Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

“SINDROMA STEVENS JOHNSON (SSJ)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah II


Yang Diampu Oleh Ns. Nur Isnaini, S.Kep.,M.Kep

Oleh :

Mega Klaudia Putri L 1811010071

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIII

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021
A. Pengertian

Sindroma Stevens Johnson adalah gangguan kulit berupa eritema


multiform. Sindroma ini mengenai kulit, selaput lendir di orifisium dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dan ringan sampai berat, kelainan pada kulit
berupa eritema, vesikel atau bula dapat disertai purpura.

Sindroma Stevens Johnson adalah sebuah kondisi mengancam jiwa yang


mempengaruhi kulit dimana kematian sel menyebabkan epidermis terpisah dari
dermis. Sindrom ini diperkirakan oleh karena reasksi hipersensitivitas yang
mempengaruhi kulit dan membran mukosa. Walaupun pada kebanyakan kasus
bersifat idiopatik, penyebab utama yang diketahui adalah dari pengobatan,
infeksi dan terkadang keganasan (Kusuma & Nurarif, 2015)

B. Etiologi

Beberapa penyebab sindrom steven johnson menurut (Kusuma &


Nurarif,2015):

1.Infeksi (biasanya merupakan lanjutan dari infeksi seperti virus


herpessimpleks, influenza, gondongan/mumps, histoplasmosis, virus
Epstein-Barr, atau sejenisnya).

2.Efek samping dari obat-obatan (allopurinol, diklofenak,


fluconazole,valdecoxib, sitagliptin, penicillin, barbiturat, sulfanomide,
fenitoin,azitromisin, modafinil, lamotrigin, nevirapin, ibuprofen,
ethosuximide,carbamazepin).

3. Keganasan (karsinoma dan limfoma).

4. Faktor idiopatik (hingga 50%).

5.Sindrom steven johnson juga dilaporkan secara konsisten sebagai


efeksamping yang jarang dari suplemen herbal yang mengandung
ginseng.Sindrom steven johnson juga mungkin disebabkan oleh
karenapenggunaan kokain.
6.Walaupun SSJ dapat disebabkan oleh infeksi viral, keganasan atau
reaksialergi berat terhadap pengobatan, penyebab utama nampaknya
karenapenggunaan antibiotik dan sulfametoksazole. Pengobatan yang secara
turun menurun diketahui menyebabkan SSJ, eritem multiformis, sindromL
yell, dan nekrolisis epidermal toksik diantaranya sulfanomide(antibiotik),
penisilin (antibiotic), berbiturate (sedative), lamotrigin, (antikonvulsan),
fenitoin-dilantin (antikonvulsan). Kombinasi lamotrigindengan asam
valproat meningkatkan resiko dari terjadinya SSJ.

C. Tanda Gejala

Sindrom ini jarang dijumpai pada usia 3 bulan kebawah. Keadaan


umumnya bervariasi dari ringan sampai berat. Pada yang berat kesadarannya
menurun, penderita dapat soporous sampai koma. Mulainya penyakit akut
dapat disertai gejala prodomal berupa demam tinggi, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorokan.

Pada sindrom ini terlihat adanya trias kelainan berupa :

1.Kelainan kulit

Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat
juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.

2.Kelainan selaput lendir di orifisium

Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%)
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).

Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna
hitam yang tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian
atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak
dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan
keluhan sukar bernafas.

3. Kelainan Mata

Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitas kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosikilitis. Disamping trias kelainan
tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, mislanya : nefritis dan onikolisis.

D. Patofisiologi

Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi


kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan.
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III
dan IV.

Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi
yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu
komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam
pembuluh darah atau jaringan.

Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam


jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi
tipe ini mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi
kerusakan jaringan atau kapiler di tempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil
tertarik ke daerah tersebut dan mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta penimbunan sisa sel. Hal ini
menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan
sebagai reaksi radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan
sel T. Penghasil limfokin atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi
penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel ini
bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk
terbentuknya.

Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,
IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen
penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang
respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau
karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau
metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut
(struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi,
atau proses metabolik).

Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta
menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi
yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta
mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan
klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas
mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik juga
mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan
epidermis.

Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi
seperti kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress
hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, dan infeksi
E. Pathways
F. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan untuk mendukung ditegakkannya diagnosis sindrom


steven johnson menurut (Kusuma & Nurarif, 2015), yaitu :

1. Laboratorium : Biasanya dijumpai leukositosis atau eosinofilia. Bila


disangka penyebabnya infeksi dapat dilakukan kultur darah.

2.Histopatologi : Kelainan berupa infiltrat sel mononuklear, oedema, dan


esktravasasi sel darah merah. Degenerasi lapisan basalis. Nekrosis sel
epidermal dan spongiosis dan edema intrasel di epidermis.

3.Imunologi : Dijumpai deposis IgM dan C3 di pembuluh darah dermal


superficial serta terdapat komplek imun yang mengandung IgG, IgM, IgA

G. Penatalaksanaan

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013) sasaran penanganan antara lain


mengontrol keseimbangan cairan dan elektrolit, mencegah sepsis, dan
mencegah komplikasi pada mata. Fokus utama penanganan adalah pemberian
asuhan yang suportif, diantaranya yaitu :

1.Semua pengobatan yang tidak penting dihentikan dengan segera.

2.Jika memungkinkan, pasien dirawat di pusat pengobatan luka bakar.

3.Operasi debridemen atau hidroterapi yang dilakukan di awal untuk


mengangkat kulit yang rusak.

4.Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.

5.Cairan intravena diberikan untuk mempertahankan keseimbangan cairandan


elektrolit.

6.Penggantian cairan diberikan melalui NGT dan oral secepat mungkin.

7.Kortikosteroid sistemik diberikan di awal proses penyakit.


8.Pemberian imunoglobulin melalui intravena (IVIG) dapat mempercepat
perbaikan kondisi dan penyembuhan kulit.

9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agen sanestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.

10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik
semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.

11.Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.

H. Fokus Pengkajian

1. Identitas

Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,


pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.

2. Riwayat Kesehatan

- Keluhan Utama

Kaji alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan

- Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaji bagaimana kondisi klien saat melakukan pengkajian. Klien dengan


sindrom stevens johnson biasanya mengeluhkan demam, malaise, kulit
merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan.

- Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu,
riwayat penyakit sebelumnya dialami klien.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien ada yang mempunyai penyakit sama.
- Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
3. Pemeriksaan fisik

- Inspeksi : Warna, suhu, kelembapan. Kekeringan

- Palpasi : Turgor kulit, edema

I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (inflamasi)

2. Hipertermi b.d proses penyakit

3. Gangguan integritas jaringan b.d perubahan pigmentasi

4. Risiko infeksi b.d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer

J. Intervensi Keperawatan

1. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (inflamasi)

Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol nyeri dapat dilakukan dan tingkat
nyeri dapat berkurang
Kriteria Hasil :
a. Secara konsisten menunjukkan dalam menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa analgesik
b. Nyeri yang dilaporkan : tidak ada
c. Ekspresi nyeri wajah : tidak ada
d. Melaporkan nyeri yang terkontrol
e. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan
Rencana Tindakan (NIC) :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Jelaskan strategi meredakan nyeri
d. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Suhu tubuh tetap berada dalam rentang
normal
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh membaik
b. Kulit merah : Tidak ada
c. Pucat : Tidak ada
Rencana Tindakan (NIC) :
a. Identifikasi penyebab hipertermia
b. Monitor suhu tubuh
c. Anjurkan kompres hangat
d. Anjurkan tirah baring
e. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
3. Gangguan Integritas Jaringan b.d perubahan pigmentasi
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Integritas jaringan kulit & membran
mukosa baik
Kriteria Hasil :
a. Kerusakan jaringan menurun
b. Kerusakan lapisan kulit menurun
c. Tidak ada nyeri
d. Tidak ada nekrosis
Rencana Tindakan (NIC) :
a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
ekstrem, penurunan mobilitas)
b. Anjurkan menggunakan pelembab (lotion)
c. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
4. Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol resiko: proses infeksi dapat
dilakukan dan status imunitas baik
Kriteria Hasil :
a. Kemerahan pada kulit menurun
b. Nyeri pada kulit menurun
c. Tidak ada bengkak
Rencana tindakan (NIC) :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC

Kusuma & Nurarif. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis Dan Nic-Noc Jilid 1. Yogyakarta : Mediaction

Anda mungkin juga menyukai