Anda di halaman 1dari 25

STEVEN JOHNSON SYNDROME

FK UWKS – RSUD dr. Moh. Saleh Probolinggo


Oleh:
Yosy Putri Hadijah 19710081
Riyo Agustiawan 19710145

Pembimbing:
dr. Brama Rachmantyo, Sp.KK
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD. dr. MOH. SALEH PROBOLINGGO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
Definisi
Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-
Johnson dan toxic epidermal necrolysis (TEN) adalah penyakit kulit
yang disebabkan oleh alergi atau infeksi. Sindrom tersebut mengancam
kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit sehingga
epidermis mengelupas dan terpisah dari dermis.
Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang
mempengaruhi kulit dan selaput lendir. Stevens Johnson Syndrome
adalah sindroma yang mengenai kulit, selaput lendir orifisium dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan
pada kulit berupa eritema, vesikel, bula dapat disertai purpura.
Epidemiologi
Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau dan toxic epidermal
necrolysis (TEN) merupakan penyakit yang jarang, secara umum
insiden SJS adalah 1-6 kasus/juta penduduk/tahun, dan insiden TEN
0,4-1,2 kasus/juta penduduk/tahun. Angka kematian TEN adalah 25-
35%, sedangkan angka kematian SJS adalah 5%-12%. Penyakit ini
dapat terjadi setiap usia, terjadi peningkatan resiko pada usia diatas 40
tahun.
Perempuan lebih sering terkena dibandingkan laki-laki dengan
perbandingan 1,5:1. Data dari ruang rawat inap RSCM menunjukan
bahwa selama tahun 2010-2013 terdapat 57 kasus dengan rincian: SJS
47,4%, overlap SJS-TEN 19,3% dan TEN 33,3% (Effendi, 2016).
Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, dikatakan multifaktorial.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan timbulnya sindrom ini antara lain:

1. Infeksi : Bakteri, virus, jamur dan parasit


2. Alergi sistemik terhadap obat : Penisilin, streptomysin, sulfonamide, tetrasiklin,
analgesik/antipiretik, digitalis, hidralazin, barbiturat , chlorpromazin,
karbamazepin
3. Penyakit kolagen vaskular
4. Pasca vasinasi
5. Penyakit-penyakit keganasan : Karsinoma penyakit Hodgkins, limfoma,
myeloma, dan polisitemia.
6. Kehamilan dan menstruasi
7. Neoplasma
8. Radioterapi
Patogenesis dan Patofisiologi
Mekanisme parti terjadinya Steven Johnson Syndrome belum sepenuhnya diketahui.
Pada lesi Steven Johnson Syndrome terjadi reaksi sitotoksik terhadap keratinosit
sehingga mengakibatkan apoptosis luas. Reaksi sitotoksik terjadi melibatkan natural
killer cell. Dan sel limfosit T CD8+ yang spesifik terhadap obat penyebab. Berbagai
sitokin terlibat dalam pathogenesis penyakit ini, yaitu: IL-6, TNF-α, IFN-y, IL-18, Fas-
L. granulisin dan granzim- B.
Gejala klinis
Gejala SJJ-TEN timbul dalam waktu 8 minggu setelah awal pajanan obat. Sebelum terjadi lesi
kulit dapat timbul gejala non spesifik, berupa suhu tubuh meningkat, sakit kepala, batuk dan
sakit tenggorokan, nyeri dada dan myalgia.

Adapun 3 kelainan utama yang muncul pada SJS, antara lain:


1. Kelainan pada kulit :
 Timbulnya ruam yang berkembang menjadi eritema, papula, vesikel, dan bula.
 Tanda patognomonik yang muncul adalah adanya lesi target atau targetoid lesions
(lesi atipikal datar yang hanya memiliki 2 zona warna dengan batasan yang buruk)
 Makula purpura yang banyak dan luas juga ditemukan pada bagian tubuh penderita
sindrom Stevens-Johnson.
 Pengelupasan kulit, ditandai dengan tanda Nikolsky positif. Pengelupasan paling
banyak terjadi pada area tubuh yang tertekan seperti pada bagian punggung dan
bokong.
Gejala klinis
2. Kelainan pada mukosa :
 Kelainan pada mukosa sebagian besar melibatkan mukosa mulut (stomatitis) esofageal,
paru-paru dan bagian genital.
 Lesi berupa bula yang dapat pecah sewaktu-waktu.
 Adanya kelainan pada mukosa dapat menyebabkan eritema, edema, pengelupasan,
pelepuhan, ulserasi, dan nekrosis.

3. Kelainan pada mata :


 hiperemia konjungtiva.
 Kelopak mata dapat melekat dan apabila dipaksakan untuk lepas, maka dapat merobek
epidermis.
 Erosi pseudomembran pada konjungtiva juga dapat menyebabkan sinekia atau pelekatan
antara konjungtiva dan kelopak mata.
 Seringkali dapat pula terjadi peradangan atau keratitis pada kornea mata.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk evaluasi keparahan penyakit
dan untuk tatalaksana pasien. Pemeriksaaan penunjang yang perlu dilakukan:
 Gula darah sewaktu,
 Darah tepi lengkap,
 Analisis gas darah,
 Kadar elektrolit,
 Albumin dan protein darah,
 Fungsi ginjal dan hepar
 Foto thorak,
 Histopatologi.
Diagnosis klinis
1. Anamnesis yang teliti:
 Kronologis perjalanan penyakit: keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat pengobatan, riwayat kebiasaan,
riwayar sosial.
 Konsumsi obat yang menyebabkan terjadinya Steven Johnson Syndrome : nama
obat, dapat darimana, sudah berapa lama mengonsumsi obat, apakah keluhan timbul
setalah mengonsumsi obat atau keluhan timbul sabelum mengonsumsi obat.

2. Diagnosis SJS ditegakkan bila epidermolisis hanya ditemukan pada <10% LPB, TEN
bila epidemolisis >30% LPB dan overlap SJS-TEN bila epidermolisis 10-30% LPB.
Diagnosis banding
Eritema multiforme minor

Eritema multiforme minor yang bersifat ringan tanpa keterlibatan membran


mukosa atau hanya keterlibatan minimal, hingga eritema multiforme Eritema multiforme
diperkirakan terjadi akibat reaksi hipersensitivitas terhadap infeksi dan obat-obatan tertentu,
di mana sekitar 90% kasus eritema multiforme berhubungan dengan infeksi. Etiologi
terbanyak adalah herpes simplex virus (HSV) yang meliputi sekitar 50-70% kasus dan sering
terjadi bersamaan dengan kasus eritema multiforme rekuren, HSV-1 merupakan penyebab
utama walaupun HSV-2 juga dapat menginduksi eritema multiforme.
Diagnosis banding
Pemfigus vulgaris

Salah satu bentuk boil dermatose yang bersifat kronis, disertai dengan adanya
proses akantolisis dan terbentuknya bula pada epidermis. Ditandai dengan timbulnya bula
yang lembek dengan permukaan yang tegang, berdinding tipism mudah pecah timbul pada
kulit dan mukas yang tampak normal dan eritematosa. 60% dari penderita lesinya mulai dari
mukosa mulut kemudian menyebar. Bila lesinya luas sering mengalami infeksi sekunder yang
menyebabkan timbulnya bau yang tidak enak. Penyebab autoimun.
Diagnosis banding
Fixed drug eruption

Erupsi obat alergi berupa olak eritema berwarna merah


terang/kehitaman, bersifat soliter(kadang multiple), yang tmbul pada tempat
yang sama. Asimptomatis, tetapi dapat berupa rasa terbakar, gatal dan nyeri.
Onset 30 menit-8 jam setelah mengonsumsi obat. Kelainan timbul berkali-kali
pada tempat yang sama (Khas). Predileksi perioral, periorbital, genitalia dan
ekstremitas.
Tatalaksana
1. Penatalaksanaan umum :

 Penghentian obat penyebab


 Menjaga keseimbangan cairan, termoregulasi dan nutrisi
 Antibiotik
 Perawatan luka
 Perawatan mata dan mulut

2. penatalaksanaan spesifik

 Kortikosteroid sistemik
 Imunoglobulin intravena
 Siklosporin A
Prognosis
Prognosis Steven Johnson Syndrome dapat diperkirakan berdasarkan SCORTEN. Pada
pasien yang mengalami penyembuhan, re-epitelisasi terjadi dalam waktu rerata 3 minggu.
Gejala sisa yang sering terjadi adalah skar pada mata dan gangguan penglihatan, kadang-
kadang terjadi skar pada kulit, gangguan pigmentasi dan gangguan pertumbuhan kuku.
Komplikasi
Dalam perjalanan penyakit Steven Johnson Syndrome mendapat penyulit dalam yang
dapat mengancam nyawa berupa sepsis dan multiple organ failure
Ringkasan
Steven Johnson Syndrome merupakan reaksi mukokutan akut yang mengancam
nyawa, ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang luas. Sebagian besar
Steven Johnson Syndrome disebabkan karena alergi obat. Obat-obat yang sering
menyebabkan Steven Johnson Syndrome adalah sulfonamida, anti-konvulsan aromatic,
alupurinol, NSAID dan nevirapin, Karbamazepin dan allopurinol.
Mekanisme parti terjadinya Steven Johnson Syndrome belum sepenuhnya
diketahui. Pada lesi Steven Johnson Syndrome terjadi reaksi sitotoksik terhadap
keratinosit sehingga mengakibatkan apoptosis luas. Reaksi sitotoksik terjadi melibatkan
natural killer cell. Dan sel limfosit T CD8+ yang spesifik terhadap obat penyebab, sitokin
yang terlibat yaitu: IL-6, TNF-α, IFN-y, IL-18, Fas-L. granulisin dan granzim-B.
.
Sindroma prodromal yang non spesifik dan konstitusiona, Lokasi : simetris
pada wajah, badan dan proksimal ekstremitas. Efloresensi ditemukan macula eritematus
yang menyerupai morbiliform rash, target lesions, bula dengan Nikolsky sign positif
(sering didapatkan), lesi akan bertambah banyak seiring berjalannya waktu. Dan juga
ditemukan pada mukosa bibir dan mulut dirasakan sakit, disertai kelainan mukosa yang
eritematus, sembab dan sertai bula yang akan pecah sehingga timbul erosi yang tertutup
pseudomembrane (Necrotic epithelium dan fibrin), krusta kehitaman pada bibir, Pada
kemaluan juga sering didapatkan berupa bula yang hemorrhagic dan erosi.
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan anamnesis yang teliti dengan
kronologis perjalanan penyakit dan riwayat konsumsi obat yang menyebabkan terjadinya
Steven Johnson Syndrome. Pemeriksaaan penunjang yang perlu dilakukan (Gula darah
sewaktu, darah tepi lengkap, analisis gas darah, kadar elektrolit, albumin dan protein
darah, fungsi ginjal dan hepar, foto thorak, histopatologi).
Steven Johnson syndrome merupakan penyakit yang mengancam nyawa, sehingga
membutuhkan tatalaksana yang optimal seperti deteksi dini dan penghentian obat yang
dicurigai menjadi penyebab penyakit disertai perawatan suportif di rumah sakit. Prognosis
Steven Johnson Syndrome dapat diperkirakan berdasarkan SCORTEN. Pada pasien yang
mengalami penyembuhan, re-epitelisasi terjadi dalam waktu rerata 3 minggu. Gejala sisa
yang sering terjadi adalah skar pada mata dan gangguan penglihatan, kadang-kadang terjadi
skar pada kulit, gangguan pigmentasi dan gangguan pertumbuhan kuku. Dalam perjalanan
penyakit Steven Johnson Syndrome mendapat penyulit dalam yang dapat mengancam
nyawa berupa sepsis dan multiple organ failure
Daftar pustaka
Effendi E.H. 2016. Sindrom Steven Jhonson (SJJ) dan nekrolisis epidermal toksik
(TEN) dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 7. Jakarta:FKUI.

Fitriany J, Alratisda F. 2019. Sindrom Steven Jhonson (SJJ) dan nekrolisis


epidermal toksik (TEN). Jurnal Averrous Vol.5.

Witari, K.A. 2019. Diagnosis dan tatalaksana Sindroma Stevens-Johnson (SJS) pada
anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains Medis 10 (3): 592-596.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai