Oleh :
2021
A. Pengertian
B. Etiologi
C. Tanda Gejala
1.Kelainan kulit
Kelainan kulit terdiri dari eritema, vesikel dan bula. Vesikel dan bula
kemudian memecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping itu dapat
juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainannya generalisata.
Kelainan selaput lendir yang tersering ialah pada mukosa mulut (100%)
kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital (50%) sedangkan
dilubang hidung dan anus jarang (masing-masing 8% dan 4%).
Kelainan berupa vesikel dan bula yang cepat memecah sehingga menjadi
erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dalam terbentuk
pseudomembran. Di bibir kelainan yang sering tampak yaitu krusta berwarna
hitam yang tebal.
Kelainan di mukosa dapat juga terdapat di faring, traktus respiratorius bagian
atas dan esofagus. Stomatitis ini dapat menyebabkan penderita sukar tidak
dapat menelan. Adanya pseudomembran di faring dapat menyebabkan
keluhan sukar bernafas.
3. Kelainan Mata
Kelainan mata merupakan 80% diantara semua kasus yang tersering ialah
konjungtivitas kataralis. Selain itu juga dapat berupa konjungtivitis purulen,
perdarahan, ulkus kornea, iritis dan iridosikilitis. Disamping trias kelainan
tersebut dapat pula terdapat kelainan lain, mislanya : nefritis dan onikolisis.
D. Patofisiologi
Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi
yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya
terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab
kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu
komplek antigen antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam
pembuluh darah atau jaringan.
Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,
IgA, C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen
penyebab berupa hapten akan berikatan dengan karier yang dapat merangsang
respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks imun beredar. Hapten atau
karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat atau
metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut
(struktur sel atau jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi,
atau proses metabolik).
Kompleks imun beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, serta
menimbulkan kerusakan jaringan akibat aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi
yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat aktivitas sel T serta
mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan
klinis lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas
mediator serta produk inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik juga
mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya menyebabkan kerusakan
epidermis.
Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit sehingga terjadi
seperti kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress
hormonal diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan
glukosuria, kegagalan termoregulasi, kegagalan fungsi imun, dan infeksi
E. Pathways
F. Pemeriksaan Penunjang
G. Penatalaksanaan
4.Sumpel jaringan dari nasofaring, mata, telinga, darah, urine, kulit, dan
lepuhan yang tidak pecah digunakan untuk mengidentifikasi pathogen.
9. Kulit dilindungi dengan agens topikal; antibakteri topikal dan agen sanestesi
digunakan untuk mencegah sepsis pada luka.
10. Balutan biologis sementara (pigskin, membran amnion) atau balutan plastik
semipermeabel (vigilon) dapat digunakan.
11.Perawatan orofaring dan perawatan mata yang cermat sangat penting ketika
membran mukosa dan mata mengalami gangguan berat.
H. Fokus Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
J. Intervensi Keperawatan
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol nyeri dapat dilakukan dan tingkat
nyeri dapat berkurang
Kriteria Hasil :
a. Secara konsisten menunjukkan dalam menggunakan tindakan
pengurangan nyeri tanpa analgesik
b. Nyeri yang dilaporkan : tidak ada
c. Ekspresi nyeri wajah : tidak ada
d. Melaporkan nyeri yang terkontrol
e. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional kesehatan
Rencana Tindakan (NIC) :
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
c. Jelaskan strategi meredakan nyeri
d. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
e. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Hipertermi b.d proses penyakit
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Suhu tubuh tetap berada dalam rentang
normal
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh membaik
b. Kulit merah : Tidak ada
c. Pucat : Tidak ada
Rencana Tindakan (NIC) :
a. Identifikasi penyebab hipertermia
b. Monitor suhu tubuh
c. Anjurkan kompres hangat
d. Anjurkan tirah baring
e. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
3. Gangguan Integritas Jaringan b.d perubahan pigmentasi
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Integritas jaringan kulit & membran
mukosa baik
Kriteria Hasil :
a. Kerusakan jaringan menurun
b. Kerusakan lapisan kulit menurun
c. Tidak ada nyeri
d. Tidak ada nekrosis
Rencana Tindakan (NIC) :
a. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan
ekstrem, penurunan mobilitas)
b. Anjurkan menggunakan pelembab (lotion)
c. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
4. Risiko infeksi b.d ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
Tujuan yang diharapkan (NOC) : Kontrol resiko: proses infeksi dapat
dilakukan dan status imunitas baik
Kriteria Hasil :
a. Kemerahan pada kulit menurun
b. Nyeri pada kulit menurun
c. Tidak ada bengkak
Rencana tindakan (NIC) :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
c. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
d. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
Volume 2. Jakarta : EGC