PENDAHULUAN
Steven-Johnson
(SSJ)
merupakan
reaksi
akut
pada
menjadi penyebab yang diperkirakan sekitar 70% kasus. Selain itu, peran agen
infeksi juga dilaporkan pada beberapa kasus. Virus herpes simpleks ditemukan
pada beberapa kasus, terutama pada anak-anak. Selain itu, beberapa faktor lain
juga dapat menyebabkan SSJ namun kasus ini masih harus diidentifikasi lebih
lanjut.2,3
Dalam banyak kasus, dapat disimpulkan masih tingginya mortalitas
SSJ/TEN, bahkan pada kasus berat dapat mencapai 30%. Selain itu, karena
penggunaan obat yang merupakan penyebab utama, sehingga diperlukan
identifikasi dan pengenalan pada penyakit ini untuk menghilangkan penyebab dan
perbaikan kondisi serta mencegah kekambuhan dan komplikasinya.4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Sindroma Steven-Johnson (SSJ) merupakan reaksi hipersensitivitas yang
melibatkan kompleks imun-antibodi, pada mukokutaneus dengan karakteristik
nekrosis atau hilangnya lapisan kulit dan mengenai membran mukosa yang terjadi
karena respon obat-obatan, infeksi maupun penyakit lainnya. Ringan beratnya
gejala ditentukan berdasarkan persentasi area permukaan tubuh (Body Surface
Area/BSA).1,2
2.2. ETIOLOGI
Terdapat 4 kategori etiologi pada SSJ, antara lain1 :
1. Infeksi
Hampir setengah pasien dengan SSJ dilaporkan dengan infeksi saluran
pernafasan atas. Agen penyebab infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur maupun
protozoa. Bakteri penyebab SSJ diantaranya streptokokus -hemolitikus grup A,
difteri, Brucellosis, mikobakteria, Mycoplasma pneumonia, tuleremia, dan tifoid.
Kasus incomplete dilaporkan setelah terdapat infeksi Mycoplasma pneumonia.
Virus penyebab SSJ yang dilaporkan antara lain virus herpes simpleks (HSV),
AIDS, virus coxsackie, dan variola. Pada anak, virus penyebab yang
teridentifikasi yaitu virus Epsteins-Barr dan enterovirus. Selain itu ada penelitian
yang menunjukkaan kemungkinan SSJ juga disebabkan oleh jamur seperti
coccidioidomycosis, dermatofitosis, dan histoflasmosis. Protozoa juga dilaporkan
sebagai penyebab SSJ, antara lain seperti malaria dan trichomoniasis.1,2,3,6
2. Induksi Obat
Sindroma Steven-Johnson (SSJ)/TEN paling sering disebabkan obatobatan. Patogenesisnya multifaktor dan mungkin disebabkan dinamika antara
faktor didapat
dan konstisional
yang
berkaitan
menyebabkan SSJ/TEN dan berkaitan dengan penyakit lokal dan peresepan obat.
Tabel di bawah ini merupakan obat-obatan yang dapat menginduksi SSJ2,5,6
Tabel 2.1. Obat-obatan yang Dapat Menginduksi SSJ/TEN2
High Risk
Allopurinol
Lower Risk
Acetic Acid NSAIDs
Doubtful Risk
Paracetamol
No Evidence of Risk
Aspirin
Sulfamethoxazole
Sulfadiazine
Sulfapyridine
(e. g. diclofenac)
Aminophenicilins
Cephalosporins
Quinolones
(acetaminophen)
Pyrazolones analgesic
Corticosteroids
Other NSAIDs
Sulfonylurea
Thiazide diuretics
Furosemide
Sulfadoxine
Sulfasalazine
Carbamazepine
Lamotrigine
Cyclins
Macrolides
Phenobarbital
(except aspirin)
Seetraline
Aldactone
Calcium Channel Blockers
Blockers
Angiotensi-converting
enzyme inhibitor
Angiotensin II receptor
antagonist
Phenytoin
Statins
Phenylbutazone
Hormones
Nevirapine
Vitamins
Oxicam NSAIDa
Thiacetazone
(Sumber : Allanore IV dan Roujeau JC. 2008. Epidermal Necrolysis (Stevens-Johnson Syndrome
and Toxic Epidermal Necrolysis) Dalam Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Seventh
Edition. Volume 1 & 2. United States of America : Mc-Graw Hill. Companies. Section 6. Hal 349355.)
3. Kehamilan
Kehamilan dapat menginduksi SSJ, walaupun kasus SSJ pada kehamilan
sangat jarang namun pernah dilaporkan pada wanita usia 23 tahun. G2A1 usia
gestasi 37 minggu, dengan tanda klinis SSJ setelah disuntik dengan sefotaksim.
Terdapat juga satu kasus stenosis vaginal diikuti SSJ pada kehamilan. SSJ pada
kehamilan dapat berakibat fatal karena imunocompromise. Walaupun demikian,
diagnosis awal dan penatalaksanaan yang tepat dapat menyelamatkan ibu dan
anak.7
4. Idiopatik
Penyakit SSJ ini merupakan penyakit idiopatik (penyebabnya tidak
diketahui) dan diketahui sebagai sindroma hipersensitivitas yang melibatkan
kompleks imun antibodi.8
2.3. PATOGENESIS
SSJ yang diinduksi CBZ di Asia Tenggara dibandingkan Bangsa Eropa dan
Jepang.10
Selain itu, ditemukan juga HLA-B*5801yang menjadi marker genetik
pada pasien-pasien SSJ yang diinduksi allupurinol. Dalam penelitian lain juga
disebutkan HLA-B*1502, HLA-B*5902, HLA-B*4801, HLA-B*5701, HLADR7, HLA-DQ3, dan HLA-A*0206 mungkin juga memiliki peran penting
sebagai marker genetik penyebab SSJ. Namun hal ini masih perlu penelitian lebih
lanjut.3,10,11,12
Selain sel T sitotoksik, sel Natural Killers juga terlibat dalam terjadinya
SSJ. Dalam beberapa penelitian terakhir, disebutkan bahwa granulosin yang
disekresi oleh sel T sitotoksik dan sel Natural Killers, merupakan kunci utama
yang bertanggung jawab dalam kematian keratinosit pasa SSJ.10
2.3.4. Sinyal dan Mediator Berbahaya yang Menginduksi Terjadinya
Apoptosis Keratinosit pada SSJ
1. Apoptosis yang Diinduksi Fas-FasL
Beberapa penelitian menemukan dalam perjalanan terjadinya apoptosis
keratinosit, banyak ditemukan Fas-FasL yang disebut menjadi salah satu faktor
pencetus kematian sel. Namun teori ini masih banyak mengalami perdebatan
karena beberapa peneliti memperkirakan bahwa Fas-FasL tidak mempengaruhi
apoptosis. Fas-FasL hanya ditemukan disekresikan oleh keratinosit, namun tidak
menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu, temuan ini diperkuat dengan
sebuah penelitian yang mengatakan Fas-FasL tidak berada di permukaan
membran keratinosit, melainkan lebih cenderung melakukan perpindahan ke
permukaan sel selama terjadinya kerusakan keratinosit.3,10,11,12
2. Perforin/Granzim B dalam Perjalanan Apoptosis
Dalam cairan yang ditemukan pada ruam penyakit TEN, ditemukan
granzyme B dalam konsentrasi tinggi. Perforin dan Granzim B dihasilkan oleh
granula sekretori hasil aktivasi sel limfosit T sitotoksik dan sel NK. Perforin
mengikat dan mengaktifkan sebuah channel di membran sel target untuk
memasukkan Granzim B untuk mengkativasi tahapan-tahapan dalam perjalanan
apoptosis.3,10,11
(Sumber : Chung WH dan Hung S. 2010. Genetic Markers and Danger Signals in StevensJohnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. J Allergology International. Vol 59 No. 4. Hal
: 325-332)
b.
mendapat
pengobatan
antibiotik
dan
antiinflamasi
sehingga
c.
(Sumber : Gerull et al. 2011. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson Syndrome: A
Review. Crit Care Med. Vol 39 No. 6. Hal 1-12)
10
2.6. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan dengan gambaran
histologikal. Gejala klinis khas berupa makula eritematus dan livid pada kulit,
dengan Nikolsky sign positif yang diinduksi tekanan mekanis pada kulit, yang
diikuti beberapa menit sampai jam setelah onset terjadi. Nikolsky sign tidak
spesifik pada SSJ/TEN.3,4,14
2.7. DIAGNOSIS BANDING
1.
Penyakit yang memiliki gejala yang mirip2,12
a. Epidermal Nekrolisis Terbatas
- Erythema multiforme major
- Varisela
b. Epidermal Nekrolisis Berat
- Acute generalized exanthematous pustulosis
- Generalized bullous fixed drug eruption
2.
Penyakit yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding2
a. Paraneoplastic pemphigus
b. Linear immunoglobulin A bullous disease
c. Pressure blister after coma
d. Phototoxic reaction
e. Graft-versus-host disease
3.
Penyakit yang tidak bisa menjadi diagnosis banding2
a. Staphilococcal scaled skin syndrome
b. Thermal burns
c. Purpura fulminans
d. Chemical Toxicity
2.8. TATALAKSANA
Sindroma Steven-Johnson (SSJ)adalah penyakit yang mengancam jiwa
dan membutuhkan managemen optimal dengan cepat mendeteksi dan menarik
obat yang kemungkinan menjadi penyebab serta perawatan suportif yang tepat di
rumah sakit.2,5 Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penatalaksanaan
SSJ, antara lain sebagai berikut.
a.
Perawatan simtomastis
Pasien dengan gejala di kulit yang tidak terlalu luas atau pasien dengan
SCORTEN 0 sampai 1 dapat ditangani di tempat rawat biasa. Namun jika pasien
mengalami gejala klinis yang lebih berat dengan nilai SCORTEN yang lebih
tinggi, pasien seharusnya dirawat di Intensif Care Unit atau di Burn Center2.
11
Penatalaksanaan Spesifik
1. Pemberian Kortikosteroid
Pada dasarnya, pemberian kortikosteroid sistemik dalam kasus ini masih
kontroversial. Pada beberapa kasus ditemukan, pemberian steroid pada fase awal
dapat mencegah perburukan gejala penyakit. Namun di beberapa kasus lain,
12
Pencegahan2
-
Melakukan patch test pada obat-obat yang akan digunakan yang dicurigai
2.9. KOMPLIKASI
Sepsis merupakan penyebab utama yang berakibat kematian. Erosi yang
luas merupakan risiko infeksi bakteri dan jamur yang dapat menimbulkan
komplikasi pada pernafasan dan gagal multi-organ. Jika gagal nafas terjadi, maka
diperlukan ventilator.2,4
Komplikasi pada mata terjadi pada 75% pasien, sehingga terapi awal
sangat dibutuhkan. Hiperpigmentasi dan hipopigmentasi biasa terjadi dan
terkadang terdapat skar dan distrofia kuku. Adhesi genital mengakibatkan
dispareunia, nyeri dan perdarahan. Komplikasi gastrointestinal (misal : striktur
esofagus), bronkial, genitourinaria (nekrosis tubular ginjal, stenosis vagina, dan
lain-lain), dan anal jarang terjadi. Gangguan stres post-trauma juga bisa terjadi,
13
2.10. PROGNOSIS
Sindroma
Steven-Johnson
(SSJ)/TEN
merupakan
penyakit
yang
(Sumber : HHF Ho. 2008. Diagnosis and Management Stevens-Johnson Syndrome and Toxic
Epidermal Necrolysis. The Hongkong Medical Diary. Vol.13 No.10)
14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Sindroma Steven-Johnson (SSJ) merupakan reaksi hipersensitivitas yang
dimediasi oleh kompleks imun dengan gambaran eritema multiformis yang
berat menyerang mukokutaneus dengan karakteristik nekrosis dan
hilangnya lapisan epidermis.
2. Sindroma Steven-Johnson (SSJ) adalah penyakit yang mengancam jiwa
dan membutuhkan managemen optimal dengan cepat mendeteksi dan
menarik obat yang kemungkinan menjadi penyebab serta perawatan
suportif yang tepat serta adekuat di rumah sakit.
3. Pengobatan suportif yang tepat terdiri dari pemantauan dan perbaikan
hemodinamik sehingga diharapkan dapat mencegah komplikasi dan
menurunkan resiko kematian.
B. SARAN
Dalam penyususnan tinjauan kepustakaan ini banyak sekali terdapat
kekurangan yang sangat membutuhkan saran untuk perbaikan kedepan. Karena
itu, kami selaku penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun, agar kedepannya tinjauan kepustakaan ini menjadi lebih baik dalam
memberikan informasi dan ilmu pengetahuan.
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
Harr T dan French LE. 2010. Toxic Epidermal Necrolysis and StevensJohnson Syndrome. Orphanet Journal of Rare Disease 539. Diakses pada
tanggal 23 Juli 2013. Diunduh dari http://www.ojrd.com
4.
5.
6.
7.
Jain S et al. 2011. Steven Johnson Syndrome in Pregnancy. J MGIMS, Vol 16,
No
(ii) 48-50. Diakses pada tanggal 23 Juli 2013. Diunduh dari
http://www.google-advanced.com
16
8.
9.
10. Chung WH dan Hung S. 2010. Genetic Markers and Danger Signals in
Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. J Allergology
International. Vol 59 No. 4. Hal : 325-332. Diakses pada tanggal 23 Juli
2013. Diunduh dari www.jsaweb.jp
11. Khalili B dan Bahna SL. 2006. Phatogenesis and Recent Therapeutic Trends
in Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal Necrolysis. J Annals of
Allergy, Asthma & Immunology. Volume 97. Hal 272-281. Diakses pada
tanggal 23 Juli 2013. Diunduh dari http://www.google-advanced.com
12. Gerull et al. 2011. Toxic Epidermal Necrolysis and Stevens-Johnson
Syndrome : A Review. Crit Care Med. Vol 39 No. 6. Hal 1-12. Diakses pada
tanggal 23 Juli 2013. Diunduh dari http://www.google-advanced.com
13. Murtiastutik D. 2011. Atlas Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 2. Surabaya :
Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP)
14. Lee SC. 2012. Diagnosis Stevens-Johnson Syndrome and Toxic Epidermal
Necrolysis. KAAACI Annual International Congress and East Asia Allergy
Simposium.
17