Anda di halaman 1dari 15

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

BAB 1 PENDAHULUAN

Stevens-Johnson syndrome, biasanya disingkatkan sebagai SJS, adalah reaksi buruk yang sangat gawat terhadap obat. Efek samping obat ini mempengaruhi kulit, terutama selaput mukosa. Juga ada versi efek samping ini yang lebih buruk, yang disebut sebagai nekrolisis epidermis toksik (toxic epidermal necrolysis/TEN). Ada juga versi yang lebih ringan, disebut sebagai eritema multiforme (EM).7 Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun, kebawah kemudian umurnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat dapat sampai mengakibatkan kesadarannya menurun, penderita dapat soporus koma sampai koma, mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodormal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala, batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.8 Stevens-Johnson syndrome ditemukan oleh dua dokter anak Amerika. A. M. steven dan S.C johnson, 1992 Stevens-Johnson syndrome yang bisa disingkat SJS merupakan reaksi alergi yang hebat terhadap obat-obatan.5,7,8 Angka kejadian Stevens-Johnson syndrome sebenarnya tidak tinggi hanya sekitar 1-14 per 1 juta penduduk. Syndrom Steven Sohnson dapat timbul sebagai gatal-gatal hebat pada mulanya, diikuti dengan bengkak dan kemerahan pada kulit. Setelah beberapa waktu, bila obat yang menyebabkan tidak dihentikan, serta dapat timbul demam, lepuh pada mulut, mata, anus, dan kemaluan serta dapat terjadi luka-luka seperti koreng pada kulit. Namun pada keadaankeadaan kelainan sistem imun seperti HIV dan AIDS angka kejadiannya dapat meningkat secara tajam.7 Rasio perbandingan berdasarkan jenis kelamin pria : wanita menderita Stevens-Johnson syndrome adalah 2 : 1. Pasien yang menderita Stevens-Johnson syndrome terutama ditemukan pada dekade ke empat, walaupun pada beberapa kasus ditemukan pada anak-anak usia 3 bulan. Di beberapa negara Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hongkong penyebab paling sering untuk terjadinya Stevens-Johnson syndrome adalah allopurinol.7
Page 1

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI

Gambar 1. Pasien Stevens-Johnson syndrome Lepuh lapisan kulit di punggung dan bokong Sumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Stevens-Johnson syndrome merupakan bentuk eriema multiforme fatal yang timbul dengan prodormal seperti penyakit flu, dan ditandai dengan lesi-lesi sistemik dan mukokutan yang berat. Terdapat keterlibatan mukosa oronasal dan anogenital dengan pseudomembran putih atau abu-abu yang khas, dan krusta hemoragik yang sering terjadi pada bibir. Lesi pada mata bervariasi, sering dengan injeksi konjungtivitis, iritis, uveitis, vesikel, erosi, dan perforasi kornea yang menyebabkan kekeruhan kornea dan kebutaan. Paru, gastrointestinal, jantung, dan ginjal juga dapat terlibat. 9 Stevens-Johnson syndrome merupakan salah satu kedaruratan, yang biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit. Tatalaksana difokuskan untuk menghilangkan faktor penyebab, pengawasan gejala, dan meminimalisir komplikasi. 2

Page 2

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Penyembuhan Stevens-Johnson syndrome memerlukan waktu mulai dari beberapa minggu sampai bulan, tergantung pada berat atau tidaknya kondisi pasien. Bila Stevens-Johnson syndrome diakibatkan oleh pengobatan, maka pengobatan tersebut harus dihindari selamanya. 2

2. ETIOLOGI Hampir semua kasus Stevens-Johnson syndrome disebabkan oleh reaksi toksik terhadap obat, terutama antibiotik (misal; obat sulfa dan penisilin), antikejang (mis. fenitoin) dan obat nyeri, termasuk yang dijual tanpa resep (misal; ibuprofen). Terkait HIV, alasan Stevens-Johnson syndrome yang paling umum adalah nevirapine (hingga 1,5 persen penggunanya) dan kotrimoksazol (jarang). Reaksi ini dialami segera setelah mulai obat, biasanya dalam 2-3 minggu. Etiologi Stevens-Johnson syndrome sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat. Beberapa faktor penyebab timbulnya Stevens-Johnson syndrome diantaranya : 7 a. Infeksi viral meliputi simplex virus (HSV), AIDS, coxsackie viral infections, influenza, hepatitis, mumps, lymphogranuloma venereum (LGV), rickettsial infections, and variola. Pada anak dapat disebabkan Epstein-Barr virus and enteroviruses. 7 b. Infeksi Bakteri meliputi group A beta streptococci, diphtheria, Brucellosis, mycobacteria, Mycoplasma pneumoniae, tularemia, dan typhoid.7 c. Infeksi Jamur meliputi Coccidioidomycosis, dermatophytosis, dan histoplasmosis. d. Infeksi Protozoa meliputi Malaria dan trichomoniasis. 7 e. Obat-obatan meliputi golongan penicillin dan sulfa. Antikonvulsi meliputi phenytoin, carbamazepine, asam valproat, lamotrigine, dan barbiturate. Antidepresan mirtazapine dan antagonis TNF alfa infliximab, etanercept, and adalimumab. Lain-lain (Allopurinol, modafinil). 7 f. Keganasan 7 g. 25 50 % kasus Stevens-Johnson syndrome adalah idiopatik 7

Page 3

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

3. PATOFISIOLIOGI Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV. Reaksi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen.1 Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target-organ). Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi radang. 1 Reaksi hipersensitif tipe III (Reaksi imun kompleks) Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang bersikulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan lunak.9 Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. 1 Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut. 1 Reaksi hipersensitif tipe IV (Reaksi tipe lambat) Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen meningkat sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat ( delayed) memerlukan waktu

Page 4

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

14 jam sampai 27 jam untuk terbentuknya. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin). 1 Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :10

Tabel 2. Tipe Reaksi Hipersensitivitas tipe IV


Sumber http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas Diakses tanggal 02 November 2010

4. DIAGNOSIS 4.1 Anamnesa Biasanya, proses penyakit bermula dari infeksi saluran pernapasan atas yang nonspesifik o Gejala prodormal biasanya berlangsung antara 1-14 hari berupa demam, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan malaise.4,7 o Muntah dan diare biasanya bukan merupakan gejala prodormal.6 Lesi mukokutaneus dapat timbul secara mendadak. Biasanya muncul pada akhir minggu ke 2 - 4. Lesi biasanya tidak disertai rasa gatal. 7 Riwayat demam yang memberat harus dipikirkan adanya suatu infeksi yang memberat; walaupun pada 85% kasus disertai dengan demam. 7

Page 5

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Adanya selaput pada mucosa oral yang berat dapat mengakibatkan kesulitan untuk makan dan minum. 7

Dapat disertai gejala pada genitourinaria berupa disuria dan inkontinensia uri. Gejala lain yang dpat muncul berupa7 : o Batuk berdahak yang purulen o Sakit kepala o Malaise o Arthralgia

4.2

Pemeriksaan Fisik

Tanda tanda utama : 1. Kelainan pada kulit berupa bercak-bercak perdarahan dibawah kulit. 2. Bercak merah bulat pada kulit dengan bagian tengah terdapat lepuh kecil hingga kulit terkelupas luas, basah dan berdarah. 3. Kelainan pada mukosa (hidung, mata, mulut, kelamin), bentuknya bisa berupa bibir terkelupas dan berdarah, kelamin lepuh terkelupas dan konjungtivitis (radang selaput bola mata).

Gambar 2. Konjungtivitis pada Pasien Stevens-Johnson syndrome Sumber : www.emedicine.mesdscape.com

Page 6

05 April, 2011
Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Rash awalnya berupa macula yang kemudian berkembang menjadi papula, vesikel, bulllae, plaques urtikaria, atau eritema. 7 Lesi di tengah dapat berupa vesicular, purpura, atau nekrotik. 7 Lesi yang khas berupa lesi berbentuk target. Lesi tersebut merupakan patognomonik. Pada eritema multiforme lesi memiliki dua zona warna. Ditengah dapat berupa vesicular, purpuric, atau nekrotik; dan dikelilingi oleh zona macular eritema. Yang biasa disebut dengan target lession. 7

Gambar 3. Gambaran Target Lession dan bullae Sumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Lesi dapat berupa bullae yang kemudia rupture, yang mengakibatkan lapisan kulit menjadi terbuka. Kulit tersebut dapat terkena infeksi sekunder. 7

Gambar 4. Gambaran kulit yg terkelupas pada Stevens-Johnson syndrome Sumber : www.emedicine.mesdscape.com

Page 7

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Lesi urtikaria biasanya tidak pruritic7 Dapat terjadi infeksi yang mengakibatkan terbentuknya jaringan parut. 7 Lesi dapat timbul dimana saja mulai dari telapak tangan sampai telapak kaki. Berikut ini gambaran deskuamasi kaki. 7

Gambar 5. Gambar deskuamasi kaki pada Stevens-Johnson syndrome Sumber : www.emedicine.mesdscape.com Diakses pada tanggal 26 Oktober 2010

Rash dapat ditemukan hanya pada satu area di tubuh, yang paling sering pada punggung7 Mucosa biasanya timbul lesi berupa eritema, edema, lepuh, kulit yang terkelupas, ulcerasi, dan nekrosis. Contoh pada tipe ini dapat lihat gambar di bawah ini7

Page 8

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Gambar 6. Krusta membaran mucosa pada Stevens-Johnson syndrome Sumber : http://childrenclinic.wordpress.com/2009/08/20/photo-images-stevens-johnson-syndrome-in-children/ Diakses pada tanggal 03April 2011

4.3

Pemeriksaan Penunjang Pada kasus Stevens-Johnson syndrome, pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk

mengobservasi keadaan umum pasien dan bukan untuk membantu menegakkan diagnosis. Hasil pemeriksaan laboratorium tidak khas. Leukositosis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri. Eosinofilia dapat disebabkan oleh alergi. 6 Jika diduga adanya infeksi atau tapering off kortikosteroid tidak lancar, dan dipertimbangkan adanya faktor lain, dilakukan kultur darah. Kulit darah diambil dikompres dengan spiritus dilutus (alkohol70%) dan kasa steril selama setengah jam untuk menghindari kontaminasi. 3 Pencitraan radiologis bukan pemeriksaan rutin dan diindikasikan jika terdapat kecurigaan terhadap pneumonitis. Selain itu bronkoskopi, esofagogastroduodeniskopi dan colonoskopi jika terdapat indikasi. 6 Biopsi kulit untuk menegakkan diagnosis pasti, bukan merupakan prosedur kegawatdaruratan, mendapatkan bula subepidermal dengan sel epidermal nekrosis yang menyeluruh. Didapatkan juga infiltrat, limfosit, pembuluh darah.dermis superficial, edema dan ekstravasasi sel darah merah di dermis papilar, degenerasi hidropik lapisan basalis sampai terbentuk vesikel subepidermal, nekrolisis sel epidermal dan kadang-kadang adneksa, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.6,7
Page 9

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

Uji tempel dan uji tusuk bertujuan untuk mencari agen penyebab dilakukan setelah pasien pulih dan minimal 2 minggu tidak mengonsumsi kortikosteroid. Uji provokasi oral yang merupakan baku emas pada erupsi obat alergik tidak dilakukan pada eritema multiforme mayor karena dapat berakibat fatal.3 Pemeriksaan imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA, C3, dan fibrin. Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang baik maka bahan biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur kurang dari 24 jam. 7 5. TATALAKSANA Terapi suportif merupakan tata laksana standar pada pasien SJS. Pasien yang umumnya datang dengan keadaan umum berat membutuhkan cairan dan elektrolit, serta kebutuhan kalori dan protein yang sesuai secara parenteral. Pemberian cairan tergantung dari luasnya kelainan kulit dan mukosa yang terlibat. Pemberian nutrisi melalui pipa nasogastrik dilakukan sampai mukosa oral kembali normal. Lesi di mukosa mulut diberikan obat pencuci mulut dan salep gliserin.1 Untuk infeksi, diberikan antibiotika spektrum luas, biasanya dipergunakan gentamisin 5mg/kgBB/hari intramuskular dalam dua dosis. Pemberian antibiotik selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. 1 Kortikosteroid diberikan parenteral, biasanya deksametason dengan dosis awal 1 mg/kgBB bolus, kemudian selama 3 hari 0,2-0,5 mg/kgBB tiap 6 jam, setelah itu diturunkan berangsur-angsur dan bila mungkin diganti dengan prednison per oral. Pemberian kortikosteroid sistemik sebagai terapi SJS masih kontroversial. Beberapa mengganggap bahwa penggunaan steroid sistemik pada anak bisa menyebabkan penyembuhan yang lambat dan efek samping yang signifikan, namun ada juga yang menganggap steroid menguntungkan dan menyelamatkan nyawa. 1 Penggunaan Human Intravenous Immunoglobulin (IVIG) dapat menghentikan progresivitas penyakit SJS dengan dosis total 3 gr/kgBB selama 3 hari berturut-turut (1 gr/kgBB/hari selama 3 hari). 1,2 Dilakukan perawatan kulit dan mata serta pemberian antibitik topikal. Kulit dapat dibersihkan dengan larutan salin fisiologis atau dikompres dengan larutan Burrow. Pada
Page 10

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

kulit atau epidermis yang mengalami nekrosis dapat dilakukan debridement. Untuk mencegah sekuele okular dapat diberikan tetes mata dengan antiseptik. 1 Faktor penyebab (obat atau faktor lain yang diduga sebagai penyebab) harus segera dihentikan atau diatasi. Deteksi dari penyebab yang paling umum seperti riwayat penggunaan obat-obatan terakhir, serta hubungannya dengan perkembangan penyakit terutama terhadap episode SJS, terbukti bermanfaat dalam manajemen SJS. 1 Antibiotik spektrum luas, selanjutnya berdasarkan hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan lesi kulit dan darah. 1 Antihistamin bila perlu. Terutama bila ada rasa gatal. Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia 1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 kali/hari. Sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5 tahun : 2.5 mg/dosis,1 kali/hari; > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1 kali/hari. Perawatan kulit dan mata serta pemberian antibiotik topikal. 1 Bula di kulit dirawat dengan kompres basah larutan Burowi. 1 Tidak diperbolehkan menggunakan steroid topikal pada lesi kulit. 1 Lesi mulut diberi kenalog in orabase. 1 Terapi infeksi sekunder dengan antibiotika yang jarang menimbulkan alergi, berspektrum luas, bersifat bakterisidal dan tidak bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin intravena 8-16 mg/kg/hari intravena, diberikan 2 kali/hari. 1 6. MORTALITAS/MORBIDITAS Mortalitas terutama ditentukan pada luas kulit yang terkena. Ketika BSA ( Body Surface Area) kurang dari 10%, angka mortalitas kira-kira 1-5%. Terkadang BSA yang terkena bias mencapai 30%, pada saat itu terjadi maka angka mortalitas meningkat menjadi 25% dan mungkin mencapai 50%. Bakteremia atau sepsis juga dapat mengakibatkan mortalitas.7 Lesi akan terus muncul sampai 2-3 minggu. Terbentuknya pseudomembran di mukosa akan mengakibatkan parut pada mukosa tersebut dan akan mengakibatkan hilangnya fungsi pada organ yang terkena. Striktur esofagus akan muncul bila parut meluas pada

Page 11

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

esofagus. Kerusakan yang terjadi pada tracheobronchial akan mengakibatkan gagal napas. Sekuele pada mata meliputi ulcus kornea dan uveitis anterior. Kebutaan mungkin akan muncul sebagai akibat sekunder dari keratitis atau panoftalmitis yang berat SCORTEN (Score of Toxic Epidermal Necrosis) Scale6 : Tabel 1. SCORTEN Scale
Sumber http://www.diseasesandconditions.net/stevens.html Diakses tanggal 02 November 2010

Faktor Resiko Usia Riwayat keganasan Heart Rate (denyut per menit) Serum BUN (mg/dL) Luas permukaan tubuh Serum bikarbonat (mEq/L) Serum glukosa (mg/dL) Skor faktor resiko 0-1 2 3 4 5 atau lebih

0 < 40 tahun Tidak <120 <27 <10% >20 <250 Angka Mortalitas 3,2 % 12,1 % 35,3 % 58,3 % > 90 % Ya >120 >27 >10% <20 >250

1 > 40 tahun

7. PROGNOSIS Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam waktu 23 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih

Page 12

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis. 1

BAB 3 KESIMPULAN
Stevens-Johnson syndrome merupakan syndrom yang mengenai kulit, selaput lendir, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura. Beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai penyebab, yaitu meliputi alergi obat ( misalnya, penisilin, analgetik, anti peuritik ). Infeksi mikroorganisme ( bakteri, virus, jamur, parasit ). Neoplasma dan faktor endoktrin, faktor fisik, dan makanan. Pada syndrom ini terlihat adanya trias kelainan, berupa : kelainan pada kulit terdiri atas eritema, purpura, papul, urtika, plak, vesikel, dan bula. lesi khas berbentuk seperti lesi target (target lessions), yaitu bagian tengah lesi yang berwarna keunguan dapat disertai vesikel ditengahnya dan dikelilingi makula eritema. Vesikel dan bula kemudian pecah, sehingga terjadi erosi luas yang sangat rentan mengalami infeksi sekunder.

Page 13

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim 2009. Sindrom Steven Jonhson. http://childrenallergyclinic.wordpress.com/, 2009. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2010. 2. Behrman R.E., Kliegman R.M., Jenson H.B., Adverse Reactions to Drugs. NELSON TEXTBOOK OF PEDIATRICS, 17TH EDITION. United States of America. 2004. 3. Djuanda A, Hamzah M. Sindrom Stevens-Johnson. dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah and Siti Aisah. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ke-5 cetakan ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008.
4. Anonim 2009. Stevens-Johnson Syndrome. http://doctorology.net/?p=250. Diakses pada

tanggal 27 Oktober 2010


5. Klein P.A., Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis: Treatment &

Medication University Hospital, State University of New York at Stony Brook. New York. 2010.

Page 14

05 April, 2011

[REFERAT STEVEN JOHNSON SYNDROME]

6. Hamzah M. Eritema Multiforme. dalam: Adhi Djuanda, Mochtar Hamzah and Siti Aisah. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ke-5 cetakan ke-3. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008. 7. Parrilo S.J., Stevens-Johnson syndrome. Jefferson Medical College and Philadelphia College of Osteopathic Medicine. Philadelphia. 2010. 8. Perdana H.I., Heptayana P., Kinsky M., Stevens-Johnson Syndrome. http://www.exomedindonesia.com/referensi-kedokteran/artikel-ilmiah-kedokteran/kulit/2010/ 10/28/steven-johnson-syndrome/, Diakses pada tanggal 25 Oktober 2010. 9. Dorland, W.A. Newman. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta, Indonesia. 2000. 10. Anonim 2010. Hipersensitivitas. http://id.wikipedia.org/wiki/Hipersensitivitas. Diakses pada tanggal 01 November 2010.

Page 15

Anda mungkin juga menyukai