Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ETIKA HUKUM KESEHATAN

Dosen Pengampu : Rissa Nuryuniarti S.S.T.,M.H.KES

Disusun oleh :

Kelompok 1 :

- Anisa Sri Rahayu - Ela Eliawati

- Silvi Putri - Tina Nurjanah

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PRODI D3 KEBIDANAN

Jl.Tamansari Km 2,5 Kota Tasikmalaya Telp./Fax:(0265)235082


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya sehingga makalah “Konsep Kebidanan “ ini selesai dengan
baik dan tersusun rapih.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa
bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman Kami.

Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, 04 Oktober 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................................2
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................3
C. Tujuan............................................................................................................................4
D. Manfaat..........................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika hukum


Masyarakat ................................................................................6
B. Dasar Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Masyarakat.........................................7
C. Perkembangan Hukum Masyarakat............................................................8
D. Ruang Lingkup Hukum Kesehatan.................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................11
B. Saran.............................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis,
kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus di wujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam
Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Hak asasi manusia dalam bidang kesehatan diatur secara umum dalam
UndangUndang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28H ayat (1) dan Pasal
34 ayat (3). Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
berbunyi: “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan yang sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.
Pasal 34 ayat (3) berbunyi: “negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersbut maka ada beberapa yang harus ditinjai yaitu :
1. Apa pengertian dari Etika hukum kesehatan ?
2. Dasar hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan?
3. Perkembangan hukum kesehatan?
4. Ruang lingkup hukum kesehatan?
C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah mengidentifikasi mengenai Etika
hukum kesehatan
D. Manfaat
 Bagi Masyarakat
Masyarakat menjadi tau dan mengerti apa itu etika hukum kesehatan
 Bagi Tenaga Kesehatan (khususnya BIDAN)
Sebagai informasi tenaga kesehatan khususnya bidan mengenai Etika hukum kesehatan
 Bagi Institusi Pendidikan
Menambah pengetahuan referensi yang menunjang ilmu pengetahuan.
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika Hukum Kesehatan


Menurut K. Berten, kata “etika” berasal dari bahasa yunani kuno, yakni ethos
(bentuk kata tunggal) atau ta etha (bentuk kata jamak). Ethos berarti tempat tinggal, padang
rumput, kandang, kebiasaan atau adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir.
Sedangkan kata ta etha berarti adat kebiasaan. Namun, secara umum etika dimengerti sebagai
ilmu apa yang biasa kita lakukan.
Dalam kamus umum bahasa Indonesia (W.J.S Poerwandaminto, 2002) merupakan
ilmu pengetahuan tentang asas - asas akhlak (moral). Pengertian lain lagi mengenai etika dari
Prof. DR. FRANZ Magniz Suseno. Ia memberi pengertian bahwa etika adalah ilmu yang mecari
orientasi (ilmu yang member arah dan pijakan pada tindakan manusia). Apabila manusia
memiliki orientasi yang jelas, ia tidak akan hidup dengan sembarang cara atau mengikuti
berbagai pihak tetapi ia sanggup menentukan nasibnya sendiri. Dengan demikian, etika dapat
membantu manusia untuk bertanggung jawab atas kehidupannya.
Berdasarkan pengertian tadi, dapat dirumuskan pengertian etika menjadi tiga,
pertama etika merupakan sistem nilai, yakni nilai - nilai atau norma - norma moral yang menjadi
pegangan (landasan, alasan, orientasi hidup) seseorang atau kelompok orang dalam mengatur
tingkah lakunya. Kedua, etika kumpulan asas – asas akhlak (moral) atau semacam kode etik.
Ketiga, etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk. Hal ini terjadi apabila nilai -
nilai, norma - norma moral, asas - asas akhlak (moral), atau kode etik yang terdapat dalam
kehidupan suatu masyarakat menjadi bahan refleksi (pemikiran) secara menyeluruh (holisti),
sistematis, dan metodis.
Etika merupakan pemikiran kritis tentang berbagai ajaran dan pandangan moral.
Etika sering disebut filsafat moral, karena berhubungan dengan adat istiadat, norma - norma,
dan nilai - nilai yang menjadi pegangan dalam suatu kelompok atau seseorang untuk mengatur
tingkah laku.
Dua istilah, yaitu etika dan etiket dalam kehidupan sehari-hari kadang-kadang
diartikan sama, dipergunakan silih berganti. Kedua istilah tersebut memang hampir sama
pengertiannya, tetapi tidak sama dalam hal titik berat penerapan atau pelaksanaannya, yang
satu lebih luas dari pada yang lain.
Istilah etiket berasal dari kata Prancis etiquette, yang berarti kartu undangan,
yang lazim dipakai oleh raja-raja Prancis apabila mengadakan pesta. Dalam pertemuan tersebut
telah ditentukan atau disepakati berbagai peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi,
seperti cara berpakaian (tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara
bertamu dengan sikap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan formal atau
resmi. Sehingga Dewasa ini istilah etiket lebih menitikberatkan pada cara-cara berbicara yang
sopan, cara berpakaian, cara menerima tamu dirumah maupun di kantor dan sopan santun
lainnya. Jadi, etiket adalah aturan sopan santun dalam pergaulan.
Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa pengertian, yaitu merupakan
kumpulan tata cara dan sikap baik dalam pergaulan antar manusia yang beradab. Pendapat lain
mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang disetujui oleh masyarakat
tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam bertingkah laku sebagai anggota masyarakat
yang baik dan menyenangkan.
Hukum adalah peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh suatu
kekuasaan, dalam mengatur pergaulan hidup masyarakat. Pengertian Hukum Kesehatan
menurut berbagai sumber yaitu :
1. UU RI NO. 23/1992 tentang Kesehatan
Hukum Kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan
langsung dengan pemeliharaan/pelayanan kesehatan. Hal tersebut menyangkut hak dan
kewajiban menerima pelayanan kesehatan (baik perorangan dan lapisan masyarakat) maupun
dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam segala aspeknya, organisasinya, sarana,
standar pelayanan medik dan lain-lain.
2. Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia (PERHUKI)
Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan
pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan penerapannya. Hal ini menyangkut hak dan
kewajiban baik dari perorangan dan segenap lapisan masyarakat sebagai penerima pelayanan
kesehatan maupun dari pihak penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek-
aspeknya, organisasi, sarana, pedoman standar pelayanan medic, ilmu pengetahuan kesehatan
dan hukum serta sumber-sumber hukum lainnya.
Hukum kesehatan mencakup komponen–komponen hukum bidang kesehatan yang
bersinggungan satu dengan lainnya, yaitu Hukum Kedokteran/Kedokteran Gigi, Hukum
Keperawatan, Hukum Farmasi Klinik, Hukum Rumah Sakit, Hukum Kesehatan Masyarakat,
Hukum Kesehatan Lingkungan dan sebagainya (Konas PERHUKI, 1993)
3. Prof.H.J.J.Leenen
Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan
langsung pada pemberian pelayanan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata, hukum
administrasi dan hukum pidana. Arti peraturan disini tidak hanya mencakup pedoman
internasional, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi, namun ilmu pengetahuan dan
kepustakaan dapat juga merupakan sumber hukum.
4. Prof. Van der Mijn
Hukum kesehatan dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengaturan yang berkaitan
dengan pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana
dan hukum administrasi. Hukum medis yang mempelajari hubungan yuridis dimana dokter
menjadi salah satu pihak, adalah bagian dari hukum kesehatan.

B. Dasar Hubungan Hukum Dalam Pelayanan Masyarakat


Dalam pelayanan kesehatan perseorangan sesuai dengan Pasal 30 ayat (1) adalah
ditujukan untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan perseorangan dan
keluarga. Sedangkan pelayanan kesehatan masyarakat adalah ditujukan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit suatu kelompok dan masyarakat. Pelayanan
kesehatan ini adalah mendahulukan pertolongan keselamatan nyawa pasien dibandingkan
kepentingan lainnya. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara
bertanggungjawab, aman, bermutu serta merata dan nondiskriminatif, dalam bahasa (peraturan
ini) pemerintah sangat bertanggung jawab atas pelayanan kesehatan, serta menjamin standar
mutu pelayanan kesehatan.
Dengan demikian sangat jelaslah secara normatif bahwa dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan, pemerintah sangat peduli dengan adanya ketentuan-ketentuan yang berlaku
menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dengan demikian hak-hak
warga negara sebagai penerima pelayanan kesehatan tersebut (seharusnya) dapat terlindungi.
Masalah yang kemudian muncul adalah implementasi dari norma norma dan aturan
hukum yang tertuang dalam berbagai peraturan tersebut, sebab fakta-fakta lapangan
kadangkala berlainan dengan norma-norma ideal. Terlebih jika hal hal yang hendak diatur
mempunyai ciri dan spesifikasinya sendiri. Demikian pula halnya dengan (pelayanan) kesehatan,
terdapat hal-hal yang merupakan kekhasannya tersendiri, yaitu :
a. karena adanya asas ketidakpastian (uncertainly) . Artinya, seseorang tidak tahu secara pasti
kapan akan membutuhkan pelayanan kesehatan. Pada dasarnya tidak ada orang yang
menginginkan untuk jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit, yang diinginkan adalah menjadi
sehat.
b. karena adanya ketidakseimbangan informasi (asimetri informasi). Ketika seseorang jatuh sakit,
keputusan untuk membeli jasa pelayanan kesehatan sesuai kebutuhannya ada di tangan dokter
atau di tempat ia berobat (klinik, rumah sakit). Bila diminta mengikuti suatu prosedur
pembedahan, pasien boleh dikatakan tidak mengetahui apakah ia membutuhkan operasi
tersebut atau tidak. Meskipun dewasa ini telah dikenal informed consent untuk melibatkan
pasien dalam keputusan atas tindakan medis yang akan dilakukan dokter, tapi tetap saja pasien
tidak dalam posisi yang sama tahu dengan dokter yang merawatnya mengenai status
kesehatannya saat itu.
c. adanya dampak terhadap pihak lain (eksternallitas). Pendekatan untuk mengatasi masalah
kesehatan umumnya tidak hanya membawa dampak terhadap individu bersangkutan, tetapi
juga masyarakat luas. Sebagai contoh, bila sekumpulan individu telah mendapat kekebalan
akibat vaksinasi terhadap penyakit tertentu (misalnya:polio) maka secara agregat kekebalan
terhadap sekelompok penduduk di wilayah tertentu.
Akhirnya negara bebas dari polio, dan pada gilirannya diharapkan dunia juga akan bebas
dari polio. Demikian juga sebaliknya, jika penanganan penyakit tertentu tidak segera dikerjakan,
maka suatu penyakit yang pada awalnya hanya diderita oleh satu kelompok masyarakat tertentu
akan bisa meluas ke wilayah yang lain.
Selain hal tersebut di atas, Faktor lain yang juga menyebabkan jasa pelayanan kesehatan
menjadi mahal adalah laboraintensive (padatkarya). Penyediaan jasa pelayanan kesehatan
membutuhkan berbagai pendekatan disiplin ilmu dan tidak bisa disederhanakan dalam proses
produksi (otomatisasi) seperti pabrik mobil atau elektronik. Jasa dokter untuk katarak atau
sunatan massal dapat dipakai/ dilakukan secara massal, berbeda dengan hernia misalnya, tidak
bisa atau belum bisa digantikan mesin atau komputer sehingga rumah sakit dapat menawarkan
pelayanan operasi hernia murah dan massal.
Disamping, itu implikasi-iplikasi hukum terkadang muncul bersamaan dengan adanya
hubungan antara penyedia layanan kesehatan dan pengguna jasa, hal mana justru sangat sedikit
difahami oleh kalangan masyarakat secara umum. Sebutlah Kasus Prita atau kasus kasus
malpraktik lainnya. Hal yang kurang difahami oleh masyarakat (mungkin juga oleh penyedia
jasa), adalah tentang adanya hubungan hukum tersebut. Pemahaman tentang timbulnya
hubungan hukum dalam pelayanan kesehatan perorangan atau individual yang disebut
pelayanan medik, dasar hukum hubungan pelayanan medik, kedudukan hukum para pihak
dalam pelayanan medik dan resiko dalam pelayanan medik. Timbulnya hubungan hukum dalam
pelayanan medik dapat dipahami, jika pengertian pelayanan kesehatan, prinsip pemberian
bantuan dalam pelayanan kesehatan, tujuan pemberian pelayanan kesehatan dapat dipahami
sebagai memberikan rasa sehat atau adanya penyembuhan bagi si pasien.
Bagi masyarakat yang sebahagian (besar) tidak memahami, hal ini masih dapat
dianggap wajar, sebab apa yang difahami adalah bahwa hubungan antara seorang pasien dan
dokter dalam pelayanan medis masih bersifat paternalistik, yaitu seorang pasien akan senantiasa
mengikuti perkataan seorang dokter tanpa bertanya apa-apa, dengan anggapan bahwa seorang
dokter sangat mengetahui segalanya. Akan tetapi berbeda halnya bagi penyedia pelayanan
kesehatan (termasuk tenaga-tenaga kesehatan), maka mereka dianggap tahu adanya hubungan-
hubungan hukum tersebut disamping pengetahuan tentang kedudukannya yang sama di depan
hukum, yang pastinya menimbulkan konsekuensi hukum, baik itu berupa hak dan kewajiban
pasien maupun dokter atau rumah sakit. Lagi pula, perbuatan yang dilakukan oleh para
pelaksana pelayanan kesehatan itu sebenarnya merupakan perbuatan hukum yang
mengakibatkan timbulnya hubungan hukum, walaupun hal tersebut seringkali tidak disadari oleh
para pelaksana pelayanan kesehatan pada saat dilakukan perbuatan yang bersangkutan.
Pelayanan kesehatan itu sebenarnya tidak hanya meliputi kegiatan atau aktivitas profesional di
bidang pelayanan kuratif dan preventif untuk kepentingan perorangan, tetapi juga meliputi
misalnya lembaga pelayanannya, sistem kepengurusannya, pembiayaannya, pengelolaannya,
tindakan pencegahan umum dan penerangan yang kesemuanya jelas membutuhkan landasan
hukum.
Oleh sebab itu, kembali kepada penyelenggara utama pelayanan kesehatan, maka sudah
jelas berdasarkan UU. No. 36 Tahun 2009, Pemerintahlah yang paling bertanggungjawab
terhadap derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi seluruh warga negara, tanggung jawab
tersebut meliputi :
a. tanggung jawab atas ketersediaan lingkungan,tatanan, fasilitas kesehatan baik fisik maupun
sosial
b. tanggung jawab atas ketersediaan sumber dayadi bidang kesehatan yang adil dan merata bagi
seluruh masyarakat.
c. tanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan
kesehatan
d. tanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala
bentuk upaya kesehatan.
e. tanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya kesehatan yang bermutu, aman,
efisien, dan terjangkau.
f. tanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat melalui sistem jaminan sosial
nasional bagi upaya kesehatan perorangan
Dengan melihat paparan tersebut diatas, maka kepastian pelayanan kesehatan yang
tersedia secara merata di seluruh pelosok Indonesia merupakan suatu keharusan agar
masyarakat mendapatkan akses dan haknya untuk menjadi sehat. Sudah tentu hal tersebut
menjadi tanggung jawab negara yang dalam hal ini adalah pemerintah sebagai representasi
kekuasaan masyarakat . Sebab jika jawabannya setia terhadap mekanisme pasar,
konsekuensinya, swasta akan menjadi pelaku utama penyedia pelayanan. Meskipun hal tersebut
memiliki kelebihan yakni tersediannya pelayanan yang berkualitas, namun jelas tidak semua
orang mempunyai akses kepelayanan kesehatan yang canggih dan mahal.

C. Perkembangan Hukum Masyarakat


Hukum yang berkembang dalam masyarakat bukanlah hukum yang statis melainkan
hukum yang dinamis. Sesungguhnya sistem hukum bukanlah semata cuma seperangkat aturan
statis melainkan refleksi yang senantiasa berubah-ubah dari perkembangan terutama hubungan
keragaman karakteristik sosial yang hidup dalam masyarakat baik masyarakat tradisional
maupun masyarakat modern, baik perubahan secara cepat maupun perubahan secara lambat.
Sejalan dengan pemikiran bahwa hukum adalah reflektif dari keragaman karakterisitik sosial,
maka tidak ada hukum yang tidak mengalami perubahan dan perubahan itu senantiasa produk
konflik.
Ralf Dahrendorf (1976:162) dalam Sunarto mengatakan bahwa setiap masyarakat tunduk
pada proses perubahan dan perubahan ada dimana-mana, disensus dan konflik terdapat
dimana-mana, setiap unsur masyarakat menyumbang pada disintegrasi dan perubahan
masyarakat, setiap perubahan masyarakat didasarkan pada paksaan beberapa orang anggota
terhadap anggota lainnya.
Tuntutan perubahan sosial membawa dampak pada keberadaan sistem hukum yang
selama ini berada dalam keajegan. Perubahan hukum secara sunatullah, natural, dan melalui
seleksi alamiah mengalami perubahan dengan sendirinya, bukan persoalan hukum mau tidak
mau, suka atau tidak suka, tetapi kembali pada persoalan perubahan itu sendiri. Jika hukum
tidak mengalami perubahan maka akan mengalami banyak kendala baik itu yang berhadapan
langsung dengan rasa keadilan masyarakat maupun persoalan penegakan hukum (law
enforcement). Tunututan yang terjadi pada diri hukum yang harus melakukan pemulihan-
pemulihan terhadap eksistensinya dalam masyarakat akan member konsekuensi berbeda pada
perubahan hukum yang akan dilakukan. Selama perubahan hukum itu responsif dan mengikuti
irama hukum yang hidup dalam masyarakat, maka hukum akan selalu selaras dengan kehidupan
masyarakat.
Bagaimana pun juga, hukum itu sesungguhnya berhakikat sebagai organisme yang hidup
(es ist und wird mit dem volke) seperti yang dikatakan Von Savigny bahwa hukum akan tetap
hidup dan berkembang berseiring dengan perkembangan masyarakat, atas dasar otoritasnya
sendiri yang moral. Dalam hal ini hukum harus tetap berfungsi atau berarti bagi kemaslahatan,
keteraturan, serta ketertiban masyarakat.
Suatu pendekatan lain terhadap arti hukum dilakukan dengan menelaah fungsi yang
harus dipenuhi oleh hokum. E. Adamson Hobel dan Karl Llewellyn menyatakan bahwa hukum
mempunyai fungsi yang pentingdemi keutuhan masyarakat, fungsi-fungsi itu adalah sebagai
berikut :
1. Menetapkan hubungan antara para warga masyarakat, dengan menetapkan perikelakuan
mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang.
2. Membuat alokasi wewenang (authority) dan menetukan dengan seksama pihak-pihak yang
secara sah dapat melakukan paksaan dengan sekaluigus memilih sanksi-sanksi yang tepat danh
efektif.
3. Disposisi masalah-masalah sengketa
4. Menyesuaikan pola-pola hubungan dengan perubahan-
perubahan kondisi kehidupan.
Perubahan pada diri hukum ini sesungguhnya berfungsi menjembatani keinginan-
keinginan manusia agar tidak timbul perilaku yang anarkis, destruktif, kondisi chaos, yang sangat
melelahkan masyarakat kita, terutamaa masyarakat kelas bawah atau grass root. Apa yang kita
inginkan dari suatu perubahan adalah pemulihan pada keadaan yang lebih baik dan bukan
sebaliknya. Secara natural pula bahwa perubahan yang kita inginkan bukan pada hasil
secepatnya, seperti membalik telapak tangan. Perubahan yang terjadi pada hukum adalah
persoalan kemasyarakatan, persoalan sosiologis, yang tidak dapat sterlil dari kekuasaan politik,
keinginan pribadi, faktor ekonomi, dan sebagainya.
Perekayasaan hukum Indonesia baru secara formal dimulai sejak berlakunya UUD 1945.
Perekayasaan sebagaimana tercantum dalam UUD meliputi baik perekayasaan hukum maupun
perekayasaan sosial. Bertemunya perekayasaan dalam satu dokumen hukum dasar perlu
dihargai sebagai suatu kearifan tersendiri, karena ia memberikan fasilitas yang cukup kepada kita
untuk membuat perencanaan hukum secara menyeluruh, lengkap serta terpadu. Penilaian
tersebut didasarkan pada pesan dan peringatan para pembuat UUD agar dalam m e m b a n g u
n h u k u m I n d o n e s i a k it a m e m p e r h a t ik a n d i n a m i k a kehidupan masyarakat dan
Negara Indonesia.
Apabila kita ingin membangun hukum Indonesia baru melalui jalan yang ditunjukkan
oleh UUD, kita dituntut untuk memperhatikan dengan seksama suasana, perubahan, serta
dinamika sosial yang berlangsung dalam masyarakat. Dengan demikian kita bisa melontarkan
berbagai pertanyaan pendahuluan untuk memperoleh gambaran tentang semua keadaan
masyarakat. Pada tahap ini kita diminta untuk menjalankan peran sebagai analisis sosial untuk
bisa menangkap keadaan masyarakat serta kecenderungan-kecenderungan perkembangannya.
Hukum sebagai rekayasa sosial atau sarana rekayasa sosial merupakan fenomena yang
menonjol pada abad ke-20. Tidak seperti halnya dalam suasana tradisional, dimana hukum lebih
merupakan pembadanan dari kaidah-kaidah sosial yang sudah tertanam dalam diri masyarakat,
hukum sekarang sudah menjadi sarana yang sarat dengan keputusan politik. Dengan demikian
hukum berubah menjadi sarana implementasi keputussan politik dan dengan demikian
kehilangan akarnya pada kehiddupan tradisional. Dewasa ini hokum tidak lagi melihat ke
belakang, melainkan ke depan dengan cara banyak melakukan perubahan terhadap keadaan kini
menuju kepada masa depan yang dicita-citakan. Dengan demikian hukum bukan lagi
mempertahankan status quo, melainkan banyak melakukan perubahan sosial.
Penggunaan paradigma rekayasa sosial menekankan pada efektivitas hukum, yang
umumnya diabaikan pada studi hukumtradisional yang lebih menekankan kepada struktur dan
konsistensi rasional dari sistem hukum. Dengan memperhatikan perihal efektivitas hukum maka
perihal studi hukum menjadi melebar dan melampaui kajian tradisional yang hanya menekankan
pada masalah legalitas dan legitimasi saja. Membicarakan efektivitas hukum hanya dapat
dilakukan dengan pendekatan sosiologis, yaitu mengamati interaksi antara hukum dengan
lingkungan sosialnya. Hukum tidak dapat dilihat sebagai institusi yang steril, melainkan
senantiasa diuji kehadirannya dan karya-karyanya dari hasil dan akibat yang ditimbulkannya
dalam kehidupan masyarakat luas.
Perubahan hukum yang kemudian dapat merubah suatu pandangan/sikap dan kehidupan suatu
masyarakat berasal dari stimulus sebagai berikut :16
1. Berbagai perubahan secara evolutif terhadap norma-norma dalam masyarakat
2. Kebutuhan dadakan dari masyarakat karena adanya keadaan khusus atau keadaan darurat
khususnya dalam hubungan dengan distribusi sumber daya atau dalam hubungannya dengan
standar baru tentang keadilan
3. Atas inisiatif dari sekelompok kecil masyarakat yang dapat melihat jauh ke depan yang
kemudian sedikit demi sedikit mempengaruhi pandangan dan cara hidup masyarakat.
4. Ada ketidakadilan secara teknikal hokum yang meminta diubahnya hukum tersebut
5. Ada ketidaksonsistenan dalam tubuh hokum yang juga meminta perubahan terhadap hokum
tersebut
6. Ada perkembangan pengetahuan dan teknologi yang memunculkan bentukan baru terhadap
bidang hukumtertentu, seperti alat bukti baru untuk membuktikan sesuatu fakta.
D. Ruang Lingkup Hukum Kesehatan
Salah satu unsur terpenting dari perkembangan suatu negara adalah index kesehatan
warga negaranya yang baik, untuk itu setiap negara harus memiliki sistem pengaturan
pelaksanaan bidang kesehatan tersebut agar tujuan menyehatkan masyarakat tercapai. System
pengaturan tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan perundang- undangan yang nantinya
dapat dijadikan sebagai pedoman yuridis dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada warga
negara. Untuk itu pemahaman tentang hokum kesehatan sangat penting tidak hanya bagi
profesi tenaga kesehatan dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan kesehatan tetapi juga
bagi pihak akademisi dan praktisi hukum. Pemahaman hukum kesehatan sangat penting untuk
diketahui agar dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan sesuai dengan prosedur yang telah buat
oleh pihak tenaga kesehatan dan apabila terdapat kesalahan dalam pelayanan kesehatan
(malpraktek medis) dapat diselesaikan dengan pengetahuan hukum kesehatan tersebut. Secara
terminologis, istilah Hukum Kesehatan sering disamakan dengan istilah Hukum Kedokteran. Hal
ini dikarenakan hal-hal yang dibahas dalam mata kuliah Hukum Kesehatan di berbagai Fakultas
Hukum di Indonesia pada umumnya hanya memfokuskan pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan dunia kedokteran dan lebih banyak membahas hal-hal yang berkaitan dengan Hukum
Kedokteran atau Hukum Medis. Padahal lingkup pembahasan Hukum Kesehatan lebih luas
daripada Hukum Kedokteran.
Bidang ilmu lain yang berkaitan erat dengan Hukum Kesehatan khususnya Hukum Kedokteran
adalah Kedokteran Kehakiman. Sering orang memcampuradukkan pengertian antara Hukum
Kedokteran dengan Kedokteran Kehakiman atau Kedokteran Forensik. Oleh karena itu, secara
terminologis, ketiga istilah tersebut dapat dibedakan sebagai berikut :
˥ Hukum Kesehatan :
» HealthLaw (OrganisasiKesehatanDunia atau WHO)
» Gesuntheits recht (Jerman)
» Gezondheids recht (Belanda)
˥ Hukum Kedokteran :
» Medical Law (Inggris, AS)
» Droit Medical (Perancis, Belgia)
˥ Kedokteran Kehakiman;Kedokteran Forensik:Forensic Medicine
Jika dibandingkan lebih lanjut terlihat bahwa :
˥ Kedokteran Forensik (Forensic Medicine) atau Kedokteran
Kehakiman (Gerechtelijke Geneeskunde) merupakan suatu cabang ilmu Kedokteran (termasuk
disiplin medis) yang bertujuan untuk membantu proses peradilan, karena adanya Visum et
Repertum yang dibuat oleh dokter atau ahli forensik, yang digunakan sebagai pengganti barang
bukti dalam proses hukum(acara pidana) di pengadilan.
˥ Hukum Kesehatan (Health Law) meliputi juga Hukum Kedokteran (Medical Law) yang obyeknya
adalah Pemeliharaan Kesehatan (Health Care) secara luas, dan termasuk di dalam disiplin ilmu
Hukum.
˥ Hukum Kedokteran atau Hukum Medis (Medical Law) :
» merupakan suatu cabang ilmu hukum yang menganutprinsip-prinsip hukum di samping disiplin
medis yang berfungsi untuk mengisi bidang-bidang tertentu yang diperlukan oleh hukum medis;
» Obyeknya adalah pelayanan medis;
» Merupakan bagian dari Hukum Kesehatan yang meliputi ketentuan-ketentuan yang
berhubungan langsung dengan pelayanan medis;
» Merupakan Hukum Kesehatan dalam arti sempit;
» Dalam arti luas, Medical Law adalah segala hal yang dikaitkan dengan pelayanan medis, baik
dari perawat, bidan, dokter gigi, laboran, dan semua yang meliputi ketentuan hukum di bidang
medis;
» Dalam arti sempit, Medical Law adalah Artz recht yaitu meliputi ketentuan hukum yang hanya
berhubungan dengan profesi dokter saja (tidak dengan dokter gigi,
Hukum Kesehatan tidak terdapat dalam suatu bentuk peraturan khusus, tetapi tersebar
pada berbagai peraturan dan perundang-undangan. Ada yang terletak di bidang hukum
pidana, hukum perdata, dan hukum administrasi, yang penerapan, penafsiran serta
penilaian terhadap faktanya adalah di bidang kesehatan atau pun medis.
Ruang lingkup Hukum Kesehatan meliputi antara lain :
˥ Hukum Kedokteran/Hukum Medis (Medical Law)
˥ Hukum Keperawatan (Nurse Law)
˥ Hukum Rumah Sakit (Hospital Law)
˥ Hukum Pencemaran Lingkungan (Environmental Law)
˥ Hukum Limbah ( tentang Industri; Rumah Tangga; dsb.)
˥ Hukum Polusi (Polution Law tentang Bising; Asap; Debu; Bau; Gas yang mengandung racun;
dsb)
˥ Hukum Peralatan yang menggunakan X-Ray seperti Cobalt; Nuclear, dsb.
˥ Hukum Kesehatan dan Keselamatan Kerja
˥ Berbagai peraturan yang berkaitan langsung dengan hal-hal yang mempengaruhi
kesehatan manusia.

Anda mungkin juga menyukai