PERLINDUNGAN ANGGOTA
PERDAWERI
Pengurus Pusat
PERDAWERI 2023
Panduan Etika, Hukum & Perlindungan Anggota PERDAWERI
Disusun oleh (menurut Abjad):
Abdul Razak Thaha
Ardiyanto Panggeso
Djauhery
Hadiwijaya
Kishanty Hardaningtyas
Soenarto (Alm)
Syarief Hudaya
KATA SAMBUTAN
Salam,
PERDAWERI i
KATA PENGANTAR
Salam
PERDAWERI ii
PANDUAN ETIKA, HUKUM &
PERLINDUNGAN ANGGOTA
PERDAWERI
PERDAWERI iii
Lampiran 2. TAHAPAN MENGHADAPI PEMERIKSAAN SIDAK Courtesy dari dr. Syarief
Hudaya, M.H.Kes .............................................................................................................................. 27
PERDAWERI iv
BAB I
PENDAHULUAN
Adapun tujuan PERDAWERI sesuai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga adalah
sebagai berikut:
Belakangan ini banyak laporan kasus dugaan tindakan kelalaian medis oleh dokter estetik
maupun anti penuaan yang dilaporkan baik secara pidana, perdata maupun administratif
sehingga sebagai sebuah organisasi keseminatan, PERDAWERI merasa perlu untuk membuat
sebuah buku pedoman beretika dalam menjalankan praktik sebagai dokter anti penuaan,
wellness, estetik dan regeneratif yang baik dan aman.
1. Etika Profesi
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berhubungan dengan
pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena tidak ada
undang-undang atau peraturan yang mengesahkan hal yang harus dilakukan. Secara
sistematis, etika dibedakan menjadi etika umum dan etika khusus. Etika kahusus
selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial. Etika
PERDAWERI 5
sosial ini banyak pembidangannya seperti etika keluarga, politik, lingkungan dan
profesi. 1
Suatu pekerjaan bisa dikategorikan sebagai profesi dengan mengenal ciri-cirinya.
Sonny Keraf dalam bukunya Etika Bisnis menyatakan sebagai berikut:
a. Adanya pengetahuan khusus.
b. Terdapat kaidah dan standar moral yang tinggi
c. Pengabdian kepada kepentingan masyarakat
d. Biasanya ada izin khusus untuk bisa menjalankan suatu profesi
e. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu organisasi profesi.2
2. Hukum Kesehatan adalah serangkaian ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis, yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan kesehatan,
hubungan antara pasien/atau masyarakat dengan tenaga kesehatan dalam upaya
pelaksanaan kesehatan.3
3. KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) adalah suatu pedoman kode etik yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi IDI (Ikatan Dokter Indonesia) dan dipergunakan
sebagai pedoman bagi dokter di dalam menjalankan praktik kedokteran.
4. Transaksi terapeutik adalah kegiatan dalam penyelenggaraan praktik antara dokter
dan pasien di mana dokter bertindak hanya demi kepentingan terbaik pasien dan
didasari oleh sikap percaya.4
5. Kelalaian medis menurut Gayus Lumbuun, adalah kelalaian atau kealpaan profesional
(professional negligence) baik dengan cara berbuat atau tidak berbuat sesuatu, yang
dilakukan oleh seorang tenaga medis.5
6. Standar Profesi adalah batasan kemampuan (knowledge, skill dan professional attitude)
minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan
profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.6
7. SPO (Standar Prosedur Operasional) adalah suatu perangkat instruksi/langkah- langkah
yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. SPO
memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk
melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana
pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.7
1
Muhammad Sadi Is, Etika Hukum Kesehatan, Jakarta: Kencana, 2015, hlm. 131.
2
A. Sonny Keraf, Etika Bisnis: Membangun Citra Bisnis sebagai Profesi Luhur, Bandung:
Kanisius, 1991, hlm. 47-48.
3
H. Zaeni Asyhadie, Aspek-aspek Hukum Kesehatan di Indonesia, Depok: PT. Raja Grafindo
Perkasa, 2017, hlm. 5.
4
Danny Wiradharma, Penuntun Kuliah Etika Profesi Medis, Jakarta: Universitas Trisakti,
2020, hlm. xv.
5
T. Gayus Lumbuun, Penyelesaian Sengketa Medik dalam Bahan Kuliah: Penegakan Hukum
dan Penyelesaian Sengketa Medik, STHM, November 2021.
6
Ibid.
7
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, LN
Tahun 2004 No.116, TLN No.4431, Penjelasan Pasal 50.
PERDAWERI 6
8. Rekam Medis adalah dokumen yang berisikan data identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.8
9. Rekam Medis Elektronik adalah Rekam Medis yang dibuat dengan menggunakan
sistem elektronik yang diperuntukkan bagi penyelenggaraan Rekam Medis.9
8
Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam
Medis, BN Tahun 2022 No. 829, Pasal 1.
9
Ibid.
10
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, LN
Tahun 2004 No.116, TLN No.4431, Pasal 50.
11
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam
Medis, BN Tahun 2022 No. 829, Pasal 3.
PERDAWERI 7
BAB II
PANDUAN PELAKSANAAN ETIK DAN HUKUM
Dalam tata laksana pasien seorang dokter harus mempunyai pengetahuan tentang ilmu
kedokterannya dengan baik yang dibuktikan dengan telah selesai melaksanakan pendidikan
dan uji kompetensi. Hal ini penting karena pengetahuan yang kurang akan berdampak kepada
pelayanan yang substandard yang akan merugikan masyarakat.
Selain ilmu pengetahuan tentang kedokteran yang baik, dibutuhkan juga komunikasi
yang efektif. Komunikasi efektif ini diperlukan untuk menyampaikan pesan kepada pasien hal-
hal yang harus diketahui oleh pasien dan atau keluarganya Tanpa komunikasi efektifdapat
terjadi kesalahpahaman yang berujung pada tuntutan. Pada masa lalu hubungan dokter- pasien
merupakan hubungan satu arah yaitu pasien hanya mendengarkan 'ungkapan' dokter sedangkan
pasien hanya mengeluh tanpa dapat berdiskusi. Saat ini hubungan itu menjadi dua arah dan
timbal balik antara dokter dan pesan Pasien dapat mengeluh dan mendiskusikan dengan dokter
kemungkinan pengobatan yang sesuai. Dokter dalam memberi pengobatan akan
mempertimbangkan aspek ekonomi, kontraindikasi, dan tingkat pendidikan pasien dalam
menentukan pilihan obat. Pasien diajak untuk berdiskusi dan dilibatkan dalam menentukan
pengobatan untuk dirinya sesuai porsinya.
PERDAWERI 8
Seorang dokter dalam menjalankan praktik sehari-hari seharusnya mendapat
pengalaman yang berharga untuk dijasikan modal dalam penanganan kasus-kasus selanjutnya.
Berdasarkan pengalaman yang dimilikinya serta penambahan ilmu dari literatur, seorang
dokter harus meningkatkan kompetensi dan profesionalismenya untuk kepentingan pasien.
Sesuai sumpahnya dokter akan belajar sepanjang hayat dengan cara belajar dari orang lain
melalui seminar dan literatur, juga belajar dari pengalaman sendiri yang bertujuan untuk
peningkatan kompetensi.
Dalam praktik sehari-hari, dokter harus mengikuti sistem yang berlaku di wilayah
Indonesia. Sistem kesehatan nasional dan sistem penanganan berbasis bukti dan sistem asuransi
harus diketahui oleh seluruh praktisi kedokteran.
Seorang dokter harus profesional dalam menjalankan praktik kedokteran. Ada beberapa
unsur yang termasuk dalam profesional seperti kompetensi, akuntabilitas, altruisme,etika, dan
kolegialitas. Melihat unsur-unsur yang ada pada kompetensi dan profesionalisme terdapat
hubungan atau jembatan yang sangat erat antara keduanya yaitu profesionalisme merupakan
unsur kompetensi, sementara itu kompetensi juga merupakan unsurprofesionalisme.
Profesionalisme ditandai dengan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap apa yang
dikerjakannya. Segala tindakan dalam praktik kedokteran berdasarkan kepada analisis dan
pertimbangan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kaidah berbasis bukti.
Berbasis bukti menjadi dasar utama dalam melakukan praktik kedokteran baik dalam hal
diagnosis maupun tatalaksana.
Dokter dalam sumpahnya dan segala tindak tanduk dalam praktik kedokteran harus
mementingkan kepentingan pasien di atas segalanya. Dokter yang profesional akan bersikap
umum tidak mengenal ras, golongan, kelompok, atau tingkatan tertentu bahkan kepentingan
pasien di atas kepentingan keluarga, kelompok maupun golongan. Sikap altruisme harus
ditunjukkan sebagai salah satu pilar profesionalisme.
Dokter yang profesional selalu menaati etika, norma dan bekerja sesuai SPO yang
menunjukkan disiplin terhadap profesinya. Seperti dijelaskan di atas, etika dan disiplin
terkadang rancu sehingga sulit dibedakan namun dengan adanya Perkonsil Nomor 4 Tahun
2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi, jenis pelanggaran disiplin profesi
kedokteran menjadi jelas.
Pelanggaran terhadap disiplin profesi kedokteran ditentukan oleh sebuah majelis yang
disebut MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia). Dalam menyidangkan
dokter atas pengaduan dari pengadu, MKDKl akan bersikap independen, mandiri, dan bebas
dari tekanan dalam bentuk apapun. Dan beberapa kasus yang masuk dalam pengaduan ke
PERDAWERI 9
MKDKl, terbanyak adalah masalah komunikasi yang tidak efektif antara dokter-pasien dan
dokter-dokter.
PERDAWERI 10
16) Menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan
terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika
profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
17) Membuka rahasia kedokteran.
18) Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan yang
diketahuinya secara benar dan patut.
19) Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau
eksekusi hukuman mati.
20) Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
21) Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan terhadap
pasien ddalam penyelenggaraan praktik kedokteran
22) Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya.
23) Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau
memberikan resep obat/alat kesehatan.
24) Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/pelayanan yang
dimiliki baik lisan maupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan.
25) Adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol dan zat adiktif lainnya.
26) Berpraktik dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau
sertifikat kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izinpraktik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
27) Tidak jujur dalam menentukan jasa medis.
28) Tidak memberikan informasi, dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan
MKDKI/MKDKI-P untuk pemeriksaan atas pengaduan dugaan pelanggarandisiplin
profesional dokter dan dokter gigi.
Malapraktik12 adalah suatu istilah yang mempunyai konotasi buruk, stigmatis, menyalahkan.
Praktik buruk dari seseorang yang memegang suatu profesi dalam arti umum, tidak hanya
profesi medis saja, sehingga juga ditujukan kepada profesi lainnya. Jika ditujukan kepada
profesi medis, seharusnya juga disebut sebagai malapraktik medis. Namun, entah mengapa,
dimana-mana, terutama dimulai dari luar negeri, istilah malapraktik selalu pertama-tama
diasosiasikan kepada profesi medis.13
Kelalaian medis adalah satu bentuk dari malapraktik medis, sekaligus merupakan bentuk
malapraktik medis yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang
dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak
12
Istilah malpraktik tidak ditemukan di dalam https://kbbi.web.id, yang ada adalah malapraktik.
13
J. Guwandi. Hukum Medik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004, hlm.
20.
PERDAWERI 11
dilakukan atau tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain
yang memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama.14
Pembagian malapraktik :
1. Malapraktik Yuridis
a. Malapraktik Administratif
b. Malapraktik Kriminal (Pidana)
c. Malapraktik Sipil (Perdata)
2. Malapraktik Etik
a. Pelanggaran Etik Murni (menarik imbalan jasa tidak wajar, mengambil alih
pasien tanpa persetujuan sejawat, memuji diri sendiri, pelayanan diskriminatif,
kolusi dengan perusahaan farmasi, tidak mengikuti pendidikan
berkesinambungan, mengabaikan kesehatan sendiri)
b. Pelanggaran Etik yang menjadi kasus hukum
Dasar Hukum :
Contoh :
14
Budi Sampurna, Malpraktik Kedokteran, Pemahaman dari Segi Kedokteran dan Hukum,
Jurnal Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2004, hlm. 7
PERDAWERI 12
II.1.2.2. Malapraktik Pidana
Definisi : Dalam hukum pidana suatu perbuatan dikatakan perbuatan pidana apabila memenuhi
semua unsur yang telah ditentukan secara limitatif dalam suatu aturan perundang- undangan.
Dasar Hukum:
Dalam pasal 1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dikenal dengan Azas Legalitas
bahwa : Tidak suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
Menurut J.D. Peter ada beberapa faktor yang dapat membuktikan ada tidaknya perbuatan
kelalaian medis dari suatu tindakan dokter, yakni sebagai berikut:
a. Duty (kewajiban);
Duty adalah kewajiban dari profesi medis, termasuk dokter, untuk mempergunakan
segala ilmu dan kepandaiannya untuk penyembuhan atau setidaknya meringankan
beban penderitaan pasiennya (to cure to care) dengan mengacu pada standar profesi.
Apabila ditinjau kepada sistem hukum perdata, hubungan dokter dan pasien termasuk
golongan perikatan usaha (inspanningsverbintenis). Bila standar profesi telah
dijalankan namun hasil tidak sebagaimana yang diinginkan, maka dokter bisa
dibebaskan dari segala tuntutan.
b. Breach of Duty (penyimpangan dari kewajiban);
Dokter bisa dipersalahkan apabila tindakan dokter tidak sesuai dengan standar profesi
dari apa yang harusnya dikerjakan atau tidak. Namun kesalahan ini tidaklah bisa kita
berhitung secara matematika, karena sifat dunia kedokteran itu berbeda di manaseorang
dokter yang memiliki pendapat yang berbeda sewaktu penanganan sebuah kasus,
tidaklah langsung diartikan bahwa dokter tersebut telah melakukan penyimpangan.
Fakta penting dikumpulkan melalui bantuan pendapat ahli atau saksi ahli dalam
penentuan penyimpangan yang telah terjadi. Dikarenakan minimnya pengetahuan
pasien atau keluarga dan terkadang selalu menganggap akibat yangditimbulkan sebagai
kesalahan atau kelalaian, maka pasien atau keluarganya sering kali mempersalahkan
dokter. Jadi, di sini perlu pembuktian apakah ada hubungan sebab akibat antara
kematian atau luka yang timbul dengan tindakan yang dilakukan oleh dokter.
c. Direct Causation (akibat langsung); dan
Dalam kaitannya dengan hal ini, kita harus membedakan antara cause in fact dengan
proximate cause (teori kira-kira). Cause in fact berkaitan dengan apakah kematian
PERDAWERI 13
atau luka tersebut sebagai fakta kuat akibat tindakan dokter atau tidak. Proximate cause
berkaitan dengan batasan seorang dokter harus mempertanggungjawabkan akibat dari
tindakannya. Umumnya pembuktian cause in fact dilakukan sedemikian rupa:
1) Kelalaian yang diderita oleh pasien harus terbukti bilamana dokternya tidak lalai
dalam menjalankan tindakannya.
2) Faktor penting yang mengakibatkannya haruslah berkaitan dengan perilaku dokter.
d. Damage (kerugian).
Sesuai dengan asas hukum de minimis non curat lex, yaitu bahwa hukum tidak
mencampuri hal-hal yang dianggap sepele, sehingga kerugian yang ringan tidaklah bisa
dimasukkan ke dalam kasus malapraktik. Kejadian fatal seperti kematian atau luka
beratlah yang harus dipertanggungjawabkan oleh dokter secara hukum karena tidak
melakukan sesuai standar profesi.15
1. Perbuatan tersebut (baik positive act maupun negative act) harus merupakan perbuatan
tercela.
2. Dilakukan dengan sikap batin yang salah, yaitu berupa kesengajaan (intentional),
kecerobohan (recklessness) atau kealpaan (negligence)16
§ Melakukan aborsi tanpa indikasi medik (Pasal 299, 348, 349, 350 KUHP)
§ Melakukan euthanasia (Pasal 344 KUHP)
§ Membocorkan rahasia kedokteran dan rekam medis pasien (Pasal 322 KUHP)
§ Tidak melakukan pertolongan terhadap seseorang yang sedang dalam keadaan
emergensi meskipun tahu bahwa tidak ada dokter lain yang akan menolongnya
(negative act). (Pasal 340 KUHP)
§ Membuat surat keterangan yang tidak benar/palsu (Pasal 263, 267 KUHP)
§ Memberikan atau menjual obat palsu (Pasal 386 KUHP)
• Alpa atau kurang hati-hati sehingga pasien menderita luka-luka (termasuk cacat) atau
meninggal dunia. (Pasal 359, 360, 361 KUHP)
15
Muntaha, Hukum Pidana Malapraktik Pertanggungjawaban dan Penghapus Pidana.
Jakarta: Sinar Grafika, 2017, hlm. 17.
16
Anny Isfandyarie, Malpraktik dan Resiko Medik (Dalam Kajian Hukum Pidana), Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2005, hlm. 33.
PERDAWERI 14
II.1.2.3. Malapraktik Perdata
Definisi : Disebut malapraktik perdata apabila jika dokter tidak melaksanakan
kewajibannya (ingkar janji), yaitu tidak memberikan prestasinya sebagaimana yang telah
disepakati. Adapun bentuk perjanjian yang tidak dipenuhi dapat berupa:
Dasar Hukum:
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) adalah salah satu badan otonom Ikatan Dokter
Indonesia (IDI) yang bertugas melalui divisi kemahkamahan sesuai yurisdiksinya sebagai
lembaga etika yang memeriksa, menyidangkan, membuat keputusan setiap konflik etikolegal
yang berpotensi sengketa medik di antara perangkat dan jajaran IDI dan setiap sengketa medik
antara dokter pengadunya yang belum atau tidak ditangani oleh Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia (MKDKI). Status MKEK dalam putusannyadalam bidang etika tidak
dipengaruhi oleh Pengurus IDI atau perangkat dan jajaran atau lembaga internal IDI apapun.
Putusan bersifat final (melanggar etik atau tidak) dan wajib segera dilaksanakan bila tidak ada
banding.
Sanksi MKEK:
• Murni Pembinaan
17
Anny Isfandyarie, loc.cit.
18
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, LN
Tahun 2004 No.116, TLN No.4431, Penjelasan Pasal 8f.
PERDAWERI 15
• Penginsafan tanpa pemberhentian anggota
• Penginsafan dengan pemberhentian keanggotaan sementara
• Pemberhentian keanggotaan tetap
19
Rusli Effendy dan Poppy Andi Lolo, Asas-asas Hukum Pidana, dalam Andi Muhammad
Sofyan dan M. Aris Munandar, Jakarta: Kencana, 2021, hlm. 6
20
Suyanto, Pengantar Hukum Pidana, dalam Andi Muhammad Sofyan dan M. Aris Munandar,
loc.cit.
21
Ibid.
22
Ibid.
PERDAWERI 16
BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP ANGGOTA PERDAWERI
Dasar Hukum:
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak :
Setiap perbuatan yang dilakukan berdasarkan hukum yang berlaku akan mendapat
perlindungan hukum. Anggota PERDAWERI akan mendapatkan pembelaan
hukum apabila anggota telah memenuhi segala ketentuan hukum yang berlaku.
PERDAWERI 17
III.1. Model penyelesaian sengketa medik melalui Mejelis Kode Etik Kedokteran
(MKEK)
PERDAWERI 18
III.3. Model Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Peradilan Pidana
Alur Pemeriksaan
Bila pada praktik dokter mandiri/klinik pratama/klinik utama kekhususan AWERI menerima
aduan dan sudah ada laporan dari pasien ke polisi (Laporan keterangan saksi).
Bila Penyidikan dilanjutkan, maka berkas akan diserahkan ke kejaksaan untuk sidang
pengadilan (P21).
Definisi : Menyediakan sediaan farmasi atau menyimpan sediaan farmasi yang tidak
teregistrasi
PERDAWERI 19
Dasar hukum:
Sanksi:
• Teguran
• Pembinaan
• Penyitaan barang bukti
Alur Pemeriksaan
• Pasien dan atau pengacara menggugat dokter/RS/Klinik untuk meminta ganti rugi ke
Pengadilan Negeri
• Pasien harus membuktikan dokter melakukan kesalahan/kelalaian, tindakan yang
seharusnya tidak lakukan tapi dilakukan (komisi), tindakan yang seharusnyadilakukan
namun tidak dilakukan (omisi).
• Mediasi dan pendampingan dilakukan dalam setiap tahap pemeriksaan oleh
PERDAWERI
Dasar Hukum:
Mediator adalah hakim atau pihak lain yang memiliki sertifikat mediator yang diterbitkan
oleh Mahkamah Agung atau lembaga yang telah memperoleh akreditasi oleh Mahkamah
Agung sebagai pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus
atau memaksakan sebuah penyelesaian.
Saat ini semua sengketa yang masuk ke Pengadilan Negeri diarahkan ke mediasi untuk
diselesaikan terlebih dahulu.
PERDAWERI akan memfasilitasi mediator bilamana diperlukan dalam suatu kasus sengketa
yang tentunya bersifat NETRAL sesuai tugas dan fungsi seorang mediator di dalam suatu
penyelesaian sengketa.
PERDAWERI 21
BAB IV
ASPEK ETIKA PELAYANAN KEDOKTERAN PERDAWERI
Pasal 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis mewajibkan
setiap fasilitas pelayanan kesehatan menyelenggarakan Rekam Medis Elektronik. Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang dimaksud terdiri atas:
a. Tempat praktik mandiri dokter, dokter gigi, dan/atau tenaga kesehatan lainnya;
b. Puskesmas;
c. Klinik;
d. Rumah Sakit;
e. Apotek;
f. Laboratorium kesehatan;
g. Balai; dan
h. Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri.
Pencatatan dan pendokumentasian rekam medis haruslah lengkap, jelas dan dilakukan setelah
pasien menerima pelayanan kesehatan dengan mencantumkan nama, waktu dan tanda tangan
tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan. Bilamana terjadi perbaikan data, hanya dapat
dilakukan dengan batas waktu paling lama 2x24 jam semenjai data diinput.
Isi Rekam Medis adalah milik pasien dan paling sedikit terdiri atas:
a. Identitas pasien;
b. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang;
c. Diagnosis, pengobatan dan rencana tindak lanjut pelayanan kesehatan; dan
d. Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan.
23
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, LN
Tahun 2004 No.116, TLN No.4431, Penjelasan Pasal 46.
PERDAWERI 22
IV.2. Pokok-Pokok Etika dalam Memperoleh Persetujuan Tindakan Kedokteran
(Informed Consent)
Definisi:
Persetujuan tindakan kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran(preventif,
diagnostik, terapeutik atau rehabilitatif) atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap
pasien.
Dasar Hukum:
Uraian:
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor HK. 00.06.3.5.1886 tanggal 21
April 1999 tentang pedoman persetujuan tindakan medik (informed consent) mengatakan
bahwa informed consent terdiri dari kata informed yang berarti telah mendapat informasi dan
consent berarti persetujuan (izin). Yang dimaksud dengan informed consent dalam profesi
kedokteran adalah pernyataan setuju (consent) atau izin dari seseorang pasien yang diberikan
dengan bebas, rasional, tanpa paksaan (voluntary) tentang tindakan kedokteran yang akan
dilakukan terhadapnya sesudah mendapatkan informasi cukup tentang tindakan kedokteran
yang dimaksud.
Penerapan informed consent antara pihak rumah sakit dan pasien harus sesuai dengan standar
operasional prosedur. Pasal 50 Undang-Undang nomor 29 tahun 2004 menyebutkan tentang
standar prosedur operasional (SPO) yang pengertiannya adalah suatu perangkat/instruksi
langkah-langkah yang dilakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar
prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus
bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana
pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi.
PERDAWERI 23
IV.3. Pokok-Pokok Etika Perawatan Pasien dan Rujukan
PERDAWERI 24
LAMPIRAN
PERDAWERI 25