Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM INTEGUMEN

STEVEN JOHNSON SINDROM

Nama anggota kelompok :

Bertonius Tage Panggo Yosepa Fitriani


Eka Wahyu Prasetya Nor Cholik
Eny Opfriyanti Yohana Linda
Eriana Noveria Bulid Elky Pahrul Amin
Hery Styawan Sulistyan
Intan Permata Hati Resti Maulina
Rosiana SA Martina S rahman
Bambang Priharin Sartika Juniarti

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN


BANJARMASIN
TAHUN AKADEMIK 2022
A.
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi Steven Jhonson Sindrom
Stevens Johnson Sindrome adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang mempengaruhi kulit
dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena
reaksi hipersensitivitas yang mempengaruhi kulit dan membrane mukosa. Walaupun pada kebanyakan
kasus bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan, infeksi dan
terkadang keganasan. (Kusuma & Nurarif, 2015).

Sindrom Steven Jhonson merupakan kelainan kulit yang bersifat fatal dan merupakan kondisi paling
ekstrim dari eritema multiformis. Kondisi ini dipicu oleh penggunaan medikasi. Antibiotik, agens
anti kejang NSAID, dan sulfonamida adalah obat-obatan yang paling sering menimbulkan kejadian ini.
Seluruh permukaan tubuh dapat dipenuhi oleh eritema dan lepuhan (Brunner & Suddarth, 2013).
Sindrom Steven Johnson merupakan sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir diorifisium,
dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat. Kelainan pada kulit berupa eritema,
vesikel/bula, dapat disertai purpura. (Muttaqin, 2012).
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sindrom steven johnson yaitu suatu
sindrom yang terjadi pada kulit/integumen, dimana seluruh permukaan tubuh dipenuhi oleh eritema dan
lepuhan, yang kebanyakan diketehui disebabkan oleh respon dari pengobatan, infeksi, dan terkadang
keganasan.

2. Klasifikasi Stevens Johnson Sindrom

Dalam dunia medis, sindrom Stevens-Johnson dapat dianggap dan disepakati sebagai bentuk ringan
dari nekrolisis epidermal toksik yang kondisi ini baru pertama kali diakui pada tahun 1922

Meskipun sindrom Stevens-Johnson kadang disebabkan oleh infeksi, tetapi penderitanya lebih sering
diakibatkan oleh alergi dan efek samping dari obat-obatan tertentu.
Berikut klasifikasi dari SSJ
a. Sindrom Steven Johnson
Apabila pengelupasan menyebar kurang dari 10% area tubuh, maka termasuk sindrom Stevens-
Johnson
b. Sindron Steven Johnson dan TEN
Jika 10-30% disebut Stevens Johnson Syndrome Toxic Epidermal Necrolysis (SJS-TEN)
c. TEN
Serta jika lebih dari 30% area tubuh, maka disebut Toxic Epidermal Necrolysis (TEN).

3. Etiologi Stevens Jhonson Sindrom


Beberapa penyebab menurut kusuma& nurarif 2015:
1. Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus herpes simpleks, influenza,
gondongan atau mumps, histoplasmosis, virus Epstein-Barr, atau sejenisnya).
2. Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak, fluconazole, valdecoxib, sitagliptin,
penicillin, barbiturat, sulfanomide, fenitoin, azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen,
ethosuximide, carbamazepin).
3. Keganasan (karsinoma dan limfoma)
4. Faktor idiopatik (hingga 50%)
5. Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai efek samping yang jarang dari
suplemen herbal yang mengandung gingseng.. Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan
oleh karena penggunaan kokain.
6. Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau reaksi alergi berat terhadap
pengobatan, penyebab utama nampaknya karena penggunaan antibiotik dan sulfametoksazole.
Pengobatan yang secara turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindrom
Lyell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide (antibiotik), penisilin (antibiotic),
berbiturate (sedative), lamotrigine (antikonvulsan), fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi
lamotrigin dengan asam valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.

4. Tanda dan gejala Stevens Johnson Sindrom


Menurut Bunner & suddarth,2013 :
1. Konjungtiva terasa panas atau gatal
2. Nyeri tekan kutaneus
3. Demam
4. Sakit kepala
5. Batuk
6. Sakit tenggorokan
7. Malaise
8. Mialgia (nyeri dan sakit)
Menurut Kusuma& Nurarif 2015 pada Sindrom Steven Johnson dapat terlihat adanya
kelainan berupa:
A. Kelainan kulit
Kelainan kulit dapat berupa eritema, vesikal, dan bulla. Eritema mberbentuk seperti cincin (pinggir
eritema tengahnya relatif hiperpigmentasi) yang berkembang menjadi urtikari atau lesipapuler
berbentuk target dengan pusat ungu atau lesi sejenis dengan vesikel kecil. Vesikel kecil dan bulla
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat juga terjadi erupsi
hemorhagis berupa ptechiae atau purpura. Bila disertai purpura, prognosisnya menjadi lebih
buruk.
B. Kelainan selaput lendir di orifisium
Kelainan selaput lendir di orifisium yang tersering ialah pada mukosa mulut/bibir (100%), kemudian
disusul dengan kelainan di lubang alat genitalia (50%), sedangkan di lubang hidung dan anus jarang
(masing-masing 8% - 4%).
C. Kelainan Mata
Kelainan pada mata merupsksn 80% diantara semua kasus, yang sering terjadi ialah conjunctivitis
kataralis. Selain itu dapat terjadi conjunctivitis purulen, pendarahan, simblefaron, ulcus cornea,
iritis/iridosiklitis yang pada akhirnya dapat terjadi kebutaan sehingga dikenal trias yaitu stomatitis,
conjunctivitis, balanitis, uretritis

5. Patofisiologi Stevens Johnson Sindrom


Patogenesisnya belum jelas, diperkirakan karena reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi tipe III terjadi
akibat terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang membentuk mikropresipitasi sehingga terjadi
aktivasi sistem komplemen. Akibatnya terjadi akumulasi netrofil yang kemudian melepaskan lisozim dan
menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran. Reaksi tipe IV terjadi akibat limfosit T yang
tersensitisasi berkontak kembali dengan antigen yang sama, kemudian limfokin dilepaskan sehingga
terjadi reaksi radang (Muttaqin, 2012).
5. Komplikasi
Komplikasi yang tersering ialah Bronchopneumonia (16%) yang dapat menyebabkan kematian.
Komplikasi yang lain ialah kehilangan cairan atau darah,gangguan keseimbangan elektrolit sehingga
dapat menyebabkan shock .Pada mata dapat terjadi kebutaan karena gangguan Lakrimas

6. Pemeriksaan diagnostic

a. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila disangka penyebabnya infeksi
dapat dilakukan kultur darah.
b. Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan esktravasasi sel darah merah.
Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
c. Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal superficial serta terdapat
komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA.

7. Penatalaksanaan
Penanganan secara cepat bertujuan untuk mengontro keseimbangan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan
mencegah komplikasi pada mata. Focus penanganan adalah pemberian asuhan yang suportif diantaranya
:
1. Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera
2. Operasi debridement untuk mengangkat kulit yang rusak
3. Pemberian cairan intravena untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
4. Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin
5. Pemberian immunoglobin melalui intravena untuk mempercepat kondisi dan penyembuhan kulit
6. Pemberian antibiotic
7. Perawatan topikal

B. MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Anamnesa riwayat pengobatan pasien
b. Pemeriksaan secara Haed to toe
c. Pemeriksaan fisik
Agar data yang diperoleh dalam pengkajian benar-benar tepat, pengkajian harus dilakukan dengan
pencahayaan yanng menadai kulit harus dikaji secara menyeluruh dan tidak terbatas pada lokasi
abnormal saja
Pengkajian kulit
1. Inspeksi
Warna kulit, Kelembapan kulit, Lesi, Kelainan di selaput lendir yang sering ialah mukosa mulut,
kemudian genital, sedangkan dilubang hidung dan anus jarang ditemukan, mata yang sering ialah
konjungtivitis, bula yang cepat memecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman.
Juga dapat terbentuk pescudo membran. Di bibir yang sering tampak adalah krusta berwarna hitam
yang tebal
2. Palpasi
Turgor kulit, Edema, Elastis kulit

d. Riwayat Kesehatan
riwayat alergi, reaksi alergi terhadap makanan, obat serta zat kimia, masalah kulit sebelumnya dan
riwayat kanker kulit.
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
ada atau tidak anggota keluarga yang mengalami riwayat penyakit alergi
f. Data Fokus
1. Data Subjektif
Gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandanganya kabur, aktivitas menurun.
2. Data Objektif
Kemerah-merahan, memegangi tenggorokan, gelisah, tampak lemas dalam aktivitas
g. Data penunjang
3. Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
4. Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi sel darah merah, degenerasi
lapisan basalis, nekrosis sel epidermal, spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
5. Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG,
IgM, IgA.

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut b.d agen pencedara fisiologis
b. Gangguan integritas kulit/ jaringan b.d perubahan hormonal
c. Risiko deficit nutrisi d.d ketidakmampuan menelan makanan
d. ansietas b.d ancaman terhadap konsep diri
3. Intervensi Keperawatan

Diagnos Luaran Intervensi


a
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan Manajemen Nyeri
pencedara fisiologis 1. Observasi
tingkat nyeri menurun dengan criteria
a. Identifikasi lokasi, karakteristik,
hasil : durasi, frekuensi, intensitas nyeri
b. Identifikasi respon non verbal
a. Keluhan nyeri menurun
c. Identifikasi faktor yang memperberat
b. Gelisah menurun dan memperingan nyeri
c. Meringis menurun d. Monitor efek samping penggunaan
anslgesik
2. Teraupetik
3. Berikan tehnik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
4. Kontrol lingkungan
5. Fasilitasi tidur dan istirahat
6. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
7. Edukasi penyebab nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu
Gangguan integritas kulit/ Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam diharapkan Perawatan integritas kulit
jaringan b.d perubahan integritas kulit dan jaringan meningkat dengan 1. Observasi
Kriteria hasil : 2. Identifikasi penyebab gangguan integritas
hormonal
cb Keusakan integritas jaringan menurun kulit
cc Kerusakan lapisan kulit menurun 3. 2. Terapeutik
cd Kemerahan menurun a. Gunakan produk berbahan petroleum
atau minyak pada kulit kering
b. Gunakan produk berbahan alami atau
hipoalergik pada kulit sensitive
c. hindari produk berbahan dasar alcohol
pada kulit kering
3. Edukasi
a. anjurkan menggunakan pelembab
b. anjurkan minum air yang cukup
c. anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
d. hindari temperature yang ekstrem
Risiko defisit nutrisi d.d Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Manajemen Nutrisi
ketidakmampuan menelan 1. Observasi
diharapkan status nutrisi membaik dengan
Intervensi status nutrisi, identifikasi
makanan kriteria hasil : alergi dan intoleransi makanan,
Porsi makan yang dihabiskan meningkat identifikasi makanan yang disukai,
monitor masukan makanan, monitor
a. Kekuatan otot menelan
BB
b. IMT membaik 2. Teraputik
Fasilitasi menentukan pedoman diet,
c. Frekuensi makan membaik sajikan makana secara menarik dan
suhu yang sesuai, berikan makanan
ynag tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
3. Edukasi
Anjurkan duduk jika mampu dan
anjurkan diet yang di programkan
4. Kolaborasi
Dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlh kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlu
ansietas b.d ancaman Setelah dilakukan tindakan 3x24 jam Reduksi ansietas
terhadap konsep diri diharapkan tingkat ansietas menurun dengan 1. Observasi
kriteria hasil: Identifikasi saat tingkat ansietas
a. Verbalisasi kebingungan menurun berubah, identifikasi kemampuan
b. Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang mengambil keputusan, monitor tanda-
dihadapi menurun tanda ansietas
c. Perilaku gelisah menurun 2. Terapeutik
d. Perilaku tegang menurun Ciptakan suasana terapeutik untuk
menumbuhkan kepercayaan, temani
pasien untuk mengurangi kecemasan
jika memunginkan, pahami situasi
yang membuat ansietas, engarkan
dengan penuh perhatian
3. Edukasi
Jelaskan prosedur, termasuk sensasi
yang mungkin dialami,, informasikan
secara faktual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis, anjurkan
untuk tetap tenang dan
mengungkapkan perasaan/persepsi,
latih teknik relaksasi, latihan kegiatan
pengalihan untuk mengurangi
ketegangan
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat ansietas
jika perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada
tahap perencanaan

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa
jauh diagnosis tindakan keperawatan, rencana tindakan dan implementasinya yang sudah berhasil.
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi dengan kriteria dan
standart yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya (Efendy Ferry, 2009)
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tjokroprawiro Askandar.2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga Univesity Press

https://www.academia.edu/36756426/ASUHAN_KEPERAWATAN_SINDROM

Anda mungkin juga menyukai