Sindrom Stevens-Johnson (SSJ) dan nekrolisis epidermal toksok (NET) merupakan reaksi
mukokutan akut yang mengancam nyawa, ditandai dengan nekrosis epidermis yang luas sehingga
terlepas. Makula eritem, terutama pada badan dan tungkai atas, berkembang progresif menjadi
lepuh flaksid dengan akibat pengelupasan epidermis. Kedua penyakit ini mirip dalam gejala klinis
dan histopatologis, faktor resiko, penyebab dan patogenesisnya, sehingga saat ini digolongkan
dalam proses yang identik, hanya dibedakan berdasarkan keparahan saja. Pada SSJ, terdapat
epidermolisis sebesar < 10% luas permukaan badan (LPB), sedangkan pada NET >30%.
Gambar 1. Gambaran luas permukaan pelepasan epidermis pada SSJ, NET dan SSJ overlap NET
Etiologi
Etiologi SSJ/NET masih belum diketahui secara pasti, namun sekarang diketahui obat-
obatan adalah etiologi utama yang dapat terjadi pada orang dewasa atau anak-anak. Terdapat lebih
dari 100 obat yang dikenal sebagai penyebab SSJ/NET. Sebuah penelitian case control
mengevaluasi resiko SSJ dan NET yang berhubungan dengan pengobatan. Antibiotik sulfonamide
Pasien dengan SSJ dan NET juga harus dievaluasi kemungkinan penyakit dasarnya yang
dkk, 1978) dan herpes simplek (Orthon, 1984) merupakan infeksi tersering yang menyebabkan
SSJ dan NET. Infeksi adalah penyebab SSJ pada anak-anak yang tersering dimana seringkali
diimplikasikan dengan Mycoplasma pneumonia. Infeksi penyebab lainnya yaitu virus herpes
simpleks, Mycobacterium tuberculosis, streptokokus grup A, virus hepatitis B, dan virus Eipstein-
Barr. Dalam sebuah ulasan sistemik dari literature Jepang yang dipublikasikan, hampir 70% kasus
SSJ dianggap disebabkan oleh obat-obatan dan 10% oleh M.pneumoni atau kombinasi
M.pneumonia dan/atau obat-obatan. Seluruh kasus NET dicurigai disebabkan terutama obat-
obatan.2
Tabel 1. Obat-obatan yang dapat beresiko menyebabkan SSJ dan NET
Faktor Resiko
Faktor resiko nonmedikasi yang telah dihipotesiskan dapat meningkatkan resiko NET
termasuk HIV, radioterapi, dan lupus eritematosus. Sebagai contoh radioterapi dapat memicu atau
memperburuk NET dimana djumpai lesi kulit yang maksimal pada tempat yang terpapar. Infeksi
herpes yang baru dapat berperan dalam perkembangan SSJ akan tetapi tidak pada kasus SSJ/NET
overlap atau NET. Pada pasien HIV telah dilaporkan memiliki 100x lipat lebih tinggi terkena SJS
/NET. NET telah dilaporkan pada pasien lupus eritematosus sistemik, pasien-pasien ini dapat
mengalami NET walaupun tidak mengkonsumsi obat-obatan resiko tinggi atau telah menggunakan
obat-obat tersebut untuk waktu yang lama. Insufisiensi renal dapat menjadi faktor resiko efek
samping kulit yang serius yang diinduksi allopurinol. Kasus SSJ/NET pernah dilaporkan terjadi
setelah transplantasi sumsum tulang, beberapa dapat berat menjadi graft versus host disease.
Radioterapi bersama terapi anti epilepsi juga pernah dilaporkan menyebabkan NE pada tempat
radiasi tersebut.2,14
Epidemiologi
SSJ-NET merupakan penyakit yang jarang, secara umum insidens SSJ adalah 1-6
kasus/juta penduduk/tahun, dan insidens NET 0,4-1,2 kasus/juta penduduk/tahun. Angka kematian
NET adalah 25-35%, sedangkan angka kematian SSJ adalah 5%-12%. Penyakit ini dapat terjadi
pada setiap usia, terjadi peningkatan resiko pada usia diatas 40 tahun. Perempuan lebih sering
terkena dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 1,5: 1. Data dari ruang rawat inap RSCM
menunjukkan bahwa selama tahun 2010-2013 terdapat 57 kasus dengan rincian: SSJ 47,4%,
Patogenesis NET belum diketahui secara jelas. Penerapan teknik farmakogenomik dan
biologi molekular pada studi sebelumnya lebih lanjut mengungkapkan bahwa disposisi genetik
sebagaimana mediator imun adalah hal yang penting dalam perkembangan SSJ dan NET.
Walaupun interaksi Fas-FasL sudah dipertimbangkan sebagai efektor utama yang menyebabkan
apoptosis keratinosit.
Terdapat beberapa penelitian yang menduga terjadinya reaksi sitotoksik yang diperantarai
sel melawan keratinosit dan menyebabkan apoptosis yang masif. Reaksi ini dicetuskan sel T CD4+
dan CD 8+ yang menghasilkan mediator sitotoksik yang berakibat apoptosis keratinosit. Penelitian
imunopatologis dijumpai adanya CD8+ killer lymphocytes (sel NK) pada epidermis dan CD4+
pada dermis pada reaksi bulosa yang berat, dijumpai sel CD8+ pada epidermis. Jumlah sel CD4+
ini dijumpai meninggi pada darah perifer penderita SSJ ataupun NET. Sel sitotoksik CD8+
mengekspresikan reseptor α, ᵦ yang dapat membunuh melalui perforin dan granzyme B, tidak
melalui Fas atau Trail. Jadi ikatan obat dan protein akan diproses, kemudian akan dipresentasikan
oleh sel penyaji antigen (APC) ke sel naive yang akan menghasilkan reaksi toleran atau reaksi
efektor seperti gejala hipersensitivitas. Ekspansi dari CD8+ ini spesifik terhadap obat, MHC
Sekarang telah diterima dengan baik bahwa ekspansi oligoklonal CD 8+ bereaksi terhadap
obatobatan tertentu, memiliki kecocokan mayor dengan jaringan sitotoksik yang rumit dan terbatas
berlawanan dengan keratinosit. Selanjutnya, regulasi CD4+ CD 25+ sel T telah menunjukkan
pentingnya pencegahan kerusakan epidermal hebat yang diinduksi limfosit T sitotoksik reaktif.
Sitokin penting seperti IL-6, Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α), dan Fas ligand (Fas-L) juga ada
Peran dari FasL pada SSJ dan NET masih kontroversial. Fas dikatakan menyebabkan
kematian sel melalui ikatannya. Tampaknya makin jelas saat ini bahwa peningkatan level FasL
dapat ditemukan pada serum pasien dengan SSJ dan NET, dan levelnya meningkat secara
Viard et al. mengatakan bahwa aktivasi Fas menyebabkan apoptosis keratinosit. Ketika
limfosit T sitotoksik kontak dengan sel target, terjadi aktivasi kaskade enzim intraseluler yang
disebut kaspase yang kemudian menyebabkan kematian sel. Limfosit T sitotoksik dapat
menginduksi kaskade kaspase melalui perforin/granzyme atau jalur Fas-Fas-L. Fas-L akan
menginduksi perubahan pada Fas yang menyebabkan pengambilan FADD (Fassociated Death
Domain Protein). FADD merupakan molekul yang melekat pada Fas dan prokaspase 8, yang
Jalur lainnya yaitu melalui perforin/granzyme. Ketika sel target dikenali, sel T sitotoksik
mengeluarkan perforin yang akan membuat saluran 16 nm pada membran sel target. Kemudian
granzyme B melewati saluran ini dan mengaktifkan kaskade kaspase. Obat-obatan dapat
mengaktifkan sel T dengan bertindak sebagai hapten, prohapten atau dengan interkasi farmakologi
Beberapa penelitian baru menunjukkan bahwa alel Human Leukocyte Antigen (HLA-
B*1502) berhubungan kuat pada subyek etnik Cina/Asia dengan SSJ dan NET yang diinduksi
karbamazepin tetapi tidak dengan erupsi eksantematosa diinduksi karbamazepin atau sindroma
hipersensitivitas obat (juga dikenal sebagai reaksi obat dengan eosinofilia dan gejala sistemik atau
DRESS). Satu dari laporan pertama menunjukkan bahwa HLA-B*1502 dijumpai pada 100%
pasien SSJ yang diinduksi karbamazepin tetapi hanya sebesar 3% dari pasien yang mentoleransi
karbamazepin dan pada 9% populasi umum. HLA-B*1502 terjadi pada 10-15% individu dari Cina
selatan, Thailand, Malaysia, Indonesia, Filipina, Taiwan, dan mempunyai angka prevalensi 2-4%
Manifestasi Klinis
SSJ dan NET biasanya mulai dengan demam, sakit kepala, batuk, dan pegal, yang dapat
berlanjut dari 1-14 hari. Kemudian pasien mengalami ruam datar berwarna merah pada muka dan
batang tubuh, sering kali kemudian meluas ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak rata. Daerah
ruam membesar dan meluas, sering membentuk lepuh pada tengahnya. Kulit lepuh sangat longgar,
dan mudah dilepas bila digosok. Pada NET, bagian kulit yang luas mengelupas, sering hanya
dengan sentuhan halus. Pada banyak orang, 30 persen atau lebih permukaan tubuh hilang. Daerah
kulit yang terpengaruh sangat nyeri dan pasien merasa sangat sakit dengan panas-dingin dan
demam. Pada beberapa orang, kuku dan rambut rontok. Pada SSJ dan NET, pasien mendapat lepuh
pada selaput mukosa yang melapisi mulut, tenggorokan, dubur, kelamin, dan mata.
(kupdf.com_makalah-sindrom-steven-johnson.pdf)
Kehilangan kulit dalam NET serupa dengan luka bakar yang gawat dan sama-sama
berbahaya. Cairan dan elektrolit dalam jumlah yang sangat besar dapat merembes dari daerah kulit
yang rusak. Daerah tersebut sangat rentan terhadap infeksi, yang menjadi penyebab kematian
Ruam
Konjungitivitis (radang selaput yang melapisi permukaan dalam kelopak mata dan bola
mata)
Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 tahun kebawah. Keadaan umumnya bervariasi dari
ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya menurun, penderita dapat soporous sampai
koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala prodromal berupa demam tinggi, malaise, nyeri
a) Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula kemudian memecah
sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%) kemudian disusul oleh
kelainan dilubang alat genetal (50%) sedangkan dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing
8% dan 4%). Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi erosi dan
ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk pseudomembran. Dibibir kelainan yang
sering tampak ialah krusta berwarna hitam yang tebal. Kelainan dimukosa dapat juga terdapat
difaring, traktus respiratorius bagian atas dan esopfagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan
penderita sukar tidak dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan
c) Kelainan mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah konjungtifitis
kataralis. Selain itu juga dapat berupa kongjungtifitis purulen, perdarahan, ulkus korena, iritis dan
iridosiklitis. Disamping trias kelainan tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, misalnya: nefritis
SSJ dan NET biasanya dimulai dalam 8 hari stelah pemberian obat (biasanya setelah 4-30
hari). Hanya beberapa kasus yang memberikan reaksi yang cepat dalam beberapa jam. Biasanya
Spektrum efek samping kutaneus berat yang dapat menunjukkan varian proses penyakit
yang sama termasuk SSJ dan NET. Eritema multiforme (EM), EM mayor, dan EM mayor atipikal
adalah reaksi kutaneus yang biasanya tampak setelah infeksi daripada setelah pengobatan. Kasus-
kasus berat EM mayor dan EM mayor atipikal dapat dibingungkan dengan SSJ. Kebanyakan
peneliti mempercayai bahwa SSJ dan NET berada dalam satu spektrum keparahan dan berbeda
dengan penyakit-penyakit EM.2,3 Diferensiasi antara SSJ dan NET tergantung pada riwayat lesi
kulit dan luasnya area permukaan tubuh yang terlibat. Secara klinis setiap pola reaksi tersebut
ditandai dengan adanya trias erosi membran mukosa, lesi target, dan nekrosis epidermal dengan
pengelupasan kulit.2
Gejala Prodromal
Gejala non spesifik (prodromal) seperti demam, dengan temperature melebihi 39°C (
102,2°F) sakit kepala, rhinitis, mialgia dapat terjadi 1-3 hari sebelum timbul kelainan pada kulit.
Timbul rasa nyeri menelan, konjungtiva terasa gatal dan panas disertai silau bila terkena cahaya.
Hal ini menandakan gejala awal keterlibatan mukosa..Sepertiga pasien dimulai dengan adanya
gejala non spesifik, sepertiganya dengan gejala terlibatnya mukosa dan sepertiga lainnya dengan
keluhan eksantema. Fase prodromal atauu demam, batuk, dan malaise dapat mendahului
ke muka, leher, dan ekstremitas dengan keterlibatan maksimal setelah 4 hari. Erupsi biasanya
simetris, terdistribusi pada wajah, tubuh bagian atas dan proksimal ekstremitas, namun bisa sampai
seluruh badan. Lesi kulit awal dikarakteristikkan dengan makula eritematosa, merah kehitaman
bentuk ireguler yang bersatu secara progresif. Lesi target atipikal dengan warna gelap di tengah
sering terlihat. Lesi nekrotik yang berkonfluensi menimbulkan eritema yang meluas dan difus.
Epidermis nekrotik mudah terlepas karena trauma gesekan, meninggalkan daerah yang merah dan
erosi. Bula SSJ/NET kendur dan dapat dijumpai Nikolsky’s sign.2,3. Bila terkena sentuhan lesi ini
terasa sakit.
Pasien dapat diklasifikasikan berdasarkan total permukaan tubuh yang terkena, yaitu SSJ
apabila total permukaan tubuh yang terkena adalah < 10%. NET apabila total permukaan tubuh
yang terkena >30% dan SSJ/NET overlapping dengan NET bila mengenai total permukaan tubuh
Keterlibatan membran mukosa (hampir selalu sedikitnya 2 tempat) diamati pada 90% kasus
dan mendahului atau diikuti erupsi pada kulit. Dimulai dengan eritema yang diikuti oleh erosi
mukosa bukal, mata, dan genital yang terasa nyeri. Biasanya diikuti dengan gangguan pencernaan,
fotofobia, sinekia konjungtiva dan nyeri saat BAK. Kavitas oral dan batas bibir lebih banyak
terkena dan gambaran erosi hemoragik yang nyeri tertutup grayish white pseudomembrane dan
krusta pada bibir.Stomatitis dan mucositis menyebabkan gangguan asupan oral sehingga
edema pada konjungtiva, fotofobia dan lakrimasi. Dapat memungkinkan terjadi shedding of
eyelashes. Bentuk yang berat dapat menyebabkan ulserasi kornea, uveitis anterior, pan opthalmitis
dan konjungtivitis purulen. Sinekia antara eyelid dan konjungtiva sering terjadi. 3,14
jangka panjang yang disebabkan oleh fibrosis dan striktur. Dalam sebuah analisis retrospektif, 60%
pasien SSJ/NET mengalam manifestasi okular selama stadium akut dari sindroma. Keterlibatan
kornea dapat mengakibatkan ulserasi kornea, perforasi, dan perubahan kornea sklerotik yang
permanen.2
Urogenital sering terlibat pada penderita SJS/NET terutama wanita. Uretritis terjadi sekitar
2/3 pasien , hal ini dapat menyebabkan retensi urin serta erosi genital. Keterlibatan ini ditandai
dengan ulseratif vaginitis, bula vulva dan sinekia vagina. Dalam jangka panjang dapat terjadi
adhesi vagina dan stenosis, terhambat aliran kemih serta retensi urin, cystitis berulang,
hematocolpos. Adenosis vulvovaginal terkait adanya metaplasti serviks atau kelenjar epitel
SSJ/NET dapat melibatkan organ visceral terutama komplikasi pada paru-paru dan
gastrointestinal. Komplikasi pada paru dijumpai 25% kasus yang ditandai dengan sesak nafas,
hipersekresi bronkus, hipoksia, hemaptoe dan edema paru. Keterlibatan bronkus pada SSJ/NET
tidak berhubungan dengan beratnya lesi pada kulit. Pada beberapa kasus yang dilaporkan, apabila
terjadi gagal nafas akut segera setelah munculnya kelainan kulit, maka prognosisnya lebih jelek.
Kelainan pada gastro dari SSJintestinal jarang ditemukan. Kelainan gastrointestinal biasanya
berupa nekrosis epithelial esofagus, diare, perdarahan gastrointestinal, melena, dan perforasi
kolon. Kelainan pada ginjal biasanya berupa proteinuria, mikroalbuminuria, hematuria dan
Diagnosis Banding
Tidak adanya lesi pada membran mukosa atau hanya terbatas pada satu bagian harus selalu
pada bayi, purpura fulminans pada anak-anak dan dewasa muda, acute generalized, exanthematous
pusstulosis, thermal burns, phototoxicity,atau tekanan bula pada orang dewasa. Penyakit bullous
perkembangan akut. Penemuan patologis dan hasil positif pada tes direct immunofluorescence
Komplikasi
Steven Johnson Syndrome sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut :
Pulmonari : pneumonia
Kutaneus : timbulnya jaringan parut dan kerusakan jaringan permanen, infeksi kulit
sekunder
johnsonpdf.pdf)
Prognosis
Keparahan dan prognosis SSJ-NET dapat dinilai dengan skala SCORTEN. Skala
SCORTEN ialah skala untuk menentukan keparahan dan prognosis penyakit kulit berlepuh.
11_217Sindrom%20Stevens-Johnson%20Diduga%20Akibat%20Siprofloksasin.pdf)
(Dikutip sesuai kepustakaan nomor:3)