Anda di halaman 1dari 23

STEVENS JOHNSON SINDROM

Nama anggota kelompok :


Bertonius Tage Panggo Yosepa Fitriani

Eka Wahyu Prasetya Nor Cholik

Eny Opfriyanti Yohana Linda

Eriana Noveria Bulid Elky Pahrul Amin

Hery Styawan Sulistyan

Intan Permata Hati Resti Maulina

Rosiana SA Martina S rahman

Bambang Priharin Sartika Juniarti


DEFINISI
Sindrom Stevens Jhonson merupakan
kelainan kulit yang bersifat fatal dan
merupakan kondisi paling ekstrim dari
eritema multiformis. Seluruh permukaan
tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan
lepuhan.
(Brunner & Suddarth, 2013)

Sindrom Stevens Johnson (SSJ) adalah


penyakit langka namun serius karena
adanya reaksi hipersensitivitas yang
diperantarai kompleks imun, biasanya
melibatkan kulit dan membran mukosa.
• Stevens Johnson Sindrome adalah
sebuah kondisi mengancam jiwa yang
mempengaruhi kulit dimana kematian
sel menyebabkan epidermis terpisah
dari dermis. Sindrom ini diperkirakan
oleh karena reaksi hipersensitivitas
yang mempengaruhi kulit dan
membrane mukosa. Walaupun pada
kebanyakan kasus bersifat idiopatik,
penyebab utama yang diketahui adalah
dari pengobatan, infeksi dan
terkadang keganasan. (Kusuma &
Nurarif, 2015).
• Dari beberapa pengertian diatas, dapat
disimpulkan bahwa sindrom steven
johnson yaitu suatu sindrom yang terjadi
pada kulit/integumen, dimana seluruh
permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema
dan lepuhan, yang kebanyakan diketehui
disebabkan oleh respon dari pengobatan,
infeksi, dan terkadang keganasan.
Klasifikasi Stevens Johnson Sindrom

a. Sindrom Steven Johnson

Apabila pengelupasan menyebar kurang dari 10% area tubuh, maka termasuk
sindrom Stevens-Johnson

b. Sindron Steven Johnson dan TEN

Jika 10-30% disebut Stevens Johnson Syndrome Toxic Epidermal Necrolysis (SJS-
TEN)

c. TEN

Serta jika lebih dari 30% area tubuh, maka disebut Toxic Epidermal Necrolysis
(TEN).
KLASIFIKASI
1. Derajat 1
Erosi mukosa SJS dan
pelepasan epidermis
kurang dari 10%.

2. Derajat 2
Lepasnya lapisan
epidermis antara 10-30%.

3. Derajat 3
Lepasnya lapisan
epidermis lebih dari 30%.
ETIOLOGI
Beberapa penyebab menurut kusuma& nurarif 2015:
1.Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks,
influenza, gondongan atau mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya).

2.Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib,


sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin, azitromisin, modafinil, lamotrigin,
nevirapin, ibuprofen, ethosuximide, carbamazepin).
3.Keganasan (karsinoma dan limfoma)
4.Faktor idiopatik (hingga 50%)
ETIOLOGI
Beberapa penyebab menurut kusuma& nurarif 2015:
6. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang
dari suplemen herbal yang mengandung gingseng.. Sindrom steven johnson juga mungkin
disebabkan oleh karena penggunaan kokain.
7. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat terhadap
pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik dan
sulfametoksazole. Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SSJ,
eritem multiformis, sindrom Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide
(antibiotik), penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigine (antikonvulsan), fenitoin-
dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari
terjadinya SSJ.
TANDA DAN GEJALA
Menurut Kusuma& Nurarif 2015 pada Sindrom Steven Johnson dapat terlihat adanya kelainan
berupa:

A. Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk seperti cincin (pinggir
eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi
hemorhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih buruk.
B. Kelainan selaput lendir di orifisiumKelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada
mukosa mulut/bibir (100%), kemudian disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%),
sedangkan di lubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% - 4%).
C. Kelainan Mata Kelainan pada mata merupakan 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah
conjunctivitis kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus
cornea, iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu
stomatitis, conjunctivitis, balanitis, uretritis
PATOFISIOLOGI
• Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi
tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi
sehingga terjadi aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi
tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersensitisasi berkontak
kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin
dilepaskan sehingga terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).
KOMPLIKA
SI
• Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat
menyebabkan kematian. Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau
darah,gangguan keseimbangan elektrolit sehingga dapat menyebabkan
shock .Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan Lakrimas
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila


disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

b. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema,


dan esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis.
Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di
epidermis.

c. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal


superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM,
IgA.
PENATALAKSANAA
N
• Penanganan secara cepat bertujuan untuk mengontrol keseimbangan dan
elektrolit, mencegah sepsis, dan mencegah komplikasi pada mata. Focus
penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif diantaranya :
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera

2. Operasi debridement untuk mengangkat kulit yang rusak

3. Pemberian cairan intravena untuk mempertahankan keseimbangan


cairan dan elektrolit

4. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin

5. Pemberian immunoglobin melalui intravena untuk mempercepat


kondisi dan penyembuhan kulit
6. Pemberian antibiotic

7. Perawatan topikal
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.Anamnesa Riwayat pengobatan pasien

b.Pemeriksaan secara head to toe


c.Pemeriksaan kulit (inspeksi warna kulit, kelembaapan kulit,
lesi, kelainan diselaput lendir yang sering ialah mukosa
mulut, mata yang sering konjuntivitis, palpasi turgor kulit,
edema dan elastis kulit)
d.Riwayat Kesehatan
Data fokus
• DS : gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktivitas
menurun, keluhan rasa lelah, nyeri.
• DO : kemerah-merahan, memegangi tenggorokan, gelisah, tampak
lemas.

Data penunjang
• Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia.
• Histopatologi: infiltrate sel mono nuklear, edema, dan ekstravasasi sel
darah merah, degenerasi lapisan basalis, nekrosis selepidemal,
spongiosis dan edema intrasel di epidemis.
• Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA.
DIAGNOSA KEPERAWATAN

a.Nyeri akut b.d agen pencedara fisiologis

b.Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d perubahan


hormonal

c. Risiko deficit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan


makanan

d.ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri


INTERVENSI KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
INTERVENSI KEPERAWATAN
IMPLEMENTASI
• Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan
yang telah disusun pada tahap perencanaan

EVALUASI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosis tindakan keperawatan, rencana tindakan
dan implementasinya yang sudah berhasil. Evaluasi merupakan kegiatan yang
membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan standart yang
telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya (Efendy Ferry, 2009)
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI

Tjokroprawiro Askandar.2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya:


Airlangga Univesity Press
https://www.academia.edu/36756426/ASUHAN_KEPERAWATAN_SINDROM
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai