Steven jhonson
Definisi
Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-Johnson dan toxic epidermal necrolysis (TEN)
atau nekrolisis epidermal toksik adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh alergi atau infeksi. Sindrom
tersebut mengancam kondisi kulit yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit sehingga epidermis
mengelupas dan memisahkan dari dermis. Sindrom ini dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang
mempengaruhi kulit dan selaput lendir.Stevens Johnson Syndrome adalah sindroma yang mengenai
kulit, selaput lendir orifisium dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat.
Kelainan pada kulit berupa eritema, vesikel, bula dapat disertai purpura.3 Sindrom Stevens-Johnson
merupakan kumpulan gejala (sindrom) berupa kelainandengan ciri eritema, vesikel, bula, purpura pada
kulit pada muara rongga tubuh yang mempunyai selaput lendir serta mukosa kelopak mata. Penyebab
pasti dari Sindrom Stevens Johnson saat ini belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang
memicu timbulnya Sindrom Stevens Johnson seperti obat-obatan atau infeksi virus. Mekanisme
terjadinya sindroma pada Sindrom Stevens Johnson adalah reaksi hipersensitif terhadap zat yang
memicunya.
Steven Johnson Syndrome (Sindroma Stevens Johnson/SSJ) adalah kelainan kulit dan mukosa yang
ditandai dengan meluruhnya epidermis (epidermolisis) atau nekrosis epidermis akibat reaksi
hipersensitivitas tipe IV karena erupsi obat. SSJ muncul secara akut dan dapat mengancam jiwa
Etiologi
Etiologi Steven Johnson Syndrome (Sindroma Stevens Johnson/SSJ) yang paling utama adalah obat.
Etiologi SSJ dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu :
-Agen Infeksius
SSJ dapat disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap virus, bakteri, maupun fungi. Virus yang
dapat menyebabkan reaksi SSJ misalnya Epstein-Barr virus dan Herpes simplex virus. Bakteru misalnya
diphteria dan mycobacteria. Sedangkan fungi misalnya dermatofitosis dan histoplasmosis.
-Obat
Antibiotik seperti penisilin dan golongan sulfa adalah yang paling sering dilaporkan. Selain itu, SSJ juga
pernah dilaporkan disebabkan oleh obat antiinflamasi non steroid dan antikonvulsan.
-Risiko tinggi
Allopurinol
Karbamazepin
Kotrimoksazol
Sulfonamid
Sulfasalazin
Lamotrigin
Nevirapin
Meloxicam
Fenorbarbital
Phenytoin
-Risiko sedang
-Risiko rendah
Insulin
Ibuprofen
-Genetik
Predisposisi genetik terkain gen HLA diperkirakan berperan dalam kerentanan SSJ.
-Faktor Risiko
Wanita
Kulit hitam
HIV positif
Gejala flu seperti demam tinggi, tidak enak badan, sakit kepala atau nyeri sendi (pegal-pegal) sebagai
gejala awal
Ruam berwarna merah dan keunguan yang menyebar, beberapa hari setelah gejala seperti flu muncul
Lepuhan berukuran besar pada kulit dan selaput lendir di mulut, hidung, saluran napas, mata, serta
kelamin
Batuk, sakit pada mulut dan tenggorokan, mata terasa seperti terbakar, dan kelelahan yang biasanya
muncul sebelum ruam terlihat
Rasa sakit ketika buang air kecil akibat selaput lendir di saluran kencing yang ikut melepuh.
Patofisiologi
Stevens Johnson Syndrome merupakan kelainan hipersensitivitas yang dimediasi
kompleks imun yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi virus dan keganasan.
Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif tipe III dan IV.1
Reaksi hipersensitif tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen antibodi
yang mikro presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem komplemen. Akibatnya terjadi
akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan enzim dan menyebab kerusakan jaringan
pada organ sasaran (target organ). Hal ini terjadi sewaktu komplek antigen antibodi yang
bersirkulasi dalam darah mengendap di dalam pembuluh darah atau jaringan.2
Antibiotik tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi terperangkap dalam
jaringan kapilernya. Pada beberapa kasus antigen asing dapat melekat ke jaringan
menyebabkan terbentuknya komplek antigen antibodi ditempat tersebut. Reaksi tipe inimengaktifkan
komplemen dan degranulasi sel mast sehingga terjadi kerusakan jaringan
atau kapiler ditempat terjadinya reaksi tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan
mulai memtagositosis sel-sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel, serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.1
Reaksi hipersensitifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi
berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limtokin dilepaskan sebagai reaksi
radang. Pada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi pengaktifan sel T. Penghasil limfokin
atau sitotoksik atau suatu antigen sehingga terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan.
Reaksi yang diperantarai oleh sel ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jamsampai 27 jam
untuk terbentuknya.Pada beberapa kasus yang dilakukan biopsi kulit dapat ditemukan endapan IgM,IgA,
C3, dan fibrin, serta kompleks imun beredar dalam sirkulasi. Antigen penyebab berupa hapten akan
berikatan dengan karier yang dapat merangsang respons imun spesifik sehingga terbentuk kompleks
imun beredar. Hapten atau karier tersebut dapat berupa faktor penyebab (misalnya virus, partikel obat
atau metabolitnya) atau produk yang timbul akibat aktivitas faktor penyebab tersebut (struktur sel atau
jaringan sel yang rusak dan terbebas akibat infeksi, inflamasi, atau proses metabolik).Kompleks imun
beredar dapat mengendap di daerah kulit dan mukosa, sertamenimbulkan kerusakan jaringan akibat
aktivasi komplemen dan reaksi inflamasi yang terjadi. Kerusakan jaringan dapat pula terjadi akibat
aktivitas sel T serta mediator yang dihasilkannya. Kerusakan jaringan yang terlihat sebagai kelainan klinis
lokal di kulit dan mukosa dapat pula disertai gejala sistemik akibat aktivitas mediator serta produk
inflamasi lainnya. Adanya reaksi imun sitotoksik juga mengakibatkan apoptosis keratinosit yang akhirnya
menyebabkan kerusakan epidermis.15 Oleh karena proses hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan kulit
sehingga terjadi seperti kegagalan fungsi kulit yang menyebabkan kehilangan cairan, stress hormonal
diikuti peningkatan resistensi terhadap insulin, hiperglikemia dan glukosuria, kegagalan termoregulasi,
kegagalan fungsi imun, dan infeksi.
Pemeriksaan pendukung
-Pemeriksaan fisik. Dokter biasanya dapat mengidentifikasi sindrom Stevens Johnson berdasarkan
sejarah medis dan pemeriksaan fisik pasien.
-Biopsi kulit. Untuk mengonfirmasi diagnosis dan mengetahui kemungkinan lain, dokter akan mengambil
sebagian kecil dari kulit untuk dites di laboratorium
-Pemeriksaan kultur. Kultur jaringan kulit atau dari area lain seperti rongga mulut dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi infeksi.
-Pemeriksaan radiologi. Tergantung dari gejala, dokter akan melakukan pemeriksaan X-ray untuk
mendeteksi pneumonia.
-Tes darah. Hal ini dilakukan untuk mendeteksi infeksi atau penyebab lain
Pengkajian
Menurut (Smeltzer, Suzanne C, 2010) inspeksi kulit yang cermatharus dilakukan, dan penampilan kulit
serta luas lesi dicatat. Kulit yangnormal diobservasi secara ketat untuk menentukan apakah timbul
daerah-daerah bula yang baru. Perembasan cairan dari bula dipantau untukmemantau jumlah, warna
dan baunya. Inspeksi rongga mulut untukmendeteksi pembentukan bula dan lesi yang terkelupas harus
dilakukansetiap hari. Kondisi pasien dinilai setiap hari untuk menemukan keluhangatal, terbakar dan
kekeringan pada mata. Kemampuan pasien menelandan meminum cairan, di samping kemampuan
berbicara secara normal,ditentukan.
Tanda tanda vital pasien dimonitor dan diberikan perhatian khususterhadap keberadaan serta karakter
demam di samping terhadap frekuensi,dalam serta irama pernapasan dan gejala batuk. Karakteristik dan
jumlahsekresi respiratorius dicatat. Pemeriksaan untuk menilai panas yang tinggi,takikardia dan
kelemahan serta rasa lelah yang ekstrim sangat penting,karena semua ini menunjukkan proses nekrosis
epidermis, peningkatankebutuhan metabolik dan kemungkinan pelepasan jaringan
mukosagastrointestinal serta respiratorius. Volume urin, berat jenis dan warnanya harus dipantau.
Tempat pemasangan jarum infus diinspeksi untukmenemukan tanda-tanda infeksi setempat. Berat
badan pasien dicatatsetiap hari (Smeltzer, Suzanne C, 2010).Kepada pasien diminta untuk menjelaskan
keluhan rasa lelah dantingkat nyeri yang dirasakannya. Upaya untuk mengevaluasi tingkatkecemasan
pasien harus dilakukan. Mekanisme koping dasar yang dimilikipasien dinilai dan strategi koping yang
efektif diidentifikasi (Smeltzer,Suzanne C, 2010)
DIAGNOSA
Menurut (NANDA, 2015), diagnosa yang dapat ditegakkan pada kliendengan sindrom steven johnson,
adalah;
a.kerusakan intergritas kulit berhubungan dengan agens farmaseutikal ditandai dengan adanya lesi pada
kulit ,mukosa,dan mata
b.resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh premier tidak adekuat (gangguan integritas
kulit)
C.nyeri akut berhubungan dengan agens cidera ditandai dengan kulit yang terkelupas dan adanya lesi
Intervensi
6.Pengetahuan yang
adekuatpada keluarga
dapatmembantu tenaga
kesehatandalam
mengantisipasi
tandakerusakan kulit
pada klien.
7.Pemberian diet tinggi
proteindiperlukan
untukpembentukan
jaringan barupada
luka/lesi
8.Antibiotik dapat
mencegahmikroorganis
me menyerangtubuh
klien
6.Teknik
relaksasinonfarmakolog
i dapatdilakukan klien
tanpabantuan perawat
atau tenagakesehatan
untuk menguranginyeri.
7.Pengetahuan yang
adekuatpada keluarga
dapatmembantu
perawat atau
Referensi
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.alomedika.com/penyakit/dermatovenereologi/sindroma-
stevens-johnson&ved=2ahUKEwj_56TcwNXuAhXbb30KHQkDDlIQFjADegQIIRAB&usg=AOvVaw3-
CrcEqmxvcC18x4vF6x9d&cshid=1612623385862
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://ojs.unimal.ac.id/index.php/averrous/article/download/1632/899&
ved=2ahUKEwj_56TcwNXuAhXbb30KHQkDDlIQFjAIegQIDRAB&usg=AOvVaw20E_b60dJie-
7_98HPbIFO&cshid=1612623414395
https://www.academia.edu/36756426/ASUHAN_KEPERAWATAN_SINDROM_STEVEN_JOHNSON