Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu
dari tiga anak di dunia meninggal setiap tahun akibat buruknya kualitas gizi. Dari
data Departemen Kesehatan menunjukkan setidaknya 3,5 juta anak meninggal
tiap tahun karena masalah kekurangan gizi dan buruknya kualitas makanan,
didukung pula oleh kekurangan gizi selama masih didalam kandungan. Hal ini
dapat berakibat kerusakan yang tidak dapat diperbaiki pada saat anak beranjak
dewasa. Dr.Bruce Cogill, seorang ahli gizi dari badan PBB UNICEF mengatakan
bahwa isu global tentang gizi buruk saat ini merupakan problem yang harus
diatasi (Litbang, 2008).
Gizi buruk pada balita tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi diawali dengan
kenaikan berat badan balita yang tidak cukup. Perubahan berat badan balita dari
waktu ke waktu merupakan petunjuk awal perubahan status gizi balita. Dalam
periode 6 bulan, bayi yang berat badannya tidak naik 2 kali berisiko mengalami
gizi buruk 12.6 kali dibandingkan pada balita yang berat badannya naik terus.
Bila frekuensi berat badan tidak naik lebih sering, maka risiko akan semakin besar
(Litbang, 2007).
Penyebab gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling terkait,
antara lain asupan makanan yang kurang disebabkan karena tidak tersedianya
makanan secara adekuat, anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang,
pola makan yang salah, serta anak sering menderita sakit. Kekurangan konsumsi
makanan yang berlangsung lama, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
pemeliharaan gizi anak, serta rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, selain itu
juga dipengaruhi oleh masalah ekonomi dan pelayanan kesehatan, serta pola asuh
yang kurang memadai sehingga berdampak pada meningkatnya jumlah balita
dengan status gizi buruk (Depkes, 2000).
2

Penyebab gizi buruk sangat kompleks, sementara pengelolaannya


memerlukan kerjasama yang komprehensif dari semua pihak. Bukan hanya dari
dokter maupun tenaga medis saja, tetapi juga dari pihak orang tua, keluarga,
pemuka masyarakat, pemuka agama maupun pemerintah. Pemuka masyarakat
maupun pemuka agama sangat dibutuhkan dalam membantu pemberian edukasi
pada masyarakat, terutama dalam menanggulangi kebiasaan atau mitos yang salah
pada pemberian makanan pada anak. Demikian juga posyandu dan puskesmas
sebagai ujung tombak dalam melakukan skrining atau deteksi dini dan pelayanan
pertama dalam pencegahan kasus gizi buruk (Nency, 2006).
Untuk mengatasi masalah gizi buruk ini pemerintah telah melakukan
berbagai program dan salah satu program pemerintah tersebut adalah menurunkan
angka gizi buruk dari 8,5% menjadi 5% pada akhir tahun 2009 (Depkes, 2007),
dan juga tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN)
tahun 2010-2014, yaitu menurunnya prevalensi gizi kurang menjadi 15% dan
menurunnya prevalensi balita pendek menjadi 32% pada tahun 2011. Kegiatan
lain yang dilakukan adalah meningkatkan cakupan tatalaksana gizi buruk yang
mendapat perawatan (Kemenkes, 2010)
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi Tahun 2016, Ditjen. Kesehatan
Masyarakat, Kemenkes RI, 2017 data gizi buruk di Aceh sebesar 2.6%, dan gizi
kurang 14,1% sedangkan angka nasional gizi buruk sebesar 3,4% dan gizi kurang
14,1% gizi kurang. Dan berdasarkan data gizi buruk di UPTD Puskesmas
Baiturrahman tahun 2016 tidak temukan balita gizi buruk.
Dari hasil screening mahasiswa PKM gizi di Wilayah UPTD Puskesmas
Baiturrahman tahun 2017 ditemukan 4 balita dengan status gizi kurang.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan hasil screening mahasiswa PKM gizi di Wilayah UPTD Puskesmas
Baiturrahman terhadap 10 balita ditemukan 4 balita dengan status gizi kurang.
3

Dengan ditemukannya balita dengan status gizi kurang tersebut, maka perlu
dilakukan asuhan gizi pada balita tersebut.

1.3 Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melakukan asuhan gizi pada balita

2. Tujuan Khusus
- Melakukan pengkajian gizi pada balita dan keluarga
- Melakukan diagnosa gizi terhadap pasien
- Melakukan rencana intervensi gizi pada pasien
- Melakukan rencana monitoring dan evaluasi kepada pasien

1.4 Mamfaat
1. Sasaran
- Menambah wawasan kluarga pasien terutama orang tua pasien dalam
merawat pasien
- Meningkatkan derajat kesehatan keluarga dan mengurangi angka
kesakitan
- Mendapat informasi terkait status kesehatan pasien

2. Pelaksana
- Mendapat wawasan baru dalam menghadapi persoalan di masyarakat
- Dapat berhubungan langsung dengan masyrakat
- Dapat menyelesaikan tugas praktek

3. Institusi
- Bahan pertimbangan puskesmas dalam mengambil kebijakan terkait
kesehatan masyrakat.
4

- Salah satu cara pendekatan kepada masyarakat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BALITA

Balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih popular
dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun (Muaris.H, 2006). Balita adalah
istilah umum bagian anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).
Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan
kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan. Menurut Sutomo dan
Anggraeni. DY, (2010).

2.2 Berat Badan Balita Gizi Kurang

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran


massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan pengukuran yang
terpenting pada bayi baru lahir. Dan hal ini digunakan untuk menentukan apakah
bayi termasuk normal atau tidak (Supariasa, et all, 2001). Berat badan
merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh
antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk
melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan
dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih 1998).

Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang


digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:

 Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain


 Mudah diperoleh dan relatif murah harganya
 Ketelitian penimbangan maksimum 0,1 kg
 Skalanya mudah dibaca
5

 Aman untuk menimbang balita.


Sedangkan jenis timbangan sebaiknya yang memenuhi persyaratan
tersebut, timbangan yang dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan
kapasitas minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang
dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath room scale)
akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga hasilnya dapat berubah
– ubah.
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat
badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan
karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada
ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasi gizi dari waktu kewaktu (Atmarita, Soendoro, T. Jahari, AB.
Trihono dan Tilden, R.2009).
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasilpeningkatan
atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh,misalnya tulang, otot,
lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehinggadapat diketahui status keadaan
gizi atau tumbuh kembang anak. Selainmenilai berdasarkan status gizi dan
tumbuh kembang anak, berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar
perhitungan dosis dan makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.

Interpretasi :

1. BB/U < dipetakan pada kurva berat badan :


 BB< sentil ke-10 : disebut defisit
 BB>sentil ke-90 : disebut kelebihan
2. BB/U dibandingkan acuan standar, dinyatakan dalam presentase:
 >120% : disebut gizi lebih
 80-120% : disebut gizi baik
6

 60-80% :
- Tanpa edema : gizi kurang
- Dengan edema : gizi buruk (kwashiorkor)
 < 60% :
- Tanpa edema : marasmus
- Dengan edema : marasmus- kwashiorkor
Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat perhatian
karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut. Kehilangan BB
dihitung sebagai berikut (BB saat ini/BB semula)x 100%.
 85-95% : kehilangan BB ringan (5-15%)
 75-84% : kehilangan BB sedang (16-25%
 <75% : kehilangan BB berat (>25% )

2.3 Masalah Gizi Pada Balita

Balita termasuk ke dalam kelompok usia berisiko tinggi terhadap


penyakit. Kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi pada balita dapat
memengaruhi status gizi dan status kesehatannya. Gangguan gizi pada anak usia
balita merupakan dampak kumulatif dari berbagai faktor baik yang berpengaruh
langsung ataupun tidak langsung terhadap gizi anak. Konferensi Internasional
tentang “At Risk Factors and The Health and Nutrition of Young Children” di
Kairo tahun 1975 mengelompokkan faktor-faktor itu menjadi tiga kelompok
(Moehji. S.2009), yaitu :

a. At risk factors yang bersumber dari masyarakat yaitu: struktur, politik,


kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi berbagai penyakit,
pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan iklim.
b. At risk factors yang bersumber pada keluarga yaitu: tingkat pendidikan,
status pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan, besarnya keluarga dan
karakteristik khusus setiap keluarga.
7

c. At risk factors yang bersumber pada individu anak yaitu: usia ibu, jarak
lahir terhadap kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan, pemanfaatan ASI,
imunisasi dan penyakit infeksi.

Ketiga kelompok faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan


suatu kondisi yang membawa dampak tidak terpenuhinya kebutuhan gizi
anak akibat makanan yang tidak akurat. Oleh karena itu upaya pemeliharaan
gizi anak haruslah paripurna (comprehensive care) yang mencakup berbagai
aspek yang terdiri dari:

 Pemeliharaan gizi pada masa prenatal


 Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir
 Pencegahan dan penanggulangan dini penyakit infeksi melalui
imunisasi dan pemeliharaan sanitasi
 Pengaturan makanan yang tepat dan benar
 Pengaturan jarak kelahiran, Kelima upaya tersebut harus merupakan
suatu kesatuan sebagai strategi dasar pemeliharaan gizi anak.

Ada beberapa masalah gizi, (KD. Ayu Bulan Febry dan Marendra. Z, 2008) yang
biasa diderita balita sebagai berikut:

a. KEP (Kurang Energi Protein)


KEP adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energi dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG). Ada tiga tipe KEP sebagai berikut:
1. Tipe Kwashiorkor
Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit gangguan
gizi ini banyak ditemukan pada anak usia 1 – 3 tahun. Orangtua biasanya
tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hal ini disebabkan kebutuhan
energinya tercukupi sehingga berat badan menjadi normal. Apalagi
8

ditambah dengan adanya edema pada badan anak karena kekurangan


protein. Gejala pada kwashiorkor antara lain:
a) Edema pada kaki dan muka (moon face)
b) Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang
c) Perubahan kejiwaan seperti apatis, cengeng, wajah
d) memelas dan nafsu makan berkurang
e) Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang
f) kemudian berpadu menjadi bercak hitam
2. Tipe Marasmus
Marasmus terjadi akibat kekurangan energy. Gangguan gizi ini
biasanya terjadi pada usia tahun pertama yang tidak mendapat cukup ASI
(Air Susu Ibu). Gejala pada marasmus antara lain:
a) Berat badan sangat rendah
b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi)
c) Wajah anak seperti orang tua (old face)
d) Ukuran kepala tak sebanding dengan ukuran tubuh
e) Cengeng dan apatis (kesadaran menurun)
f) Mudah terkena penyakit infeksi
g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan lemak di bawah
kulit
h) Sering diare
i) Rambut tipis dan mudah rontok
3. Tipe Kwashiorkor Marasmus
Keadaan ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup
mengandung energy dan protein untuk pertumbuhan normal.
b. Obesitas
Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan
berlebihan lemak dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam porsi
besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang seimbang. Dampak obesitas
9

pada anak dapat menyebabkan hiperlipidemia (tinggi kadar kolesterol dan


lemak dalam darah), gangguan pernafasan, dan komplikasi ortopedik (tulang).
Upaya agar anak terhindar dari obesitas yakni orang tua perlu melakukan
pencegahan seperti mengendalikan pola makan anak agar tetap seimbang.
Selain itu, memberikan camilan yang sehat seperti buah dan melibatkan anak
pada aktivitas yang bisa mengeluarkan energinya juga harus dilakukan.

c. Kekurangan Vitamin A
Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut
xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
terjadi pada anak-anak usia 2 – 3 tahun. Hal ini karena setelah disapih, anak
tidak diberi makanan yang memenuhi syarat gizi. Sementara anak belum bisa
mengambil makanan sendiri.

d. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)


Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan perkembangan
fisik. Zat iodium penting untuk kecerdasan anak.

e. Anemia Zat Besi (Fe)


Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin darah kurang dari
normal. Hal ini disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan yang
diperlukan untuk pematangan eritrosit (sel darah merah).Anemia pada anak
disebabkan kebutuhan Fe yang meningkat akibat pertumbuhan anak yang
pesat dan infeksi akut berulang. Gejala yang Nampak adalah, anak tampak
lemas, mudah lelah, dan pucat. Selain itu, anak dengan defisiensi
(kekurangan) zat besi ternyata memiliki kemampuan mengingat dan
memusatkan perhatian lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup
asupan zat besinya.
10

2.4 Faktor – Faktor yang Menyebabkan Gizi Kurang

Faktor penyebab gizi kurang meliputi penyebab langsung dan Penyebab tidak
langsung

A. Penyebab Langsung
1. Asupan zat gizi

Masalah gizi timbul karena dipengaruhi oleh ketidakseimbangan asupan


makanan. Konsumsi pangan dengan gizi yang cukup serta seimbang
merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan
dan intelegensia manusia. Tingkat kecukupan asupan zat gizi seseorang
akan mempengaruhi keseimbangan perkembangan jasmani dan rohani
yang bersangkutan ( Apriayanto, 2005 )

2. Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak balik.
Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya.
Anak yang menderita gizi kurang dan gizi buruk akan mengalami
penurunan daya tahan, sehingga rentan terhadap penyakit infeksi. Di sisi
lain anak menderita sakit infeksi akan cenderung menderita gizi kurang
atau gizi buruk (Depkes, 2008 )

B. Faktor tidak langsung

1. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan


Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli
memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan
keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi
keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan
( Budiyanto, 2004)
11

2. Pendapatan Keluarga
Di negara Indonesia jumlah pendapatan sebagian besar adalah golongan
rendah dan menengah, ini akan berdampak pada pemenuhan bahan
makanan terutama makanan bergizi. Jika keterbatasan ekonomi yang
tidak mampu membeli makanan yang baik maka pemenuhan gizi akan
berkurang (Budiyanto, 2004)
3. Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya
berbagai jenis penyakit antara lain diare,kecacingan,dan infeksi saluran
pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan,
penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan mudah terserang
penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu ( Supariasa dkk,2002)

2.5 Konsep Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

1. Pengertian Pemberian Makanan Tambahan

Makanan Tambahan adalah makanan bergizi sebagai tambahan selain


makanan utama bagi kelompok sasaran guna memenuhi kebutuhan gizi.
Untuk mengatasi kekurangan gizi yang terjadi pada kelompok usia balita perlu
diselenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Pemulihan. PMT
Pemulihan bagi anak usia 6-59 bulan dimaksudkan sebagai tambahan, bukan
sebagai pengganti makanan utama sehari-hari. PMT Pemulihan dimaksud
berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan
dengan kondisi setempat (Kementerian kesehatan RI Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak, 2011)
12

2. Tujuan Pemberian Makanan Tambahan

Menurut Persagi (2009), pemberian tambahan makanan di samping makanan


yang dimakan sehari-hari dengan tujuan memulihkan keadaan gizi dan
kesehatan. PMT dapat berupa makanan lokal atau makanan pabrik. Program
Makanan Tambahan Pemulihan (PMT– P) diberikan kepada anak gizi buruk
dan gizi kurang yang jumlah harinya tertentu dengan tujuan untuk
meningkatkan status gizi anak. Ibu yang memiliki anak di bawah lima tahun
yang menderita gizi kurang atau gizi buruk diberikan satu paket PMT
Pemulihan.

3. Sasaran Pemberian Makan Tambahan

Balita gizi kurang atau kurus usia 6-59 bulan termasuk balita dengan Bawah
Garis Merah (BGM) dari keluarga miskin menjadi sasaran prioritas penerima
PMT Pemulihan.Balita dengan kriteria tersebut di atas, perlu dikonfirmasi
kepada Tenaga Pelaksana Gizi atau petugas puskesmas, guna menentukan
sasaran penerima PMT Pemulihan.
13

BAB III

HASIL SCREENING GIZI

3.1 Data hasil screening gizi pada balita

Tabel. Screening gizi pada balita di Wilayah UPTD Puskesmas Baiturrahman


Umu
Nama J Nama BB TB BB/ Ke BB/T Ke TB/ ke
NO Alamat r LK
Bayi K Ortu (kg) (cm) U t B t U t
(Bln)
-
M. Raffa Neusu 48 Dea 0,32 0,3
1 L 15,8 102 34 Ba N 0,23 N
Jaya SD SD
SD
Gausil
24 Juli -2,57 -0,12 0,72
2 Syarif L Peuniti 10 94 49 K K N
SD SD SD
M.
Alfatih 30 Ika -0,18 -0,21 -0,61
3 L Setui 13 91,3 32 Ba N N
Aulia SD SD SD

M. Danis
Cut nyak 43 Fitri -2,6 -2,82 -1,32
4 Alrafa L 11,6 94 49 K K N
dhien SD SD SD
Natasya
36 Winda -1,7 -1,6 -1,31
5 Bilqis P Peuniti 11 90 45 Ba N N
SD SD SD
M. Riski
51 Ika -0,92 -0,42 0,22
6 aulia L Peuniti 16 106,7 35 Ba N N
SD SD SD
Raisyul Nurhayat
54 -2,78 -2,12 -2,23
7 Qamari L Peuniti i 12,2 91,5 45 K K P
SD SD SD
42
M.Naufal
Mardiana -2,29 -2,4 -2,47
8 Anezli L Peuniti 10,5 90 46 K K P
SD SD SD

Nur Ateuk Lisnawat


30 -2 0,76 -0,23
9 salsabila P Pahlawa i 13,5 64,3 36 Ba N N
SD SD SD
n
M. Aqsa Liza
Neusu 31 0 0,48 -0,34
10 fairuzi L Afriana 13,5 91 35 Ba N N
jaya SD SD SD

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil screening yang dilakukan pada
10 balita ditemukan 4 balita dengan status gizi kurang berdasarkan indikator
BB/U, 4 orang balita kurus berdasarkan indikator BB/TB, dan 2 orang balita
pendek berdasrkan indikator BB/TB.
14

3.2 Intervensi

A. Waktu Pelaksanaan

Asuhan gizi dilaksanakan pada :

Hari/tanggal : Selasa, 5 Desember 2017

Waktu : 13.00 – 14.00 Wib

Tempat : Jl. Rawa sakti, kampung Peuniti, Kec. Baiturrahman

B. Sarana dan Prasarana

- Form pengkajian gizi awal

- Leaflet

- Metlin

- Timbangan digital

- Microtoise

c. Data Asuhan Gizi

1. Identitas

a. Identitas Pasien

Nama : M. Naufal Anezli

No. CM/JKN : 000228914133

JK : Laki - laki

Umur : 42 bulan
15

Agama : Islam

Pekerjaan :-

Pendidikan : TS

Aktivitas : Bermain

Diagnosa Medis :-

Alamat : Jl. Rawa Sakti, Dsn. Malahayati, RT 1, Kampung Peuniti

Kec. Baiturrahman Kota Banda Aceh

b. Identitas Orang Tua

Nama Ayah : Fakhrurrazi

Pekerjaan : Wiraswasta

Pendidikan : SLTP/SMP/Sederajat

Riwaat Kesehatan : Hipertensi

Nama ibu : Mardiana

Pekerjaan : IRT

Pendidikan : SLTP/SMP/Sederajat

Riwayat Penyakit : -

2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : Demam

Riwayat Penyakit terdahulu : Diare

Riwayat Penyakit Keluarga :-


16

3. Sosial Budaya

Kepercayaan terhadap makanan : -

4. Riwayat obat – obatan

Resep dokter : Paracetamol

Obat bebas :-

Suplementasi :-

5. Riwayat Makan
Kebiasaan makan :
- Pagi (Tidak teratur)
- Siang (pukul 15.00 Wib)
- Malam (jarang)
- Tidak menyukai sayuran

Selingan/Ngemil : Mengonsumsi Ciki – ciki (Lays, Chitato) pada siang hari

Alergi makanan : Tidak

Pantangan Makanan : Tidak


17

Frekuensi Makanan

Lebih
1x 1-2 x < 1x Tak
NO Bahan makanan 1x 3-6 x seminggu
sehari seminggu seminggu pernah
sehari
1 Beras 
2 Jagung 
3 Mie 
4 Roti 
5 Biskuit/Kue 
6 Kentang 
7 Singkong 
8 Ubi Rambat 
9 Tempe 
10 Tahu 
11 Oncom 
12 Kacang Kering 
13 Ayam 
14 Daging 
15 Daging diawetkan 
16 Hati/Limpa/Otak/Usus/Paru 
17 Telur ayam/Bebek 
18 Ikan Basah 
19 Ikan Kering 
20 Sayuran Hijau daun 
21 Sayuran Kacang – kacangan 
22 Sayuran tomat/Wortel 
23 Sayuran lain 
24 Pisang 
25 Pepaya 
26 Jeruk 
27 Buah segar lain 
28 Buah diawetkan 
29 Susu segar 
30 Susu kental manis 
31 Susu bubuk Whole 
32 Susu bubuk khusus 
33 Keju 
34 Minyak goreng 
35 Kelapa/santan 
36 Teh 
37 Kopi 
38 Sirup dan minuman manis 
39 Minuman botol ringan 
40 Minuman alkohol 

6. Antropometri

Lingkar Kepala : 46 cm

TB : 90 cm

BB : 10,5 kg

BB/U : -2,29 SD (BB Kurang)

TB/U : -2,47 SD (Pendek)


18

BB/TB : -2,4 SD (Kurus)

BBI : 15,2 kg

7. Biokimia
a. Laboratorium :-

b. Pemeriksaan Penunjang : -

c. Prosedur :-

8. Fisik dan Klinis

- Tampak kurus

- Kulit kering dan kusam

- Bibir kering

- Rewel

- Demam

- Tidak nafsu makan

- Kesadaran umum : baik

- Riwayat Gizi

- Riwayat ASI : 4 bulan

- Riwayat PASI : - bulan

- Riwayat MP-ASI : 20 bulan

9. Gangguan Interstinal
Anorexia : Tidak Kesulitan Menelan : Tidak
19

Diare : Tidak Kostipasi : Tidak

Muntal : Tidak Kesulitan Mengunyah : Tidak

Mual : Tidak Gangguan gigi geligi : Tidak

10. Dignosa Gizi


a. Domain Asupan

PROBLEM ETIOLOGI SIGN/SYMTOM


Berkaitan dengan Ditandai dengan
Asupan oral tidak adekuat
kurangnya atau terbatas Keterbatasan makanan
(NC.2.3)
akses terhadap makanan, dan minuman yang tidak
seperti keterbatasan konsisten dengan standar
ekonomi rujukan gizi berdasarkan
jenis, macam dan kualitas
diet

b. Domain Klinis

PROBLEM ETIOLOGI SIGN/SYMTOM


Berkaitan dengan asupan Ditandai dengan
Berat Badan kurang
energi yang inadekuat BB/U : -2,29 SD
(NC.3.1)
TB/U : -2,47 SD
BB/TB: -2,4 SD

11. Intervensi
Jenis Diet : TETP (Tinggi Energi Tinggi Protein)
20

Bentuk makanan : Biasa

Cara Pemberian : Oral

Tujuan Diet :

- Meningkatkan Berat Badan hingga normal


- Memenuhi kebutuhan energi dan protein untuk mencegah kerusakan
jaringan dalam tubuh

Syarat Diet :

- Energi tinggi, yaitu 1368 kkal


- Protein tinggi, yaitu 27,3 gram (7%)
- Cairan 1025 ml
- Makanan mudah dicerna
- Memberikan makanan yang tinggi kandungan vitamin B kompleks dan
vitamin C
- Tidak berbumbu tajam
- Makanan yang diberikan padat energi

Perhitungan :

Energi = 90 x BBI

= 90 x 15,2

= 1368 kkal

Protein = 1,8 x BBI

= 1,8 x 15,2

= 27,3 gram (7%)


21

Cairan = 1000 ml + (50 ml x (BB – 10 kg)

= 1000 + (50 x ( 10,5 – 10)

= 1000 + (50 x 0,5)

= 1000 + 25

= 1025 ml

12. Monitoring dan Evaluasi

TGL Asupan Antropometri Biokimia Fisik-Klinis


5/12/2017 E = 600 kkal BB = 10,5 kg - Bibir kering, kulit kusam
P = 15 gr Tb = 90 cm dan kering, rewel, nafsu
makan menrun
6/12/2017 E = 550 kkal - - Bibir kering, kulit kusam
P = 15,4 gr dan kering, rewel, nafsu
makan menrun
8/12/2017 E = 600 kkal - - Bibir kering, kulit kusam
P = 15 gr dan kering, rewel, nafsu
makan menrun

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis dan fisik/klinis, Antropometri dan asupan, pasien
diketahui mengalami berat badan kurang berdasarkan BB/U, dan status gizi
pendek berdasarkan TB/U, serta kurus berdasarkan indikator BB/TB.
2. Dari hasil Assesment yang dilakukan pada pasien maka dapat ditegakkan
diagnosa gizi sebagai berikut :
22

a. Asupan oral tidak adekuat (NC.2.3) (P) Berkaitan dengan kurangnya atau
terbatas akses terhadap makanan, seperti keterbatasan ekonomi (E) Ditandai
dengan Keterbatasan makanan dan minuman yang tidak konsisten dengan
standar rujukan gizi berdasarkan jenis, macam dan kualitas diet (S)
b. Berat badan kurang (NC.3.1) (P) Berkaitan dengan asupan energi inadekuat
(E) Ditandai dengan BB/U = -2,29 SD, TB/U = -2,47 SD, BB/TB = -2,4
SD (S)
3. Dari hasil Monitoring dan Evaluasi asupan makanan pasien pada hari 1
(5/12/2017) diperoleh E=600 kkal, P=15 gram, hari 2 (6/12/2017) diperoleh
E=550 kkal, P=15,5 gram, dan hari 3 (8/12/2017) diperoleh E=600 kkal, P=15
gram. Asupan makan pasien masih naik turun dikarenakan orang tua pasien
terutama ibu pasien, belum mampu memberikan motivasi terhadap pola makan
anak.

4.2 Saran

- Perlu konseling lanjutan kepada ibu balita agar meningkatkan asupan


makanan pada balita.
- Perlu bekerjasama dengan keluarga balita dalam membantu pasien untuk
meningkatkan asupan makanan

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, M & B. Wirjatmadi. 2014. Gizi dan Kesehatan Balita (Peranan Mikrozinc
pada Pertumbuhan Balita). Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Adriani, M. 2012. Peranan Gizi Dalam Siklus Kehidupan. Jakarta; Kencana


Prenadamedia Group.
23

Alamsyah, D & Muliawati, R. 2013. Pilar Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Almatsier S, Soetardjo S, & Soekatri M. 2011. Gizi Seimbang dalam Daur


Kehidupan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Anggraeni, R & A. Indrarti. 2010. Klasifikasi Status Gizi Balita Berdasarkan Indeks
Antropometri (BB/U) Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan. SNASTIICCS.

Angka Kecukupan Gizi (AKG).2014. Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan bagi
bangsa Indonesia. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI.

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai