Anda di halaman 1dari 32

ANNISA APRILIA ATHIRA 1

1102014029

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Kulit

Kulit adalah organ tunggal terberat di tubuh dengan berat sekitar 15% dari berat badan total dengan luas permukaan sekitar 1,2
- 2,3 m2 pada orang dewasa. Kulit terdiri atas lapisan epidermis yang berasal dari ektoderm permukaan dan lapisan dermis yang
berasal dari mesoderm. Berdasarkan ketebalan epidermis kulit dapat dibedakan menjadi kulit tebal dan kulit tipis. Turunan epidermis
meliputi rambut, kuku, kelenjar sebasea, dan kelenjar keringat.

Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:

1) Epidermis

Epidermis terdiri dari 5 lapisan dan tidak mempunyai pemubuluh darah maupun limpa sehingga semua nutrisi dan oksigen di
dapat dari pembuluh kapiler pada lapisan dermis yang berdifusi melalui cairan jaringan serta membran basal untuk mencapai
epidermis.

Sel-sel epidermis

a. Keratinosit

Sel terbanyak dengan jumlah mencapai 85%-95% pada epidermis. Berasal dari ektoderm permukaan. Sel berbentuk
gepeng ini memiliki sitoplasma yang dipenuhi oleh skleroprotein birefringen, yakni keratin. Keratin ini mengandung sedikitnya 6
macam polipeptida dengan berat molekul 40kDa sampai 70 kDa. Sel basal mengandung berat molekul yang lebih rendah. Proses
keratinisasi berlangsung selama 2-3 minggu yang dimulai dari proses proliferasi, diferensiasi, kematian sel dan pengelupasan. Pada
tahap akhir diferensiasi diikuti penebalan membran sel, kehilangan inti dan organel lain di dalam sel. Selama proses keratinisasi
berlangsung enzim hidrolitik lisosom berperan pada penghancuran organel sitoplasma.

b. Melanosit

Warna kulit ditentukan oleh berbagai faktor penting seperti kandungan melanin dan karoten, jumlah pembuluh darah
dalam dermis, dan warna darah yang mengalir di dalamnya. Eumelanin adalah pigmen coklat tua yang dihasilkan oleh melanosit. Sel
ini berjumlah 7%-10% dan berasal dari neuroektoderm. Melanosit memiliki badan sel yang bulat dengan cabang dendritik yang
panjang dan tipis. Hemidesmosom mengikat melanosit ke lamina basalis.

Melanosit paling banyak terdapat pada kulit muka dan genitalia eksterna. Jumlah melanosit tiap individu hampir sama, hanya
jumlah produksi melanin berbeda. Sintesis melanin berlangsung di dalam melanosit dengan tirosinase berperan penting. Tirosin mula-
mula diubah menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin (dopa) dan kemudian menjadi dopaquinon yang kemudian bertransformasi dan
dikonversi menjadi melanin. Dalam melanosit, melanin berkumpul dalam vesikel yang disebut premelanosom. Vesikel kemudian
matang menjadi melanosom yang disebarkan melalui cabang sitoplasma melanosit ke keratinosit di sekitarnya terutama yang berada
di stratum basale. Setelah granula melanin bermigrasi di dalam juluran sitoplasma, granula melanin akan berkumpul di daerah
supranuklear sehingga inti sel terlindungi dari radiasi matahari yang merusak. Menggelapnya kulit karena sinar uv adalah hasil proses
dua tahap yakni reaksi fisikokimia menghitamkan melanin dan melepaskannya dengan cepat ke keratinosit. Pada tahap kedua
kecepatan sintesis melanin menjadi meningkat dan mengakibatkan peningkatan jumlah pigmen.

c. Sel langerhans

Merupakan sel dendritik yang berbentuk bintang, ditemukan terutama di antara keratinosit dalam lapisan atas stratum
spinosum. Sel ini mempunyai reseptor penanda imunologis yang mirip makrofag. Sel ini mengikat antigen asing di permukaannya
dan merupakan sel pembawa antigen yang menyebabkan limfosit T dapat bereaksi terhadap antigen yang dibawanya. Sel ini berasal
dari sekelompok sel prekursor dalam sumsum tulang.

d. Sel Merkel

Sel ini memiliki jumlah paling sedikit dan berasal dari krista neuralis. Sel ini terdapat pada lapisan basal kulit tebal,
terutama banyak ditemukan di ujung jari, folikel rambut dan mukosa mulut. Sel ini memiliki peranan sebagai mekanoreseptor.

Terbagi atas 5 lapisan:

a. Stratum korneum/Lapisan tanduk

 Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti

 Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)

b. Stratum Lusidum

 Lapisan sel gepeng tanpa inti

 protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)

 Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan

 Tidak tampak pada kulit tipis

c. Stratum granulosum / Lapisan Granular

 Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng

 Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti diantaranya

 Mukosa tidak mempunyai lapisan ini

d. Stratum spinosum / lapisan Malphigi

 Lapisan epidermis yang paling tebal

 Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis

 Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak ditengah

 Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan tonofibril

 Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero

2
ANNISA APRILIA ATHIRA 3
1102014029

 Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah

e. Stratum basale

 Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis

 Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade

 Lapisan terbawah dari epidermis

 Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif

 Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin melindungi kulit dari sinar
matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik dan inti gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)

Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang membentuk barier terluar kulit yang
berfungsi:

 Mengusir mikroorganisme patogen

 Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh

 Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.

Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal jika bagian tersebut sering digunakan.
Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete ridge yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan
terdapat kerutan yang disebut fingers prints.

2) Dermis (korium)

Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:

a. Pars papilare

o Bagian yang menonjol ke epidermis

o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah

b. Pars retikulare

o Bagian yang menonjol ke subkutan

o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks (cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat serta fibroblas)

o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang terdapat banyak p. darah, limfe, akar
rambut, kelenjar kerngat dan k. sebaseus.

3) Jaringan Subkutan atau Hipodermis / Subcutis

Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening.

a. Sel lemak

o Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa


o Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus
adiposa yang berfungsi sebagai cadangan makanan

o Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit,
perubahan kontur tubuh dan penyekatan panas. Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi

b. Vaskularisasi

Dikulit diatur oleh 2 pleksus:

o Pleksus superfisialis

o Pleksus profunda

Adneksa Kulit

1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit

a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)

Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:

- Kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit

 Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan suhu tubuh.

 Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik. Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi,
sebagai reaksi tubuh terhadap setress, nyeri dll

- Kelenjar Apokrin

 Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel rambut

 Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan berkurang pada sklus haid

 Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas
pada aksila

 Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K. seruminosa yang menghasilkan serumen
(wax)

2) Kelenjar Sebasea

Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang rambut yang akan melumasi rambut
sehingga menjadi halus lentur dan lunak.

Turunan Kulit

Rambut

Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang merupakan pertumbuhan
epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang
menggelembung dan disebut bulbus pili, yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan
ikat yang banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup folikel rambut. Papila dermis dalam
bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut dibentuk oleh sel folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel
matriks. Sel-sel folikel rambut merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit. Pada permulaan perkembangan
semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah folikel terdiferensiassi sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif
bermitosis dan menghasilkan berbagai bagian rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan terjepit
diantara dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke sarung folikel dan berinsersi di daerah papila
dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan rambut menegak dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya pada papila
sehingga terjadi keadaan yang tampak pada kulit yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan
penegakan rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.

Kuku

Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif bermitosis menghasilkan dasar kuku, yang
merupakan lanjutan stratum germinatif kulit. Bagian pangkal kuku diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula.
Lempeng kuku tumbuh dari dasar kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku merupakan lanjutan stratum germinatif, terdiri
atas sel-sel basal di atas membran basal dan dua atau tiga lapisan spinosum. Di bagian proksimal kuku terdapat daerah putih yang
berbentuk bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras di bawah ujung bebas kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan kuku
bersifat kontinu dan bisa digunakan sebagai indikator kesehatan seseorang seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering ditemukan
pada infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek, konkaf atau kuku sendok, menandakan adanya penyakit seperti anemia kronik,
sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering dan rapuh menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.

4
ANNISA APRILIA ATHIRA 5
1102014029

2. Memahami dan Menjelaskan Fungsi Kulit

Kulit berfungsi untuk :

1.Proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, gangguan kimiawi, gangguan bersifat panas, serta
gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun jamur. Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan
lemak subkutis, tebalnya lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh. Gangguan sinar
UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak
permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit yang mempunyai pH 5,0 – 6,5. Lemak permukaan kulit juga berperan dalam
mengatasi banyak mikroba yang ingin masuk ke dalam kulit.

2.Absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin
diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak. Permeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan
kulit mempunyai peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi tersebut dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.

3.Eksresi

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme berupa NaCl. Urea, asam urat, dan ammonia. Sebum yang
dihasilkan berfungsi untuk melindungi kulit karena selain meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering.

4.Persepsi

Rangsang panas : badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.

Rangsang dingin : badan-badan Krause yang terletak di dermis.

Rangsang rabaan : badan taktil Meissner di papilla dermis dan badan Merkel Ranvier di epidermis.

Rangsang tekan : badan Paccini di epidermis.

5.Pengaturan suhu tubuh

Termoregulasi kulit dilakukan dengan mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh darah kulit.

6.Pembentukan pigmen

Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen
menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan sinar matahari mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke
epidermis melalui tangan-tangan dendrite, sedangkan pada dermis melalui sel melanofag. Warna kulit juga dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.

7.Keratinisasi

Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah
bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas makin gepeng dan bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti
menghilangdan keratinosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan member
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8.Pembentukan vitamin D

Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

9.Fungsi Ekspresi Emosi

Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi sebagai alat untuk menentukan emosi
yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dapat dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan
diutarakan oleh kelenjar air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar keringat, ketakutan oleh
kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik oleh kelenjar minyak dan pembuluh darah kulit
yang melebar sehingga kulit tampak semakin merah, berminyak, dan menyebarkan bau khas.Semua fungsi kulit pada manusia
berguna untuk mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.
Definisi

Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dibagi menjadi : mikosis profunda dan mikosis
superfisialis.

3.2 Etiologi

Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang lembab, lingkungan yang padat, sosial
ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika
yang tidak terkendali.

3.3 Klasifikas

A.Mikosis profunda

Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan gejala klinis tertetentu yang menyerang alat di
bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan
kardiovaskular. Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat proses dari jaringan di bawahnya (per
kontinuitatum).

Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu dengan yang lain. CONANT dkk. (1977)
misalnya mencantumkan dalam bukunya Manual of Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :

1. Aktinomikosis

2. Nokardiosis

3. Antinomikosis misetoma

4. Blastomikosis

5. Parakoksidiodomikosis

6. Lobomikosis

7. Koksidiodomikosis

8. Histoplasmosis

9. Histoplasmosis Afrika

10. Kriptokokosis

11. Kandidiosis

12. Geotrikosis

13. Aspergillosis

14. Fikomikosis

15. Sporotrikosis

16. Maduromikosis

17. Rinosporidiosis

18. Kromoblastomikosis

19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)

Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan di atsa aktinomikosis menurut RIPPON (1974) sudah bukan
penyakit jamur asli. Ia cenderung memasukkan Actinomyces dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini di dalam golongan bakteri, walaupun
masih mempunyai sifat – sifat jamur , yaitu branching di dalam jaringan, membentuk anyaman luas benang jamur pada jaringan maupun
pada media biakan, dan menyebabkan penyakit kronik. Namun Actinomyces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri , yaitu adanya
asam muramik pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai mitokondria, besar mikoorganisme khas
untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat – obatan anti bacterial.

Mikosis profunda biasanya dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manifestasi klinik morfologik dapat ebrupa tumor,
infiltasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus, tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang dapat memenuhi

6
ANNISA APRILIA ATHIRA 7
1102014029

kedua syarat tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis, frambusia, keganasan, sarcoidosis, dan pioderma kronik, maka pemeriksaan
tambahan untuk verifikasi sangat diperlukan.

Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur, pemeriksaan histopatologik dan pemeriksaan
imunologik termasuk tes kulit, maupun serologic dan pemeriksaan imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk
memastikan atau menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai diagnosis banding. Sebagai contoh, pemeriksaan
lapangan gelap, histopatologik, dan pemeriksaan tes serologic untuk sifilis yang spesifik, maupun yang non spesifik. Demikian pula
pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk penyakit tertentu.

MISETOMA

Definisi:

Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau
jamur berpigmen.

Etiologi :

 Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma

 Botryomycosis yang disebabkan oleh bakteri

 Madurromycosis yang disebabkan oleh jamur berfilamen

Gejala klinis :

 Pembengkakan

 Abses

 Sinus, didalamnya ditemukan butir-butir (granula) yang berpigmen kemudian dikeluarkan melalui eksudat

 Fistel multiple

Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-
butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering
terbentuk fistel, yang mengeluarkan eksudat. Butir – butir sering bersama – sama eksudat mengalir ke luar dari jaringan.

Diagnosis:

Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun bila disokong dengan gambaran histologic
dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis

Tatalaksana:

Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang –kadang perlu dipertimbangkan. Obat – obat ,
misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik,
tetapi pengobatan memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas benar. Obat – obat baru antifungal , misalnya
itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk misetoma maduromikotik.

Prognosis:

Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam tidak begitu baik bila dibandingkan dengan
aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi limfogen atau hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan kecualian

SPOROTRIKOSIS

Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening. Kulit dan
jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang
cukup tinggi pada daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani (HUTAPEA,1978;SIREGAR dan THAHA 1978)

Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat. Selain gejala klinis, yang dapat
menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali
selain bentuk kulit yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi infeksi melalui inhalasi.

Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium yodida jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran
pengobatan dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat diberikan.

KROMOMIKOSIS

Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur yang disebabkan bermacam-macam
jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya
membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun
lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka, telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang
dilihat di Indonesia. Sumber penyakit biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.

Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi pada binatang. Diseminasi dapat terjadi
melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan penyebaran melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan.
Walaupun penyakit jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu kegiatan penderita sehari-hari.

Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda. Kadang-kadang diperlukan amputasi.
Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin graft memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang
kurang memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.

Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian
pula pengobatan dengan kantong-kantong panas di JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-
akhir ini memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah Cladosporium carrionii.

ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS

Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcam-macam jamur pula yang taksonomi dan
peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di dalam buku-buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis

Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella dan Cunning-hamella. Penyakit yang
disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut sesuai dengan lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis,
otozigomikosis, zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit jamur ini dapat dinamakan
juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan sebagainya.

Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada orang sehat jarang ditemukan. Diabetes
mellitus, misalnya merupakan factor predisposisi. Demikian pula penyakit primer berat yang lain.

Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadang-kadang dilihat di bagian kulit dan kelamin.
Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan
India. Kelainan timbul di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus subkutan yang perlahan-lahan
membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya keras dan kadang-kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada
umumnya tidak demam dan tidak disertai pembesaran kelenjar getah bening regional.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas, hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak
bersepta dan coenocytic.

Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida. Mulai dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan
perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala intoksikasi, penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan
dipertahankan terus sampai tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik. Dosis yang diberikan
sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik

B.Mikosis superfisialis

Terbagi menjadi :

1. Dermatofitosis

2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:

- Pitriasis versikolor

- Piedra hitam

- Piedra putih

- Tinea nigra palmaris

- Otomikosis

- Keratomikosis

4. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatofitosis

4.1. Definisi

Setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofit dan mengenai stratum korneum kulit, rambut dan kuku,
termasuk onikomikosis dan berbagai macam bentuk tinea. Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis. 4

Jamur dermatofit dinamai sesuai dengan genusnya (mycrosporum, trichophyton, dan epidermophyton) dan spesiesnya misalnya,
microsporum canis, t. rubrum). Beberapanya hanya menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainya terutama menyerang hewan
(zoofilik), walau kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi dikulit pada manusia, keberadaaan jamur
tersebut sering menyebabkan suatu reaksi inflamasi yang hebat (misalnya, cattle ringworm).

8
ANNISA APRILIA ATHIRA 9
1102014029

4.2. Epidemiologi

Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut
Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%.
Meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum.

Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis. Di Indonesia angka yang tepat, berapa
sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka
insiden tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah pedalaman angka ini mungkin akan
meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.

Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita dermatomikosis yang dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan
Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama
5 tahun didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun (26,3%), penderita wanita hampir
sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak ialah Tinea Kapitis, Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis, Kandidiasis
Oral, dan Kandidiasis Vulvovaginalis.

Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah sakit tersebut yakni: T.rubrum,
T.mentagrophytes, M.canis, M.gypseum, M.tonsurans, E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis, C.guilliermondii, Penicillium, dan
Scopulariopsis. Menurut Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.9

Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak 121 kasus (98 pria & 23 perempuan),
dermatomikosis menempati urutan pertama untuk kasus penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan
pitiriasis versikolor. Di Amerika endemik dermatomikosis di daerah Utara dan barat Venezuela, brasil, dan beberapa kasus di laporkan di
Columbia dan argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal yang umum. Perkiraan insidensi penyakit ini sekitar 10-20%. Di Eropa
dermatomikosis merupakan penyakit kulit yang menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea pedis, tinea corporis, tinea
cruris, dan tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2% kasus dermatomikosis melalui pemeriksaan sampel di Eropa.

Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan anak usia sekolah. Paling sering menyerang anak
berusia 6-10 tahun dan juga pada usia dewasa.9

Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:

• Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum

• 27% Trichophyton mentagrophytes

• 7% Trichophyton verrucosum

• 3% Trichophyton tonsurans

• Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii, Microsporum canis, Microsporum equinum,
Microsporum nanum, Microsporum versicolor, Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and Trichophyton
violaceum.

4.3. Klasifikasi

Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:

a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala

b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.

c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-kadang sampai perut bagian bawah.

d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.

e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.

f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah

g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea diatas.

Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:

1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan oleh tricophyton concentricum.

2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton schoenleini: secara klinis antara lain
berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy odor).
3. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.

4. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan steroid topical kuat.

4.4. Etiologi

Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum, tricopyton, dan epidermophyton. Yang paling
terbanyak ditemukan di Indonesia adalah T.rubrum. dermatofita lain adalah: E.floccosum, T.mentagrophytes, M. canis, M. gypseum,
T.cocentricum, T.schoeleini dan T. tonsurans.

2.1 Microsporum

Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik) atau pada hewan (zoofilik). Merupakan
bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari 17 spesies, dan yang terbanyak adalah:

SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)

Microsporum audouinii Anthropophilic

Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)

Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and
rodents)

Microsporum ferrugineum Anthropophilic

Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)

Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of rodents)

Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)

Microsporum persicolor Zoophilic (vole and field mouse)

Tabel 2.1 Spesies Microsporum.

Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder. Pertumbuhan pada agar Sabouraud dextrose pada
25°C mungkin melambat atau sedikit cepat dan diameter dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman. Warna dari koloni
bervariasi tergantung pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol halus yang masih putih atau menguning sampai cinamon.

2.2 Epidermophyton

Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan Epidermophyton stockdaleae. E. stockdaleae
dikenal sebagai non-patogenik, sedangkan E. floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia. E. floccosum adalah
satu penyebab tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit (tinea corporis, tinea cruris, tinea pedis) dan kuku
(onychomycosis). Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit luar.koloni E. floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari. Diikuti
inkubasi pada suhu 25 ° C pada agar potato-dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan

2.3 Tricophyton

Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia. Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas
anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika
Pusat. Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada manusia.

Tabel 2.2 Spesies Trichophyton.

4.5. Patofisiologi

Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut
yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi
jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau
autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.

10
ANNISA APRILIA ATHIRA 11
1102014029

Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum. Infeksi
dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang
berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan
timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi
suatu reaksi peradangan.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:

a. Faktor virulensi dari dermatofita

Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing jamur
berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton
rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian dalam.

b. Faktor trauma

Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.

c. Faktor suhu dan kelembapan

Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti
pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.

d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan

Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi
yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik

e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)

Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui dan diantara sel, dan perkembangan
respon host.

1. Perlekatan.

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin diantaranya sinar UV, suhu,
kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh
glandula sebasea juga bersifat fungistatik.

2. Penetrasi.

Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses
desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur.
Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel dermatofita juga bisa
menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.

3. Perkembangan respons host.

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type
Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes hasilnya negative.infeksi menghasilkan
sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit.

Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe.
Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi
inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara
spontan menjadi sembuh

4.6. Manifestasi klinis

Tinea Pedis

Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa dari jamur yang mampu menginfeksi
kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan
kontak tidak langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor sempurna. Begitu, transmisi
dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan Epidermophyton floccosum yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering
kronis dan tidak menimbulkan keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain, biasanya di kulit.
Tinea unguium (dermatophytic onycomicosis, ringworm of the nail)

Trichophyton rubrum dan T. interdigitale adalah spesies yang sering menyebabkan tinea unguium. Dermatofita jenis unguium
digolongkan menjadi dua bagian utama: (1). Superficial white-onycomycosis yang menempel atau membuat lubang pada permukaan kuku.
(2). Invasif, subungual dermatofita yang lateral dari proximal atau pun distal. Diikuti dengan menetapnya infeksi pada dasar kuku.
Onycomycosis subungual distal adalah bentuk umum dari onycomycosis dermatofita. Jamur menyerang bagian distal bantalan jari yang
menyebabkan hiperkeratosis dari bantalan kuku dengan onycolisis dan menyebabkan penebalan lempeng kuku.

Seperti namanya onycomycosis subungual lateral dimulai dari bagian lateral kuku dan sering menyebar melibatkan semua
lempeng kuku. Pada onycomycosis subungual proximal jamur menginvasi kebawah kutikula dan menginfeksi bagian proximal daripada
bagian distal karena spot yellow-white akan menyerang lunula terlebih dahulu kemudian meluas ke lempeng kuku.

Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the groin)

Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun
menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau
meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.

Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah di
tengahnya. Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak
hitam dan bersisik. Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea kruris merupakan bentuk klinis tersering di Indonesia.

Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk tinea cruris. T rubrum menjadi dermatofit yang lazim 90% dari
kasus tinea cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T mentagrophytes ( 4%). Organisme lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum,
menyebabkan suatu kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih cenderung untuk menjadi kronis dan non-
inflamatori, sedangkan infeksi oleh T mentagrophytes sering dihubungkan dengan suatu presentasi klinis merah, menyebabkan peradangan
akut.

Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T. rubrum, T. interdigitale dan E. floccosum.

Tinea kapitis

Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai
dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk
tinea kapitis:

1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus microsporum dan sering ditemukan pada
anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang
menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilat lagi. Rambut
mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut
terserang oleh jamur dan menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat sebagai gray patch, yang pada klinik tidak
menunjukan batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan lampu wood terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut
yang sakit, melampaui batas dari gray patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh microsporum audouini biasanya disertai
tanda peradangan, hanya sesekali berbentuk kerion.

2. Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis (Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai
dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di
sekitarnya. Kelainan ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.

3. Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trichophyton
violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut
yang terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai titik hitam. Diagnosis banding
pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik dan psoriasis (Siregar, 2005). 13

Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine trichophytique)

Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).

1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas terdiri dari eritema, squama, kadang-kadang
dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada
umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat sebagai lesi dengan tepi polisiklik, karena
beberapa lesi kulit menjadi satu.

2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap
bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya
tinea kruris et korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama dengan tinea unguium.

3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut tinea imbrikata. Tinea imbrikata
dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari

12
ANNISA APRILIA ATHIRA 13
1102014029

dasarnya dan melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga terbentuk lingkaran-lingkaran
berskuama yang kosentris.

Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus. Penyakit ini biasanya dimulai dikepala
sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai
ukuran. Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar yang cekung merah dan
membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati, penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan
botak. Berlainan dengan tinea korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya tercium bau
tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini,
trichophyton violaceum, dan microsporum gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur penyebab,
akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita penderita.

4.7. Diagnosis dan diagnosis banding

1. Pemeriksaan Lampu Wood

 Prinsip:

- Sinar Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan berat molekul metabolit organisme
penyebab, sehingga menimbulkan indeks bias berbeda, dan menghasilkan pendaran warna tertentu.

 Alat : Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya

 Cara :

- Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah mungkin.

- Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan terlebih dahulu karena dapat memberikan
hasil positif palsu.

- Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar perbedaan warna lebih kontras.

- Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ± 10-15 cm

- Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar/jelas.

 Interpretasi

 Tinea kapitis (M canis, M. audouinii, M.rivalieri, M. distortum, M. ferrugineum dan M. gypseum) : hijau
terang.

 Pitiriasis versikolor : putih kekuningan, orange – tembaga, kuning keemasan, atau putih kebiruan
(metabolit koproporfirin).

 Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii ) : biru suram / hijau suram (akibat metabolit pteridin)

 Eritrasma (Corynebacterium minutissimum) : merah koral (metabolit porfirin).

 Infeksi pseudomonas : hijau (metabolit pioverdin atau fluoresein).

 Hasil positif palsu :

- salep dan krim di kulit atau eksudat : biru - jingga

- tetrasiklin, asam salisilat dan petrolatum : kuning.

2. Pemeriksaan KOH

 Cara pengambilan spesimen :

a) Kulit tidak berambut :

 Dari bagian tepi kulit yang mengalami lesi dikerok ke bagian tengah dengan pisau tumpul steril

 Menggunakan larutan KOH 10%

b) Kulit yang berambut :

 Rambut yang ada pada daerah lesi dicabut dengan pinset

 Kulit di daerah lesi dikerok untuk dikumpulkan sisik kulitnya


 Gunakan KOH 20% untuk rambut, KOH 10% untuk kulit.

c) Kuku

 Potongan bagian belakang kuku terinfeksi atau kerokan daerah hiperkeratotik dan
penebalan dasar kuku di bagian proksimal kutikula atau lipatan kuku proksimal

 Gunakan larutan KOH 40%

 Teknik pemeriksaan preparat KOH :

- Teteskan setetes larutan KOH 10-30 % di atas kaca obyek bersih.

- Tambahkan sejumlah spesimen yang akan diperiksa.

- Tutup dengan kaca penutup.

- Panaskan hati-hati dengan melewatkan di atas api bunsen beberapa kali, tetapi jangan sampai mendidih
(biasanya 2-4 kali).

- Tekan kaca penutup perlahan-lahan agar sediaan yang sudah lisis menipis dan rata.

- Periksa dibawah mikroskop cahaya menggunakan pembesaran 10 kali lalu dikonfirmasi dengan
pembesaran 40 kali.

- Jika diperlukan (preparat belum jernih), dapat dipanaskan kembali sehingga visualisasi menjadi lebih baik

 Interpretasi

- Dermatofitosis : hifa panjang bersepta, bercabang-cabang dan artrospora

- Pada spesimen rambut terinfeksi dermatofita :

 Jamur di sekeliling batang rambut (ektotriks)

 Jamur di dalam batang rambut (endotriks)

- Pada pemeriksaan, elemen jamur tampak seperti garis dan memiliki indeks bias berbeda dengan sekitarnya,
pada jarak tertentu dipisahkan oleh sekat dan dijumpai butir – butir bersambung seperti rantai (artrospora).

- Pitiriasis versikolor : spora bulat berdinding tebal, berkelompok dengan miselium kasar dan terputus-putus/
pendek-pendek (sphaghetti and meatballs)

- Kandidosis : tampak sel ragi berbentuk lonjong atau bulat, blastospora (sel ragi bertunas) dan pseudohifa.

Tinea capitis

Ciri-ciri case:

 Botak/allopecia (rambut mudah patah)

 Rambut kusam, rapuh, tidak mengkilat

 Kulit bersisik abu-abu (gray patch type)

 Papul yang eritem

 Ada faktor resiko (kontak dengan teman, hewan, dll)

Diagnosis Banding

Gejala Tinea capitis Allopecia Areata Trikotilomania Dermatitis Seboroik

Allopecia + + + +

(pd kepala) (Pd kepala, alis, janggut)

Batas Tegas, eromatous Tegas, bulat/lonjong Tidak tegas Tegas, tidak erimatous

Rambut Kusam, mudah patah patah putus tidak tepat pd kulit Tidak patah

14
ANNISA APRILIA ATHIRA 15
1102014029

kepala

Skuama + - - Berminyak dan


kekuningan

Nyeri -/+ - - -

Gatal + - - -

Papul eritem + - - eritema

1. Allopecia Areata kebotakan rambut yang penyebabnya belum diketahui. Dengan gejala adanya bercak kerontokan/kebotakan
rambut pada daerah kulit kepala, alis, janggut. Batasnya tegas bulat/lonjong, tapi tidak ada sisik/skuama.

2. Trikotilomania  kelainan berupa keinginan atau kesenangan menarik rambut sendiri sehingga terjadi kebotakan rambut. Hal
ini diduga dipengaruhi oleh faktor psikis.

3. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema,
skuama yang berminyak berwarna kekuningan, dan batasnya tidak tegas.

Diagnosis Kerja

Tinea Capitis  kelainan pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh dermatofita.

 Etiologi  biasanya disebabkan oleh dermatofita jenis Microsporum dan Trichophyton

 Epidemiologi  paling sering terjadi pada anak-anak umur 3-14 tahun, dan perempuan lebih banyak menderita penyakit ini.

 Faktor resiko:

- Kebersihan/higienis tubuh kurang

- Daerah padat penduduk

- Malnutrisi dan sistem imun menurun

- Penularan, melalui ; kontak langsung dengan penderita, dan kontak tak langsung (melalui sisir, kursi
bioskop, bantal).

Ada 3 bentuk Tinea Capitis berdasarkan manifestasi klinisnya, yaitu:

1. Bentuk Gray patch :

- inflamasi ringan /minimal

- kulit kepala bersisik, rambut mudah putus, warna rambut menjadi abu-abu, mudah dicabut dari akarnya,
kemudian terjadi alopesia.

- Kadang terdapat keluhan adanya papul merah dan gatal

- Biasa disebabkan oleh Microsporum audouinii dan Microsporum canis, yang bersifat antropofilik ektotrik.

2. Bentuk Black Dot ringworm :

- tampak alopesia dengan titik-titik hitam di tengahnya, yang terdiri dari batang rambut yang patah tepat
pada permukaan kulit atau di bawah permukaan kulit kepala.

- Biasa disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trychophyton violaceu, bersifat antropofilik endotrik

3. Bentuk Kerion Selsi :

- Dimulai dengan ruam eritematosa, skuama, papul, disertai rambut yang putus, dapat disertai peradangan
akut berupa indurasi yang mengeluarkan pus, keadaan ini disebut sebagai kerion selsi.

- Reaksi peradangan berat, dam pada penyembuhan akan menimbulkan jaringan parut serta alopecia yang
permanen.

- Biasa disebabkan oleh Microsporum canis dan Microsporum cani, bersifat zoofili atau geofilik.
Tinea Kruris

Ciri-ciri kasus:

- Gatal, dan sensari terbakar pada daerah inguinal, lipatan paha, anus, bawah perut.

Diagnosis Banding

1. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema,
skuama yang berminyak berwarna kekuningan, dan batasnya tidak tegas.

2. Erythrasma  batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, pada fluoresensi berwarna merah bata yang khas dengan sinar Wood.

3. Candidiasis  lesi relativ lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit

4. Psoriasis  skuama lebih tebal dan berlapis-lapis

Diagnosis Kerja

Tinea Cruris: inflamasi yang disebabkan jamur dermatofita pada superfisial terutama di daerah inguinal, gluteal, dan suprapubik.

Etiologi  T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum

Epidemiologi:

- Pada 10-20% pasien dermatofita

- Laki:perempuan = 3:1

- Lebih sering pada dewasa dan pada daerah yang lembab

Faktor Resiko:

- Orang yang gemuk dan atlet yang banyak berkeringat

- Kontak langsung atau tak lanfsung melalui pakaian

- Orang-orang yang berpakaian ketat

- Riwayat DM atau HIV/AIDS

Manifestasi klinis

- Lesi pada genitokrural saja, atau meluas ke anus, gluteal, atau perut bagian bawah

- Gatal dan rasa terbakar pada lesi

- Biasanya kulit berwarna lebih terang

- Lesi berbatas tegas dan inflamasi pada bagian tepi lebih nyata

- Jika lesi menahun, tampak bercak hitam disertai sisik

- Erosi dan cairan bisa keluar akibat garukan

Tinea Manum

Ciri-ciri case:

- Telapak tangan gatal

- Kulit telapak serta jari mengelupas dan ada lesi putih di sela-sela jari

Diagnosis Banding

1. Psoriasis :

 Bercak-bercak eritema berbatas tegas

16
ANNISA APRILIA ATHIRA 17
1102014029

 Skuama kasar berlapis-lapis


 Gatal

2. Keratoderma palmaris

 Pembentukan keratin yang berlebihan pada telapak tangan

3. Dermatitis

 Batasnya tidak tegas


 Bagian tepi tidak lebih aktif dari bagian tengah
 Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki dan tangan

Diagnosis Kerja

Tinea Manus

Merupakan dermatofitosis pada daerah palmar dan interdigital di tangan.

Etiologi

Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes, dan Epidermophyton floccosum.

Epidemiologi:

o Merupakan dermatofitosis terbanyak di dunia

o Ditularkan melalui kontak langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi, dari tanah atau melalui autoinokulasi.

o Hampir selalu bersamaan dengan tinea pedis/unguinum

Faktor resiko:

o Menderita dermatofitosis jenis lainnya seperti tinea pedis

o Higienitas kurang terjaga

o Sanitasi lingkungan yang buruk

o Imunitas yang menurun

Manifestasi Klinis

o Gatal (++)

o Telapak tangan yang hiperkeratotik kalau sudah kronik

o Kulit kering

o Skuama (+)

o Biasanya unilateral

o Inflamasi berupa vesikel atau bullae yang jarang ditemukan

o Bisa dikatakan tinea pedis yang bermanifestasi klinis di tangan

4.8. Tatalaksana

Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal pada kulit dapat diterapi secara adekuat
dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal pada kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi
sistemik untuk sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe "moccasin" atau tipe kering jenis
t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi
hendaknya diperoleh sebelum terapi sistemik antijamur dimulai.

Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah

Infeksi Rekomendasi Alternatif


Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr 6 minggu Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400 mg/hr seminggu per bulan
(Onychomycosis) untuk kuku jari tangan, 12 minggu selama 3-4 bulan berturut-turut.
untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-12 bln) Griseofulvin 500-
1000 mg/hr s.d sembuh (12-18 bulan)

Tinea capitis Griseofulvin 500mg/day Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg


(≥ 10mg/kgBB/hari) Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
sampai sembuh (6-8 minggu) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg

Tinea corporis Griseofulvin 500 mg/hr sampai Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu Itraconazole 100 mg/hr selama
sembuh (4-6 minggu), sering 15 hr atau 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300 mg/mggu selama
dikombinasikan dengan imidazol. 4 mgg.

Tinea cruris Griseofulvin 500 mg/hr sampai Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr
sembuh (4-6 minggu) atau 200 mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300 mg/hr selama 4 mgg.

Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr sampai Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr
sembuh (4-6 minggu) atau 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300 mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr selama 4-6 Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg. Griseofulvin 500-1000 mg/hr
widespread minggu sampai sembuh (3-6 bulan).
non-responsive
tinea.

Tabel 2.3 Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit

Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai antiinflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau
prednisolone 3x4 mg sehari selama dua minggu, bersamaaan dengan pemberian grisiofulvine yang diberikan berlanjut 2 minggu setelah lesi
hilang. Terbinafine juga diberikan sebagai pengganti griseofulvine selama 2-3 minggu dosis 62,5-250 mg sehari tergantung berat badan.

Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15% penderita.
Efek samping lain berupa gangguan traktus digestifus yaitu: nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut bersifat fotosensitif dan dapat
mengganggu fungsi hepar.

Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal diantaranya nausea,
vomitus, nyeri lambung, diarea, konstipasi, umumnya ringan. Efek samping lain berupa ganguan pengecapan, persentasinya kecil. Rasa
pengecapan hilang sebagian atau keseluruhan setelah beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat sementara. Sefalgia ringan
dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.

Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol sebagai terapi sistemik 200 mg per hari selam 10 hari
sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazol kontraindikasi untuk kelainan hepar.

Pengobatan topical yang diberikan adalah :


a. Obat antifungal Topikal
 Imidazol:
o Miconazol : 1-2x /hari, selama 2-3 minggu
Sediaan : krim 2%, bedak kocok ataupun bedak
o Klotrimazol : 2x /hari, selama 4 minggu
Sediaan: krim 1%, solusio, atau bedak kocok
o Ketokonazol : 2-4x /hari, selama 2-4 minggu
Sediaan: krim 1%
 Allilamin
o Nafritin : 4x /hari selama 4 minggu
Sediaan : krim, gel, atau solusio 1%
o Terbinatin : 4x /hari selama 1-4 minggu
Catatan :
1.Obat topikal kurang efektif digunakan pada tinea capitis & cruris
2.Untuk tinea capitis
Rehabilitasi : shampoo Selenium  menurunkan penyebaran spora dan hifa

4.9. Prognosis

DUBIA AD BONAM, bila penatalaksaan dilakukan dengan rutin dan tepat maka dermatofitosis dapat sembuh total.

4.10. Komplikasi

18
ANNISA APRILIA ATHIRA 19
1102014029

 Bisa terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau candida


 Hiperpigmentasi karena infeksi jamur kronik
 Efek samping pemakaian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit
 Allopecia permanen &kerion (tinea capitis)
 Onychomycosis (tinea manus/pedis)

3. Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Patofisiologi Infeksi Jamur

Mikosis dibedakan menjadi dua yaitu mikosis profunda dan mikosis superficial, mikosis profunda adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur dengan gejala klinis tertentu di bawah kulit misalnya traktus intestinalis, traktus respiratorius, traktusurogenital,
susunan kardiovaskular, susunan saraf sentral, otot, tulang, dan kadang kulit. Mikosis profunda biasanya terlihat dalam klinik sebagai
penyakit kronik dan residif. Manifestasi klinis morfologik dapat berupa tumor, infiltrasi, peradangan vegetative, fistel, ulkus,sinus, tersendiri
maupun bersamaan.
Sedangkan mikosis superficial adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh jamur yang hanya menginvasi jaringan superfisialis
yang terkeratinisasi (kulit, rambut dan kuku) dan tidak ke jaringan yang lebih dalam, dan mempunyai dua golongan yaitu dermatofitosis dan
non-dermatofitosis, dermatofitosis mempunyai enzim yang dapat mencerna keratin.

A. MIKOSIS PROFUNDA

Misetoma : adalah penyakit kronik, supuratif, dan granulomatosa yang dapat disebabkan bakteri Actinomyces dan Nocardia yang
termasuk Schizomycetes dan Eumycetes atau jamur berfilamen.biasanya terdiri atas pembengkakan,abses, sinus, dan fistel multiple. Di
dalam sinus ditemukan butir-butir (granules) yang berpigmen yang kemudian dikeluarkan melalui eksudat.Berhubungan dengan
penyebabnya, misetoma yang disebabkan Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma yang disebabkan bakteri botryomycosis dan yang
disebabkan jamur berfilamen dinamakan maduromycosis.biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan seperti
tumor jinak dan harus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai ke bagian dalam dapat menyerang subkutis,
fasia, otot, dantulang. Sering berbentuk fistel yang mengeluarkan eksudat.

Sporotrikosis : adalah infeksi kronis yang disebabkan oleh Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran kelenjar getah bening.
Kulit dan jaringan subkutis diatas nodus bening sering melunak dan pecah membentuk ulkus yang indolen.

Kromikosis : adalah penyakit jamur yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan
pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan sehinggaakhirnya membentuk vegetasi papilomatosa yang besar. Pertumbuhan ini
dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernahditemukan, misalnya pada tangan,
muka, leher, dada, dan bokong.

Zigomikosis, Fikomikosis, Mukormikosis : Penyakit jamur ini terdiri atas berbagai infeksi yang disebabkan oleh bermacam-macam jamur
pula yang taksonominya dan peranannya masih didiskusikan. Zygomycetes meliputi banyak genera yaitu:Mucor, Rhizopus,
Absidia,Mortierella, dan Cunning-hamella.

B. MIKOSIS SUPERFICIAL

NON –DERMATOFITOSIS

Infeksi non-dermatofitosis pada kulit biasanya terjadi pada kulit yang paling luar. Hal ini disebabkan jenis jamur ini tidak dapat
mengeluarkan zat yang dapat mencerna keratin kulit dan tetap hanya menyerang lapisan kulit yang paling luar. Yang masuk ke dalam
golongan ini adalah

1. TINEA VERSICOLOR
Tinea versikolor/Pityriasis versikolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi disebabkan oleh Malasezia furfur. Penyakit jamur kulit ini
adalah penyakit yang kronik dan asimtomatik ditandai oleh bercak putih sampai coklat yang bersisik. Kelainan ini umumnya menyerang
badan dan kadang- kadang terlihat di ketiak, sela paha,tungkai atas, leher, muka dan kulit kepala.
Pertumbuhannya pada kulit (stratum korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa yang berbatang
pendek dan bengkok, biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas
tegas sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.

2. PIEDRA
Merupakan infeksi jamur pada rambut sepanjang corong rambut yang memberikan benjolan-benjolan di luar permukaan rambut tersebut.
Ada dua macam :
Piedra putih : penyebabnya adalah Piedraia beigeli .
Piedra hitam : penyebabnya adalah Piedraia horlal.

3. OTOMIKOSIS
Otomikosis adalah infeksi jamur pada liang telinga bagian luar. Jamur dapat masuk ke dalam liang telinga melalui alat-alat yang dipakai
untuk mengorek-ngorek telinga yang terkontaminasi atau melalui udara atau air. Penderita akan mengeluh merasa gatal atau sakit di dalam
liang telinga. Pada liang telinga akan tampak berwarna merah, ditutupi oleh skuama, dan kelainan ini ke bagian luar akan dapat meluas
sampai muara liang telinga dan daun telinga sebelah dalam. Tempat yang terinfeksi menjadi merah dan ditutupi skuama halus. Bila meluas
sampai ke dalam, sampai ke membrana timpani, maka daerah ini menjadi merah, berskuama, mengeluarkan cairan srousanguinos. Penderita
akan mengalami gangguan pendengaran. Bila ada infeksi sekunder dapat terjadi otitis ekstema. Penyebab biasanya jamur kontaminasi yaitu
Aspergillus, sp Mukor dan Penisilium.

4. TINEA NIGRA
Tinea nigra ialah infeksi jamur superfisialis yang biasanya menyerang kulit telapak kaki dan tangan dengan memberikan warna hitam
sampai coklat pada kulit yang terserang. Makula yang terjadi tidak menonjol pada permukaan kulit, tidak terasa sakit dan tidak ada tanda-
tanda radang. Kadang-kadang makula ini dapat meluas sampai ke punggung, kaki dan punggung tangan, bahkan dapat menyebar sampai
dileher, dada dan muka.Gambaran efloresensi ini dapat berupa polosiklis, arsiner dengan warna hitam atau coklat hampir sama seperti
setetes nitras argenti yang diteteskan pada kulit. Penyebabnya adalah Kladosporium wemeki dan jamur ini banyak menyerang anak-anak
dengan higiene kurang baik dan orang-orang yang banyak berkeringat.

DERMATOFITOSIS

Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit disebut " Dermatofitosis ". Golongan jamur ini dapat mencerna
keratin kulit oleh karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi jamur ini dapat menyerang lapisanlapisan
kulit mulai dari stratum korneurm sampai dengan stratum basalis.
Dermatofitosis disebabkan jamur golongan dermatofita yang terdiri dari tiga genus yaitu genus: Mikrosporon, Trikofiton dan
Epidermofiton. Dari 41 spesies dermafito yang sudah dikenal hanya 23 spesies yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan
binatang yang terdiri dari 15 spesies Trikofiton, 7 spesies Mikrosporon dan 1 spesies Epidermafiton.

Secara etiologis dermatofitosis disebabkan oleh tiga genus dan penyakit yang ditimbulkan sesuai dengan penyebabnya. Diagnosis
etiologi ini sangat sukar oleh karena harus menunggu hasil biakan jamur dan ini memerlukan waktu yang agak lama dan tidak praktis.
Disamping itu sering satu gambaran klinik dapat disebabkan oleh beberapa jenis spesies jamur, dan kadang-kadang satu gambaran klinis
dapat disebabkan oleh beberapa spesies dematofita sesuai dengan lokalisasi tubuh yang diserang. Istilah Tinea dipakai untuk semua infeksi
oleh dermatofita dengan dibubuhi tempat bagian tubuh yang terkena infeksi, sehingga diperoleh pembagian dermatofitosis sebagai berikut :

1. Tinea kapitis : bila menyerang kulit kepala clan rambut .


2. Tinea korporis : bila menyerang kulit tubuh yang berambut (globrous skin).
3. Tinea kruris : bila menyerang kulit lipat paha, perineum, sekitar anus dapat meluas sampai ke daerahgluteus, perut bagian bawah .
4. Tinea manus dan tinea pedis : Bila menyerang daerah kaki dan tangan, terutama telapak tangan dan kaki serta sela-selajari.
5. Tinea Unguium : bila menyerang kuku .
6. Tinea Barbae : bila menyerang daerah dagu, jenggot, jambang dan kumis.
7. Tinea Imbrikata : bila menyerang seluruh tubuh dengan memberi gambaran klinik yang khas.

PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara angsung maupun tidak langsung.Penularan langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang
mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau tanah.Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur,
pakaian debu.Agen penyebabjuga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi
dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.
1. Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum.
2. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati.
3. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan.
4. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm).
5. Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:


a) Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik. Selain afinitas ini massing-masing
jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh
misalnya: Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha
bagian dalam.
b) Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c) Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat
seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang penyakit jamur.
d) Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan
ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik.
e) Faktor umur dan jenis kelamin .

4. Memahami dan Menjelaskan Tanda dan Gejala

Tinea kapitis

Non-inflamasi atau gray patch

- Gejala klinis terutama disebabkan oleh M. Audouinii dan M.


Ferrigineum yang sering ditemukan pada anak-anak.
- Penyakit timbul akibat invasi rambut ektothrix.
- Lesi bermula dari papul eritematosa yang kecil disekitar
rambut, kemudian papul akan melebar dan membentuk bercak yang
menjadi pucat dan bersisik mengelilingi batang rambut dan akhirnya
menyebar secara sentrifugal yang melibatkan folikel rambut disekitarnya.

20
ANNISA APRILIA ATHIRA 21
1102014029

- Keluhan penderita adalah rasa gatal, warna rambut menjadi abu-abu dan tidak berkilau. Rambut mudah patah dan terlepas dari
akarnya sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri yag menyebabkan alopesia setempat.

Black dot

- Gejala yang timbul disebabkan oleh T. tonsurans dan T. violaceum.


- Lokasi arthrospores berada didalam batang rambut yang membuat rambut menjadi
lebih rapuh.
- Rambut yang terinfeksi akan patah tepat pada muara folikel dan yang tertinggal adalah
ujung rambut yang penuh dengan spora.
- Pada infeksi black dot sering terjadi inflamasi dimana peradangan terjadi dari
folikulitis ke kerion. Pada beberapa kasus tinea kapitis black dot juga dapat ditemukan gangguan
pada kuku dan rambut yang hilang

Kerion

- Kerion merupakan jenis tinea kapitis yang bersifat inflamasi dan merupakan tinea
kapitis dengan peradangan yang berat.
- Reaksi peradangan berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan
serbukan sel radang yang padat disekitarnya sehingga pada kulit kepala tampak bisul-bisul kecil
yang berkelompok dan kadang-kadang ditutupi sisik-sisik tebal.
- dapat menimbulkan jaringan parut (sikatriks) dan berakibat alopesia yang menetap.
Jaringan parut yang menonjol kadang-kadang dapat terbentuk.

Favus

- Favus merupakan gejala tinea yang jarang, gejala di sebabkan T. schoenleinii.


Organisme dapat mempengaruhi kulit dan kuku juga hal ini di tandai dengan warna krusta
kekuningan yang dikenal sebagai skutula disekitar rambut. Skutula memiliki berbau yang khas
yaitu berbau tikus “moussy odor” dan rambut secara ekstensif akan hilang menjadi alopesia dan
atrofi.

Tinea barbae

Tipe Klinis

Tinea barbae biasanya menimbulkan lesi yang unilateral dan lebih sering
melibatkan area jenggot daripada kumis atau bibir atas. Gejalanya mempunyai 3 tipe klinis.
Tipe klinis dari penyakit ini terbagi menjadi tipe inflamasi/ deep berupa lesi supuratif yang
dalam serta bernodul, tipe superficial berupa patch yang sebagian tanpa rambut, berkrusta
dan di superficial dengan folikulitis dan tipe sirsinata.

1. Tipe inflamasi/ deep


Tipe ini biasanya disebabkan oleh T. mentagrophytes dan T. verrucosum. Tinea
barbae tipe inflamasi dianalogkan dengan tipe kerion pada tinea kapitis. Tipe deep
berkembang dengan lambat dan menghasilkan nodul yang menebal dan bengkak seperti
kerion. Lesi yang timbul berbentuk nodul dan seperti rawa disertai krusta seropurulen. Bengkak pada tipe ini biasanya konfluen
dan berbetuk infiltrasi difusa seperti rawa dengan abses. Kulit yang terkena meradang, rambut-rambut menjadi hilang, dan pus
mungkin muncul melalui folikel sisa yang terbuka. Rambut-rambut di daerah ini tidak mengkilat, rapuh, dan mudah diepilasi
untuk mendemonstrasikan sebuah massa purulen di sekitar akarnya. Pustulasi perifolikel dapat bergabung membentuk saluran
sinus dan kumpulan pus seperti abses, yang akhirnya menjadi lesi alopecia. Umumnya lesi ini hanya terbatas pada satu bagian
muka atau leher pada laki-laki.

2. Tipe superfisial
Tipe superfisial dicirikan dengan folikulitis pustula yang tidak terlalu meradang dan mungkin dihubungkan dengan T.
violaceum atau T. Rubrum. Tipe Superfisial dari tinea barbae menyerupai lesi pada tinea corporis. Ada lesi berbentuk lingkaran
dengan tepi vesikopustul. Reaksi host terhadap penyakit ini tidak terlalu perah, meskipun alopecia mungkin timbul di pusat lesi.

Tipe ini disebabkan oleh lebih sedikit peradangan antropofil, bentuk tinea barbae ini sangat menyerupai folikulitis
bakteri, dengan eritema difusa ringan dan papul folikular dan pustul. Rambut yang kusam dan rapuh membentuk infeksi
endotriks dengan T. violaceum sebagai etiologi yang lebih sering daripada T. rubrum. Rambut yang terinfeksi biasanya mudah
dicabut. Yang jarang, E. floccosuin mungkin menyebabkan lesi verrukosa yang menyebar yang dikenal sebagai epidermofitosis
verrukosa.

3. Tipe sirsinata
Tipe ini sangat mirip dengan tinea sirsinata dari kulit glabrous, tinea barbae sirsinata menunjukkan batas
vesikopustular yang aktif dan menyebar dengan lingkaran pusat dan rambut yang jarang-jarang pada daerah tersebut.

Gejala Klinis

Infeksi sering berawal pada leher atau dagu, tetapi gejala klinis dari Tine Barbae tergantung pada patogen penyebab. Kadang-
kadang dermatofitosis dapat berkembang tanpa lesi khusus, tetapi selalu dengan rasa gatal.

Tinea yang disebabkan oleh dermatofita zoofilik lebih parah karena reaksi inflamasi yang terjadi disebabkan oleh jamur yang
lebih kuat.14 Dagu, pipi, dan leher sering terinfeksi. Umumnya infeksi ini menyebabkan nodul yang inflamasi atau nodul-nodul dengan
pustul mulitpel dan aliran sinus pada permukaannya. Rambut dapat rontok dan patah, eksudat, pus dan krusta menutupi permukaan kulit
(kerion celsi). Rambut mudah dicabut dan tidak sakit. Kadang-kadang muncul bersamaan dengan limfadenopati regional, sedangkan demam
dan malaise cukup jarang terjadi.

Ada gejala-gejala yang sangat jauh berbeda satu sama lain. Dua variasi gejala klinis utama dibedakan.

Tipe tanpa inflamasi yang disebabkan oleh dermatofita antrofilik diawali dengan patch datar dan eritema dengan tepi yang
meninggi. Patch bersisik mungkin ditutupi papul-papul, pustule atau krusta. Rambut patah di dekat kulit dan dapat menyumbat folikel
rambut. Patch kulit mungkin soliter tetapi dapat juga multiple dan mungkin berbentuk annular. Patch dapat bertahan hingga bertahun-tahun
dan mungkin membesar. Kadang-kadang, morfologi klinisnya menyerupai folikulitis bakteri, khususnya ketika folikel pustula telah
berkembang dan hilangnya rambut telah terlihat. Lesi pustula dengan rambut yang hilang menunjukkan varian kronik dari infeksi jamur ini
yang menyerupai sikosis (folikulitis pustula dari janggut). Dengan demikian, penyakit itu disebut sycosiform tinea barbae.

Tipe dalam atau pustul dari tinea barbae dicirikan dengan adanya folikel yang berpustul dan dalam yang membentuk nodul-nodul, seperti
lesi kerion yang ditemukan pada Tinea capitis. Lesi pustula ini diawali mikotik yang sesungguhnya dan pus sangat penuh pada artrokonidia
jamur. Reaksi yang terjadi bisa benar-benar parah dimana kebanyakan rambut menjadi patah dilanjutkan resolusi dari penyakit ini. Alopecia
dan bekas luka mungkin menetap. Lesi terlhat seperti rawa dan membengkak. Rambut-rambut ini ketika diepilasi akan terlihat memiliki
sejenis pus, massa putih pada akar rambut dan mengelilingi jaringan di sekitarnya. Aliran sinus meningkat dan merusak jaringan sekitar.
Sedikit tekanan akan membangkitkan ekstrusksi dari material purulen. Lesi ini mungkin soliter dan kebanyakan sering ditemukan pada
daerah maksila. Kadang-kadang keseluruhan area jenggot terkena dan indurasi verukosa ungu kemerahan yang banyak juga terbentuk.
Pembesaran kelenjar getah bening regional, demam ringan, dan malaise mungkin muncul bersamaan pada infeksi yang parah, khususnya
yang disebabkan oleh T. verrucosum. Bibir atas biasanya terhindar dari tinea barbae, sangat kontras jika dibandingkan dengan infeksi bakteri
sycosis vulgaris.

Tinea unguium

Kuku jari kaki lebih sering terinfeksi dibandingkan kuku jari tangan. Sekitar 80%
tinea unguium terjadi pada kaki. Gambaran klinis tinea unguium berdasarkan
klasifikasinya, yaitu:

1. Onikomikosis Distal Subungual (ODS)


Onikomikosis Distal Subungual (ODS) merupakan pola tinea unguium yang paling
sering terjadi. Infeksi dimulai dari stratum korneum daerah hiponokium atau lipatan
kuku, kemudian masuk ke subungual. Onikomikosis Distal Subungual (ODS) sering
dikaitkan dengan tinea pedis. Biasanya disebabkan oleh T. rubrum.
2. Onikomikosis Subungual Proksimal (OSP)
Jamur masuk melalui kutikula lipatan kuku posterior kemudian berpindah sepanjang
lipatan kuku proksimal menginvasi matrik kuku. Pada tipe ini, paling sering disebabkan
oleh T. rubrum. Tipe ini selalu dikaitkan dengan keadaan immunocompromised. Banyak ditemukan pada pasien HIV. Onikomikosis
Subungual Proksimal (OSP) dapat mengenai satu atau dua kuku. Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah bintik putih di bawah
lipatan kuku proksimal.
3. Onikomikosis Superfisial Putih (OSPT)
Pada tipe ini, jamur menginvasi permukaan dorsal kuku. Penyebab terbanyak adalah T. mentagrophytes atau T. rubrum (pada anak-anak).
Penyebab yang jarang Acremonium, Fusarium, dan Aspergillus terreus. Permukaan lempeng kuku yang terinvasi oleh jamur menunjukkan
gambaran putih, seperti tepung/ serbuk kapur (chalky white) dan kadang mudah retak.

Pada umumnya gambaran dermatofitosis terdiri atas bermacam – macam ruam kulit (polimorfi) dengan bagian tepi lebih aktif
dan bagian tengah lebih tenang dan disertai rasa gatal.

22
ANNISA APRILIA ATHIRA 23
1102014029

Tinea kruris

Gambaran klinis biasanya adalah lesi simetris di lipat paha


kanan dan kiri. Mula – mula lesi ini berupa bercak eritematosa dan gatal,
yang lama kelamaan meluas sehingga dapat meliputi, skrotum, pubis,
glutea bahkan sampai paha. Tepi lesi aktif, polisiklis, ditutupi skuama,
dan kadang – kadang disertai dengan banyak papul eritema dan vesikel
kecil – kecil. Pada bentuk kronis, lesi kulit hanya berupa bercak menebal
hiperpigmentasi dengan sedikit skuama. Erosi dan keluarnya cairan
biasanya akibat garukan.

Tinea pedis

Ada 4 jenis tinea pedis interdigitalis, moccasin, tipe akut


ulserasi dan tipe vesikobulosa semua dengan karakteristik kulit masing-
masing.

Interdigitalis

- Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis.
- Dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan ke sela jari yang lain.
- Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh. Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri
sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erysipelas

Moccasin foot

- Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit menebal dan bersisikhalus dan seperti
bedak
- Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi
- Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel

Vesikobulosa

- Diakibatkan karena T.mentagrophytes


- Diameter vesikel lebih besar dari 3mm
- Jarang pada anak-anak, tapi etiologi yang sering terjadi pada anak-anak adalah T.rubrum
- Vesikel pustul atau bula pada kulit tipis ditelapak kaki dan area periplantar

Tipe akut ulserasi

- Mempengaruhi telapak kaki dan terkait dengan maserasi dan kerusakan kulit
- Ko infeksi bakterial biasanya dari garam negatif kombinasi dengan T.mentagrophytes menghasilkan vesikel pustul dan
ulkus bernanah yang besar pada permukaan plantar

Tinea Korporis

Gambaran klinis dimulai dengan lesi bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif dengan
perkembangan kearah luar, bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya memberi gambaran yang
polisiklik,arsinar,dan sirsinar. Pada bagian pinggir ditemukan lesi yang aktif yang ditandai dengan
eritema, adanya papul atau vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Tinea
korporis yang menahun, tanda-tanda aktif menjadi hilang dan selanjutnya hanya meninggalkan
daerah hiperpigmentasi saja . Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat dan
kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan
Tinea korporis biasanya terjadi setelah kontak dengan individu atau dengan binatang
piaraan yang terinfeksi, tetapi kadang terjadi karena kontak dengan mamalia liar atau tanah yang
terkontaminasi. Penyebaran juga mungkin terjadi melalui benda misalnya pakaian, perabot dan
sebagainya

5. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding


Tinea kruris Tinea Kapitis Tinea Corporis Tinea Pedis Tinea
unguium

Letak Lipatan paha, daerah Kulit dan rambut Kulit tubuh tidak berambut, Kaki, terutama pada sela-sela Kuku
genitokrural, sekitar kepala bisa muncul di seluruh bagian jari dan telapak kaki.
anus, bokong, dan tubuh, namun umumnya
kadang-kadang sampai muncul pada lengan dan kaki. juga dikenal dengan
perut bagian bawah. istilah athlete’s foot

Faktok resiko  -Banyak berkeringat. •DM -Sirkulasi darah buruk. -pemakaian sepatu tertutup Sama dengan
untuk waktu yang lama, Tinea Pedis
 -Mengidap penyakit kulit •Orang kulit hitam -Usia masih sangat muda atau
lain. sangat tua.
•Anak-anak pre-
 -Kelebihan berat badan
pubertas
-Kondisi tempat tinggal
-bertambahnya kelembaban
atau obesitas. lembap, basah, dan penuh
karena keringat,
sesak.
 -Memiliki sistem •Pekerja salon
kekebalan tubuh yang -Mengalami obesitas akut.
lemah. •Daerah padat
penduduk -Sering melakukan kontak fisik -pecahnya kulit karena
 -Berjenis kelamin pria, dengan orang atau hewan yang mekanis, dan paparan
walaupun wanita juga •Saling pakai sisir terhadap jamur di gedung
mungkin terjangkit. -Menjalani kemoterapi atau olah raga atau kolam renang
mengonsumsi obat-obatan
 -Memakai celana dalam
yang ketat atau alat steroid yang bisa melemahkan
bantu atletik yang tidak sistem imunitas.
dicuci setelah digunakan. -pemakaian kaus kaki dengan
-Menderita penyakit yang
bahan yang tidak dapat
 -Menggunakan ruangan membuat sistem imunitas tubuh
menyerap keringat
loker dan kamar mandi melemah.
umum.
-Mengidap diabetes tipe 1.

-Pernah terinfeksi jamur -kurangnya kebersihan


sebelumnya.

-Mengalami aterosklerosis atau


penyempitan dinding arteri

Etiologi T.rubrum, Tricopyton dan Trichophyton rubrum epidermophyton floccosum, T.rubrum


Microsporum, Trichophyton mentagrophytes. (tangan)
T.mentagrophytes kecuali T.mentagrophytes, T.
T.Concentricum rubrum, dan T. tonsurans T.mentagrophyt
(penyebab tersering es (kaki)
adalah M. Canis dan
T tonsurans )

Manifestasi -lesi berbatas tegas. -Kerion Gejala biasanya mulai muncul Interdigital tinea -sublungual
10 hari setelah tubuh pedis, umumnya menginfeksi distalis
-Grey patch melakukan kontak dengan daerah lembut antara jari-jari
ringworm jamur. kaki. gejala berupa gatal,
-Peradangan pada tepi kemerahan, selalu tampak
basah.
lebih nyata daripada -Black dot ringworm -bentuk lateralis
-Munculnya ruam melingkar 
tengahnya.

kemerahan atau keperakan pada Chronic hyperkeratotic tinea
kulit. pedis, merupakan kondisi
telapak kaki kemerahan
dengan kerak yang kronis -leukonikia
-Efloresensi terdiri atas  -Kulit bersisik. pada penderita tinea pedis. trikofita
macam-macam bentuk dapat merasakan gatal atau
yang primer dan  -Terasa gatal dan terjadi tidak merasakan gejala sama
24 sekunder (polimorf). peradangan. sekali.
 -subungal
 -Muncul luka melepuh dan  Acute ulcerative tinea pedis, proksimalis
berisi nanah di sekitar ruam. adalah kondisi munculnya
ANNISA APRILIA ATHIRA 25
1102014029

-Bila penyakit ini -Pada kasus yang cukup parah, bintik-bintik berisi nanah dan
menjadi menahun, dapat ruam melingkar yang muncul lepuhan-lepuhan berisi cairan
berupa bercak hitam akan berlipat ganda, tumbuh  -distorfi kuku
disertai sedikit sisik. besar dan mungkin menyatu.  Vesiculobullous athlete’s total
foot. Gejala yang
ditimbulkan oleh penyakit ini
- luka melepuh dan bernanah adalah kulit yang melepuh
bisa muncul di sekitar ruam atau adanya kantung
-Erosi dan keluarnya berongga (bula) pada lapisan
melingkar. Kulit dengan ruam
cairan biasanya akibat kulit yang memerah di area
melingkat akan sedikit
garukan. telapak kaki.
terangkat dan kulit di
bawahnya terasa gatal.

Diagnosis Banding Tinea Kruris

1. Candidosis intertriginosa

Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau
subakut dan dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki.Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik
laki-laki maupun perempuan.

Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena
perubahan pH dalam vagina, kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit kronis orang tua dan bayi,
imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur, kontak dengan penderita.

Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar
jari; dapat juga mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis (balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara
jari ketiga dan keempat, pada sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-kadang disertai rasa panas
seperti terbakar.

Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas,
berupa lenting-lenting yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas tegas, Pada bagian tepi kadang-
kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah
meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas,
dan terjadi lecet. Pada bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.

2. Erytrasma

Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi
berupa eritema dan skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran sebesar milier sampai plakat. Lesi
eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit penderita.
Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa
dan serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi
merupakan tanda khas dari eritrasma. Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada pemeriksaan
dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)

3. Psoriasis

Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema
berbatas tegas dengan skuama yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner. Tempat
predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada
stadium penyembuhan sering bagian di tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih
seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.

4. Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik
sebanyak 1-5% populasi.Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi sampa orang dewasa.
Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk yang berat ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan
berminyak disertai eksudat dan krusta tebal.

6. Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Penunjang

Selain dari gejala-gejala khas setiap jamur, diagnosis suatu penyakit jamur harus dibantu dengan pemeriksaan laboratorium,
yaitu:

1. Pemeriksaan preparat langsung


2. Pembiakan/Kultur
3. Reaksi imunologis
4. Biopsi atau pemeriksaan gambaran histopatologi
5. Pemeriksaan dengan sinar Wood

PEMERIKSAAN PREPARAT LANGSUNG

Untuk melihat apakah ada infeksi jamur perlu dibuat preparat langsung dari kerokan kulit, rambut, atau kuku. Sediaan dituangi
KOH 10%-40% dengan maksud melarutkan keratin kulit atau kuku sehingga akan tinggal kelompok hifa. Sesudah 15 menit atau
sesudah dipanasi di atas api kecil, jangan sampai menguap, dilihat dibawah mikroskop, dimulai dengan pembesaran 10 kali.

Adanya elemen jamur tampak berupa benang-benang bersifat kontur ganda. Selain itu, tampak juga bitnik spora berupa bola
kecil sebesar 1-3µ. Bahan-bahan yang diperlukan untuk diperiksa didapat dari:

a. Kulit

Bahan diambil dan dipilih dari bagian lesi yang aktif, yaitu daerah pinggir. Terlebih dahulu dibersihkan dengan alkohol 70%
lalu dikerok dengan scalpel sehingga memperoleh skuama yang cukup. Letakan di atas gelas objek, lalu dituangi KOH 10%.

b. Rambut

Rambut yang dipilih adalah rambut yang terputus-putus atau rambut yang warnanya tidak mengkilat lagi, tuangi KOH 20%,
lihat adanya infeksi endo atau ektotrik.

c. Kuku

Bahan yang diambil adalah masa detritus dari bawah kuku yang sudah rusak atau dari bahan kukunya sendiri, selanjutnya
dituangi dengan KOH 20-40% dan dilihat dibawah mikroskop, dicari hifa atau spora.

Adapun tata cara pemeriksaan preparat langsung adalah sebagai berikut:

Pengambilan sampel

A. Alat alat yang dibutuhkan :

- Skalpel

- Pinset

- Alkohol 70%

- Kapas

- Kertas/wadah yang

bersih

B. Cara pengambilan sampel :

1.Bersihkan kulit yang akan dikerok dengan kapas alkohol 70% untuk menghilangkan lemak, debu dan kotoran lainnya.

26
ANNISA APRILIA ATHIRA 27
1102014029

2.Keroklah bagian yang aktif dengan skalpel dengan arah dari atas kebawah (cara memegang skalpel harus miring membentuk
sudut 45 derajat ke atas).

3.Letakkan hasil kerokan kulit pada kertas atau wadah

Pembuatan sediaan

A.Alat alat yang dibutuhkan :

- Kaca objek

- Kaca penutup

- Lampu spiritus

- Pinset

- Reagen yaitu Larutan KOH 10% untuk kulit dan kuku, Larutan KOH 20% untuk rambut

B.Cara pembuatan sediaan :

1. Teteskan 1-2 tetes larutan KOH 10% pada kaca objek.

2. Letakkan bahan yang akan diperiksa pada tetesan tersebut dengan menggunakan pinset yang sebelumnya dibasahi dahulu
dengan larutan KOH tersebut. Kemudian tutup dengan kaca penutup.

3. Biarkan ±15 menit atau dihangatkan diatas nyala api selama beberapa detik untuk mempercepat proses lisis

Pemeriksaan

A. Alat yang digunakan : Mikroskop

B. Cara Pemeriksaan :

1. Periksa sediaan dibawah mikroskop perbesaran objektif 10 X

2. Kemudian dengan pembesaran 40 X untuk mencari adanya hypha dan atau spora, akan tampak gambaran hifa dan spora
tergantung jamur yang menyebabkan penyakitnya

contohnya :

-Terlihat gambaran hifa sebagai dua garis sejajar terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet (artrospora) pada Tinea
(Dermatofitosis)

-Terlihat campuran hifa pendek dan spora spora bulat yang dapat berkelompok (gambaran Meat ball and spagheti) pada Pitiriasis
Versikolor (panu)

PEMERIKSAAN KULTUR DENGAN SABOURAUD AGAR

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium saboraud dengan ditambahkan
chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Perbenihan pada suhu 24- 30°C. Pembacaan diakukan dalam waktu 1-3 minggu. Koloni yang tumbuh diperhatikan mengenai warna,
bentuk, permukaan dan ada atau tidaknya hifa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:

a. Bentuk koloni

ada 3 bentuk koloni jamur, yaitu:


 Koloni ragi
Makroskopis tampak bundar, lunak atau lembek dengan permukaan halus atau rata, mengkilat, tidak berpigmen,
warna kekuningan, seperti koloni bakteri.
 Koloni menyerupai ragi
Secara mikroskopis tampak sebagai sel tunggal dan kadang-kadang tampak miselium semu (sel-sel panjang,
tetapi tidak khas dan tidak bersekat).
 Koloni filament
Secara makroskopis tampak seperti kapas berupa benang halus dengan permukaan dan pinggir tidak rata.

b. Bentuk hifa

 Menurut fungsinya:
-Hifa vegetative untuk perkembangan dan mengambil makanan
-Hifa reproduktif untuk membentuk dan memperbanyak diri dengan spora
 Menurut jenisnya:
-Hifa berseptum
-Hifa tidak berseptum
 Pembagian lain:
-Hifa sejati apabila panjang hifa lebih dari lebar
-Hifa semu

c. Bentuk spora

PEMERIKSAAN REAKSI IMUNOLOGIS

Dengan menyuntikan secara intrakutan semacam antigen yang dibuat dari koloni jamur, reaksi (+) berarti infeksi oleh jamur
(+), misalnya:

a. Reaksi trikofitin
Antigen yang dibuat dari pembiakan trikofitosis. Bila (+) berarti ada infeksi trikofiton.
b. Reaksi histoplasmin
Antigen yang dibuat dari pembiakan Histoplasma. Bila (+) berarti infeksi Histoplasma (+)
c. Reaksi sporotrikin
Antigen dibuat dari koloni Sporotricium schenkii. Bila (+) berarti infeksi oleh spesies sporotrikum

BIOPSI

Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan
Peridoc Acid–Schiff Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain , jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan
methenamin silver, jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).

PEMERIKSAAN DENGAN SINAR WOOD

Sinar Wood adalah sinar ultraviolet yang setelah melewati suatu saringan wood, sinar yang tadinya polikromatis menjadi
monokromatis dengan panjang gelombang 3600 A. sinar ini tidak dapat dilihat.

Bila sinar ini diarahkan ke kulit atau rambut yang mengalami infeksi oleh jamur-jamur tertentu, sinar ini akan berubah menjadi
dapat dilihat, dengan memberi warna kehijauan atau fluoresensi. Bila pemeriksaan memberi fluoresensi maka pemeriksaan sinar
wood positif dan apabila tidak ada fluoresensi maka negatif. Jamur yang memberikan fluoresensi adalah Microsporum lanosum,
Microsporum audounii, M.canis, dam Malassezia furfur (penyebab tinea vesikolor).

28
ANNISA APRILIA ATHIRA 29
1102014029

7. Memahami dan Menjelaskan Tatalaksana

 Farmakologi

Terdapat banyak obat antijamur topikal untuk pengobatan infeksi dermatofit. Lokasi ini sangat peka nyeri, jadi konsentrasi obat
harus lebih rendah dibandingkan lokasi lain, misalnya asam salisilat, asam benzoat, sulfur, dan sebagainya. Obat-obat topikal ini bisa
digunakan bila daerah yang terkena sedikit, tetapi bila infeksi jamur meluas maka lebih baik menggunakan obat oral sistemik
(Graham-Brown, 2002).
Menurut Bagian Farmakologi FK UI (1995), Bagian Kesehatan Anak FK UI (2002), dan Nasution M.A. (2005), obat-obat pada
infeksi jamur pada kulit ada 2 macam yaitu :
1) Obat topikal, misalnya :

a) Golongan Mikonazole,

b) Golongan Ketokonazole, dan sebagainya.

Pengobatan umumnya 2x/hari minimal selama 3 minggu atau 2 minggu sesudah tes KOH negatif dan klinis membaik.

2) Obat per oral, misalnya :

a) Golongan Griseofulvin, dosis :


Anak : 10 mg/kgBB/hari (microsize).
5,5 mg/kgBB/hari (ultra-microsize).
Dewasa : 500-1000 mg/hari/

b) Golongan Ketokonazole, dosis :


Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 tablet (200 mg)/hari.

c) Golongan Itrakonazole, dosis :


Anak : 3-5 mg/kgBB/hari.
Dewasa : 1 kapsul (100 mg)/hari.

d) Golongan Terbinafin, dosis :


Anak : 3-6 mg/kgBB/hari.
10-20 kg : 62,5 mg (¼ tablet)/hari.
20-40 kg : 125 mg (½ tablet)/hari.
Dewasa : 1 tablet (250 mg)/hari.

Terapi lokal
Infeksi pada badan dan lipat paha dan lesi-lesi superfisialis, di daerah jenggot, telapak tangan dan kaki, biasanya dapat diobati
dengan pengobatan topikal saja.

1. Lesi-lesi yang meradang akut dengan vesikula dan eksudat harus dirawat dengan kompres basah secara terbuka,
dengan berselang-selang atau terus menerus. Vesikel harus dikempeskan tetapi kulitnya harus tetap utuh.
2. Toksilat, haloprogin, tolnaftate dan derivat imidazol seperti mikonasol, ekonasol, bifonasol, kotrimasol dalam bentuk
larutan atau krem dengan konsentrasi 1-2% dioleskan 2 x sehari akan menghasilkan penyembuhan dalam waktu 1-3 minggu.
3. Lesi hiperkeratosis yang tebal, seperti pada telapak tangan atau kaki memerlukan terapi lokal dengan obat-obatan
yang mengandung bahan keratolitik seperti asam salisilat 3-6%. Obat ini akan menyebabkan kulit menjadi lunak dan mengelupas.
Obat-obat keratolitik dapat mengadakan sensitasi kulit sehingga perlu hati-hati kalau menggunakannya.
4. Pengobatan infeksi jamur pada kuku, jarang atau sukar untuk mencapai kesembuhan total. Kuku yang menebal dapat
ditipiskan secara mekanis misalnya dengan kertas amplas, untuk mengurangi keluhan-keluhan kosmetika. Pemakaian haloprogin
lokal atau larutan derivat asol bisa menolong. Pencabutan kuku jari kaki dengan operasi, bersamaan dengan terapi griseofulvin
sistemik, merupakan satu-satunya pengobatan yang bisa diandalkan terhadap onikomikosis jari kaki.

Terapi sistemik
Pengobatan sistemik pada umumnya mempergunakan griseofulvin. Griseofulvin adalah suatu antibiotika fungisidal yang
dibuat dari biakan spesies penisillium. Obat ini sangat manjur terhadap segala jamur dermatofitosis. Griseofulvin diserap lebih cepat
oleh saluran pencernaan apabila diberi bersama-sama dengan makanan yang banyak mengandung lemak, tetapi absorpsi total setelah
24 jam tetap dan tidak dipengaruhi apakah griseofulvin diminum bersamaan waktu makan atau diantara waktu makan.
Dosis rata-rata orang dewasa 500 mg per hari. Pemberian pengobatan dilakukan 4 x sehari, 2 x sehari atau sekali sehari. Untuk
anak-anak dianjurkan 5 mg per kg berat badan dan lamanya pemberian adalah 10 hari. Salep ketokonasol dapat diberikan 2 x sehari
dalam waktu 14 hari.

 Non farmakologi

Infeksi Rekomendasi Alternatif


Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr 6 minggu Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400 mg/hr seminggu per
(Onychomycosis) untuk kuku jari tangan, 12 bulan selama 3-4 bulan berturut-turut.
minggu untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-12 bln) Griseofulvin
500-1000 mg/hr s.d sembuh (12-18 bulan)

Tinea capitis Griseofulvin 500mg/day Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg


(≥ 10mg/kgBB/hari) s/d sembuh (6- Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
8 minggu) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg

Tinea corporis Griseofulvin 500 mg/hr sampai Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu Itraconazole 100 mg/hr
sembuh (4-6 minggu), sering selama 15 hr atau 200mg/hr selama 1 mgg.
dikombinasikan dengan Fluconazole 150-300 mg/mggu selama 4 mgg.
imidazol.

Tinea cruris Griseofulvin 500 mg/hr sampai Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg Itraconazole 100
sembuh (4-6 minggu) mg/hr selama 15 hr atau 200 mg/hr selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/hr selama 4 mgg.

Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr sampai Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg Itraconazole 100
sembuh (4-6 minggu) mg/hr selama 15 hr atau 200mg/hr selama 1 mgg.
Fluconazole 150-300 mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr selama 4-6 Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg. Griseofulvin 500-
widespread minggu 1000 mg/hr sampai sembuh (3-6 bulan).
non-responsive
tinea.
Pencegahan

Menurut Brooks (2001) dan Graham-Brown (2002), infeksi berulang pada Tinea kruris dapat terjadi melalui proses
autoinokulasi reservoir lain yang mungkin ada di tangan dan kaki (Tinea pedis, Tinea unguium). Jamur diduga berpindah ke sela paha
melalui kuku jari-jari tangan yang dipakai menggaruk sela paha setelah menggaruk kaki atau melalui handuk. Untuk mencegah
infeksi berulang, daerah yang terinfeksi dijaga agar tetap kering dan terhindar dari sumber-sumber infeksi serta mencegah pemakaian
peralatan mandi bersama-sama (Brooks, 2001).
Menurut Nasution M.A. (2005), disamping pengobatan, yang penting juga adalah nasehat kepada penderita misalnya pada
penderita dermatofitosis, disarankan agar :

1) Memakai pakaian yang tipis.

30
ANNISA APRILIA ATHIRA 31
1102014029

2) Memakai pakaian yang berbahan cotton.

3) Tidak memakai pakaian dalam yang terlalu ketat.

Oleh karena itu, berikan anjuran-anjuran pada pasien agar tidak terjadi infeksi berulang. Anjurkan pasien menggunakan handuk
terpisah untuk mengeringkan daerah sela paha setelah mandi, anjurkan pasien untuk menghindari mengenakan celana ketat untuk
mencegah kelembaban daerah sela paha, anjurkan pasien dengan Tinea kruris yang mengalami obesitas untuk menurunkan berat
badan, dan anjurkan pasien untuk memakai kaus kaki sebelum mengenakan celana untuk meminimalkan kemungkinan transfer jamur
dari kaki ke sela paha (autoinokulasi). Bubuk antifungal, yang memiliki manfaat tambahan pengeringan daerah sela paha, mungkin
dapat membantu dalam mencegah kambuhnya Tinea kruris (Wiederkehr, 2012).

Komplikasi
Pada penderita Tinea kruris dapat terjadi komplikasi infeksi sekunder oleh organisme candida atau bakteri. Pemberian obat
steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi jamur sehingga menyebabkan penyakit menyebar (Wiederkehr, 2012).

Prognosis
Prognosis Tinea kruris akan baik, asalkan kelembaban dan kebersihan kulit selalu dijaga (Siregar, 2004).

Perkembangan penyakit dermatofitosis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan penyebab penyakitnya disamping faktor-faktor yang
memperberat atau memperingan penyakit. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit dapat dihilangkan, umumnya penyakit
ini dapat hilang sempurna.

8. Memahami dan Menjelaskan Cara Menjaga Kesehatan Kulit Menurut Pandangan Islam

Menjaga kulit dari sinar Matahari – Matahari memiliki peran utama dalam merusak kulit. Anda perlu melindungi kulit dari
matahari guna mencegah penuaan pada kulit. Matahari sangat berpengaruh dalam membuat kulit berkerut, kering, dan membuat
warna kulit berubah; Penjarangan kulit, tekstur kulit, penipisan kulit serta penyakit kulit yang berhubungan dengan paparan sinar
matahari.

Perintah menutup aurat

Aurat diambil dari perkataan Arab 'Aurah' yang berarti keaiban. Manakala dalam istilah fiiah aurat diartikan sebagai bagian
tubuh badan seseorang yang wajib ditutup atau dilindungi dari pandangan.

Perintah menutup aurat telah difirmankan oleh Allah s.w.t dalam surah al-ahzab ayat 33

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah yang
dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan dosa dari kamu dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Manfaat menutup aurat:

1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)

“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki yang memegang cemeti laksana
ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan,
yang dikepala mereka ada sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak akan
mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim).

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang berpakaian namun
telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan
kecantikannya.

2. Terhindar dari pelecehan

Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka sendiri. Karena wanita merupakan
fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,

“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR. Bukhari)

Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita.Aurat asas pada lelaki adalah menutup antara pusat dan lutut.
Manakala aurat wanita pula adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.

1. Aurat Ketika Sembahyang


Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.

2. Aurat Ketika Sendirian


Aurat wanita ketika mereka bersendirian adalah bahagian anggota pusat dan lutut. Ini bererti bahagian tubuh yang tidak boleh dilihat
antara pusat dan lutut.
3. Aurat Ketika Bersama Mahram
Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut. Walau pun begitu wanita dituntut agar
menutup mana-mana bahagian tubuh badan yang boleh menaikkan syahwat lelaki walaupun mahram sendiri.
Perkara ini dilakukan bagi menjaga adab dan tatsusila wanita terutana dalam menjaga kehormatan agar perkara-perkara sumbang
yang tidak diingini tidak akan berlaku.

Syarak telah menggariskan golongan yang dianggap sebagai mahram kepada seseorang wanita:

1.Suami
2.Ayah mertua
3.Anak-anak lelaki termasuk cucu sama ada dari anak lelaki atau perempuan
4. Saudara lelaki kandung atau seibu atau sebapak
5. Anak saudara lelaki karena mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya
6. Anak saudara dari saudara perempuan
7. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama
8. Hamba sahaya
9. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat
10. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walau pun begitu, bagi kanak-kanak yang telah mempunyai
syahwat tetapi belum baligh,wanita dilarang menampakkan aurat terhadap mereka.

Berwudhu

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan/membersihkan diri”. (Al-
Baqarah : 222)

Ajaran kebersihan dalam Agama Islam berpangkal atau merupakan konsekusensi dari pada iman kepada Allah, berupaya
menjadikan dirinya suci/bersih supaya Ia berpeluang mendekat kepada Allah SWT.

Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian kebersihan dalam Islam mempunyai
aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga dipakai kata “bersuci” sebagai padanan kata “membersihkan/melakukan
kebersihan”. Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan pola hidup praktis, yang
mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dikembangkan dalam hukum Islam. Dalam rangka inilah dikenal sarana-
sarana kebersihan yang termasuk kelompok ibadah, seperti : wudhlu, tayamum, mandi (ghusl), pembersihan gigi (siwak).

Adanya kewajiban shalat 5 waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya kebersihan badan secara terbatas dan minimal,
karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang terlebih dahulu membersihkan diri dengan berwudhlu. Demikian juga ibadah tersebut
baru sah jika pakaian dan tempat dimana kita melakukannya memang bersih. Jadi jaminan kebersihan diri, pakaian dan lingkungan
mereka yang melaksanakannya. Disinilah letaknya ibadah itu ikut berperan membina kesehatan jasmani selain tentunya peran
utamanya membina kesehatan jiwa/rohani manusia.

DAFTAR PUSTAKA

1. Baligni K, Vardi VL, Barzegar MR et al. Extensive tinea corporis with photosensivity.: case report. Indian J. Dermatol 2009,54:57-59
2. Budimulja, Unandar. 2010. Mikosis (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed.6 p.89-105). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
3. Bennet, J.E.: Antumicrobial agents; in: Goodman & Gilman’s. Brunton, L.L: Lazo, J.S. and Parker, K.L: The Pharmacological Basis of
Therapeutics; 11th ed.pp. 1232 (McGraw-Hill, Medical Publishing Division, New York 2006)
4. Nasution MA, Muis Kamaliah, Juwono, dkk. Diagnosis dan penatalaksanaan dermatofitosis. Cermin Dunia Kedokteran, edisi khusus
1992, 80:116-118
5. Siregar, R.S,Sp.KK. 2002. Penyakit Jamur Kulit Edisi 2. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
6. http://www.bekamhijamah.com/index.php?Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoefrie:Menjaga_kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_den
gan_sistem_Islam

32

Anda mungkin juga menyukai