Apabila pengelupasan menyebar kurang dari 10% area tubuh, maka termasuk
sindrom Stevens-Johnson
Jika 10-30% disebut Stevens Johnson Syndrome Toxic Epidermal Necrolysis (SJS-
TEN)
c. TEN
Serta jika lebih dari 30% area tubuh, maka disebut Toxic Epidermal Necrolysis
(TEN).
KLASIFIKASI
1. Derajat 1
Erosi mukosa SJS dan
pelepasan epidermis
kurang dari 10%.
2. Derajat 2
Lepasnya lapisan
epidermis antara 10-30%.
3. Derajat 3
Lepasnya lapisan
epidermis lebih dari 30%.
ETIOLOGI
Beberapa penyebab menurut kusuma& nurarif 2015:
1.Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan atau mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya).
A. Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk seperti cincin (pinggir
eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi
hemorhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk.
B. Kelainan selaput lendir di orifisiumKelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada
mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%),
sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% - 4%).
C. Kelainan Mata Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah
conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus
cornea, iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu
stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis
PATOFISIOLOGI
• Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi
tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi
sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi
tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak
kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).
KOMPLIKA
SI
• Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau
darah,gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan
shock .Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan Lakrimas
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
7. Perawatan topikal
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.Anamnesa Riwayat pengobatan pasien
Data penunjang
• Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia.
• Histopatologi: infiltrate sel mono nuklear, edema, dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis selepidemal,
spongiosis dan edema intrasel di epidemis.
• Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosis tindakan keperawatan, rencana tindakan
dan implementasinya yang sudah berhasil. Evaluasi merupakan kegiatan yang
membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standart yang
telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya (Efendy Ferry, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI