A. Identitas Pasien
Nama : Ibu SM
Tanggal Lahir : 22 April 1955
Usia : 75 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Sidowayah Wates
No. RM : 5046xx
Tanggal Masuk : 16 April 2018
B. Anamnesis
C. Pemeriksaan Fisik
Kesan Umum : CM, sedang
GCS : E4V5M6
Tekanan Darah : 176/82
Nadi : 88 x/m
RR : 20x/m
SpO2 : 99% room air
Suhu :36.3
D. Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil
Hb 15.7 MCHC 32.5
Hct 47.9 Neutrofil 58.2%
AL 9.10 Limfosit 32.0%
AT 356 Monosit 6.7%
AE 4.86 Eosinofil 2.1%
MCV 86.4 Basofil 0.6%
MCH 28.3
GDS 112
SGOT 25 SGPT18
Ureum 28 Creatinin 1.29
Natrium 138.8 Kalium 3.6 Chlorida 98
E. Diagnosis Kerja
Obs. Steven Johnson Syndrome
F. Tatalaksana IGD
IVFD RL
G. Tatalaksana Bangsal
IVFD RL 20 tpm
Inj. Methilprednisolon 62.5 mg/12jam
Inj. Ranitidin 1A/12 jam
Histapan 2x1
Betadine 1% kompres 2x15menit
Jika muncul sariawan atau nyeri telan, baeri betadine gargle
Terapi Topikal Campuran burnazin krim 40 gr +dexosimetasone 40 gr
Awasi KU dan TTV
Pembahasan
Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksis (NET) ialah reaksi mukokutan
akut yang ditandai dengan nekrosis dan pengelupasan epidermis luas, disertai rasa sakit dan
dapat menyebabkan kematian. Makula eritem, terutama pada badan dan tungkai atas,
berkembang progresif menjadi lepuh flaksid dengan akibat pengelupasan epidermis. Karena
kesamaan dalam temuan klinis dan histopatologis, etiologi obat, dan mekanisme terjadinya
penyakit, SSJ dan NET mewakili keparahan varian dari proses identik yang berbeda hanya dalam
persentasi luas permukaan tubuh yang terlibat, maka kedua penyakit dikelompokkan sebagai
nekrolisis epidermal (NE).
Baik SSJ maupun NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran mukosa. Karena
kemiripan penemuan klinis dan histopatologi, etiologi obat, serta mekanisme, SJS dan NET ini
dianggap variasi dan kontinu penyakit yang dibedakan dengan melihat tingkat keparahan serta
persentase permukaan tubuh yang terlibat lecet dan erosi kulit. Beberapa kepustakaan
menggunakan istilah eritema multiforme mayor untuk SSJ dan NET.
SJS menampilkan kondisi yang kurang parah, yang mana pelepasan kulit < 10% dari
permukaan tubuh.
NET melibatkan perluasan > 30% dari luas permukaan tubuh.
SJS/NET menampilkan pasien dengan perluasan kulit 10-30% dari luas permukaan tubuh.
Epidemiology
Insiden SSJ dan NET jarang dijumpai. Keseluruhan insidensi SSJ dan NET diperkirakan 2
sampai 7 kasus per 1 juta orang per tahun. SSJ dan NET dapat terjadi pada semua usia tapi
insidensinya bertambah di atas dekade ke-4 dan sering terjadi pada wanita, menunjukkan rasio
jenis kelamin 0,6.
Penyakit infeksius juga dapat berdampak pada insidensi terjadinya TEN, yaitu pada pasien HIV
dapat meningkat 100 kali lipat dibandingkan populasi umum, dengan jumlah hampir 1 kasus/
seratus orang/tahun pada populasi HIV positif. Perbedaan regional pada peresepan obat, latar
belakang genetik dari pasien (HLA, enzim metabolism), koeksistensi kanker, atau bersama
dengan radioterapi dapat berdampak pada insidensi SSJ dan NET. Mortalitas penyakit tersebut
10% untuk SJS, 30% untuk SJS / NET, dan lebih dari 30% untuk NET.
Dalam analisa kelangsungan hidup SJS / NET dengan angka mortalitas secara keseluruhan
adalah 23% pada minggu, 28% pada tiga bulan dan 34% pada satu tahun .Bertambahnya usia,
komorbiditas yang signifikan, yang luasnya permukaan tubuh yang terlibat berkaitan dengan
prognosis yang buruk.
Sebuah skor prognosis (SCORTEN) telah disusun untuk SSJ dan NET, dan kegunaannya sudah
dibuktikan pada banyak kasus.
Etiologi
Etiologi SSJ/NET masih belum diketahui secara pasti, namun sekarang diketahui obat-obatan
adalah etiologi utama yang dapat terjadi pada orang dewasa atau anak-anak. Terdapat lebih
dari
100 obat yang dikenal sebagai penyebab SSJ/NET. Sebuah penelitian case control mengevaluasi
resiko SSJ dan NET yang berhubungan dengan pengobatan.
Faktor resiko nonmedikasi yang telah dihipotesiskan dapat meningkatkan resiko NET termasuk
HIV, radioterapi, dan lupus eritematosus. Sebagai contoh radioterapi dapat memicu atau
memperburuk NET dimana djumpai lesi kulit yang maksimal pada tempat yang terpapar.
Infeksi herpes yang baru dapat berperan dalam perkembangan SSJ akan tetapi tidak pada kasus
SSJ/NET overlap atau NET.
Pada pasien HIV telah dilaporkan memiliki 100x lipat lebih tinggi terkena SJS /NET. NET telah
dilaporkan pada pasien lupus eritematosus sistemik, pasien-pasien ini dapat mengalami NET
walaupun tidak mengkonsumsi obat-obatan resiko tinggi atau telah menggunakan obat-obat
tersebut untuk waktu yang lama. Insufisiensi renal dapat menjadi factor resiko efek samping
kulit yang serius yang diinduksi allopurinol. Kasus SSJ/NET pernah dilaporkan terjadi setelah
transplantasi sumsum tulang, beberapa dapat berat menjadi graft versus host disease.
Radioterapi bersama terapi anti epilepsi juga pernah dilaporkan menyebabkan NE pada tempat
radiasi tersebut.
Patofisiologi
Gejala Prodromal
Gejala non spesifik (prodromal) seperti demam, dengan temperature melebihi 39°C ( 102,2°F)
sakit kepala, rhinitis, mialgia dapat terjadi 1-3 hari sebelum timbul kelainan pada kulit. Timbul
rasa nyeri menelan, konjungtiva terasa gatal dan panas disertai silau bila terkena cahaya. Hal ini
menandakan gejala awal keterlibatan mukosa. Sepertiga pasien dimulai dengan adanya gejala
non spesifik, sepertiganya dengan gejala terlibatnya mukosa dan sepertiga lainnya dengan
keluhan eksantema. Fase prodromal atauu demam, batuk, dan malaise dapat mendahului
perkembangan lesi kulit selama 2 minggu.
Bula SSJ/NET kendur dan dapat dijumpai Nikolsky’s sign. Bila terkena sentuhan lesi ini terasa
sakit. Pasien dapat diklasifikasikan berdasarkan total permukaan tubuh yang terkena, yaitu SSJ
apabila total permukaan tubuh yang terkena adalah < 10%. NET apabila total permukaan tubuh
yang terkena >30% dan SSJ/NET overlapping dengan NET bila mengenai total permukaan tubuh
yang terkena adalah antara 10-30%.
Lesi Pada Mukosa
Keterlibatan membran mukosa (hampir selalu sedikitnya 2 tempat) diamati pada 90% kasus dan
mendahului atau diikuti erupsi pada kulit. Dimulai dengan eritema yang diikuti oleh erosi
mukosa bukal, mata, dan genital yang terasa nyeri. Biasanya diikuti dengan gangguan
pencernaan, fotofobia, sinekia konjungtiva dan nyeri saat BAK.
Kavitas oral dan batas bibir lebih banyak terkena dan gambaran erosi hemoragik yang nyeri
tertutup grayish white pseudomembrane dan krusta pada bibir. Stomatitis dan mucositis
menyebabkan gangguan asupan oral sehingga mengakibatkan malnutrisi dan dehidrasi .
Urogenital sering terlibat pada penderita SJS/NET terutama wanita. Uretritis terjadi sekitar 2/3
pasien , hal ini dapat menyebabkan retensi urin serta erosi genital. Keterlibatan ini ditandai
dengan ulseratif vaginitis, bula vulva dan sinekia vagina.
Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik kecuali biopsi yang dapat menegakkan
diagnose SSJ. Pada pemeriksaan darah lengkap dapat menunjukkan anemia, limfopenia dan
jumlah leukosit yang normal atau leukositosis nonspesifik, eosinophilia jarang dan neutropenia
dapat terjadi pada 1/3 pasien. Peningkatan leukositosis yang berat mengindikasikan adanya
infeksi bakteri yang lainnya. Kultur darah dan kulit sangat dianjurkan karena adanya insidensi
infeksi bakteri yang serius dan sepsis yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas.
Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium yang ditemukan pada SSJ/NET adalah gangguan
keseimbangan elektrolit, hipoalbuminemia, hipoproteinemia, insufisiensi ginjal, azotemia
prerenal, leukositosis ringan, anemia, neutropenia, sedikit peningkatan enzim hepar dan
amilase, hiperglikemia. Serum urea nitrogen > 10mmol/L dan glukosa > 14mmol/L dianggap
penanda keparahan penyakit.
Pemeriksaan Penunjang
Seluruh kasus yang disangkakan SSJ dan NET harus dikonfirmasi melalui pemeriksaan biopsi
kulit untuk histopatologi dan pemeriksaan immunofluoresence. Lesi awal menunjukkan
apoptosis keratinosit pada lapisan suprabasal. Lesi akhirnya akan memperlihatkan nekrosis
epidermal yang tebal dan pelepasan epidermis dari dermis. Infiltrasi sel mononuclear dengan
kepadatan sedang pada papilla dermis dapat terlihat, sebagian besar diwakili oleh limfosit dan
makrofag.
Diagnosis Banding
Tidak adanya lesi pada membran mukosa atau hanya terbatas pada satu bagian harus selalu
meningkatkan kecurigaan terhadap diagnosis alternatif : staphylococcal scalded skin syndrome
pada bayi, purpura fulminans pada anak-anak dan dewasa muda, acute generalized,
exanthematous pusstulosis, thermal burns, phototoxicity,atau tekanan bula pada orang dewasa.
Penatalaksanaan
Manajemen pasien harus dikerjakan dengan cepat dan tepat. Hal penting yang harus dilakukan
mendiagnosis dengan cepat, perawatan khusus dan multidisiplin tim pada intensive care unit
(ICU) atau unit luka bakar. Perawatan suportif termasuk menjaga keseimbangan hemodinamik
dan mencegah komplikasi yang mengancam jiwa. Tujuan pada dasarnya sama dengan tujuan
luka bakar yang luas.
Penatalaksanaan Umum
Adapun prinsip – prinsip utama perawatan suportif adalah sama seperti pada luka bakar. Selain
menghentikan pemberian obat penyebab, dilakukan perawatan luka, manajemen cairan dan
elektrolit, dukungan nutrisi, perawatan mata, manajemen suhu, kontrol nyeri dan pemantauan
pengobatan infeksi.
Antibiotik
Antibiotik profilaksis bukan merupakan indikasi, malah mungkin dapat menyebabkan resistensi
organisme dan meningkatnya mortalitas. Pasien diberikan antibiotik apabila terdapat tanda
tanda klinis infeksi. Tanda-tanda tersebut antara lain perubahan status mental, mengigil,
hipoterimia, menurunnya pengeluaran urin dan penurunan kondisi klinis.
Perawatan Luka
Pembersihan luka (debridement) nekrosis epidermis yang ekstensif dan agresif tidak
direkomendasikan pada kasus NE karena nekrosis permukaan bukanlah halangan untuk
reepitelisasi, dan justru dapat mempercepat proliferasi sel-sel stem berkenaan dengan sitokin
peradangan. Pengobatan topikal diberikan untuk mengurangi kehilangan cairan, elektrolit, dan
mencegah terjadinya infeksi. Debridement dilakukan dengan pemberian analgetik dengan
derivat morfin sebelumnya. Kulit dibersihkan dengan antiseptic yang ringan dan solusio
antibiotik seperti sabun povidone iodine, chlorhexidine, silver nitrate untuk mengurangi
pertumbuhan bakteri.
Penatalaksanaan Spesifik
Kortikosteroid Sistemik
Pemakaian kortikosteroid sistemik masih kontroversial. Beberapa studi menemukan bahwa
pemberian kortikosteroid dapat mencegah perluasan penyakit bila diberikan pada fase awal.
Studi lain menyebutkan bahwa steroid tidak menghentikan perkembangan penyakit dan
bahkan dihubungkan dengan kenaikan mortalitas dan efek samping, khususnya sepsis.
Selanjutnya, banyak kasus telah dilaporkan yang telah diobati dengan kortikosteroid, akan
meningkatkan resiko SSJ/NET. Jadi, kortikosteroid sistemik tidak dapat direkomendasikan
sebagai pedoman utama pengobatan SSJ/NET.
Kortikosteroid dapat diberikan dalam 72 jam pertama setelah onset untuk mencegah
penyebaran yang lebih luas, dapat diberikan selama 3-5 hari diikuti penurunan secara bertahap
(tapering off). Dosis yang dapat diberikan adalah 30-40 mg sehari. Dapat digunakan
deksametason secara intravena dengan dosis permulaan 4-6 x 5 mg sehari. Tapering off
hendaknya cepat dilakukan karena pada umumnya penyebab SSJ/NET adalah eksogen (alergi).
Pada SSJ/NET, kortikosteroid berperan sebagai anti inflamasi, imunosupresif dan anti apoptosis.
Siklosporin A
Siklosporin merupakan suatu agen imunosupresif yang penuh kekuatan dihubungkan dengan
efek biologik yang secara teoritis berguna dalam pengobatan SSJ/NET. Dalam sebuah serial
kasus retrospektif, 11 pasien NET diterapi dengan siklosporin A (3 mg/kg/hari), terapi
siklosporin A menyebabkan reepitelisasi yang cepat dan angka mortalitas yang rendah bila
dibandingkan dengan siklofosfamid dan kortikosteroid (0% vs 50%). Berbagai laporan kasus
individual yang menggunakan dosis 3 hingga 5 mg/kg/hari secara intravena atau oral juga telah
dipublikasikan memperlambat perkembangan SJS/NET tanpa toksisitas yang signifikan. Durasi
pengobatan bervariasi mulai dari 8 hingga 24 hari, biasanya hingga pasien mengalami
reepitelisasi. Efek samping termasuk peningkatan ringan dari serum kreatinin, hipertensi dan
infeksi.
Agen TNF-a
Dalam beberapa laporan kasus dengan pemberian infus tunggal 5 mg/kgbb TNF- a
menghentikan perluasan dan perkembangan dari SJS/NET dan memicu epitelisasi. Pemberian
etanercept 50 mg inj subkutan telah berhasil digunakan dalam sejumlah kecil pasien.