Anda di halaman 1dari 4

DETEKSI DINI STUNTING

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang
kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau tinggi badan
yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak dari WHO. Balita
stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial
ekonomi, gizi ibu saat hamil, kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita
stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan
fisik dan kognitif yang optimal. (Kemkes RI, 2018)
Nutrisi yang diperoleh sejak bayi lahir sangat berpengaruh terhadap pertumbuhannya
termasuk risiko terjadinya stunting. Tidak terlaksananya inisiasi menyusu dini (IMD), gagalnya
pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif, dan proses penyapihan dini dapat menjadi salah satu
faktor terjadinya stunting. Sedangkan dari sisi pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI)
hal yang perlu diperhatikan adalah kuantitas, kualitas, dan keamanan pangan yang diberikan.
(Kemkes RI, 2018)
Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah persalinan
mempengaruhi pertumbuhan janin dan risiko terjadinya stunting. Faktor lainnya pada ibu yang
mempengaruhi adalah postur tubuh ibu (pendek), jarak kehamilan yang terlalu dekat, ibu yang
masih remaja, serta asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan. (Kemkes RI, 2018)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Masa sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual, faktor-faktor yang memperberat
keadaan ibu hamil adalah terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering melahirkan, dan terlalu dekat
jarak kelahiran. Usia kehamilan ibu yang terlalu muda (di bawah 20 tahun) berisiko melahirkan
bayi dengan berat lahir rendah (BBLR). Bayi BBLR mempengaruhi sekitar 20% dari terjadinya
stunting. (Kemkes RI, 2018)
Kondisi sosial ekonomi dan sanitasi tempat tinggal juga berkaitan dengan terjadinya
stunting. Kondisi ekonomi erat kaitannya dengan kemampuan dalam memenuhi asupan yang
bergizi dan pelayanan kesehatan untuk ibu hamil dan balita. Sedangkan sanitasi dan keamanan
pangan dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit infeksi. (Kemkes RI, 2018)
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs) yang termasuk
pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan kelaparan dan segala bentuk
malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan pangan. Target yang ditetapkan adalah
menurunkan angka stunting hingga 40% pada tahun 2025. (Kemkes RI, 2018)

Gambaran Pelaksanaan:
Identitas:
An. FDH/20bln/P
BB: 7kg
PB: 77cm
BB/U: dibawah -3 SD (gizi buruk)
TB/U: - 3SD sampai <-2 SD (pendek)
BB/PB: dibawah - 3SD (sangat kurus)
Status gizi: BGM (bawah garis merah)
Riw imunisasi: Lengkap sesuai usia
Status generalis: Rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak tampak adanya tulang rusuk
menonjol, abdomen mendatar, organomegali (-), ascites (-), kulit keriput (-), edema (-).

Permasalahan:
Berdasarkan hasil status antropometri anak berat badan dan tinggi badan pasien tidak
sesuai usianya sehingga masuk dalam kategori gizi buruk dan perawakan pendek. Selama
kehamilan pasien, ibu pernah mengkonsumsi TTD, anak mendapatkan ASI ekskluf sampai usia 1
tahun, pasien mendapatkan susu formula pada usia 6 bulan. Usia 6 bulan pasien diberikan
MPASI dengan kombinasi nasi dan sayuran, namun anak tidak makan dengan lahap/habis. Anak
cenderung pilih-pilih makanan, hanya suka telur, tahu dan tempe goreng, snacks dan jajanan
luar. Anak jarang makan daging, tidak mau makan sayur dan buah.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:


Intervensi dapat dilakukan dengan melakukan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
berupa pemberian biskuit yang mengandung zat gizi diberikan sekali dalam satu hari selama 90
hari berturut-turut atau 3 bulan. Intervensi family approach dilakukan dengan home visit. Pada
kunjungan dilakukan perkenalan, menjelaskan maksud dan kunjungan ke rumah pasien, serta
meminta izin pasien dan keluarga untuk dilakukan anamnesis lebih mendalam sehingga dapat
menggali permasalahan dan faktor risiko penyebab terjadinya perubahan status kesehatan pada
pasien, menilai karakteristik demografi keluarga, fungsi keluarga, dan identifikasi faktor lain
yang berpengaruh terhadap penyakit anak juga identifikasi kondisi rumah dan lingkungan.
Selanjutnya dilakukan intervensi terhadap ibu pasien berupa edukasi mengenai ajuran gizi
seimbang dan dampak yang dapat ditimbulkan dari kurangnya gizi dan stunting.
Setelah mendapatkan PMT dan penyuluhan/edukasi ini, diharapkan statu gizi anak
meningkat dan didapatkan peningkatan pengetahuan ibu seputar gizi seimbang dan pola hidup
sehat.

Identitas:
An. MHJ/18bln/L
BB: 10kg
PB: 76cm
BB/U: -2 SD sampai +1 SD (BB normal)
TB/U: -3SD sampai -2 SD (pendek)
BB/TB: -2 SD sampai +1 SD (gizi baik/normal)
Status generalis: Rambut hitam tidak mudah dicabut, tidak tampak adanya tulang rusuk
menonjol, abdomen mendatar, organomegali (-), ascites (-), kulit keriput (-), edema (-).
Status tumbuh kembang: Normal sesuai usia.

Permasalahan:
Berdasarkan hasil status antropometri tinggi badan terhadap umur anak memiliki
perawakan pendek. Selama kehamilan pasien, ibu pernah mengkonsumsi TTD, anak
mendapatkan ASI ekskluf sampai usia 1 tahun, pasien mendapatkan susu formula pada usia 6
bulan. Usia 6 bulan pasien diberikan MPASI dengan kombinasi nasi dan sayuran, anak mau
makan. Anak rutin dibawa ke posyandu untuk ditimbang setiap bulannya.

Perencanaan dan Pemilihan Intervensi:


Intervensi dapat dilakukan berupa edukasi kepada ibu pasien mengenai ajuran gizi seimbang
dan dampak yang dapat ditimbulkan dari kurangnya gizi dan stunting. Memberi tahu ciri-ciri
anak stunting:
 Keterlambatan pertumbuhan
 Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar
 Tanda pubertas terlambat
 Anak menjadi pendiam, sulit melakukan eye contact saat usia 8-10 tahun
 Wajah tampak lebih muda dari usianya
 Mudah mengalami penyakit infeks

Untuk memastikan pertumbuhan anak sesuai dengan acuan, anak disarankan secara teratur
ke layanan kesehatan. Bila curiga ada kelainan pertumbuhan, segera bawa anak ke dokter.
Pastikan setiap kali anak diukur berat, panjang/tinggi badan, dan lingkar kepalanya, data diplot di
kurva pertumbuhan yang sesuai agar dapat dinilai keadaannya saat ini. Bisa saja anak memiliki
pertumbuhan normal sampai usia tertentu, tetapi terjadi gangguan setelahnya. Misalnya, seorang
anak usia satu tahun tergolong gizi baik dengan tinggi badan sesuai usia, tetapi kemudian
mengalami infeksi berat sehingga pertumbuhan setelah usia satu tahun terhambat.
Setelah mendapatkan penyuluhan/edukasi ini, diharapkan bagi orangtua dapat memberikan
berbagai imakanan yang bergizi tinggi untuk anak agar mencegah kondisi anak semakin buruk
dan gangguan pertumbuhan yang ia alami semakin parah. Oleh karena itu, sebenarnya hal ini
dapat dicegah dengan cara memberikan nutrisi yang maksimal saat awal-awal kehidupannya,
yaitu 1.000 hari pertama kehidupan.
Stunting dapat dicegah dengan memperhatikan kuantitas dan kualitas protein yang
dikonsumsi balita. Batita dianjurkan mengonsumsi 1,1 g protein/kg BB yang berkualitas tinggi
(mengandung asam amino esensial lengkap) setiap hari, yang didapat dari sumber hewani, yaitu
daging (sapi,ayam,ikan), telur atau susu.

Anda mungkin juga menyukai