Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi pada Balita


Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas 1 tahun atau
lebih populer dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Masa balita
merupakan usia penting dalam tumbuh kembang anak secara fisik. Pada usia
tersebut, pertumbuhan seorang anak sangatlah pesat sehingga memerlukan
asupan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kondisi kecukupan gizi
tersebut sangatlah berpengaruh dengan kondisi kesehatannya secara
berkesinambungan pada masa mendatang (Hindah,Muaris, 2006).
Status gizi menjadi indiktor ketiga dalam menentukan derajat kesehatan
anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan
perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang optimal. Gizi yang
cukup juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga diharapkan tubuh
akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat membantu untuk
mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah kesehatan. Pemantauan status
gizi dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dalam merencanakan
perbaikan status kesehatan anak. (Dwienda R Octa.dkk, 2015)

2.1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi gizi pada balita


Status gizi seorang balita pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut
a. Penyebab langsung, yaitu penyakit infeksi yang mungkin diderita balita.
Balita yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang
penyakit infeksi dapat berpengaruh terhadap status gizinya. Balita yang
makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya pasti lemah dan
akhirnya mempengaruhi status gizinya
b. Penyebab tidak langsung, yang terdiri dari:
1. Ketahanan pangan di keluarga, terkait dengan ketersediaan pangan
(baik dari hasil produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain),
harga pangan dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi
dan kesehatan.
2. Pola pengasuhan balita, berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh
lain dalam hal pendekatannya dengan balita, memberikan makan,
merawat, kebersihan, memberi kasih sayang dan sebagainya.
Kesemuanya berhubungan dengan keadaan ibu dalam hal kesehatan
(fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum, pengetahuan tentang
pengasuhan yang baik, peran dalam keluarga atau di masyarakat,
pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga dan masyarakat dan
sebagainya dari ibu atau pengasuh balita.
3. Akses atau keterjangkauan balita dan keluarga terhadap air bersih dan
pelayanan kesehatan yang baik seperti imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan balita, pendidikan
kesehatan dan gizi serta sarana kesehatan yang baik seperti posyandu,

4
5

Puskesmas, praktek bidan dan dokter dan keberadaan rumah sakit.


Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga dan semakin
dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan,
ditambah dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, makin kecil
risiko balita untuk terkena penyakit dan kekurangan
c. Penyebab Mendasar, terjadinya krisis ekonomi, politik dan sosial
termasuk bencana alam, yang mempengaruhi ketidakseimbangan
antara asupan makanan dan adanya infeksi, yang pada akhirnya
mempengaruhi status gizi pada balita(Marmi dan Kukuh Raharjo,
2015).
2.1.2 Penilaian status gizi
Penilaian status gizi didapat dilakukan dengan melakukan beberapa
pemeriksaan, seperti pemeriksaan antropometri, yang meliputi pemeriksaan
antropometri, yang meliputi pemeriksaan berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas, pemeriksaan klinis dan laboratorium yang dapat digunakan
untuk menetukan status gizi anak dapat menentukan status gizi anak.
Selanjutnya dalam penilaian status gizi anak dapat disimpulkan apakah anak
mengalami gizi baik, cukup atau gizi yang kurang (Hidayat, A Aziz Alimul,
2008).
Indikator BB/U (berat badan/umur) menunjukkan secara sensitif status
gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik
karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh
tinggi badan (Marmi dan Kukuh Raharjo, 2015)
Indikator TB/U (tinggi badan menurut umur) dapat menggambarkan
status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek
kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat
badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun
dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat dinormalkan
(Marmi dan Kukuh Raharjo, 2015)
Indikator BB/TB (berat badan menurut tinggi badan) merupakan
pengukuran antropometri terbaik karena dapat menggambarkan secara
sensitif dari spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan
berkolerasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal
perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada
percepatan tertentu. Dengan demikian berat badan yang normal akan
proposional dengan tinggi badannya (Marmi dan Kukuh Raharjo, 2015)
Menteri kesehatan RI mengeluarkan SK Nomor
920/Menkes/SK/VIII/2002 tentang klasifikasi status gizi anak bawah lima
tahun. Menurut SK tersebut penentuan status gizi tidak lagi menggunakan
persen terhadap median, melainkan nilai Ȥ-Score pada baku WHO-NCHS.
Secara umum klasifikasi status gizi balita yang digunakan secara resmi
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Status Gizi Balita
INDEKS STATUS GIZI AMBANG BATAS**)
Berat badan menurut Gizi lebih > +2 SD
umur (BB/U) Gizi baik > =-2 SD sampai +2 SD
6

Gizi kurang <-2SD sampai >=-3 SD


Gizi buruk <-3 SD
Tinggi badan menurut Normal > = - 2 SD
umur (TB/U) Pendek < +2 SD
(Stunted)
Sangat pendek <-3 SD
(Stunted)
Berat badan menurut Gemuk > + 2SD
tinggi badan (BB/TB) Normal >=-2SD sampai +2 SD
Kurus (wasted) <-2SD sampai >=-3 SD
Kurus sekali < -3SD
**) SD : Standart Deviasi (Marmi dan Kukuh Raharjo, 2015).

2.2 Pola Asuh


Pola asuh terdiri dari dua kata yaitu pola dan asuh. Menurut kamus
Besar Bahasa Indonesia, pola berarti corak, model, sistem, cara kerja, bentuk
(struktur) yang tetap. Sedangkan kata asuh memiliki arti menjaga (merawat
dan mendidik) anak kecil, membimbing (membantu, melatih, dan
sebagainya), dan memimpin (mengepalai dan menyelenggarakan) satu badan
atau lembaga.
Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak
memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun peraturan-peraturan
yang harus diikutinya yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial
dengan lingkungan yang lebih luas (Iriani, Dewi, 2014).
Ibu memiliki peran penting dalam keluarga. Peran seorang ibu dalam
keluarga amatlah mulia. Ia berperan besar dalam kebahagiaan rumah tangga.
Bahkan terkadang ia dijadikan ukuran kesuksesan sebuah keluarga. Jika
seorang ibu adalah wanita yang baik, maka dipastikan kondisi keluarganya
pun akan baik. Sebaliknya, jika seorang ibu mempunyai temperamen yang
buruk, maka hancurlah keluarga itu (Iriani, Dewi, 2014).
Menurut Engle (dalam Romaida.2011) mengemukakan bahwa pola
asuh seorang ibu dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu (1) perhatian/dukungan
untuk wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan
asupan makanan. (2) pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak.
(3) rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan
mereka. (4) persiapan dan penyimpanan makanan. (5) praktek
kebersihan/hygiene dan sanitasi lingkungan, dan (6) perawatan balita dalam
keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian
pelayanan kesehatan. Pemberian ASI dan makanan pendamping pada anak
serta persiapan dan penyimpanan makanan tercakup dalam praktek pemberian
makanan.
Asuhan anak atau interaksi ibu dan anak terlihat erat sebagai
indikator kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam mengasuh anak. Untuk itu,
pola asuh dapat dipakai sebagai peramal atau faktor risiko terjadinya kurang
gizi atau gangguan perkembangan pada anak. Peran ibu dalam keluarga
mempunyai peranan yang besar dalam menanamkan kebiasaan makan anak.
7

Pola asuh pada anak merupakan salah satu kebutuhan dasar anak untuk
tumbuh kembang yaitu kebutuhan emosi atau kasih sayang dimana kehadiran
ibu diwujudkan dengan kontak fisik dan psikis, misalnya dengan menyusui
segera setelah lahir akan menjalin rasa aman bagi bayi dan menciptakan
ikatan yang erat (Adrian,Merryana, 2016).
2.1.1 Bentuk Pola Asuh
Bentuk pola asuh seorang ibu digolongkan menjadi tiga model
yaitu otoriter (Authoritarian), permisif, demokratis.
a. Authoritarian ( otoriter)
Pola ini menggunakan pendekatan yang memaksakan
kehendak, suatu peraturan yang dicanangkan orang tua dan harus
dituruti oleh anak. Pendekatan semacam ini biasanya kurng
responsive pada hak dan keinginan anak. Komunikasi yang
dilakukan lebih bersifat satu arah dan lebih sering berupa perintah,
sehingga anak sebagi objek kurang didengar dan biasanya cenderung
diam serta menutup diri. Hal ini membuat anak tidak memiliki
pilihan dalam berperilaku, karena anak terlalu khawatir dengan apa
yang diperintahkan orang tua dan biasanya takut membuat
kesalahan.

b. Permisif
Pola pengasuhan ini menggunakan pendekatan yang sangat
responsif (bersedia mendengarkan) tetapi cenderung terlalu longgar
orang tua memiliki sikap yang relatif hangat dan menerima sang
anak apa adanya, kadang cenderung pada memanjakan. Anak terlalu
dijaga, dituruti keinginannya dan diberi kebebasan untuk melakukan
apa saja yang dia inginkan. Tetapi tidak diikuti dengan tindakan
mengontrol atau menuntut anak untuk menampilkan prilaku tertentu,
sehingga kadang-kadang anak merasa cemas mereka melakukan
sesuatu yang salah atau benar.
c. Demokratis
Pola asuh ini menggunakan pendekatan rasional dan
demokratis. Orang tua sangat memperhatikan kebutuhan anak dan
mencukupinya dengan pertimbangan factor kepentingan dan
kebutuhan yang realistis. Orang tua melakukan pengawasan,
kebebasan dan tanggung jawab kepada anak dalam berakifitas secara
wajar dan rasional. Orang tua menghargai minat anak dan
mendorong keputusan anak untuk mandiri, tetapi tetap tegas dan
konsisten dalam menentukan standar, kalau perlu menggunakan
hukuman yang rasional sebagai upaya memperlihatkan kepada anak
konsekuensi suatu bentuk pelanggaran (Widyarini, Nilam, 2013).
2.1.2 Pola Asuh Balita
a. Pola makan sehat balita
Penanaman pola makan yang beraneka ragam makanan harus
dilakukan sejak bayi, saat bayi masih makan nasi tim, yaitu ketika
usia baru enam bulan ke atas, ibu harus tahu dan mampu
8

menerapkan pola makan sehat (Adrian,Merryana, 2016).


Cara menyusun makanan hidangan sehat yaitu :
1. Susunlah hidangan sehari-hari berdasarkan triguna makanan.
2. Gunakan bahan makanan secara beraneka ragam, setiap hari dan
tersedia di daerah setempat
3. Manfaatkan hasil pekarangan untuk meningkatkan gizi keluarga.
4. Gunakan garam beryodium untuk memasak makanan bagi
keluarga
5. Kenalkan makanan tradisional yang bergizi yang disukai anak-
anak (Marmi dan Kukuh Raharjo, 2015).
Tabel 2.2 Pengukuran Makanan Balita
Umur Jenis/bentuk Porsi per hari Frekuensi
(bulan) makanan
0-6 bulan ASI Disesuaikan Minimal 6
dengan kali
kebutuhan ASI
diberikan
setiap anak
menangis siang
atau malam
hari makin
sering makin
baik
6-9 bulan -ASI Disesuaikan Minimal 6
dengan kali
kebutuhan usia
6 bulan
-MP-ASI ,6 sendok 2 kali
Makanan lunak makan (setiap
kenaikan usia
anak 1 bulan
porsi ditambah
1 sdm
9-12 bulan -ASI Disesuaikan Minimal 6
dengan kali
kebutuhan
-Makanan 1 piring ukuran 4-5 kali
lembek sedang
-Makanan 1 piring ukuran 1 kali
selingan sedang
1-2 bulan ASI Disesuaikan
dengan
kebutuhan
Makanan ½ porsi orang 3 kali
keluarga dewasa
Makanan ½ porsi orang 2 kali
9

selingan dewasa
>24 bulan Makanan Disesuaikan 3 kali
keluarga kebutuhan
Makanan Disesuaikan 2 kali
keluarga kebutuhan
(Marmi dan Kukuh Raharjo, 2015)
b. Praktek Kebersihan dan Sanitasi Lingkungan
Praktek kebersihan dan kesehatan sanitasi lingkungan adalah
usaha untuk pengawasan terhadap lingkungan fisik manusia yang
dapat memberikan akibat merugikan kesehatan jasmani dan
kelangsungan hidupnya (Arianto, 2018).
kondisi lingkungan anak harus benar diperhatikan agar tidak
merusak kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan
rumah dan lingkungan adalah bangunan rumah, kebutuhan ruangan
(tempat bermain-main) pergantian udara, sinar matahari, penerangan,
air bersih, pembuangan sampah, SPAL, kamar mandi dan WC, dan
halaman rumah. Untuk kebersihan, baik kebersihan perorangan dan
kebersihan lingkungan memegang peranan penting bagi tumbuh
kembang anak, kebersihan perorangan yang kurang akan
memudahkan terjadinya penyakit kulit dan saluran pencernaan seperti
diare, cacingan, dll. Kebersihan lingkungan erat hubungan dengan
penyakit saluran pernapasan, saluran pencernaan, serta penyakit akibat
nyamuk. Oleh karena itu penting membuat lingkungan layak untuk
tumbuh kembang anak, sehingga meningkatkan rasa aman bagi
ibu/pengasuh anak dalam menyediakan kesempatan bagi anaknya
untuk eksplorasi lingkungan. Menanamkan kebersihan di rumah
sangat penting karena sumber infeksi amat banyak di sekeliling balita.
Oleh karena itu untuk menghindari segala kemungkinan infeksi dan
penyakit, maka rumah dan anak-anak harus diamankan dari serangan
penyakit (Arianto, 2018).
Upaya untuk meminimalkan resiko terserang penyakit dimulai
dengan menerapkan standar kebersihan yang lebih terjamin kesehatan
balita yaitu :
1. Menanamkan pengetahuan pada anak balita tentang, kebersihan
dapur dan rumah yang bersih sehingga dirinya terbebas dari
gangguan penyakit seperti mual dan diare. Tunjukkan dan ajak
balita dengan lembut untuk berpartisipasi menyimpan makanan
di tempat bersih, kondisikan lingkungan sekitar makanan bersih
dan peralatan makan selalu bersih.
2. Si kecil dicontohkan kebersihan misalnya, mencuci tangan
sebelum makan atau sebelum memegang makanan, dan sesudah
makan, tidak makan buah sebelum dicuci, setelah buang air
10

besar biasakan cuci tangan dengan sabun, bermain dengan


hewan peliharaannya (Arianto, 2018).
c. Perawatan Anak dalam Keadaan Sakit
Perawatan adalah kasih sayang yang diberikan ibu kepada anak
untuk membantu pertumbuhan, menggendong, memeluk dan
berbicara kepada anak akan merangsang pertumbuhan dan
meningkatkan perkembangan perasaan anak. Rasa aman pada anak
akan tumbuh apabila ia selalu berada dengan ibunya dan memperoleh
air susu ibu sesuai dengan kebutuhan dan apabila sakit ibu selalu
menyimpan obat dan membawa ke rumah sakit atau pelayanan
kesehatan (Arianto, 2018).
Praktek perawatan kesehatan anak dalam keadaan sakit adalah
salah satu aspek pola asuh yang dapat mempengaruhi status gizi anak,
membaik praktek pengasuhan kesehatan adalah hal-hal yang
dilakukan untuk menjaga status kesehatan anak, menjauhkan dan
menghindarkan penyakit serta dapat menyebabkan turunnya keadaan
kesehatan anak. Praktek perawatan kesehatan meliputi pengobatan
penyakit pada anak apabila si anak menderita sakit dan tindakan
pencegahan terhadap penyakit sehingga anak tidak sampai terkena
suatu penyakit. Praktek perawatan kesehatan anak yang baik dapat
ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi anak, kelengkapan
imunisasi, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana anak berada,
serta upaya ibu dalam hal mencari pengobatan terhadap anak apabila
sakit ibu membawa anak ke tempat pelayanan kesehatan seperti rumah
sakit, klinik, puskesmas, polindes (Depkes RI, 2002)

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh balita


a. Pendidikan ibu
Pendidikan dan pengalaman orangtua dalam perawatan anak
akan mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan.
Ada bebrapa cara yang dapat dilakukan untuk menjadi lebih siap
dalam menjalankan peran pengasuhan antara lain: terlibat aktif
dalam setiap pendidikan anak, mengamati segala sesuatu dengan
berorientasi pada masalah anak, selalu berupaya menyediakan waktu
untuk anak-anak dan menilai perkembangan fungsi keluarga dan
kepercayaan anak.
b. Lingkungan
Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak, maka
tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-pola
pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya. Orang lahir,
tidak dengan pengalaman mendidik anak, maka cara termudah
adalah meniru dari lingkungannya.
c. Budaya
11

Seringkali orangtua mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh


masyarakat dalam mengasuh anak, kebiasaan-kebiasaan masyarakat
disekitarnya dalam mengasuh anak. Karena pola-pola tersebut
dianggap berhasil dalam mendidik anak ke arah kematangan.
Orangtua mengharapkan kelak anaknya dapat diterima di masyarakat
dengan baik. Oleh karena itu, kebudayaan atau kebiasaan masyarakat
dalam memberikan pola asuh terhadap anaknya (Wijanarko,Jarot dan
Esther Setiawati, 2016).
2.3 Kerangka Konsep

Penyebab tidak langsung Status Gizi Penyebab langsung:


Balita infeksi

Ketahanan pangan
Penyebab mendasar
Pola asuh balita
Ket : : Diteliti
Akses
: Tidak diteliti

: Mempengaruhi

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penetilitian ini adalah :

H0 : Tidak ada hubungan pola asuh balita dengan status gizi balita di Desa
Bendo Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten Kediri

H1: Ada hubungan pola asuh balita dengan status gizi balita di Desa Bendo
Wilayah Kerja Puskesmas Bendo Kabupaten Kediri

Anda mungkin juga menyukai