Anda di halaman 1dari 48

PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN IBU USIA

20-39 TAHUN TERHADAP PENGETAHUAN DALAM


MEMILIH ALAT KONTRASEPSI
DI PUSKESMAS X
PROPOSAL SKRIPSI

YENI IRAWATI
NIM. P17321195009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2019
PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN IBU USIA
20-39 TAHUN TERHADAP PENGETAHUAN DALAM
MEMILIH ALAT KONTRASEPSI
DI PUSKESMAS X

YENI IRAWATI
NIM. P17321195009

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN KEDIRI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, karena atas berkat dan

rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan Proposal Skripsi

yang berjudul “Pengaruh atar elakang Pendidikan ibu usia 20-39 tahun terhadap

pengetahuan dalam memilih alat kontrasepsi”. Skripsi ini disusun dalam rangka

untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan

pada Sarjana Sains Terapan Kebidanan pada program studi D IV Kebidanan Kediri

Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Malang.

Dalam menyelesaikan Proposal Skripsi ini penulis telah berusaha dengan

maksimal agar hasil penelitian ini bukan hanya mempunyai arti sebagai syarat

menyelesaikan pendidikan, tetapi mempunyai arti tersendiri yaitu menjadi sesuatu

yang bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca. Selesainya penulisan

Proposal Skripsi ini tentunya tidak lepas dari bimbingan, dorongan serta bantuan dari

semua pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Budi Susatia, S.Kep.,M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes

Malang yang telah memberikan kesempatan menyusun proposal Skripsi ini

sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi guna syarat kelulusan dalam

pendidikan Sarjana Sains Terapan.

2. Herawati Mansur, SST.,M.Pd.,M.Psi selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

kemenkes Malang yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti sehingga

skripsi dapat terselesaikan.

3. Susanti Pratamaningtyas, M.Keb selaku Ketua Program Studi D IV Kebidanan

Kediri Poltekkes Kemenkes Malang yang telah memberikan kesempatan kepada

peneliti sehingga skripsi dapat terselesaikan.


4. Bapak Koekoeh hardjito, S.Kep., Ns., M.Kes, selaku pembimbing utama yang

telah memberikan bimbingan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

5. Bapak Suwoyo, selaku pembimbing pendamping yang telah memberikan

bimbingan kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

6. Seluruh dosen dan staf Politeknik Kesehatan Malang Program Studi Kebidanan

Kediri.

Sebagai manusia biasa, penulis menyadari atas keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan penulis sehingga penulisan Proposal Skripsi ini masih banyak

kekurangan baik isi maupun penulisan kalimatnya. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk kesempurnaan

Proposal Skripsi ini. Semoga Allah Subhanahuwata’ala senantiasa melimpahkan

rahmat-Nya kepada kita semua, Aamiin.

Kediri, 2019
Penulis

Yeni Irawati
NIM. P17321195009
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sebagai salah satu negara berkembang, Indonesia juga tidak luput dari
masalah kependudukan. Secara garis besar, masalah-masalah pokok di bidang
kependudukan yang di hadapi Indonesia antara lain jumlah penduduk besar
dengan laju pertumbuhan penduduk yang relative tinggi, penyebaran penduduk
yang tidak merata, struktur umur muda, kualitas penduduk yang masih harus di
tingkatkan. (Sulistyawati, 2011)
Keluarga berencana (KB) pertama kali ditetapkan sebagai program
pemerintah pada tanggal 29 juni 1970, bersama dengan di bentuknya badan
kooedinasi keluarga berencana nasional, program KB di Indonesia sudah dimulai
sejak tahun 1957, namun masih menjadi urusan kesehatan dan belum menjadi
urusan kependudukan. Namun sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk
Indonesia serta tingginya angka kematian ibu dan kebutuhan akan kesehatan
reproduksi, program KB selanjutnya di gunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan pertumbuhan jumlah penduduk serta meningkatkan angka kesehatan
ibu dan anak.(Kemenkes, 2017)
Menurut world population data sheet 2013, Indonesia merupakan Negara ke-
5 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak, yaitu 249 juta. Di antara
Negara ASEAN. Data riskesdas 2013 menunjukan bahwa pada wanita usia 15-49
tahun dengan status kawin sebesar 59,3% menggunakan KB modern (Implant,
MOW, MOP, IUD, Kondom, Suntikan, Pil), 0,4% menggunakan metode KB
tradisional (Menyusui/ MAL, Pantang berkala/ Kalender, Senggama terputus, dan
lainnya), 24,7% pernah melakukan KB, dan 15,5% tidak pernah melakukan KB.
(Kemenkes, 2017)
Penggunaan alat kontrasepsi di Indonesia pada januari 2012 yaitu IUD
3.669.455 (11,5%), MOW 1.120.540 (3,51%), MOP 220.0571 (0,69%), kondom
907.949 (2.85%), implant 2.782.759 (8,72%), suntik 14.812.333 (46,44%), pil
8.381.396 (26,28%). (Lontaan & Kusmiyati, 2014)
Jumlah pasangan usia subur (PUS) di kota Kediri menurut hasil pengumpulan
data sepanjang tahun 2017 sebesar 48.281 sedangkan yang menjadi peserta KB
aktif sebesar 33,994 (70,3%) dan peserta KB baru sebesar 4.014 (8,3%).
Penggunaan alat kontrasepsi IUD sebanyak 2.770 akseptor, MOP sebanyak 73
akseptor, MOW sebanyak 2.150 akseptor, implant sebanyak 2.617 akseptor,
kondom sebanyak 1.840 akseptor, suntik sebanyak 17,856 akseptor, dan pil
sebanyak 5.047 akseptor. (Depkes, 2017)

1.2. Rumusan masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan pendidikan
ibu usia 20-39 tahun dalam terhadap penegetahuan dalam memilih alat
kontrasepsi sederhana dan modern

1.3. Tujuan penelitian


Tujuan penelitian ini adalah menganalisa pengaruh latar belakang pendidikan
Ibu usia 20-39 tahun terhadap pengetahuan dalam memilih alat kontrasepsi
sederhana dan modern

1.4. Hipotesis
Faktor predisposisi pada penelitian ini adalah pendidikan ibu usia 20-39 tahun,
faktor pendukung kontrasepsi sederhana dan metode modern dan factor dan
factor pendorong pada penelitian ini adalah pengetahuan ibu

1.5. Manfaat penelitian


1. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan terhadap
masyarakat kota Kediri maupun masyarakat luas dalam memilih alat
kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhan akseptor itu sendiri.
2. Manfaat akademis
Sebagai referensi dalam menambah wawasan bagi peneli lain guna pengembangan
ilmu pengetahuan kesehatan masyrakat khususnya di bidang ilmu pengetahuan
keluarga berencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP TINGKAT PENDIDIKAN
2.1.1 Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat
berperah aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang
(Tirtarahardja, 2005).
Berdasarkan UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan Merupakan Usaha Dasar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, Pengembangan, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
Negara (Hasbullah, 2005).

2.1.2 Jalur Pendidikan


Penyelenggaraan sistem pendidikan nasional dilaksanakan melalui dua jalur yaitu:
1) Jalur pendidikan sekolah yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah
melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan
(pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi). Sifatnya
formal diatur berdasarkan ketentuan-ketentuan pemerintah dan mempunyai
keseragaman pola yang bersifat nasional.
2) Jalur pendidikan luar sekolah yaitu pendidikan yang bersifat kemasyarakatan
yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar
yanag tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan, seperti kepramukaan,
berbagai kursus, dan lainlain. Sifatnya tidak formal dalam arti tidak ada
keseragaman pola yang bersifat nasional.

2.1.3 Jenjang Pendidikan


Jenjang pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang
ditetapkan berddasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan
kedalaman dalam bahan pengajaran (UU RI Nomor 2 Tahun 1989 BabI, Pasal
1 Ayat 1). Jalur pendidikan sekolah dilaksanan secara berjenjang yang terdiri
atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menegah dan pendidikan tinggi.
1) Jenjang pendidikan dasar
Pendidikan dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar diperlukan
untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan dan
keterampilan dasar. Disamping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta
didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
Oleh karena itu pendidikan dasar menyediakan kesempatan bagi seluruh
warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang bersifat dasar dan tiap-tiap
warga Negara di wajibkan menempuh pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi.
2) Jenjang pendidikan menengah
Pendidikan menengah yang lamanya tiga tahun sesudah pendidikan dasar,
diselenggrakan di SMA (Sekolah Menengah Atas) atau satuan pendidikan
sederajat. Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai
lanjutan dan perluasan pendidikan dasar dan dalam hubungan ke atas
mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun
memasuki lapangan kerja. Pendidikan menengah umum, pendidikan
menengah kejuruan, pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah
kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan.
3) Jenjang pendidikan tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang
diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik dan atau professional yang dapat
menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi
atau kesenian. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah
tinggi, institute dan universitas (Tirtarahardja).

Ditinjau dari sudut tingkatan menurut UU nomor 20 tahun 2003,


Jenjang pendidikan formal terdiri atas:
1) Pendidikan Dasar
a) SD atau MI
b) SMP atau MTS
2) Pendidikan Menengah
a) SMA atau MA
b) SMKatau MAK
3) Pendidikan Tinggi
a) Akademi
b) Institut
c) Sekolah Tinggi
d) Universitas (Hasbullah, 2005)

Berdasarkan notoadmodjo (2003), pendidikan merupakan salah satu factor yang


mempengaruhi pengetahuan orang atau keluarga dalam masyarakat. Dalam
rangka pembinaan dan peningkatan perilaku kesehatan masyarakat supaya efektif
perlu diperhatikan tiga factor utama yaitu :
a. Factor predisposisi (predisposing factor)
Factor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan
kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan
tingkat ekonomi.
b. Factor pemungkin (enambling factor)
Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya
perilaku kesehatan. Factor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes,
dokter, bidan praktek swasta, dan sebagainya.
c. Factor penguat (reinforcing factor)
Factor-faktor yang ini meliputi factor sikap dan perilaku tokoh masyarakat
(toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan
baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap positif serta dukungan fasilitas saja melainkan
diperlukan perilaku (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para
petugas kesehatan (Notoadmodjo, 2003)
Dari uraian factor-faktor di atas dapat di jelaskan sebagai berikut :
a. Social ekonomi
Lingkungan social akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang
factor ekonomi di kitkan dengan pendidikan jika ekonomi baik maka
pendidikan akan tinggi sehingga pengetahuan akan lebih tinggi pula
b. Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan mudah menerima hal-hal
baru dan mudah menyesuaikan dengan hal baru. Menurut lestari (2007)
makin tinggi tingkat pendidikan makan akan mudah menerima.
Mempunyai sikap dan perilaku sesuai dengan apa yang dianjurkan.
Demikian pula sebaliknya makin rendah tingkat pendidikan makan akan
lebih sulit menyerap dan menerima informasi yang di dapat. Tingkat
pendidikan formal ibu akan mempengaruhi sikap ibu dalam memilih
alat kontarasepsi.
c. Budaya
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang
karena informasi yang akan di saring kira-kira sesuai atau tidak dengan
budaya yang ada dan agama yang dianut. Perilaku seseorang dalam
bidang kesehatan juga dipengaruhi oleh kepercayaan orang tersebut
terhadap kesehatan serta kesiapan mental yang dimilikinya, terutama
tentang manfaat yang akan diperoleh, kerugian yang akan di dapatkan,
kepercayaan dalam hal memilih alat kontasepsi, dll (Kurniawan, 2004).

2.2 KONSEP PENGETAHUAN


2.2.1 pengertian pengetahuan
Pengetahuan ialah merupakan hasil “tahu” dan itu terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pasca indera manusia yaitu : indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh
melalui mata dan telinga. Pengetahuan bisa di definisikan berbagai gejala yang
di temui dan di peroleh manusia melalui pengalaman indrawi. Jadi pengetahuan
adalah hasil tahu setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu yang memungkinkan seseorang memecahkan masalah yang di
hadapinya (Notoadmodjo, 2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior). Penelitian rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :
a. Awarness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui stimulasi (objek) terlebih dahulu
b. Interest (merasa tertarik) yakni orang mulai tertarik pada stimulasi
c. Evaluation (menimbang baik atau tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya)
hal ini berarti responden sudah lebih baik lagi
d. Trial, orang telah mencoba perilaku baru
e. Adoption, dan sikap terhadap stimulasi

2.2.2 Tingkat Pengetahuan


a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu “tahu” merupakan
tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutukan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat
diartikan aplikasi atau penggunaan hokum-hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau stuasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain, kemampuan
analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu bagian-
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penelitian terhadap suatu materi atau objek.

2.3 PELAYANAN KONTRASEPSI DENGAN METODE SEDERHANA


2.3.1 Metode Kalender
Metode kalender menggunakan prinsip pantang berkala, yaitu tidak
melakukan persetubuhan pada masa subur istri digunakan tiga patokan, (1)
ovulasi terjadi 14±2 hari sebelum haid yang akan datang, (2) sperma dapat
hidup dan membuahai selama 48 jam setelah ejakulasi, (3) ovum dapat hidup
24 jam setelah ovulasi. Jadi apabila konsepsi ingin dicegah, koitus harus
dihindari sekurang-kurang nya selama tiga hari (72 jam), yaitu 48 jam
sebelum ovulasi dan 24 jam setelah ovulasi. (Sulistyawati, 2011)

2.3.2 Metode pantang berkala


Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam metode KB pantang berkala dapat
diambil suatu rangkuman berikut.
 Prinsip nya adalah tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur
 Patokan masa subur adalah sebagai berikut:
a. Ovulasi terjadi14±2 hari sebelum haid yang akan datang.
b. Sperma dapat hidup membuahi selama 48 jam setelah ejakulasi
c. Ovum dapat hidup selama 24 jam setelah ovulasi
Jadi koitus di hindari selama 72 jam, yaitu 48 jam sebelum ovulasi dan 24
jam setelah ovulasi.(Sulistyawati, 2011).

2.3.3 Metode suhu basal


Menjelang ovulasi suhu basal tubuh akan turun dan kurang lebih 24 jam
setelah ovulasi suhu basal akan naik lagi sampai lebih tinggi dari pada suhu
sebelum ovulasi. Fenomena ini dapat di gunakan untuk menentukan waktu
ovulasi. Suhu basal di catat dengan teliti setiap hari. Suhu basal di ukur waktu
pagi segera setelah bangun tidur dan sebelum melakukan aktivitas. Di bawah
ini di berikan sebuah contoh pencatatan suhu basal tubuh seorang wanita.
(Sulistyawati, 2011).

2.3.4 Metode lendir serviks


Metode ovulasi di dasarkan pada pengenalan terhadap perubahan lendir
serviks selama siklus mentruasi yang menggambarkan masa subur dalam siklus
dan waktu fertilitas maksimal dalam masa subur. Wanita diajarkan tentang cara
mengenal masa perubahan karakteristik lendir serviks dan pola sensasi di vulva
(kebasahan, perasaan banyak cairan, atau kering) selama siklus
Metode ovulasi di kembangkan pada tahun 1950-an oleh dua orang dokter
warga Negara Australia, yaitu Drs. Evelyn dan John Billings, kemudian
diperkenalkan ke amerika serikat pada awal tahun 1970-an. Validasi metode ini
dilakukan dengan menghubungkan pengawasan terhadap perubahan lendir
serviks wanita yang dapat di deteksi di vulva dan peningkatan jumlah esterogen
pada fase folikuler siklus mentruasi. Pola yang di identifikasi menunjukan
bahwa seorang wanita dapat memperkirakan masa ovulasi dengan cukup akurat
tanpa harus memperhatikan perubahan suhu basal tubuh.
Perubahan lendir serviks selama siklus menstruasi merupakan pengaruh
esterogen. Pola yang tidak subur dapat di deteksi baik pada fase praovulasi
maupun pascaovulasi siklus mentruasi. Saat kedua ovarium berada dalam
keadaan diam akan terlihat jumlah esterogen dan progesterone menurun,
hasilnya adalah ketiadaan sensasi atau lendir pada vulva. (Sulistyawati, 2011)

2.3.5 Metode Simtotermal


Anda harus mendapatkan intruksi untuk metode lendir serviks dan suhu
basal. Masa subur dapat ditentukan dengan mengamati suhu tubuh dan lendir
serviks.
1. Setelah darah haid berhenti, hubungan seksual dapat dilakukan pada
malam hari pada hari kering dengan berselang sehari selama masa tidak
subur. Ini adalah aturan selang sehari kering (aturan awal), atau sama
dengan metode lendir serviks.
2. Masa subur mulai ketika ada perasaan basah atau munculnya lendir, ini
adalah aturan awal. Aturan yang sama dengan metode lendir serviks,
yaitu berpantang melakukan hubungan seksual sampai masa subur
berakhir.
3. Pantang melakukan hubungan seksual sampai hari puncak dan aturan
perubahan suhu telah terjadi.
4. Apabila aturan ini tidak mengidentifikasi hari yang sama sebagai hari
akhir masa subur, selalu ikuti aturan paling konsevatif, yaitu aturan yang
mengidentifikasi masa subur yang paling panjang. (Sulistyawati, 2011)
2.3.6 Koitus Interuptus
1. Cara kerja
Alat kelamin pria (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma
tidak masuk ke dalam vagina dan kehamilan dapat dicegah.
2. Manfaat.
a. Kontrasepsi.
 Menimbulkan efek jika digunakan dengan benar.
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya
 Tidak ada efek samping.
 Dapat digunakan setiap waktu.
 Tidak membutuhkan biaya.
b. Non kontrasepsi.
 Meningkatkan keterlibatan pria dalam Keluarga Berencana.
 Memungkinkan hubungan lebih dekat dan pengertian yang sangat
dalam antara pasangan.
3. Keterbatasan
a. Efektivitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan
koitus terputus setiap melaksanakannya (angka kegagalan 4-18
kehamilan per 100 perempuan per tahun).
b. Efektivitas akan jauh menurun apabila dalam 24 jam sejak ejakulasi
masih melekat pada penis.
c. Memutus kenikmatan dalam hubungan seksual. (Sulistyawati, 2011)

2.3.7 Kondom
Menurut riwayatnya, kondom sudah digunakan di Mesir sejak tahun 1350
sebelum Masehi. Baru abad ke 18, sarung ini mendapat nama "kondom" yang
pada waktu itu dipakai dengan tujuan mencegah penularan penyakit kelamin.
1. Mekanisme kerja
Menghalangi masuknya sperma ke dalam vagina, sehingga pembuahan
dapat dicegah
2. Jenis kondom
Pada dasarnya ada dua jenis kondom, yaitu kondom kulit dan kondom
karet. Kondom kulit dibuat dari usus domba. Kondom karet lebih elastis
dan murah sehingga Iebih banyak digunakan.
3. Daya guna keuntungan
Secara tearetis loegagalan kondom hanya terjadi jika kondom tersebut
sobek karena kurang hati-hati, pelumas kurang, atau karena tekanan pada
waktu ejakulasi.
Menurut Tietze (1960), pada pasangan subur yang melakukan koitus 120
per tahun dan sełalu menggunakan kondom pada setiap melakukan hubung
seksual, maka akan ditemukan 10-21 kehamilan per 100 wanita per tahun
Dalam praktiknya angka ini lebih tinggi yaitu sekitar 15-36 kehamilan per
wanita per tahun Faktor-faktor yang berpengaruh antara lain pemakalan ya
tur, motivasi, umur, status sosial ekonomi, pendidikan, dan sebagainya.
4. Keuntungan
Beberapa keuntungan kondom ialah murah, mudah di dapat (tidak perlu
resep dokter), tidak memerlukan pengawasan, dan mengurangi
kemungkinan penularan penyakit kelamin.
5. Efek samping
Pada sejumiah kecil kasus terdapat reaksi alergi terhadap kondom karet.
6. Kontraindikasi
Alergi terhadap kondom karet.

Apabila Anda menggunakan kondom secara teratur dan benar, satu-satunya


alasan kegagalan kontrasepsi adalah cacat pada kondom itu sendiri, cacat yang
dimaksud antara lain kelemahan bahan yang dapat menyebabkan kondom sobek
akibat dorong ejakulasi, atau ada lubang yang sangat kecil, sehingga kondom
tidak berfungsi efela Kondom yang dibuat di Amerika Serikat cenderung
sempurna karena kondom terseb dibuat di bawah pengawasan dan pengendalian
mutu FDA Kondom dapat diuji untuk melthat apakah terdapat kebocoran yaitu
dengan cara merengangkannya dengan air ate udara, tetapi tindakan pengujian
dengan cara ini dapat menyebabkan kondom-kondom sobek/pecah saat benar-
benar akan digunakan. Kondom merupakan alat kontrasep sekali pakai, saat ini
terdapat angka rata-rata kombinasi antara robekan dan terselip yan mencapai
hampir empat persen. Perbedaan besar angka kegagalan antara pengguni terbaik
dan penggunaan umum kondom pria.
Kondom atau biasa dikenal sebagai "karet" "pengaman, "selubung", mudah
diperoleh. Harganya bervariasi tergantung merek, tetapi umumnya kondom tidak
mahal. Saat ini lebih dari 100 merek kondom dengan ukuran (panjang dan lebar),
bentuk (mengecil ke bagian ujung, lurus), ketebalan, tekstur (halus, berkeruy
warna atau transparansi yang berbeda-beda, dengan atau tanpa tempat
penampungn dengan atau tanpa spermisida (di luar, di dalam, atau di luar dan di
dalam). Kondnm yang mengandung spermisida tidak dipertimbangkan sebagai
metode ganda dan tidak dianjurkan oleh pemberi pelayanan kesehatan. Spermisida
yang terdapat pada bagian luar kondom tidak memiliki keefektifan yang sama
untuk mencegah kehamilan seperf halnya spermisida vagina yang dimasukkan
secara terpisah ke dalam serviks, Kombinasi penggunaan kondom dan sediaan
spermisida vagina memberi perlindungan tambahan terutama bila kondom sobek
atau terdapat kebocoran sperma ketika pria menarik kembali penisnya.
Walaupun telah digunakan secara luas, beberapa pasangan masih memiliki perasaan
negatif terhadap kondom. Beberapa pasangan menganggap kondom membuat
sensasi terasa tumpul dan penghalang saat mereka menginginkan perasaan yang
utuh selama hubungan seksual. Keberatan bahwa pemanasan seksual diinterupsi
ketika harus memasang kondom pada penis dapat dihilangkan bila wanita
melakukan pemasangan kondom pada penis pasangannya sebagai bagian
pemanasan.
Sediaan spermisida dan kondom juga dapat digunakan sebagai metode cadangan
"untuk melindungi" metode kontrasepsi primer lain jika metode primer tidak
efektif seperti keadaan berikut
1. Selama bulan pertama mulai menggunakan kontrasepsi oral (pil).
2. Ketika wanita gagal menggunakan pil selama satu siklus
3. Apabila wanita menggunakan pengobatan yang diketahui dapat menurunkan
efektivitas pil.
4. Selama bulan pertama penggunaan alat kontrsepsi intrauterus. (Sulistyawati,
2011)

2.3.8 Spermisida
Spermisida adalah bahan kimia (biasanya nonoksinol) yang digunakan
untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol
(busa), tablet vaginal, supositoria, atau dissolvable film dan krim.
1. Cara kerja
Menyebabkan sel membrane sperma terpecah, memperlambat pergerakkan
sperma, dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur.
2. Pilihan
a. Busa (aerosol) efektif segera setelah insersi
b. Busa spermisida di anjurkan apabila penggunaannya hanya sebagai
metode kontrasepsi
c. Tablet vagina, supositoria, dan film penggunaannya disarankan
menunggu 10-15 menit sesudah dimasukkan sebelum hubungan
seksual.
d. Jenis spermisida jeli biasanya hanya digunakan dengan diefragma.
3. Manfaat
a. Kontrasepsi
 Efektif seketika (busa dan krim)
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Sebagai pendukung metode lain
 Tidak mengganggu kesehatan
 Tidak mempunyai pengaruh sistemik
 Mudah digunakan
 Meningkata lubrikasi selama hubungan seksual
 Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehtan khusus
b. Nonkontrasepsi.
Merupakan salah satu perlindungan terhadap IMS termasuk HBV dan
HIV/ AIDS
4. Keterbatasan
a. Efektifitas kurang (3-21 kehamilan per 100 perempuan per tahun
pertama).
b. Efektivitas sebagai kontrasepsi bergantung pada kepatuhan mengikuti
cara penggunaan
c. Ketergantungan pengguna dari motivasi yang berkelanjutan, yaitu dengan
menggunakannya setiap melakukan hubungan seksual
d. Pengguna harus menunggu 10-15 menit setelah dipasang sebelum
melakukan hubungan seksual (tablet busa vagina, supositoria, dan film)
e. Efektivitas aplikasi hanya 1-2 jam
Tabel seleksi klien pengguna spermesida
Tabel 2.1 seleksi klien pengguna spermisida

SPERMESIDA
Sesuai untuk perempuan dengan criteria Tidak sesuai dengan perempuan dengan
kriteria
 Tidak menyukai metode  Berdasarkan umur dan paritas
kontrasepsi hormonal, perokok, serta masalah kesehatan
usia diatas 35 tahun menyebabkan kehamilan dengan
 Tidak menyukai penggunaan resiko tinggi
AKDR  Saluran uretra terinfeksi
 Menyusui dan perlu alat  Tidak stabil secara praktis atau
kontrasepsi tidak suka menyentuh alat
 Memerlukan proteksi terhadap kelamin nya (vulva dan vagina)
IMS  Mempunyai riwayat sindrom
 Memerlukan metode sederhana syok karena keracunan
sambil menggunakan metode lain  Ingin metode KB aktif

5. Cara penggunaan/instruksi umum bagi klien.


a. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir sebelum mengisi aplikator (bu
atau krim) dan insersi spermisida.
b. Penting untuk menggunakan spermisida setiap melakukan hubungan
seksual
c. Jarak tunggu sesudah memasukkan tablet vagina atau supositoria adalah
10-15 menit
d. Tidak ada jarak tunggu untuk memasukkan busa
e. Penting untuk mengikuti anjuran dari pabrik tentang cara penggunaan dan
penyimpanan dari setiap produk (misalnya kocok alkohol aerosol sebelum
diisi ke dalam aplikator).
f. Spermisida ditempatkan jauh di dalam vagina sehingga serviks
terlindungi dengan baik
6. Cara menggunakan acrosol (busa).
a. Kocok tempat aerosol 20-30 menit sebelum digunakan.
b. Tempatkan kontainer dengan posisi ke atas, letakkan aplikator pada mul
kontainer, dan tekan aplikator untuk mengisi busa.
c. Sambil berbaring lakukan insersi aplikator ke dalam vagina mendekati
servik. dorong sampai busa keluar.
d. Aplikator segera dicuci dengan sabun dan air, tiriskan, lalu keringkan.
Janean berbagi aplikator dengan orang lain.
7. Cara menggunakan tablet vagina atau supositoria.
a. Cuci tangan sebelum membuka paket.
b. Lepaskan tablet atau supositoria.
c. Sambil berbaring masukkan tablet vagina atau supositoría jauh ke dalam
vagina.
d. Tunggu 10-15 menit sebelum mulai berhubungan seksual.
e. Sediakan selalu ekstra pengadaan tablet vagina atau supositoria di tempat.
Catatan: beberapa busa dari tablet vagina menyebabkan rasa hangat di
vagina, hal tersebut normal terjadi.
8. Cara menggunakan krim.
a. Insersi kontrasepsi krim setelah dikemas ke dalam aplikator sampai
penuh, masukkan ke dalam vagina sampai mendekati serviks.
b. Tekan alat pendorong sampai krim keluar, tidak perlu menunggu kerja
krim.
c. Aplikator harus dicuci dengan sabun dan air sesuai dengan pencegahan
infeksi untuk alat-alat, tiriskan, lalu keringkan.
d. Untuk memudahkan pembersihan, pisahkan bagian-bagian alatnya.
Jangan berbagi aplikator dengan orang lain.
e. Sediakan selalu ekstra pengadaan krim terutama apabila ternyata
kontainer kosong.(Sulistyawati, 2011)

2.4 Pelayanan Kontrasepsi dengan metode modern


2.4.1 Kontrasepsi Oral/ Pil

1. Profil
a. Efektif dan reversibel.
b. Harus diminum setiap hari
c. Pada bulan pertama pemakaian, efek samping berupa mual dan
pendarahan bercak yang tidak berbahaya dan segera akan hilang.
d. Efek samping yang serius sangat jarang terjadi.
e. Dapat digunakan oleh semua perempuan usia reproduksi, baik yang sudah
mempunyai anak maupun belum
f. Dapat mulai diminum setiap saat bila yakin sedang tidak hamil.
g. Tidak dianjurkan pada ibu menyusui.
h. Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat.
2. Cara kerja.
a. Menahan ovulasi.
b. Mencegah implantasi.
c. Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma.
d. Pergerakan tuba terganggu sehingga transportasi telur dengan sendirinya
akan terganggu pula.
3. Manfaat.
a. Memiliki efektivitas yang tinggi (hampir menyerupai efektivitas
tubektomi apabila digunakan setiap hari (1 kehamilan per 1.000
perempuan dalam tahe pertama penggunaan).
b. Risiko terhadap kesehatan sangat kecil.
c. Tidak menganggu hubungan seksual.
d. Siklus haid menjadi teratur, jumlah darah haid berkurang (mencegah
anem dan tidak terjadi nyeri haid.
e. Dapat digunakan jangka panjang selama masih ingin menggunakannya
uns mencegah kehamilan.
f. Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause.
g. Mudah dihentikan setiap saat.
h. Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan.
i. Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat.
j. Metode ini dapat membantu mencegah hal sebagai berikut.
 Kehamilan ektopik.
 Kanker ovarium.
 Kanker endometrium.
 Penyakit radang panggul.
 Kelainan jinak pada payudara
 Dismenore.
 Jerawat.
4. Keterbatasan.
a. Mahal dan membosankan karena harus menggunakannya setiap hari.
b. Mual, terutama pada tiga bulan pertama.
c. Perdarahan bercak atau perdarahan sela, terutama pada tiga bulan perta
d. Pusing.
e. Nyeri payudara.
f. Berat badan naik sedikit, mamun pada perempuan tertentu kenaikan berat
badan justru memiliki dampak positif
g. Berhenti haid (amenore), jarang terjadi pada penggunaan pil kombinasi.
h. Tidak boleh diberikan pada ibu menyusui, karena akan mengurangi
produksi ASI
i. Pada sebagian kecil perempuan dapat menimbulkan depresi das
perubahan suasana hati, sehingga keinginan untuk melakukan hubungan
seksual berkurang
j. Dapat meningkatkan takanan darah dan retensi cairan, sehingga
menimbulkan risiko stroke dan gangguan pembekuan darah pada vena
dalam sedikit meningkat. Pada perempuan usia lebih dari 35 tahun dan
merokok perlu hati-hati
k. Tidak mencegah IMS (Infeksi Menular Seksual), HBV, dan HIV/ AIDS
5. Deskripsi, efektivitas, dan respons pengguna. Mekanisme kerja pil
merupakan kombinasi kerja estrogen dan progestin. Saat ini tersedia tiga
variasi pil kombinasi.
a. Monofasik: jumlah dan tipe estrogen dan progestin yang dimakan
jumlahnya sama setiap hari selama 20 atau 21 hari, diikuti dengan tidak
meminum obat hormonal selama tujuh hari.
b. Bifasik: dosis dan jenis estrogen yang digunakan tetap konstan dan jenis
progestin tetap sama, tetapi kadar progestin berubah antara minggu
pertama dan minggu kedua pada siklus pil 21 hari, yang diukuti dengan
tidak meminum obat hormonal selama tujuh hari
c. Trifasik: jenis estrogen tetap sama, tetapi kadarnya tetap konstan atau
dapat berubah sesuai kadar progestin jenis progestin tetap sama, tetapi
memiliki tiga kadar yang berbeda selama siklus pil 21 hari yang dikuti
dengan tidak meminum obat hormonal selama tujuh hari.
6. Kontraindikasi

Berikut ini merupakan kontraindikasi mutlak untuk memulai penggunaan


kontrasepsi oral hormonal bagi seorang wanita.
a. Kehamilan (diketahui atau dicurigai).
b. Tromboflebitis (sedang terjadi atau riwayat kesehatan).
c. Gangguan tromboemboli (sedang terjadi atau riwayat kesehatan)
d. Cedera serebrovaskular, penyakit pembuluh darah otak, atau penyakit
arteri koroner (saat ini atau riwayat masa lalu).
e. Kerusakan hati, kerusakan fungsi hati, atau hepatitis akut.
f. tumor maligna atau benigna (saat ini atau riwayat masa lalu).
g. Ikterik kolestatik pada saat kehamilan atau ikterik yang berkaitan dengan
penggunaan pil kontrasepsi.
h. Hiperlipidemia tipe II (hiperkolesterolemia).
i. Neoplasia bergantung estrogen (diketahui atau dicurigai).
j. Perdarahan genitalia abnormal yang tidak terdiagnosis
k. Karsinoma payudara (diketahui atau dicurigai).
l. Karsinoma endometrium (diketahui atau dicurigal).
m. Sakit kepala migrain klasik (disertai gejala awal/migrain berat disertai
gejala neurologis)
n. Wanita perokok, usia di atas usia 35 tahun
o. Diabetes melitas
p. Mutasi atat: riwayat banyak anggota dalam keluarga yang menderits
trombeomboli vena multipel yang tidak dapat dijelaskan pada usia belia

Terdapat keadaan yang merupakan kontraindikasi relatif yang perlu


diperhatikan oleh bidan dalam memulai penggunaan kontrasepsi hormonal oral
pada kdien Bidan harus menerapkan kewaspadaan tinggi jika terdapat beberapa
kondisi in, kemudian mendiskusikan setiap situasi tertentu yang belum dipahami
bersame dokter konsultan, membuat keputusan terhadap kasus demi kasus
berdasark.an riwayat kesehiatan keseluruhan, temuan fisik, dan keadaan khusus
yang dialami wianita atau menawarkan metode kontrasepsi yang berbeda.
Berikut adalaht kondisi yang perlu diwaspadai.
a. Hipertensi, yaitu kondisi dimana tekanan darah lebih dari 140/90 mmHe
b. Asma.
c. Penyakit jantung (saat ini atau riwayat masa lalu).
d. Penyakit ginjal (saat ini atau riwayat masa lalu).
e. Penyakit kandung empedu.
f. Kolitis ulseratif
g. Penyakit sel sabit atau hemoglobin C sel sabit.
h. Lupus eritematosus
i. Depresi (saat ini atau riwayat masa lalu, terutama bila memburuk pada
masa sebelum menstruasi atau setelah melahirkan).
j. Pembedahan elektif yang membutuhkan tindakan imobilisasi jangka
panjang
k. Varises.

Bidan harus mengevaluasi setiap wanita yang mengalami retardasi mental


pada tingkat apapuri, penyalah guna zat, atau gangguan kejiwaan; untuk
memastikan mereka mampu mengonsumsi pil dan membuat keputusan apakah
kontraseps oral kombinasi hormonal dikontraindikasikan pada kondisí ini.
Bidan juga harus membahas risikonya terinfeksi HIV atau penyakit menular
seksual serta kebutuhannya akan suatu metode kontrasepsi selain kontrasepsi
oral kombinas hormonal. Metode pil tidak memberi perlindungan terhadap
penularan HIV atau penyakit penular seksual.

7. Efek samping dan risiko komplikasi

Penggunaan kontrasepsi hormonal oral memiliki banyak efek samping,


tetapi etek samping tersebut banyak berkurang sejak dimulainya dosis yang
lebih rendah. Kurang lebih 40% wanita pengguna pil ini mengalami atau
merasa mengalami efek samping Keadaan ini harus ditanggapi dengan serius
dan bidan harus menjelaskan petunu, antisipasi secara cermat kepada wanita
pengguna pil tanpa sebelumnya dievaluas untuk menentukan penyebab gejala
atau menggunakan metode kontrasepsi yang lain
Para ahli telah mengelompokkan efek samping (dengan berasumsi pada
penycbab nonmedis) berdasarkan etioiogi hormonal. Hal ini sangat
membantu mengingat baltwa setiap wanita memiliki mekanisme
pembentukan dan keseimbangan hormonal masirig-masing. Oleh karena itu,
pil-pil dengan merek sama, dapat menyebabkan kelebihan hormonal pada
satu wanita dan defisiensi hormonal pada wanita lain. Kedua kelompok
wanita tersebut akan sama-sama mengalami elek samping, tetapi efek
samping yang dialami berbeda karena pola hormonal yang mendasari juga
berbeda

8. Keuntungan kontrasepsi hormonal oral kombinasi


Ada sejumlah manfaat besar yang diperoleh wanita pengguna pil
kontrasepsi hormonal oral kombinasi. Semua manfaat ini harus benar-benar
dipertimbangkan bersama-sama oleh klien dan bidan, kemudian
dibandingkan dengan setiap risiko yang mungkin klien hadapi. Pertimbangan
ini khususnya penting dalam mencari titik seimbang antara risiko potensial
kanker payudara yang mungkin muncuł dan efek perlindungan yang diketahui
dari kontrasepsi tersebut terhadap kanker ovarium dan kanker endometrium
Kanker ovarium: risiko menurun 40% pada wanita yang pernah
menggunakan kontrasepsi hormonal oral. Perlindungan ini dimulai dalam tiga
sampai enam bulan dan meningkat jika waktu penggunaan lebih lama.
Penggunaan lebih dari 10 tahun akan mengurangi risiko sebesar 80%.
Perlindungan berlanjut selama sedikitnya 15 tahun setelah klien
menghentikan pil kontrasepsi Perlindungan yang diberikan sama walaupun
formula pil yang diberikan berbeda, termasuk pil dosis rendah 35 mcg atau
pil dengan kandungan estrogen lebih rendah
Kanker endometrium: risiko menurun berdasarkan lama penggunaan
kontrasepsi hormonal oral kombinasi. Risiko menurun 20% pada penggunaan
selama satu tahun, 40% pada penggunaan selama dua tahun; dan 60 % pada
penggunaan selama empat tahun atau lebih. Perlindungan yang diberikan
sama walaupun formula pil monofasik berbeda-beda, termasuk pil yang
mengandung estrogen kurang dari 50 mcg dan perlindungan berlanjut selama
15 tahun atau lebih setelah kontrasepsi dihentikan.
Tumor jinak payudara: penurunan signifikan pada perubahan fibrokistik
dan perkembangan fibroadenoma. Perlindungan terhadap perubahan
fibrokistik berlangsung sampai satu tahun setelah kontrasepsi dihentikan.
Hal-hal yang membuktikan perlindungan terhadap penyakit lain masih
diperdebatkan, tetapi kemungkinan meliputi penyakit infeksi pelvis dan
kanker kolerektal, selain itu pil kontrasepsi oral kombinasi hormonal
melindungi klien dari penyakit dan kondisi lain. Hal ini terlihat pada fakta
bahwa kehamilan dapat dicegah, ovulasi ditekan, dan darah menstruasi yang
keluar berkurang. Kondisi tersebut meliputi hal-bal berikut.
a. Anemia defisiensi zat besi
b. Kehamilan ektopik
c. Mittelschmerz
d. Dismenorea
e. Menoragia
f. Metroragia
g. sindrom syok racun

Kontrasepsi hormonal oral kombinasi kadangkala digunakan tidak sesual


labe yaitu sebagai terapi bagi klien yang mengalami beberapa gangguan
menstruasi dan gangguan terkait lainnya. Gangguan tersebut meliputi hal-hal
berikut :
a. Dismenorea (sering kali digunakan bersama obat-obatan antiinflamas g
Sindrom syak racun. 1 nonsteroid).
b. Menoragia.
c. Metroragia.
d. Menstruasi tidak teratur.
e. Jerawat.
f. Hirsutisme
g. Endometriosis

Pada akhirnya wanita dapat diberi penjelasan tentang pengetahuan terkat


dapat mengontrol siklus menstruasinya melalui siklus trisiklit sehingga ia
Tujuannya ialah mengurangi jumlah siklus menstruasi bila ia mengalami sindron
pramenstruasi, migrain akibat menstruasi, dismenorea, atau menoragia. Trisiklik
akan dicapai apabila seorang klien menggunakan tiga paket pil berturut-turut
tanpa menggunakan minggu-minggu bebas hormon dan hanya menggunakan 21
pil aktif dari jumlah total 63 hari. Selanjutnya, klien tidak mengonsumsi pil
selama tujuh hari, kemudian memulai trisiklik berikutnya.
Wanita yang ingin mengontrol periode menstruasi untuk kenyamanan dapat
melakukannya dengan tidak menggunakan minggu bebas pil.
9. Klien yang dapat menggunakan pil kombinasi. Pada prisipnya hampir semua
perempuan boleh menggunakan pil kombinasi cara menambah jumlah hari
penggunaan pil aktif atau seperti berikut.
a. Berada pada usia reproduksi.
b. Telah memiliki anak ataupun yang belum memiliki anak
c. Gemuk atau kurus
d. Menginginkan metode kontrasepsi dengan efektivitas tinggi.
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.
f. Setelah melahirkan enam bulan dan tidak memberikan ASI eksklusif,
sedangkan semua cara kontrasepsi yang dianjurkan tidak cocok bagi
perempuan tersebut
g. Pascakeguguran.
h. Perempuan yang anemia karena haid berlebihan.
i. Perempuan dengan nyeri haid hebat
j. Memiliki siklus haid tidak teratur
k. Memiliki riwayat kehamilan ektopik
l. Perempuan dengan kelainan payudara jinak.
m. Perempuan dengan kencing manis tanpa komplikasi pada ginjal, pembulia
darah, mata, dan saraf
n. Perempuan dengan penyakit tiroid, penyakit radang panggul,
endometriosis atau tumor ovarium jinak
o. Perempuan yang menderita tuberkulosis (kecuali yang sedang
menggunakan rifampisin).
p. Perempuan dengan varises vena.

10. Klien yang tidak boleh menggunakan pil kombinasi.


a. Hamil atau dicurigai hamil.
b. Menyusui eksklusif
c. Perempuan dengan perdarahan pervaginam yang belum diketahui
penyebabnya.
d. Perempuan dengan penyakit hati akut (hepatitis)
e. Perokok dengan usia lebih dari 35 tahun
f. Memiliki riwayat penyakit jantung, stroke, atau tekanan darah lebih dari
180/110 mmHg
g. Memiliki riwayat gangguan faktor pembekuan darah atau kencing manis
lebih dari 20 tahun.
h. Menderita kanker payudara atau dicurigai kanker payudara.
i. Perempuan dengan migrain dan gejala neurologik fokal (epilepsi/riwayat
epilepsi).
j. Perempuan yang tidak dapat menggunakan pil secara teratur setiap hari.

11. Waktu mulai menggunakan pil kombinasi.


a. Setiap saat selagi haid, untuk meyakinkan kalau perempuan tersebut tidak
hamil.
b. Hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
c. Boleh menggunakannya pada hari ke-8, tetapi perlu menggunakan metode
kontrasepsi lain (kondom) mulai hari ke-8 sampai hari ke-14 atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai Anda telah menghabiskan paket pil
tersebut.
d. Setelah melahirkan.
 Setelah enam bulan pemberian ASI eksklusif
 Setelah tiga bulan dan tidak menyusui
 Pasca keguguran (segera atau dalam waktu tujuh hari)
e. Apabila berhenti menggunakan kontrasepsi injeksi dan ingin beralih
dengan pil kombinasi, pil dapat segera diberikan tanpa perlu menunggu
haid.
12. Instruksi pada klien.

Tunjukan cara mengeluarkan pil dari kemasan dan ikuti arah tanda panah
sesuai dengan nama hari.
a. Sebaiknya pil diminum setiap hari, lebih baik pada waktu yang sama
setiap hari.
b. Pil pertama dimulai pada hari pertama sampai hari ke-7 siklus haid.
c. Sangat dianjurkan penggunaannya pada hari pertama haid.
d. Beberapa paket pil berjumlah 28 butir, yang lain 21 butir. Apabila
menggunakan paket yang berjumlah 28, jika pil habis maka Anda mulai
minum pil dari paket yang baru. Namun apabila menggunakan paket 21,
jika pil habis sebaiknya tunggu I minggu baru kemudian mulai minum pil
dari paket yang baru
e. Apabila muntah dalam waktu dua jam setelah menggunakan pil, ambilah
pil yang lain atau gunakan metode kontrasepsi yang lain.\
f. Apabila muntah hebat atau diare terjadi lebih dari 24 jam setelah
menggunakan pil, maka pil dapat diteruskan (jika memungkinkan dan
tidak memperburuk keadaan).
g. Apabila muntah dan diare berlangsung sampai 2 hari atau lebih, maka
cara penggunaan pil mengikuti cara menggunakan pil lupa (lihat
keterangan pada poin berikut).
h. Apabila lupa minum 1 pil (hari 1-21), sebaiknya minum pil tersebut
segera setelah ingat walaupun harus minum 2 pil pada hari yang sama.
Tidak perlu menggunakan metode kontrasepsi yang lain. Apabila lupa 2
pil atau lebih (pada hari 1-21) sebaiknya minum 2 pil setiap hari sampai
terkejar dan sebaiknya gunakan metode kontrasepsi yang lain atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai telah menghabiskan paket pil
tersebut.
i. Apabila tidak haid, perlu segera ke klinik untuk tes kehamilan.

13. Informasi lain yang perlu disampaikan.


a. Pada permulaan penggunaan pil kadang-kadang timbul mual, pening atau
sakit kepala, nyeri payudara, serta perdarahan bercak (spotting) yang bisa
hilang sendiri. Kelainan seperti ini muncul terutama pada tiga bulan
pertama, dan semakin lama kelainan tersebut akan hilang dengan
sendirinya. Cobalah minum pil pada saat hendak tidur atau pada saat
makan malam. Apabila tetap muncul keluhan, lakukan konsultasi kembali
ke dokter.

Tabel 2.2 Perhatian khusus untuk pil kombinasi

Keadaan Saran
Tekanan darah tinggi Systole >160 mmHg, atau Pil tidak boleh digunakan
Diastole > 90 mmHg
Diabetes mellitus Tanpa komplikasi Pil dapat digunakan
Migraine Tanpa gejala neurologic Pil dapat digunakan
yang berhubungan dengan
nyeri kepala
Menggunakan obat fentoin, Pil dengan dosis estinil
barbiturate, rifampisin estradiol 50ug
Anemia bulan sabit Pil tidak boleh diguakan
Sumber : Jeannete, murad (1994)

2.4.2 Suntik / Injeksi


1. Profil
a. Sangat efektif
b. Aman
c. Dapat dipakai oleh semua perempuan
d. Kembalinya kesuburan lebih lambat, rata-rata empat bulan
e. Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI
2. Jenis
Tersedia dua jenis kontrasepsi suntikan hanya mengandung progestin, yaitu
Depomendroksiprogesteron (DMPA) dan Depo noritesteron enantat (Depo
noristerat)
3. Cara kerja
Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks, menjadikan selaput lendir
rahim tipis dan atrofi, menghambat transportasi gamet oleh tuba
4. Efektifitas
Sangat tinggi dengan 30% kehamilan per 100 perempuan per tahun dengan
penyuntikan teratur sesuai jadwal yang yang telah ditentukan
5. Keuntungan
a. Sangat efektif
b. Pencegahan kehamilan jangka panjang
c. Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
d. Tidak mengandung esterogen, sehingga tidak berdampak serius terhadap
penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
e. Tidak memiliki pengaruh terhadap produksi ASI
f. Efek samping sedikit
g. Klien tidak perlu menyimpan obat suntik
h. Dapat di gunakan oleh perempuan usia lebih dari 35 tahun sampai
perimenopause
i. Membantu mencegah kanker endomentrium dan kehamilan ektopik
j. Membantu menurunkan tumor jinak payudara
k. Mencegah beberapa penyebab penyakit radang panggul
l. Menurunkan krisis anemia bulan sabit (sickle sell)
6. Keterbatasan
a. Sering ditemukan gangguan haid
b. Klien sangat bergantung pada sarana pelayanan kesehatan
c. Tidak dapat di hentikan sewaktu-waktu untuk suntikkan selanjutnya
d. Tidak menjamin perlindungan terhadap penularan infeksi
e. Sering menimbulkan efek samping masalah berat badan
f. Terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentiaan penggunaan
g. Pada gangguan jangka panjang juga dapat menimbulkan kekeringan pada
vagina, menurunkan libido, gangguan emosi (jarang), sakit kepala, gugup
atau jerawat
7. Klien yang dapat menggunakan kontrasepsi suntikan progestin
a. Usia reproduksi
b. Telah memiliki anak
c. Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan telah memiliki efektivitas
tinggi
d. Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
e. Setelah melahirkan dan tidak menyusui
f. Setelah abortus dan keguguran
g. Telah memiliki banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi
h. Perokok
i. Tekanan darah < 180/110 mmHg dengan masalah pembekuan darah atau
dengan anemia bulan sabit
j. Tidak dapat menggunakan kontrasepsi yang mengandung esterogen
k. Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
l. Anemia defisiensi besi
m. Mendekati usia menopause

8. Klien yang tidak dapat menggunakan kontrasepsi progestin


a. Hamil atau dicurigai hamil
b. Memiliki riwayat perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebab nya
c. Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
d. Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
e. Menderita diabetes mellitus disertai komplikasi. (Sulistyawati, 2011)
2.4.3 Subkutis/ Implant
1. Profil
a. Efektif lima tahun untuk norplant dan tiga tahun untuk jadena, indoplant
atau implanon
b. Nyaman untuk digunakan
c. Dapat digunakan oleh semua perempuan dalam usia reproduksi
d. Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan
e. Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak
dan amenore
f. Aman di pakai pada masa laktasi
2. Jenis
Terdapat jenis norplant yang terdiri atas enam batang silastik lembut
berongga, implanon terdiri atas satu batang putih lentur, jadena dan indoplant
yang terdiri atas dua batang.
3. Cara kerja
a. Lendir serviks menjadi kental
b. Mengganggu proses pembentukan endomentrium sehingga sulit terjadi
implantasi
c. Mengurangi transportasi sperma
d. Menekan ovulasi
4. Efektivitas
Sangat efektif (0,2-1 kehamilan per 100 perempuan)
5. Keuntungan dari segi kontrasepsi
a. Daya guna tinggi
b. Perlindungan jangka panjang (sampai 5 tahun)
c. Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
d. Tidak memerlukan pemeriksaan dalam
e. Bebas dari pengaruh esterogen
f. Tidak mengganggu aktivitas seksual
g. Tidak mengganggu prosuksi ASI
h. Klien hanya perlu kembali ke klinik bila ada keluhan
i. Dapat di cabut setiap saat bila ada kebutuhan
6. Keuntungan dari segi non kontrasepsi
a. Mengurangi nyeri haid
b. Mengurangi jumlah darah haid
c. Mengurangi/ memperbaiki anemia
d. Melindungi terjadi nya kanker endomentrium
e. Menurunkan angka kejadian tumor jinak payudara
f. Menurunkan angka kejadian endometriosis
7. Keterbatasan
a. Nyeri kepala
b. Peningkatan/ penurunan berat badan
c. Nyeri payudara
d. Perasaan mual
e. Pening/ pusing kepala
f. Perubahan perasaan (mood) atau kegelisahan (nervousness)
g. Membutuhkan tindakan pembedahan pembedahan minor
h. Tidak memiliki efek protektif terhadap infeksi menular seksual
i. Klien tidak dapat menghentikan sendiri pemakaian kontrasepsi ini sesuai
keinginan, akan tetapi harus pergi ke klinik untuk pencabutan
j. Efektivitas nya akan menurun bila menggunakan obat-obat tuberkolosis
k. Terjadi nya kehamilan ektopik lebih tinggi
8. Klien yang boleh menggunakan implant
a. Perempuan pada usia reproduksi
b. Telah memiliki anak ataupun yang belum
c. Menghendaki kontrasepsi yang memiliki efektivitas tinngi dan
menghendaki pencegahan kehamilan jangka panjang
d. Menyususi dan membutuhkan kontrasepsi
e. Pasca persalinan dan tidak menyusui
f. Pasca keguguran
g. Tidak menginginkan anak lagi tapi menolak strelisasi
h. Riwayat kehamilan ektopik
i. Tekanan darah di bawah 180/110 mmHg
j. Perempuan yang tidak boleh menggunakan kontrasepsi hormonal yang
mengandung esterogen
k. Perempuan yang sering menggunakan pil
9. Klien yang tidak boleh menggunakan implant
a. Hamil atau di duga hamil
b. Perempuan dengan perdarahan pervaginam
c. Memiliki benjolan atau kanker payudara/ riwayat kanker payudara
d. Perempuan yang tidak dapat menerima perubahan pola haid
e. Memiliki miom uterus dan kanker payudara
f. Memiliki gangguan toleransi glukosa. (Sulistyawati, 2011)
Gambar 2.11 Kerangka Teori

Kerangka Teori
Faktor predisposisi:
Ibu usia 20-39 tahun

Faktor pendukung :
Kontrasepsi sederhana :
1. Metode kalender
2. Metode pantang
berkala
3. Metode suhu basal
4. Metode lendir
pendidikan serviks
5. Metode simtotermal
6. Metode koitus
interuptus
7. Metode kondom
8. Metode spermisida

Kontrasepsi modern :
1. Pil
2. Suntik
3. Implant

Faktor penguat :
Pengetahuan ibu
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah suatu rencana, struktur, dan strategi penelitian
yang dimaksudkan untuk menjawab permasalahan yang di hadapi, dengan
mengupayakan optimasi yang berimbang antara validitas dalam dan validitas
luar. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif analitik dengan design cross
sectional (Sugiyono 2015)

3.2 Populasi dan Sampel


3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di teliti
(Notoadmodjo, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah Ibu usia 20-39
tahun akseptor KB baru atau lama dengan latar belakang pendidikan tidak
tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, Akademi/ Sarjana yang datang ke puskesmas
X sampai jumlah sampel terpenuhi.

3.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang di ambil dari keseluruhan objek yang di teliti
dan di anggap mewakili seluruh populasi (Notoadmodjo, 2014). Pada penelitian
ini sampel yang di ambil menggunakan teknik simple random sampling dimana
sample yang di ambil memberikan peluang yang sama bagi setiap unsure
(anggota) populasi untuk di pilih menjadi anggota sampel. Pada penelitian ini
sample yang diambil dengan proporsi yang sama antara ibu dengan latar
belakang pendidikan tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, dan Akademi/
Sarjana.
Dalam penelitian ini peniliti menggunakan rumus Slovin (Notoadmodjo,
2010) dalam pengambilan sampel :

N
N. (d)²+ 1

ɳ = Jumlah sampel yang dibutuhkan


N= Jumlah populasi
d= derajat akurasi (presisi) yang ditetapkan
60
ɳ= 2
60. ( 0,1 ) +1

60
ɳ=
1,6

ɳ=37,5

Dari perhitungan rumus di atas di dapatkan hasil akhir 38 responden,


kemudian untuk menjaga seandainya ada drop out, maka di tambah 10%
menjadi 42 responden
1. Kriteria Inklusi
a. Berusia 20-39 tahun
b. Bersedia menjadi responden
c. Ibu tersebut berada di puskesmas X
2. Kriteria Ekslusi
a. Ibu akseptor KB dengan latar belakang pendidikan tidak tamat SD
b. Ibu akseptor KB dengan latar belakang pendidikan SD
c. Ibu akseptor KB dengan latar belakang pendidikan SMP
d. Ibu akseptor KB dengan latar belakang SMA
e. Ibu akseptor KB dengan Latar belakang Akademi/ Sarjana

3.3 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang akan di amati dan diukur melalui penelitian yang
akan dilakukan (Notoadmodjo, 2012). Kerangka konsep ini dibuat sebagai alur
pikir untuk membuat definisi operasional. Berdasarkan uraian kepustakaan dan
modifikasi kerangka teori terhadap masalah, maka peneliti membuat kerangka
konsep sebagai berikut :
Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Pengetahuan :
1. Kontrasepsi Pendidikan
sederhana
2. Kontrasepsi
modern
3.4 Definisi Operasional
Gambar 3.2 Tabel Definisi Operasional
No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Pengetahuan Pemahaman ibu Angket Kuesioner 1. Baik, jika Ordinal
jawaban
terhadap alat
benar
kontrasepsi (76-100%)
2. Cukup , jika
sederhana dan
jawaban
modern benar
(56-75%)
3. Kurang ,jika
jawaban
benar(≤55%)

2 Pendidikan Jenjang Angket kuesioner 1. Tidak tamat SD Ordinal


pendidikan formal 2. SD
tertinggi yang 3. SMP
berhasil 4. SMA
ditamatkan 5. Akademi/
responden Sarjana

3.5 Lokasi dan Waktu


3.5.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di puskesmas X, puskesmas ini dipilih karena
jumlah peserta akseptor KB cukup banyak.

3.5.2 Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-maret 2019 di puskesmas X

3.6 Pengumpulan Data


3.6.1 Instrumen Pengumpulan Data
Alat ukur atau instrumen penelitian adalah alat-alat yang di gunakan untuk
pengumpulan data (Notoadmodjo). Instrument penelitian ini dapat berupa
pulpen sebagai alat dalam mengisi kuesioner, lembar kuesioner yang terdiri
dari pertanyaan pendahuluan seperti nama, umur, alamat, latar belakang
pendidikan, dan diambil 4 butir pertanyaan dari masing-masing materi tentang
alat kontrasepsi sederhana maupun modern, sehingga jumlah keseluruhan
pertanyaan mencapai 40 butir pertanyaan, yang berhubungan dengan
pengetahuan responden mengenai alat kontrasepsi sederhana dan modern.

3.6.2 Cara Pengumpulan Data


Langkah-langkah pengumpulan data dalam penelitian ini :
1. Memperbanyak instrumen
2. Memperbanyak surat pernyataan responden mengenai ketersediaan
berpasrtisipasi dalam penelitian
3. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian
4. Melakukan informed consent kepada ibu usia 20-39 tahun akseptor KB
baru/ lama
5. Memberikan lembar instrument yang nanti nya akan di jawab oleh akseptor
KB
6. Memproses data, mengolah dan menganalisis data yang terkumpul.

3.6.3 Hasil Pengumpulan Data


Hasil ukur dalam penelitian ini adalah semua instrument yang telah di isi
seluruh nya oleh ibu akseptor Kb tanpa ada jawaban yang terlewat.

3.7 Pengolahan Data


Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting. Untuk
memperoleh penyajian data sebagai hasil dan untuk menarik kesimpulan yang
baik, diperlukan pengolahan data. Data dapat dibedakan menjadi dua dilihat dari
segi jenis, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data yang digunakan penulis
pada penelitian ini yaitu data kualitatif, yaitu data yang berhubungan dengan
kategorisasi, karakteristik atau sifat variabel (Notoatmodjo, 2012).
Manurut Notoatmodjo (2012) langkah-langkah dalam pengolahan data secara
manual adalah sebagai berikut :
1. Editing
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh melalui kuesioner perlu diedit
terlebih dahulu. Jika ada data atau informasi yang tidak lengkap, tidak
mungkin di wawancara ulang, maka kuesioner tersebut dikeluarkan.
2. Coding
Pada Tahap ini peneliti member kode secara berurutan dalam kategori yang
sama pada masing-masing lembaran yang diberikan pada responden sehingga
memudahkan pengolahan data.
3. Transfering
Data yang telah di beri kode di susun secara berurutan dari responden
pertama sampai dengan responden terakhir untuk dimasukkan ke dalam tabel
sesuai dengan sub variable yang diteliti.
4. Tabulating
Pada Tahap ini kegiatan yang peneliti lakukan adalah mengelompokkan
responden berdasarkan kategori yang telah di buat untuk tiap-tiap sub
variable yang diukur dan selanjutnya dimasukkan ke dalam table distribusi
frekuensi sesuai dengan variable yang di teliti.

3.8 Analisa Data


3.8.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis tiap variabel yang dinyatakan dengan
menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau
grafik. Analisis univariat dilakukan bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik tiap variabel penelitian, bentuk analisis univariat
tergantung dan jenis datanya. Untuk data numeric disajikan dalam nilai minimal,
maksimal, mean atau rata-rata, median, standar defiasi, dan distribusi frekuensi.
Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan
persentase dari setiap variabel. (Notoadmodjo,2014). Analisis yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah mengelompokkan ibu yang berpendidikan rendah,
menengah , tinggi dan ibu dengan pengetahuan baik, cukup, kurang.
3.8.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel yang
diduga berhubungan atau berkorelasi sehingga di ketahui nilai kemaknaan secara
statistic dan ukuran asosiasinya. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui
hubungan anatara status pendidikan ibu usia 20-39 tahun dalam pengetahuan nya
memilih alat kontrasepsi.
Depkes. (2017). profil kesehatan kota kediri—Penelusuran Google. Retrieved

August 15, 2019, from https://www.google.com/search?

q=profil+kesehatan+kota+kediri&rlz=1C1CHBD_enID851ID852&oq=profil

+kesehatan+kota+kediri&aqs=chrome..69i57j0l5.10617j0j8&sourceid=chro

me&ie=UTF-8

Kemenkes. (2017). Info datin, Kemenkes. Retrieved August 15, 2019, from

https://www.google.com/search?

q=infodatin.pdf&rlz=1C1CHBD_enID851ID852&oq=infodatin.pdf&aqs=chr

ome..69i57j0l5.5757j0j8&sourceid=chrome&ie=UTF-8

Lontaan, A., & Kusmiyati, K. (2014). Faktor–Faktor yang Berhubungan dengan

Pemilihan Kontrasepsi Pasangan Usia Subur di Puskesmas Damau Kabupaten

Talaud. JIDAN (Jurnal Ilmiah Bidan), 2(1), 27–32.

Sugiyono. (2015). Metode penelitian kualitatif, kuantitatif dan R&D. Alfabeta.

Sulistyawati, A. (2011). Pelayanan Keluarga Berencana (4th ed.). Jakarta: Salemba

Medika.
PERSETUJUAN SEBAGAI RESPONDEN PENELITIAN

Dengan menandatangani lembar ini, saya:


Nama :
Tempat/tanggal lahir :
Umur :
Alamat :

Memberikan persetujuan untuk mengisi angket yang diberikan peneliti.

Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan

untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan akseptor KB dalam memilih alat

kontrasepsi.

Saya telah diberitahu peneliti bahwa jawaban angket ini bersifat sukarela

dan hanya dipergunakan untuk keperluan penelitian. Oleh karena itu dengan

sukarela saya ikut berperan serta dalam penelitian ini.

Kediri , Agustus 2019

Responden

( )

PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN


Responden yang saya hormati,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yeni Irawati
NIM : P3.73.24.2.14.077
Alamat : Prm. Mutiara gading timur Blok J10 No.7 Rt 005/ 025 kelurahan
Mustika jaya, Kecamatan Mustika Jaya. Bekasi
Adalah mahasiswa alih jenjang Program Studi DIV Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Malang, akan melakukan penelitian tentang: “ Pengaruh latar belakang
pendidikan ibu usia 20-39 tahun dalam memilih alat kontrasepsi”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah latar belakang
pendidikan akseptor KB berpengaruh dalam memilih alat kontrasepsi.
Oleh karena itu, saya mohon kesediaan ibu untuk menjadi responden serta
menjawab pertanyaan-pertanyaan pada lembar kuesioner. Jawaban ibu akan saya
jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas bantuan dan kerjasama yang telah diberikan, saya mengucapkan terima
kasih.

Kediri, Agustus
Peneliti,

Yeni Irawati
KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh latar belakang pendidikan ibu usia 20-39 tahun dalam pengetahuan
memilih alat kontrasepsi di puskesmas x
A. Identitas Responden

Nama :
NO :
Umur :
Alamat :
Tempat/ tanggal :
Pendidikan Terakhir :
B. Pertanyaan pengetahuan dalam memilih alat kontrasepsi
Petunjuk : berilah tanda centang (√) pada jawaban yang benar menurut anda
No Pertanyaan Benar Salah
1 Metode kalender merupakan salah satu dari metode
dalam KB
2 Metode kalender hanya boleh dilakukan pada wanita
usia di atas 39 tahun
3 Hubungan suami istri harus di hindari selama masa
subur istri jika menggunakan metode kalender
4 Metode kalender sangat efektif dengan tingkat
kegagalan di bawah 5%
5 Metode pantang berkala merupakan salah satu dari
metode dalam KB
6 Selama menggunakan metode pantang berkala
pasangan yang ingin melakukan hubungan seksual
harus menggunakan kondom
7 Untuk mencapai keberhasilan dalam menggunakan
metode pantang berkala akseptor harus menentukan
masa ovulasi dan masa aman
8 Efektifitas metode pantang berkala mencapai 100%
9 Metode Suhu basal merupakan salah satu metode
dalam KB
10 Pengukuran suhu basal harus di lakukan di malam hari
11 Efek samping pantang berkala yang terlampau lama
dapat menimbulkan frustasi
12 Pengukuran metode Suhu basal tidak harus di catat dan
di teliti
13 Metode lendir serviks merupakan salah satu metode
dalam KB
14 Metode lendir serviks bisa di gunakan setiap saat tanpa
adanya aturan penggunaan
15 Metode lendir serviks merupakan metode KB dengan
melihat perubahan lendir pada serviks
16 Tingkat efektifitas penggunaan metode lendir serviks
mencapai 98%
17 Metode simtotermal merupakan salah satu metode dari
KB
18 Pengukuran metode simtotermal tidak harus di catat
dan di teliti
19 Metode simtotermal merupakan gabungan dari metode
suhu basal dan lendir serviks
20 Tingkat efektfitas metode simtotermal mencapai 100%
21 Metode kondom merupakan salah satu metode KB
22 Tidak ada efek samping dari penggunaan kondom
23 Mekanisme kerja kondom dengan menghalangi
masuknya sperma ke dalam vagina
24 Kondom tidak dapat mencegah penularan penyakit
kelamin
25 Metode spermisida merupakan salah satu metode KB
26 Metode spermisida tidak menggunakan bahah kimiawi
27 Cara kerja metode spermisida adalah memperlambat
pergerakkan sperma dan menurunkan kemampuan
pembuahan sel telur
28 Metode spermisida tidak dapat memberikan
perlindungan terhadap penyakit menular kelamin
29 Metode pil merupakan salah satu metode KB
30 Metode pil dapat di gunakan pada ibu yang menyusui
31 Metode pil harus diminum setiap hari untuk
meningkatkan efektifitas kerja pil
32 Metode pil tidak mengganggu sistem hormonal dalam
tubuh
33 Metode suntik/ injeksi merupakan salah satu metode
KB
34 Metode suntik/ injeksi tidak mengandung hormone
34 Metode suntik/ injeksi merupakan metode pencegahan
kehamilan jangka panjang
36 Metode suntik/ injeksi boleh di gunakan oleh wanita
dengan masalah pada tekanan darah tinggi
37 Metode subkutis/ implant merupakan salah satu
metode KB
38 Metode subkutis/ implant tidak aman di gunakan pada
ibumenyusui karena mengandung hormonal
39 Metode subkutis/ implant merupakan metode
pencegahan kehamilan jangka panjang
40 Metode subkutis/ implant memiliki efektifitas yang
sangat rendah

Anda mungkin juga menyukai