaan Fungsi Perawatan Kesehatan Keluarga


(diadopsi dari Friedman et all, 2003; almatsier, Bailon & Maglaya
dalam Depkes RI, 1989; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa barat, 2010.)

Anda mungkin juga menyukai