Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU BEDAH November 2021

UNIVERSITASTADULAKO REFERAT
FAKULTASKEDOKTERAN

“Tumor Colon Ascenden”

Nama : Isra Nofitri


No. Stambuk : N 111 19 072
Pembimbing : dr. Agung Kurniawan, Sp.B-KBD, M.Kes

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2021

1
2
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan


bahwa: Nama : Isra Nofitri
No.Stambuk : N 111 19 072
Fakultas : Kedokteran
ProgramStudi : Pendidikan Dokter
Universitas :Tadulako
Referat : Tumor Colon Ascenden
Bagian : Bagian Ilmu Penyakit Bedah

Bagian Ilmu Penyakit


Bedah RSUD UNDATA
PALU
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran UniversitasTadulako

Palu, November 2021


Pembimbing Mahasiswa

dr. Agung Kurniawan, Sp.B-KBD, M.Kes Isra Nofitri

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan pertumbuhan sel-sel jaringan tubuh
tidak normal, menginfiltrasidan menekan jaringan tubuh sehingga mempengaruhi organ tubuh.
Kanker merupakansalah satu penyakit yang banyak menimbulkan kematian pada manusia. Pada
tahun 2015, terhitung ada 8,8jutakematian akibat kanker dan kanker kolorektal sendiri
menempati posisi ketiga dengan 774.000 kematian.
Colon adalah organ yang berfungsi untuk menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi
mucus, serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Secara embriologik kolon
kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai rektum berasal dari usus belakang.
Kolon dibagi menjadi kolon asendens, transversum dan sigmoid.Tempat di mana kolon
membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan
fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk
suatu lekukan berbentuk S.
Kanker kolon merupakan salah satu penyakit neoplasma yang tumbuh di dalam struktur
saluran usus besar. Kanker kolon adalah kanker ganas yang berasal dari lapisan mukosa kolon
dan rektum, menyerang daerah usus besar (kolon) dan daerah di antara usus besar dan anus
(rektal), karena kedua daerah tersebut memiliki banyak persamaan, maka sering bersama-sama
disebut dengan kanker kolorektal (KKR). Kanker kolon umumnya ditemukan pada usia diatas 40
tahun, namun ternyata dapat menyerang pada pasien dengan komplikasi penyakit sindrom
Gardner, sindrom Turcot, colitis ulseratif, koloitis granulomatosa, serta pada poliposis multiple
familial.Menurut data WHO sendiri, diperkirakan sekitar 700.000 orang meninggal karena
kanker kolorektal ini setiap tahunnya yang berarti sekitar 2.000 orang meninggal setiap harinya.
Pada tahun 2003-2007 jumlah pasien kanker kolon dibawah umur 40 tahun di Indonesia rata-rata
mencapai 28,71% danmenempati urutan ke-10 setelah kanker cervix, payudara, kelenjar getah
bening, kulit, nasofaring, ovarium, jaringan lunak dan tiroid.Kanker kolon merupakan kanker
urutan ketiga yang lebih banyak menyerang pria dari pada Wanita dari seluruh penderita kanker
di dunia.
Faktor yang memiliki pengaruh dalam perkembangan kanker kolon yaitu interaksi dari
faktor lingkungan serta faktor genetis. Kanker kolon terjadi karena abnormalitas sel
yangdiakibatkan oleh mutasi DNA. Sel yang termutasi akan membentuk klon dan berproliferasi
secara tidak normal. Jaringan abnormalitas sel pada kanker kolon terlihat dari beberapa ekspresi
4
protein contohnya nitrotyrosine dan Nitric Oxide Synthases (iNOS) yang menunjukkan bahwa
terdapat inflamasi pada perkembangan sel kanker kolon.
Diperkirakan ada 19.3 juta kasus baru dan 10 juta kematian akibat kanker diseluruh dunia
pada tahun 2020, pada kanker colon didapatkan kasus baru sekitar 1.148.515 atau sekitar 6.0%
dan untuk kasus kematian baru didapatkan 576.858 atau 5.8%.
Diseluruh dunia, tingkat insiden untuk semua kanker gabungan adalah 19% lebih tinggi
pada pria dibandingkan pada wanita pada tahun 2020, meskipun tingkat bervariasi di seluruh
wilayah. Diantara pria, tingkat kejadian berkisar hampir 5 kali lipat dan wanita angkanya
bervariasi hampir 4 kali lipat. Insidensi pada pria didapatkan 600.896 kasus, dan kematian
didapatkan 302.117. Sedangkan pada wanita didapatkan insiden sekitar 547.619 kasus dan
kematian 274.741 kasus.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Colon


Kolon mempunyai panjang ± 1,5 meter dan terbentang dari sekum sampai
dengan rektum. Diameter terbesarnya ± 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi ±
2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum.
Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang disebut taenia koli.
Panjang taenia lebih pendek daripada kolon itu sendiri sehingga kolon berlipat-lipat
dan berbentuk seperti kantong yang dinamakan haustra.
Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri
sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,
transversum dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam yaitu
pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan
fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu
lekukan berbentuk S.
Colon terdiri dari caecum, appendix, colon ascendens, colon transversum, colon
descendens, colon sigmoideum dan rektum serta anus. Mukosa anus besar terdiri dari
epitel selapis silindris dengan sel goblet dan kelenjar dengan banyak sel goblet,
sedangkan pada lapisan submucosa tidak mempunyai kelenjar. Otot bagian sebelah
dalam sirkuler dan sebelah luar longitudinal yang terkumpul pada tiga tempat
membentuk taenia colli. Lapisan serosa membentuk tonjolan-tonjolan kecil yang
sering terisi lemak yang disebut appendices epiploicae. Di dalam lapisan mukosa dan
submucosa terdapat banyak kelenjar limfa, terdapat lipatan-lipatan yaitu plica
semilunaris. Di antara dua plica semilunares terdapat saku yang disebut haustra colli.

6
Colon ascendens memiliki panjang sekitar 13 cm dan terletak di
retroperitoneum yang dimulai dari caecum pada fossa iliaca dextra sampai flexura
coli dextra pada dinding dorsal abdomen sebelah kanan, terletak di sebelah ventral
ren dextra dan hanya bagian ventral ditutup oleh peritoneum visceral. Colon
transversum memiliki panjang sekitar 38 cm yang berjalan dari flexura coli dextra
sampai flexura coli sinistra. Bagian kanan memiliki hubungan dengan duodenum dan
pankreas di sebelah dorsal, sedangkan di bagian kiri lebih bebas. Flexura coli sinistra
letaknya lebih tinggi dari pada kanan pada polus cranialis ren sinistra serta memiliki
sudut lebih tajam dan kurang mobile. Flexura coli dextra erat hubungannya dengan
facies visceralis hepar (lobus dextra bagian caudal) yang terletak di sebelah ventral.
7
Arterialisasi colon transversum didapat dari arteri colica media yang berasal dari
arteri mesenterica superior pada 2/3 proksimal, sedangkan 1/3 distal dari colon
transversum mendapat arterialisasi dari arteri colica sinistra yang berasal dari arteri
mesenterica inferior. Colon descendens memiliki panjang sekitar 25 cm yang dimulai
dari flexura coli sinistra sampai fossa iliaca sinistra dan terletak retroperitoneal
karena hanya dinding ventralnya saja yang diliputi peritoneum. Arterialisasi didapat
dari percabangan arteri colica sinistra dan cabang arteri sigmoid yang merupakan
percabangan dari arteri mesenterica inferior. Colon sigmoideum memiliki
mesosigmoideum sehingga letaknya intraperitoneal dan terletak di dalam fossa iliaca
sinistra. Radix mesosigmoid memiliki perlekatan yang variabel pada fossa iliaca
sinistra. Colon sigmoid melanjutkan diri ke dalam rectum pada dinding mediodorsal
pada aditus pelvis di ventral os sacum. Arterialisasi diapat dari percabangan arteri
sigmoidae dan arteri haemorrhoidalis superior yang merupakan percabangan dari
arteri mesenterica inferior.
Sekum, colon asenden, dan bagian kanan colon transversum diperdarahi oleh
cabang arteri mesenterika superior, yaitu arteri ileocolica, arteri colica dextra, dan
arteri colica media
Vaskularisasi kolon oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior dan arteri
mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang memberi
cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal arteri adalah
arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica sinistra dan
arteri sigmoidae. Hanya arteri colica sinistra dan arteri sigmoideum yang merupakan
cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri mesenterica
superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali arteri colica
media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum dan
mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama dengan
arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena mengikuti
pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri
mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir
menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan
nn. mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus
intestinalis.

8
9
Drainase limfatik juga dinamakan sesuai dengan arterinya. Drainase limfatik
dimulai dari jaringan-jaringan limfatik dari muskularis mukosa. Pembuluh limfa dan
limfonodusnya dinamakan sesuai dengan arteri regional yang ada. Limfonodus epikolik
ditemukan pada dinding usus dan pada epiploika. Nodus yang berdekatan pada arteri
disebut limfonodus parakolika. Limfonodus intermediet terletak pada cabang utama
pembuluh darah besar; limfonodus primer terletak pada arteri mesenterika superior atau
inferior.

2.2 Epidemiologi
Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kedua dari kematian akibat
keganasan di Amerika Serikat. Diperkirakan 5% dari penduduk Amerika Serikat
menderita karsinoma kolorektal dan 40 % nya akan meninggal akibat penyakit ini.
Terdapat 134.000 kasus baru dan 55.000 kematian terjadi tiap tahunnya. Karsinoma
kolorektal hampir seluruhnya adalah adenokarsinoma, yang cenderung membentuk
massa eksofitik yang besar, atau lesi yang annular. Diperkirakan setengah dari kanker
ini berlokasi pada regio rectosigmoid; seperempatnya berlokasi di proximal caecum
dan colon asenden. Kini diyakini bahwa mayoritas karsinoma colorektal muncul dari
transformasi malignan dari polip adenomatous.
Insidensi karsinoma kolon dan rektum cukup tinggi di Indonesia, demikian
dengan angka kematiannya. Insidens pada pria sebanding dengan wanita, dan lebih
banyak pada orang muda. Sekitar 75% diemukan di rektosigmoid. Di negara barat

10
perbandingan lelaki : wanita = 3 : 1, kurang dari 50% ditemukan di rektosigmoid dan
merupakan penyakit orang usia lanjut. Pemeriksaan colok dubur merupakan penentu
karsinoma rektum.

2.3 Patofisiologi
Mutasi dapat menyebabkan aktivasi dari onkogen (k-ras) dan atau
inaktivasi dari gen supresi tumor ( APC, DCC deleted in colorectal carcinoma,
p53). Karsinoma kolorektal merupakan perkembangan dari polip adenomatosa
dengan akumulasi dari mutasi ini.

Perkembangan menuju karsinoma


Defek pada gen APC yang merupakan pertama kali dideskripsikan pada pasien
dengan FAP. Dengan meneliti dari populasi ini, maka karakteristik mutasi dari gen APC
dapat diidentifikasi.Mereka sekarang diketahui ada dalam 80% kasus sporadik kanker
kolorektal. Gen APC merupakan gen supresi tumor. Mutasi pada setiap alel diperlukan
untuk pembentukan polip. Mayoritas dari mutasi ialah prematur stop kodon yang
menghasilkan truncated APC protein. Inaktivasi APC sendiri tidak menghasilkan
karsinoma.Akan tetapi, mutasi ini menyebabkan akumulasi kerusakan genetik yang
menghasilkan keganasan. Tambahan mutasi pada jalur ini ialah aktivasi onkogen K-ras
dan hilangnya gen supresi tumor DCC dan p53.
K-ras diklasifikasikan sebagai proto onkogen karena mutasi 1 alel siklus sel. Gen
K-ras menghasilkan produk G protein yang akan menyebabkan transduksi signal
intraceluler. Ketika aktif, K-ras berikatan dengan guanosine triphosphate (GTP) yang
dihidrolisis menjadi guanosis diphosphate (GDP) kemudian menginaktivasi G
11
protein.Mutasi K-ras menyebabkan ketidakmampuan dalam hidrolisis GTP yang
menyebabkan G protein aktiv secara permanen.Hal ini yang menyebabkan pemecahan sel
yang tidak terkontrol.
DCC adalah gen supresi tumor dan kehilangan semua alelnya diperlukan untuk
degenerasi keganasan, mutasi DCC terjadi pada lebih dari 70% kasus karsinoma
kolorektal dan memiliki prognosis negatif. Gen supresi tumor p-53 sudah banyak
dikarakteristikan dalam banyak keganasan. Protein p53 penting untuk menginisiasi
apoptosis dalam sel pada kerusakan genetik yang tidak dapat diperbaiki.Mutasi p53
diperlihatkan dalam 75% kasus.

Perubahan genetik dan gambaran klinis

Jalur genetik
Terdapat 2 jalur utama dalam inisasi dan progesi dari tumor yaitu jalur
LOH dan jalur replication error (RER). Jalur LOH dikarakteristikan dengan delesi
12
pada kromosom dan tumor aneuploidi. 80% dari karsinoma kolorektal merupakan
mutasi dari jalur LOH, sisanya merupakan mutasi jalur RER yang
dikarakteristikan dengan kesalahan pasangan sewaktu replikasi DNA. Beberapa
gen sudah diidentifikasi sebagai sesuatu yang penting dalam mengenali dan
memperbaiki kesalahan replikasi. Kesalahan pencocokan gen yaitu include
hMSH2, hMLH1, hPMS1, hPMS2, dan hMSH6/GTBP. Mutasi satu dari beberapa
gen ini merupakan predisposisi dalam mutasi sel yang dapat terjadi pada proto
onkogen ataupun gen supresi tumor. Jalur RER berhubungan dengan instabilitasi
mikrosatelit. Tumor dengan instabilitas mikrosateliti memiliki karakteristik yang
berbeda dari jalur LOH. Tumor ini lebih banyak terdapaat pada bagian kanan dan
memiliki prognosis yang lebih baik. Tumor yang berasal dari LOH terjadi pada
kolon distal dan berprognosis lebih buruk.
Kanker kolon dan rectum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari
lapisan epitel usus) dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan
menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur
sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke dalam
tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Neoplasma primer  adenokarsinoma
Secara makroskopik terdapat tiga tipe karsinoma kolon dan rektum, yaitu :
1. Tipe polipoid atau vegetatif yang tumbuh menonjol kedalam lumen usus,
berbentuk kembang kol dan ditemukan terutama di daerah sekum dan kolon
asendens.
2. Tipe skirus mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis dan gejala
obstruksi, terutama ditemukan di daerah kolon desendens, sigmoid dan
rektum.
3. Bentuk ulseratif terjadi karena nekrosis di bagian sentral terdapat di rektum.

2.4 Faktor Resiko


Secara umum perkembangan KKR merupakan interaksi antara faktor lingkungan
dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap predisposisi genetik
atau defek yang didapat dan berkembang menjadi KKR.

13
Terdapat banyak faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan risiko
terjadinya KKR; faktor risiko dibagi menjadi dua yaitu faktor yang dapat
dimodifikasi dan yang tidak dapat dimodifikasi. Termasuk di dalam faktor risiko
yang tidak dapat dimodifikasi adalah riwayat KKR atau polip adenoma individual
dan keluarga, dan riwayat individual penyakit kronis inflamatori pada usus. Yang
termasuk di dalam faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah inaktivitas, obesitas,
konsumsi tinggi daging merah, merokok dan konsumsi alkohol.
Pencegahan kanker kolorektal dapat dilakukan mulai dari fasilitas kesehatan
layanan primer melalui program KIE di populasi/masyarakat dengan menghindari
faktor-faktor risiko kanker kolorektal yang dapat di modifikasi dan dengan
melakukan skrining atau deteksi dini pada populasi, terutama pada kelompok risiko
tinggi.
Beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian kanker colorektal.
a. Umur
Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini
menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70
tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada
orang yang memiliki riwayat colitis ulseratif atau polyposis familial.
b. Faktor Genetik
Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan disebabkan oleh faktor
lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi
bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker colorectal.
Risiko terjadinya kanker colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah
sekitar 3 kali dibandingkan pada populasi umum.10 Banyak kelainan genetik yang
dikaitkan dengan keganasan kanker colorectal diantaranya sindrom poliposis.
Namun demikian sindrom poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker
colorectal. Selain itu terdapat Hereditary Non-Poliposis Colorectal Cancer
(HNPCC) atau Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal.
c. Faktor Lingkungan
Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor genetik
dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa lingkungan berperan
penting pada kejadian kanker colorectal. Risiko mendapat kanker colorectal
meningkat pada masyarakat yang bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker
14
colorectal yang rendah ke wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi.
Hal ini menambah bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan
berpengaruh pada karsinogenesis.
d. Faktor Makanan
Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker
colorectal.Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat menurunkan
risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40% dibandingkan orang yang hanya
mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang yang banyak mengkonsumsi daging merah
(misal daging sapi, kambing) atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi
atau lebih) akan mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%
dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per minggu. 12 Waktu
transit yang pendek, menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa
colorectal menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di colon
dan rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu
sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa colorectal,
sehingga timbulnya karsinoma colorectal dapat dicegah.
e. Polyposis Familial
Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom.Insiden pada
populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip bervariasi 100-10.000
dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini biasanya mirip dengan polip
adenomatosun bertangkai atau berupa polip sesil, akan tetapi multipel tersebar
pada mukosa colon. Sebagian dari poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai
keluhan sakit di abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan
kecil yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja dan
awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak diobati adalah
sekitar 90% pada usia 40 tahun.
f. Polip Adenoma
Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar.Insiden terbanyak pada umur
sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada semua umur dan laki-laki
lebih banyak dibanding dengan perempuan. Polip adenomatosum lebih banyak
pada colon sigmoid (60%), ukuran bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak
berukuran 1 cm. Polip terdiri dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip
dengan ukuran 1,2 cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma. Semakin
15
besar diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan.Perubahan dimulai
dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada epitel
kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip. Risiko terjadinya
kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran dan jumlah polip.
g. Adenoma Vilosa
Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10% adenoma colon.
Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan biasanya berupa massa papiler,
soliter, tidak bertangkai dan diameter puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran
basis polip. Adenoma vilosa mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%.
Adenoma dengan diameter lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%.
Semakin besar diameter semakin tinggi pula insiden kanker.
h. Colitis Ulserosa
Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang berhubungan dengan
colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6% pada 30 tahun, dan 10,8% pada
50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan mikroabses pada kripta mukosa colon
dan beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul
pseudopolip yaitu penonjolan mukosa colon yang ada diantara
ulkus.Perjalananpenyakit yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai
adanya pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma.Pada kasus
demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi.Tujuannya adalah mencegah
terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit yang sering berulang-
ulang.Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi colitis ulserosa sifatnya lebih
ganas, cepat tumbuh dan metastasis.

16
2.5 Gambaran Klinis
Pasien dengan karsinoma kolorektal umumnya memberikan keluhan berupa
gangguan proses defekasi (Change of bowel habit), berupa konstipasi atau diare,
perdarahan segar lewat anus (rectal bleeding), perasaan tidak puas setelah buang air
besar ( tenesmus), buang air besar berlendir( mucoid diarrhea), anemia tanpa sebab
yang jelas, dan penurunan berat badan. Adanya suatu massa yang dapat teraba
dalam perut juga dapat menjadi keluhan yang dikemukakan.
Manifestasi klinik karsinoma kolon tergantung dari bentuk makroskopis dan letak
tumor. Bentuk polipoid (cauli flower) dan koloid (mukoid) menghasilkan banyak
mukus, bentuk anuler menimbulkan obstruksi dan kolik, sedangkan bentuk infiltratif
(schirrhus) tumbuh longitudinal sesuai sumbu panjang dinding rektal dan bentuk
ulseratif menyebabkan ulkus ke dalam dinding lumen.
Karsinoma yang terletak di kolon ascenden menimbulkan gejala perdarahan samar
sedangkan tumor yang terletak di rektum memanifestasikan perdarahan yang masih
segar dan muncul gejala diare palsu.

17
Karsinoma Colon Ascendens
Colon Ascenden memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi
fecal ialah air. Umumnya pasien dengan karsinoma pada caecum atau pada ascending
colon biasanya memperlihatkan gejala nonspesifik seperti kekurangan zat besi
(anemia). Kejadian anemia ini biasanya meningkatkan kemungkinan terjadinya
karsinoma colon yang belum terdeteksi, yang lebih cenderung berada di proksimal
daripada di colon distal. Beberapa tanda gejala yang terlihat yaitu berat badan yang
menurun dan sakit perut pada bagian bawah yang relatif sering, tetapi jarang terjadi
pendarahan di anus. Pada 50-60% pasien terdapat massa yang teraba di sisi kanan
perut.
Pada karsinoma kolon kanan jarang terjadi stenosis dan feces masih cair sehingga
tidak ada faktor obstruksi.
Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal :

18
Kolon kanan :
- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia
- Tes darah samar pada feses
- Gejala dispepsia
- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten
- Teraba massa abdominal

19
2.6 Klasifikasi
Secara makroskopik, karsinoma kolon dibedakan atas 4 tipe yaitu :1,13
1. Nodular:
Keganasan ini berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke lumen kolon,
dengan permukaan yang bernodul-nodul. Biasanya tak bertangkai dan meluas ke
dinding kolon.Sering juga terjadi ulserasi, dimana dasar ulkus menjadi nekrotik,
tepi ulkus naik, dan mengalami indurasi. Di daerah sekum bentuk tumor mungkin
tumbuh menjadi suatu massa yang besar, tumbuh menjadi fungoid dengan
permukaan ulkus mengeluarkan pus dan darah.
2. Koloid/ mukoid:
Bentuk ini tumbuhnya mengalami degenarasi mukoid sehingga menghasilkan
banyak mukus.

3. Scirrhous/ infiltratif:
Bentuk ini mempunyai reaksi fibrous yang sangat banyak, sehingga terjadi
pertumbuhan yang keras dan melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi
kolon dan membentuk napkin ring.
4. Papillari /polipoid/ cauli flower:
Tipe ini merupakan pertumbuhan yang sering berasal dari papiloma simpel atau
adenoma.
Secara mikroskopis, bentuk adenokarsinoma merupakan jenis terbanyak yang
berasal dari epitel kolon. Bentuk yang berdiferensiasi sempurna mempunyai struktur
terdiri dari kelenjar, di mana terdapat pembengkakan sel-sel skuamosa dengan inti
yang hipokromasi. Sel-sel tumor ini mengalami mitosis yang cepat. Bentuk yang
kurang berdiferensiasi , sel-sel tumor terlihat dalam suatu massa.

Berdasarkan diferensiasi sel, dibuat klasifikasi dalam 4 tingkat:


 Grade I : Sel-sel anaplastik < 25%

20
 Grade II : Sel-sel anaplastik 25-50%
 Grade III : Sel-sel anaplastik 50-75%
 Grade IV : Sel-sel anaplastik > 75%

2.7 Staging

Metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan kedalaman


penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M ada
tidaknya metastase jauh. Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis
atau kelenjar getah bening (KGB) dianggap sebagai stadium A (T 1N0M0). Bila
tumor yang masuk lebih dalam namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan
sebagai stadium B1 (T2N0M0). Bila tumor terbatas sampai lapisan muskularis
disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila tumor menginfiltrasi serosa dan KGB disebut
stadium C (TXN1M0), bila terdapat status anak sebar di hati, paru, atau tulang
mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status metastasis belum dapat dipastikan
maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskopik
terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan stadium. Umumnya
rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah pembedahan sehingga
harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator kesembuhan. Indikator
buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah menjalani operasi.
Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional

21
atau ke hati melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling
sering mendapat anak sebar kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker
kolorektal yang rekuren disertai metastase ke hati dan duapertiga pasien kanker
kolorektal ditemukan metastase ke hati pada waktu meninggal. Kanker kolorektal
jarang bermetastasis ke paru. KGB superklavikula tulang atau otak tanpa
ditemukan anak sebar di hati terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor
dapat terletak di distal rektum, sel tumor dapat menyebar melalui pleksus vena
paravertebra kemudian dapat mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa
melalui sistem vena porta. Rata-rata harapan hidup setelah ditemukan metastase
berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan gangguan pada hati) atau 20-30 bulan
(nodul kecil di hati yang ditandai oleh peningkatan CEA dan gambaran CT-scan).
T – Tumor primer
 Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai
 T0: Tidak ada tumor primer
 Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial
 T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa
 T2: Invasi tumor di lapisan otot propria
 T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke
perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal
 T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau peritoneum
viseral.

N – Kelenjar limfe regional


 Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai
22
 N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional
 N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal
 N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal
 N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan atau
pada kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).
M – Metastase jauh
 Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai
 M0: Tidak ada metastase jauh
 M1: Terdapat metastase jauh5

Stadium Dukes Modifikasi Astler Coller


 Stadium A : Tumor berbatas pada lapisan mukosa
 Stadium B1 : Tumor menginvasi sampai lapisan muskularis propria
 Stadium B2 :Tumor menginvasi menembus lapisan muskularis propria
 Stadium C1 : Tumor B1 dan ditemukan metastasis KGB
 Stadium C2 : Tumor B2 dan ditemukan metastasis KGB
 Stadium D : Tumor bermetastasis jauh

Stadium
Deskripsi Histopatologi
Dukes TNM Derajat

Carcinoma in situ: invasi intraepithelial atau sebatas


A TisN0M0 0
lapisan mukosa

A T1N0M0 IA Kanker terbatas pada mukosa/submukosa

B1 T2N0M0 IB Kanker mancapai muskularis propia


Kanker cenderung untuk masuk atau melewati lapisan
B2 T3N0M0 II A
serosa
Kanker menginvasi organ atau struktur disekitarnya
B2 T4N0M0 II B
atau menginvasi sampai peritoneum visceral

23
C1 TXN1M0 III A Kanker melibatkan 1-3 kelenjar getah bening regional

Kanker melibatkan 4 atau lebih kelenjar getah bening


C2 TxN2M0 III B
regional

D TXNXM1 IV Metastasis limfatik/hematogen

24
Metastasis
Karsinoma Kolorektal mulai berkembang pada mukosa dan bertumbuh
sambil menembus dinding dan meluas secara sirkuler ke arah oral dan aboral ke
jaringan dan organ visceral lainnya. Penyebaran perkontinuitatum menembus
jaringan sekitar atau organ sekitarnya seperti ureter, vesica urinaria, uterus,
vagina, atau prostat. Keterkaitan nodus limfatikus regional merupakan bentuk
yang paling sering pada penyebaran carcinoma colorectal dan biasanya
mendahului metastasis jauh atau menyebabkan carcinomatosis. Penyebaraan ke
nodus limfatikus meningkat dengan pertambahan ukuran tumor, diferensiasi
histologis yang buruk, invasi limfovaskular dan kedalaman invasi. Pada carcinoma
colon, penyebaran limfatik biasanya mengikuti aliran vena besar dari segmen
colon yang terkait. Penyebaran limfatik dari rectum mengikuti 2 jalur. Pada
rectum bagian atas, pengaliran ascendens sepanjang pembuluh rectalis superior ke
kelenjar mesenterica inferior. Pada rectum bagian bawah, pengaliran limfatik
terjadi sepanjang pembuluh rectalis media. Penyebaran sepanjang pembuluh
rectalis inferior ke kelenjar iliaca interna atau inguinal jarang terjadi kecuali jika
tumor mengenai canalis analis atau aliran limfatik proximal diblok oleh tumor.
25
Tempat yang paling sering terkena pada metastasis jauh carcinoma colorectal
adalah hepar. Metastasis ini timbul dari penyebaran hematogen melalui system
vena portal. Seperti pada penyebaran ke nodus limfatikus, risiko metastasis ke
hepar meningkat dengan peningkatan ukuran tumor dan grade tumor, namun
tumor yang kecil pun dapat menyebabkan metastasis jauh. Paru-paru juga
merupakan tempat penyebaran hematogen carcinoma colorectal, namun jarang
terjadi. Penyebaran ke peritoneal mengakibatkan carcinomatosis (metastasis
peritoneal difus) dengan atau tanpa ascite

2.8 Deteksi Dini


Deteksi dini adalah investigasi pada individu asimtomatik yang bertujuan untuk
mendeteksi adanya penyakit pada stadium dini sehingga dapat dilakukan terapi
kuratif.
Indikasi, secara umum deteksi dini dilakukan pada dua kelompok yaitu populasi
umum dan kelompok risiko tinggi.Deteksi dini pada populasi dilakukan kepada
individu yang berusia di atas 40 tahun. Deteksi dini dilakukan pula pada kelompok
masyarakat yang memiliki risiko tinggi menderita kanker kolorektal yaitu: 1)
penderita yang telah menderita kolitis ulserativa atau Crohn >10 tahun; 2) penderita
yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal; 3) individu dengan
adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal.
Individu dengan riwayat keluarga memiliki risiko menderita kanker kolorektal 5
kali lebih tinggi dari pada individu pada kelompok usia yang sama tanpa riwayat
penyakit tersebut. Terdapat dua kelompok pada individu dengan keluarga penderita
kanker kolorektal, yaitu: 1) individu yang memiliki riwayat keluarga dengan
hereditery non-polyposis colorectal cancer (HNPCC); 2) individu yang didiagnosis
secara klinis menderita familial adenomatous polyposis (FAP).

Macam-macam deteksi dini pada kanker kolorektal adalah sebagai berikut: 4


1) Deteksi dini pada populasi.
a.) Test darah tersamar pada feses (fecal occult blood test/FOBT) setiap tahun.
FOBT menurunkan tingkat mortalitas kanker kolorektal sebesar 16% dan juga
menurunkan insidens kanker kolorektal, disebabkan oleh deteksi dan
polipektomi pada adenoma yang ditemukan.

26
b.) Sigmoidoskopi fleksibel dan kolonoskopi. Kebanyakan kanker kolorektal
berasal dari polip adenoma sehingga setiap lesi harus diangkat. Tindakan
polipektomi telah terbukti secara bermakna menurunkan risiko kanker
kolorektal.
2) Deteksi dini pada kelompok masyarakat yang memiliki risiko tinggi.
a.) Penderita yang telah menderita colitis ulserativa atau Crohn >10 tahun.
Apabila telah berjalan selama 20 tahun atau ditemukan adanya displasia, maka
kolonoskopi harus dilakukan setiap tahun. Penderita yang telah menjalani
polipektomi pada adenoma kolorektal: 1) penderita yang telah menjalani
polipektomi pada adenoma harus selalu ditawarkan untuk menjalani follow-up
kolonoskopi; apabila ditemukan polip berukuran < 1 cm pada follow-up maka
selanjutnya dilakukan kolonoskopi setiap 5 tahun; 3) apabila ditemukan lebih
dari 3 adenoma, atau paling sedikit satu berukuran > 1 cm, atau adanya
displasia berat, maka dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun. Apabila pada
kolonoskopi selanjutnya tidak ditemukan polip, maka kolonoskopi dapat
dihentikan.
b.) Penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma kolorektal.
Meliputi: 1) penderita yang telah menjalani polipektomi pada adenoma harus
selalu ditawarkan untuk menjalani follow-up kolonoskopi; 2) apabila
ditemukan polip berukuran <1cm pada follow-up maka selanjutnya dilakukan
kolonoskopi setiap 5 tahun; 3) apabila ditemukan lebih dari 3 adenoma, atau
paling sedikit satu berukutan > 1 cm, atau adanya displasia berat, maka
dilakukan kolonoskopi setiap 3 tahun. Apabila pada kolonoskopi selanjutnya
tidak ditemukan polip, maka kolonoskopi dapat dihentikan.
3) Individu dengan adanya riwayat keluarga penderita kanker kolorektal.
4) Individu berisiko tinggi menderita FAP berdasarkan riwayat katuarga dengan
FAP. Meliputi: 1) bila fasilitas tersedia dilakukan pemeriksaan genetik adanya
mutasi gen APC; 2) ditawarkan kolonoskopi setiap dua tahun dan sigmoidoskopi
setiap tahun.

27
2.9 DIAGNOSIS
Anamnesis
Meliputi perubahan pola kebisaaan defekasi, baik berupa diare ataupun konstipasi,
perdarahan per anum (darah segar), penurunan berat badan, faktor resiko, riwayat
kanker dalam keluarga, riwayat polip usus, riwayat colitis ulserosa, kebisaan makan
rendah serat.

Pemeriksaan Fisik
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air
besar. Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena
semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyepit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas ataupun samar.
Semakin ke distal letak tumor warna merah makin pudar.perdarahan sering disertai
lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada colorectal.
Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba pada fossa iliaca
dextra dan secara perlahan makin lama makin besar. Penurunan berat badan sering
terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis jauh ke hepar. Teraba massa
atau teraba area abnormal saat rectal toucher.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan CEA (carcyno embryonic antigen). Kadar CEA dapat meningkat
pada tumor epithelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirosis hepatis, hepatitis,
perlemakan hati, pancreatitis, colitis ulseratif, chron’s disease, tukak peptic, serta
pada orang sehat yang merokok. Peranan penting CEA adalah bipa diagnosis
karsinoma colorectal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian
menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut.

Enema barium dengan kontras ganda


Pemeriksaan dengan barium enema dapat dilakukan dengan single kontras
(barium saja) atau double kontras (udara dan barium). Kombinasi udara dan barium
menghasilkan visualisasi mukosa yang lebih detail. Akan tetapi, barium enema hanya
bisa mendeteksi lesi yang signifikan(lebih dari 1 cm). DCBE memiliki spesifitas
untuk adenoma yang besar 96% dengan nilai prediksi negative 98%. Metode ini
kurang efektif untuk mendeteksi polips di rectosigmoid-colon. Angka kejadian

28
perforasi pada DCBE 1/25.000 sedangkan pada Single Contras Barium Enema
(SCBE) 1/10.000.
Pemeriksaan ini mempunyai keuntungan sebagai berikut:
 Sensitivitas untuk KKR 65-95%
 Tidak memerlukan sedasi
 Keberhasilan prosedur sangat tinggi
 Tersedia hampir diseluruh rumah sakit
 Cukup aman
Kelemahan enema barium adalah:
 Lesi T1 sering tidak terdiagnosa
 Lesi direktosigmoid dengan divertikulosis dan caecum , akurasinya rendah
 Akurasinya rendah untuk lesi dengan tipe datar
 Untuk polip dengan ukuran < 1 cm, sensitivitasnya hanya 70-95%.
 Mendapat paparan radiasi

29
Pemeriksaan Penunjang Lain
 Pemeriksaan Sitologi
Adenoma diklasifikasikan sesuai dengan gambaran histologi yang
dominan, yang paling sering adalah adenoma tubular 85%, adenoma tubulovisum
10% dan adenoma serrata 1%. Temuan sel atipik pada adenoma dikelompokkan
menjadi ringan, sedang dan berat. Gambaran atipik berat menunjukkan adanya
fokus karsinomatosus namun belum menyentuh membran basalis. Bilamana sel
ganas menembus membran basalis tapi tidak melewati muskularis mukosa disebut
karsinoma intramukosa. Secara umum displasi bearat atau adenokarsinoma
berhubungan dengan dengan ukuran polip dan dominasi jenis vilosum.
Gambaran histologis kanker kolon bisa dilihat pada gambar di bawah ini :

Diagnosis kanker kolon melalui sigmoidoskopi, barium enema atau


kolonoskopi dengan biopsi harus diikuti dengan prosedur penentuan stadium
untuk menentukan luasnya tumor. Pemeriksaan CT scan abdomen dan radiografi
dada harus dilakukan, adanya tumor yang terloksalisir biasanya mengharuskan
pembedahan radikal untuk mengeksisi tumor secara total dengan tepi minimal 6
cm dan dengan reseksi en bloc pada semua kelenjar getah bening di akar
mesenterium.

 Colonoscopy
Colonoscopy adalah prosedur dengan menggunakan tabung fleksibel yang
panjang dengan tujuan memeriksa seluruh bagian rectum dan usus
besar.Colonoscopy umumnya dianggap lebih akurat daripada barium enema,
terutama dalam mendeteksi polip kecil.Jika ditemukan polip pada usus besar,
maka bisaanya diangkat dengan menggunakan colonoscope dan dikirim ke ahli
patologi untuk kemudian diperiksa jenis kankernya.
30
Tingkat sensitivitas colonoscopy dalam mendiagnosis adenokarsinoma
atau polip colorectal adalah 95%. Namun tingkat kualitas dan kesempurnaan
prosedur pemeriksaanya sangat tergantung pada persiapan colon, sedasi, dan
kompetensi operator.Colonoscopy memiliki resiko dan komplikasi yang lebih
besar dibandingkan FS.Angka kejadian perforasi pada skrining karsinoma
colorectal antara 3-61/1000 pemeriksaan.

 PET Scan
Digunakan untuk melihat adanya metastasis dari kanker kolon dan tidak
untuk mendiagnosis tumor kolon primer.

31
 Zat Petanda Tumor
Antigen karbohidrat 19-9 (CA 19-9) dan antigen (CEA), keduanya bukan
antigen spesifik kanker usus besar, tidak dapat untuk diagnosis dini. Pemeriksaan
gabungan CA 19-9 dan CEA memiliki sensitivitas jelas lebih tinggi dari
pemeriksaan tunggal. Dalam mengestimasi prognosis, monitor efek terapi dalam
rekurensi pasca operasi memiliki nilai tertentu, misal sebelum terapi CA 19-9 atau
CEA agak tinggi, setelah terapi turun, pertanda terapi tersebut efektif, sebaliknya
tidak efektif. Pasca operasi kadar CA 19-9 atau CEA pasien meninggin pertanda
terdapat kemungkinan rekurensi atau metastasis, harus diperiksa lebih dalam
untuk pemastian diagnosis.
 CT Scan
Terutama ditujukan untuk melihat adanya metastasis pada hepar, KGB
para-aorta, ataupun infiltrasi langsung ke organ sekitar.

32
 MRI
Digunakan untuk menggantikan CT-Scan, terutama jika terdapat
konraindikasi penggunaan kontras (enhancement contrast material)

33
 Foto thoraks & USG
Untuk mengetahui stadium M pada paru dan hepar, dan persiapan operasi.

2.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan kanker kolorektal bersifat multidisiplin yang melibatkan
beberapa spesialisasi/ subspesialisasi antara lain gastroenterologi, bedah digestif,
onkologi medik, dan radioterapi. Pilihan dan rekomendasi terapi tergantung pada
beberapa faktor, seperti stadium kanker, histopatologi, kemungkinan efek
samping, kondisi pasien dan preferensi pasien.Terapi bedah merupakan modalitas
utama untuk kanker stadium dini dengan tujuan kuratif.
1. Kemoprevensi
Obat Anti Inflamatori Steroid (OAIN) termasuk aspirin dianggap
berhubungan dengan penurunan motalitas kanker kolon.Bebrapa OAIN seperti
sulindac dan celecoxib telah terbukti sewcara efektif menurunkan insidens
berulangnya adenoma pada pasien dengan Familial Adenomatous Polyposis
(FAP).Data epidemiologi menunjukkan adanaya penurunan risiko kanker di
kalangan pemakai OAIN namun bukti yang mendukung manfaat pembrian
aspirin dan OAIN lainnya untuk mencegah kanker kolon sporadik masih lemah.
2. Endoskopi dan operasi
Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tingkat
polipektomi.Bila ukuran <5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau
elektrokoagulasi bipolar.Di samping polipektomi dapat diatasi dengan operasi,
indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor di caecum, kolon ascenden, kolon
transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon desenden di atasi dengan
hemikolektomi kiri.Tumor di sigmoid dan rektum proksimal dapat diangkat
dengan tindakan Low Anterior Resection (LAR).Angka mortalitas akibat
operasi sekitar 5% tetapi bila operasi dikerjakan secara emergensi maka angka

34
mortalitas menjadi lebih tinggi.Reseksi terhadap metastasis di hepar dapat
memberikan hasil 23-35% rata-rata bebas tumor.
Terapi utama untuk kanker usus besar adalah pembedahan dengan eksisi
luas, mencakup daerah drainase limfe yang tepat. Untuk kebanyakan pasien,
eksisi yang tepat adalah hemikolektomi kiri atau kanan, tetapi pada beberapa
pasien dengan beberapa adenoma dan pasien muda dengan kanker, beberapa
ahli bedah menyarankan kolektomi total dan anastomosis ileorektal.

Kanker kolon kanan


kanker kolon kanan dengan atau tanpa obstruksi diterapi dengan
hemikolektomi kanan dan anstomosis promer. Reseksi diindikasikan meskipun
ada metastasis hepatik, karena reseksi merupakan paliasi terbaik.Pada pasien
dengan obstruksi yang nyata, operasi harus dilakukan sebagai tindakan
darurat.Kadang-kadang reseksi tidak mungkin dilakukan, dan ahli bedah harus
memintas tumor dengan menganastomosis ileum ke kolon transversal.

Menurut Staging
STAGE 0
 Eksisi polip
STAGE 1
 Segmental colectomy
STAGES I DAN II : Localized Colon Carcinoma
 Mayoritas pasien stage 1 dan 2 dapat sembuh dengan operasi. Beberapa
pasien dengan completely resected stage I mengalami rekurensi lokal atau
jauh, anda adjuvant chemotherapy tidak menambah survival pasien-pasien
tersebut. 46 % pasien dengan completely resected stage II meninggal.

35
Karena itu adjuvant chemoterapy disarankan pada dengan stage II (muda,
histology tumor "high-risk"), data menunjukan kontroversi apaah
chemotherapy menambah survival pada pasien ini.

STAGE III : Lymph Node Metastasis


 Pasien dengan keterlibatan lymph node sangat berisiko terjadi rekurensi
baik lokal ataupun jauh, dan adjuvant chemoterapy direkomendasikan pada
pasien-pasien ini. 5-FU based regimen (dengan levamisole atau leucovorin)
meingurangi rekurensi dan meningkatan survival

STAGE IV : Distant Metastasis


 Walaupuan kemungkinan survital reate sangat kecil, angka survival
meningkta dengan reseksi. Metastases paling serting adalah liver, kedua
paru-paru.
 Sebagian pasien tidak dapat dilakukan reseksi, maka terapi paliatif adalah
satu-satunya pilihan
 Semua pasien mebutuhkan adjuvant chemotherapy. Selain itu, rejimen
kemoterapi yang lebih baru telah memperbaiki respon dan penyusutan
tumor secara signifikan. Untuk alasan ini, beberapa ahli onkologi sekarang
menganjurkan kemoterapi tanpa reseksi tumor primer pada penyakit
stadium IV.

Terapi Adjuvan
a. Radioterapi
Radiasi pra bedah hanya diberikan pada karsinoma rectum. Sementara itu,
radiasi pasca bedah diberikan jika sel karsinoma telah menembus tunika
muscularis propria, ada metastasis ke kelenjar limfe regional, atau apabila
masih ada sisa-sisa sel karsinoma yang tertinggal akan tetapi belum ada
metastasis jauh.18 Radiasi pada kanker rektum dapat diberikan sebagai radiasi
eksterna pasca operasi; pre operasi dan kemoradiasi. Selain itu dapat juga
dilakukan Brakiterapi: intracavitary brachitherapy dan interstitial
brachitherapy.

36
b. Kemotherapy
Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi.
Kemoterapi ajuvan dimaksudakan untuk menurunkan tingkat rekurensi kanker
kolon setelah operasi.Pasien dengan kriteria Dukes C yang mendapat
levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan masa
interval bebas tumor.Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh pada pasien dengan
kriteria Dukes B. Irinotecan (CPT11) inhibitor topoisomer dapat
memperpanjang masa harapan hidup.Oxaliplatin analog platinum juga
memperbaiki respon setelah diberikan 5FU dan leucoverin. Manajemen kanker
kolon yang tidak reseksibel meliputi : Nd-YAG foto koagulasi laser dan self
expanding metal endoluminal stent.
Pemilihan terapi pada pasien disesuaikan dengan stadium penyakitnya,
seperti gambar dibawah ini:

Pertimbangan untuk melakukan terapi bedah dilakukan berdasarkan


stadium kanker pasien, seperti bagan bawah ini:

37
Penentuan stadium

A B C
Tumor metastasis
Tumor Dukes A dan B1 Tumor Dukes B2 dan C

Pembedahan radikal Pembedahan radikal Pembedahan


paliatif

Observasi Observasi

Percobaan klinis
dengan terapi ajuvan Kemoterapi

Keterangan :
A. Tumor dengan klasifikasi Dukes A atau B1, dimana tumor belum
mempenetrasi keseluruhan tebal dinding usus, bentuk kemoterapi ajuvan tidak
diperlukan, tetapi rencana pengawasan ketat untuk dteksi dini adanya rekurensi
harus dilakukan. Tindakan tersebut harus termasuk adanya pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan carciniembryogenik antigen (CEA) tiap 3 bulan dan foto
dada dengan interval 6 bulan. Kolonoskopi harus diulangi dalam waktu 1
tahun untuk mendeteksi secara dini adanya pembentukan polip dan, jika
negatif selanjutnya harus diulangi dengan interval 3 tahun. Follow-up yang
lebih ketat diperlukan pada pasien dengan tumor yang timbul pada keadaan
peradangan usus (inflammatory bowel disease) atau sindroma poliposis
herediter. Pada kasus tersebut, harus diambil pertimbangan untuk melakukan
kolektomi profilaksis.
B. Bagi pasien dengan lesi dukes B2 dan C, dengan penetrasi melalui lapisan
muskularis dan/metastasis kelenjar getah bening regional, harus diambil
pertimbangan untuk memasukkan pasien ke dalam percobaan terapi klinis
terapi ajuvan. Pada saat ini, data dari percobaan terkontrol tidak mengharuskan
pemakaian rutin kemoterapi ajuvan dengan 5-flourouracil (5-FU) atau dengan

38
kombinasi 5-FU dengan semustine (methyl-CCNU [methyl-cyclohexyl
chloroethylni-trosoureal]).
C. Pada keadaan metastasis, pertimbangan pertama harus diberikan terhadap
reseksi paliatif tumor primer. Komplikasi berupa obstruksi, perdarahan, dan
perforasi mungkin ditemukan. Metastasis simptomati harus dihilangkan
dengan kemoterapi. Walaupun pemberian 5-FU secara intravena dengan
jadwal setiap minggu atau tiap 5 hari merupakan seni dalammemberikan
pengobatan, penelitian sekarang masih dalam perkembangan untuk mencari
bentuk pengobatan yang lebih efektif baik dengan kombinasi 5-FU dengan
leucovorin dan/methotrexate, atau dengan memberikan infus intravena setiap 2
minggu dengan cis-platinum. Bagi pasien dengan metastasis ke hepar, pasien
tertentu dengan nodul tumor tunggal mungkin merupakan calon untuk reseksi
hepar parsial yang dalam beberapa penelitian telah menyebabkan
kemungkinan hidup yang lama dan bebas dari penyakit pada 25% kasus.
Selain itu, penggunaan infs 5-FU atau 5-FUDR (5=fluorodeoxyuridine) ke
dalam sirkulasi arteri hepatik telah dilaporkan meningkatkan paliasi dalam
beberapa serial, walaupun belum dibuktikan dapat memperbaiki kemungkinan
bertahan hidup dalam kontrol lengkap.

Reseksi carcinoma colon


- Ileocolic Resection :
resesksi terbatas terminal ileum, sekum dan appendix. Ileoceccal vessel
diligasi.Usus hasul di reseksi sepanjang penyakitnyaa.Anastomosis primer di
buat diantara distal usul halus dan asecnding colon.
- Right Colectomy :
digunakan untuk menghilangkan lesi atau penyakit di colon kanan dan secara
onkologi merupakan operasi paling cocok untuk reseksi proximal colon
carsinoma. Ileoceccal vessel, right colli vessel dan cabang kanan dari middle
colic vessel diligasi. Sekitar 10 cm terminal ileum biasnya ikut di reseksi,
anastomosis ileal transverse hampir selalu dilakukan.
- Extended Right Colectomy :
digunakan untuk reseksi lesi yang berlokasi di hepatik flexure atau proximal
transverse colon. Extensi dari standar right colectomy mengikutsertakan ligasi

39
dari middle collic vessel pada dasarnya. Colon kanan dan proximal transverse
colon di reseksi, dan anastomosis primer dibuat diantara iostal ileum dan distal
transeverse colon.Anastomosis semacam itu bergantung pada arteri marjinal
Drummond.Jika suplai darah dipertanyakan, reseksi diperluas untuk mencakup
lentur limpa dan anastomosis ileum ke kolon desendens.
- Transverse Colectomy
lesi di tengah dan di distal colon di reseksi dengan ligasi midlle colic vessel dan
reseksi transverse colon, diikuti dengan colocolonic anstomosis. Bagaimanapun
Extended Right Colectomy dengan anastomosis antara terminal ileum dan
desending colon lebih aman
- Left Colectomy :
digunakan untuk lesi di distal transverse colon, splenix plexure, atau desending
colon
- Extended Left Colectomy :
untuk lesi di distal transeverse. Extensi dari left colectomy ke proximal
mengikutsertakan cabang kanan dari midlle colic vessel
- Sigmoid Colectomy :
Lesi pada kolon sigmoid memerlukan ligasi dan pembagian cabang sigmoid
arteri mesenterika inferior.Secara umum, seluruh kolon sigmoid harus direseksi
ke tingkat peritoneum dan anastomosis yang tercipta antara kolon desendens
dan rektum atas.
- Total and Subtotal Colectomy
dibutuhkan untuk fulminant colitis attnuates attenuated FAP (AFAP), atau
synchronous colon carcinomas

40
A. Cecal cancer.
B. Hepatic flexure cancer.
C. Transverse colon cancer.
D. Splenic flexure cancer.
E. Descending colon
cancer.
F. Sigmoid colon cancer.

Terminology
AC--- Ileocecectomy;
+ A + BD ---Ascending colectomy;
+ A + BF ---Right hemicolectomy;
+ A + BG--- Extended right hemicolectomy;
+ E + FG + H ---Transverse colectomy;
GI---- Left hemicolectomy;
FI ---Extended left hemicolectomy;
J + K ---Sigmoid colectomy;
+ A + BJ--- Subtotal colectomy;
+ A + BK ---Total colectomy;
+ A + BL---- Total proctocolectomy

41
2.11 Komplikasi
Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker kolorektal, antara lain :
a. Obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi
b. Perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi organ peritoneal
c. Perluasan langsung ke organ-organ yang berdekatan

Komplikasi yang timbul setelah pembedahan (reseksi usus besar) dibagi


menjadi 2 berdasarkan perkiraan waktu munculnya komplikasi, yaitu komplikasi
segera dan komplikasi lambat.
Komplikasi segera meliputi :
a. Kardiorespirasi
b. Kebocoran anastomosis
c. Infeksi luka
d. Retensi urine
e. Impoten

Komplikasi lambat meliputi :


a. Kekambuhan
b. . Sistemik

42
c. Lokal

2.12 Prognosis
Kanker usus besar (kanker colon) bila dibandingkan dengan karsinoma
gaster, hati, esophagus, pancreas, dan tumor ganas lain prognosisnya relative lebih
baik. Factor yang mempengaruhi prognosis kanker usus besar sangat banyak,
antara lain yang terpenting adalah stadium penyakit. Factor lain yang penting
adalah ada tidaknya metastasis kelenjar limfe , begitu timbul metastasis kelenjar
limfe regional atau jauh, prognosis sangat buruk. Factor lain seperti usia,
perjalanan penyakit, ukuran tumor, lingkup sirkumferens usus yang terkena, tipe
patologi dan derajat diferensiasi, kondisi imunitas dan metode terapi dll. Juga
berpengaruh pada parognosis.Dengan meluasnya pengetahuan mencegah kanker,
dan majunya metode terapi modern, angka kesembuhankanker usus besar dapat
ditingkatkan.

43
DAFTAR PUSTAKA

1. Sayuti, M. 2019. Kanker kolorektal. Jurnal Averrous. 5(2). 76-88. Dilihat 26 oktober
2021. Dari <http://ojs.unimal.ac.id>

2. Fleming, M. et all. 2012. Colorectal carcinoma: Pathologic aspects. J gastrointest


oncol. 3(3). 153-173. Viewed on 26 oktober 2021. From
http://ncbi.nih.gov/pmc/articles
3. Kuipers. E. J. et all. 2015. Colorectal cancer. Nat Rev Dis Primers. Viewed on 26
oktober 2021. From https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
4. Bagian Bedah Staf Pengajar Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Binarupa Aksara. 2010.
5. Sjamsuhidajat R, De Jong Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.2014.
6. IARC, 2020. Globocan 2020 : Estimated Cancer Incidence, Mortality And.
Prevalence. Worldwide. In. 2020.
7. chwartz, Shires, Spencer. Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6. Jakarta :
EGC.2010.
8. Sabiston, David C. Buku Ajar Bedah bagian 2. Jakarta: EGC 2004.
9. Sherwood L. Sistem Pencernaan. Dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, edisi
ke 2. Jakarta : EGC. Hal 582-584.
10. Townsend, Beauchamp, Evers, Matton. Colon and rectum. In Sabiston's Textbook
of Surgery. 17th edition. 2004. Philadelphia: Elsevier Saunders. P 1443-65.
11. Junqueira,LC.dan J. Carneiro. Histologi Dasar. Alih Bahasa Adji Dharma. EGC
Penerbit Buku Kedokteran. Hal. 123-132.2012
12. Jones RG, Wyrwicz L, Brown G, Rodel C, Cervantes A, Arnold D, et al. colorectal
cancer: ESMO Clinical Practice Guidelines for diagnosis, treatment and follow-up.
Oxford University Press on behalf of the European Society for Medical Oncology :
Annals of Oncology; 2017 (Supplement 4): iv22–iv40.
13. Johns Hopkins Medicine. Colon Cancer Centre. Colorectal Cancer.2015

44
45
14. Benson AB, Venook AP, Hawary MA, Cederquist L, Chen YJ, Ciombor KK, et al.
Colorectal Cancer. Journal of the National Comprehensive Cancer Network
July 2018. 16 (7).
15. Nakayama T, Watanabe M, Teramoto T, Kitajima M. CA19-9 as a predictor of
recurrence in patients with colorectal cancer. J Surg
Oncol.66(4):23843.doi:10.1002/(sici)10969098(199712)66:4<238
16. Park IJ, Choi GS, Lim KH, et al. Serum carcinoembryonic antigen monitoring
after curative resection for colorectal cancer: clinical significance of the
preoperative level.2009
17. Benson A, Venook A, Bekaii-Saab T, et al. Colorectal Cancer. NCCN; 2.2021
18. Sacher,R.A. and McPherson,R.A.Tinjauan Klinis Hasil pemeriksaan
Laboratorium,519.EGC.Jakarta.201
19. Casciato DA. 2004. Manual of Clinical Oncology 5 th ed. USA: Lippincott
20. Abdullah M.. Jalur Inflamasi pada Karsinogenesis Kolorektal Sporadik di
Indonesia : peran NFkB dan COX-2 serta hubungannya dengan karakteristik
klinikopatologis (disertasi). Universitas Indonesia. Jakarta.2010

46

Anda mungkin juga menyukai