Anda di halaman 1dari 15

MORFEA

Desti Mariani, S.Ked


Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FK UNSRI/RSMH PALEMBANG
2009

PENDAHULUAN
Morfea adalah penyakit yang mengakibatkan sklerosis lokalisata. 1,2
Penderita morfea ditemukan sekitar 2,7% per 100.000 penduduk, dengan
penderita wanita lebih banyak dari pria.3 Etiologi morfea sampai saat ini belum
diketahui, namun dibuktikan bahwa morfea adalah penyakit autoimun, dan
kemungkinan genetik.4 Morfea dapat dipicu oleh trauma, infeksi, obat-obatan
tertentu dan hormonal. Patogenesis morfea disebabkan oleh adanya peningkatan
transforming growth factor-β (TNF-β) dan inter leukin 4 (IL4) yang dapat
menstimulasi fibroblast menghasilkan kolagen, menurunkan penghancuran
matriks ekstraseluler, dan disregulasi apoptosis fibroblast sehingga akhirnya
menyebabkan fibrosis, pelepasan radikal bebas juga telah dibuktikan pada
patogenesis morfea.2
Terdapat tiga variasi klinis utama dari skleroderma lokalisata, yaitu
morfea, morfea generalisata, dan skleroderma linear. Submorfologi dari morfea
antara lain tipe plak, bulosa, profunda, gutata, dan keloid. 1 En coup de sabre
merupakan morfea linear pada regio frontoparietal yang dikategorikan sebagai
varian tersendiri oleh beberapa penulis.2
Diagnosis morfea biasanya tidak sulit ditegakkan, namun klinisi harus
dapat membedakan morfea dengan sklerosis sistemik karena kedua penyakit ini
memiliki gambaran klinis yang sama. 2 Diagnosis banding morfea adalah
kelompok penyakit fibrotik seperti fascilitis eosinofilik, liken sklerosus, lupus
profundus dan sebagainya.1 Pemeriksaan penunjang pada morfea antara lain
pemeriksaan laboratorium, magnetic resonance imaging (MRI), computerized
skin score (CSS) dan histopatologi kulit. Pada kasus-kasus yang ada, diketahui
bahwa morfea mengalami resolusi spontan walaupun membutuhkan waktu yang

1
lama, namun penatalaksanaan medikamentosa dan non-medikamentosa dapat
dilakukan pada morfea.1,4

DEFINISI
Morfea adalah penyakit inflamasi pada lapisan dermis dan lemak subkutan
dengan gambaran klinis yang jelas, yang menyebabkan sklerosis kulit seperti
parut.1,2 Berdasarkan gambaran klinis, morfea terdiri dari tiga tipe utama, yaitu:1,3
1. Morfea kutaneus
a. Morfea plak
b. Morfea bulosa
c. Morfea gutata
d. Morfea keloidal
e. Morfea profunda
2. Morfea linear (skleroderma linear), lesi linear pada frontoparietal disebut
en coup de sabre, dengan atau tanpa hemiatrofi wajah.
3. morfea generalisata
Morfea dibedakan dengan sklerosis sistemik dari morfologi yang
bervariasi dan keterlibatan sistemik.4 Morfea memiliki lesi asimetris atau linear,
tidak pernah secara simetris pada tangan dan jari, secara progresif menyebar ke
bagian proksimal lengan atas, sedangkan sklerosis sistemik sebaliknya. Gejala
klinis morfea generalisata dapat dianggap sebagai sklerosis sistemik pada fase
awal, namun adanya Raynaud’s phenomenon, sklerosis jari tangan, serta
keterlibatan gastrointestinal dan paru-paru yang khas pada sklerosis sistemik,
dapat membedakan kedua penyakit ini.5,6

EPIDEMIOLOGI
Insiden morfea diperkirakan sebesar 2,7-12% per 100.000 penduduk,
terdapat rasio pria:wanita sebesar 1:3 kecuali pada skleroderma linear, dan lebih
banyak terjadi pada ras Kaukasia, Hispanik dan Asia, dibandingkan dengan
Afrika-Amerika.1,2,3,7,8,9 Morfea dapat terjadi pada semua usia namun lebih banyak
terjadi setelah dekade ketiga1,2,6 dibandingkan anak-anak dan remaja (kecuali

2
morfea linear yang terjadi pada anak-anak).1 Diperkirakan terdapat 500 penderita
morfea di usia 18 tahun dan 2200 di usia 80 tahun.2
Frekuensi masing-masing variasi klinis morfea tidak terlalu jelas dan
berbeda pada beberapa penelitian yang dilaporkan. Pada dewasa, 35-65%
merupakan morfea tipe plak, 8-9% morfea generalisata, 6-46% skleroderma
linear, 3,5% en coup de sabre, 3,5% morfea profunda dan kurang dari 1% morfea
gutata.1 Pada salah satu penelitian yang melibatkan 750 anak, skleroderma linear
merupakan subtipe yang paling banyak (65%), diikuti oleh morfea tipe plak
(26%), morfea generalisata (7%), morfea profunda (2%) dan 15% lainnya
memiliki subtipe campuran.10
Durasi klinis morfea aktif bervariasi antara 3-6 tahun. 1,9 Pada kasus kronis,
penyakit ini dapat berkembang secara slow progressive dan dapat berlangsung
hingga beberapa dekade. Pasien dengan morfea tipe plak memiliki durasi penyakit
yang paling singkat, sedangkan morfea generalisata, morfea profunda dan morfea
linear lebih memiliki kemungkinan berkembang menjadi kronis.1

ETIOLOGI
Penyebab morfea sampai saat ini tidak diketahui secara jelas. Beberapa
penelitian menemukan etiologi morfea sebagai berikut:
1. Autoimun.
Sejumlah penelitian menunjukkan adanya abnormalitas fibroblast secara
invitro dari pasien morfea dan peningkatan anti SS-DNA, Anti Nuclear Antibody
(ANA), antifosfolipid dan beberapa autoantibodi lainnya.8,11 Salah satu penelitian
retrospektif yang melibatkan 254 penderita morfea, menunjukkan bahwa ANA
terdapat pada 40% penderitanya. Bukti bahwa morfea merupakan penyakit
autoimun juga didukung oleh penelitian yang menemukan adanya peningkatan
level sitokin dalam sirkulasi pada pasien morfea. Hal ini termasuk reseptor IL-2,
reseptor IL-6, CD4 dan CD8, CD23, CD30, TNF-, VCAM-1 dan E-selectin,
antibodi antiendothelial, antibodi terhadap fibrillin dan beberapa autoantibodi
lainnya.12 Selain itu, ditemukan juga lesi mirip morfea pada penyakit graft-versus-
host dan idiopatik trombositopenia purpura (ITP).

3
2. Hal-hal yang dapat memicu morfea:
2.1. Trauma
Trauma dapat mempercepat perjalanan penyakit sampai beberapa bulan.
Injeksi zat-zat tertentu seperti vaksinasi BCG dan antitetanus, injeksi vitamin
B dan vitamin K, trauma operasi dan radioterapi dibuktikan dapat memicu
terjadinya morfea.1,2,4
2.2. Gangguan hormonal
Hormon dibuktikan mempengaruhi penyakit ini, morfea dapat dipicu oleh
kehamilan.4
2.3. Infeksi
Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan infeksi Borrelia
burgdorferi, campak dan varisela dengan morfea.1,2,4
2.4. Obat-obatan
Beberapa penelitian menunjukkan obat tertentu dapat memicu timbulnya
morfea, seperti penicilamin, bromokriptin, hidroksitriptophan, pentazosine,
docetaxel dan bleomicin.1,4

3. Genetik
Pengaruh genetik terhadap morfea belum jelas namun ditemukan kasus
morfea yang terjadi turun-temurun pada keluarga dan morfea pada kembar
monozigot.9

4. Radikal bebas
Penelitian oleh Shahin pada tahun 2001, menunjukkan adanya peningkatan
kadar lipid peroksidase dan aktivitas superoksida dismutase (SOD) pada sampel
darah dan biopsi kulit penderita morfea.13

PATOGENESIS
Proses sklerosis, yang sistemik maupun lokalisata, mengikuti suatu jalur
yang sama. Kerusakan vaskular, aktivasi sel T dan perubahan produksi jaringan
oleh fibroblas merupakan tiga komponen utama yang saling berhubungan pada
proses ini.1,2

4
Kerusakan vaskular.
Ciri utama dari sklerosis adalah penurunan jumlah kapiler. Peningkatan
aktivasi endotel ditandai oleh naiknya titer marker sel endotel seperti endothelin-
1, sel E-electin dan vascular endotelial growth factor (VEGF). Perubahan
morfologik yang mempengaruhi kapiler dan arteriol berdiameter 50-500 μm,
berupa ekspresi molekul adhesi dan pembengkakan endotel yang diikuti oleh
penebalan membran basalis dan hiperplasia lapisan intima.1,2

Fungsi pengontrolan fibroblast oleh sitokin sel T


Konsep produksi abnormal kolagen dianggap sebagai instruksi dari sel-sel
sekitar. Limfosit T adalah salah satu kelompok sel yang memiliki kemampuan
untuk memodifikasi sintesis kolagen oleh fibroblas melalui sitokin. Fibroblas
memproduksi glikosaminoglikan, fibronektin dan kolagen menjadi lebih banyak.
Fibroblas juga menurunkan penghancuran matriks ekstraseluler. Hal ini didukung
oleh adanya sel limfosit T pada lokasi perivaskuler dan pinggiran lesi sklerotik.1,2
Peningkatan produksi patologis dari kolagen (tipe I, II dan III) dan matriks
ekstraseluler diinduksi oleh dua jenis sitokin sel T yaitu IL-4 dan TGF- β. IL-4
diproduksi oleh sel T CD4+ (T helper) melalui diferensiasi menjadi fenotif Th2
dan secara langsung dapat meningkatkan produksi TGF- β. Selain itu, produksi
patologis kolagen (tipe I, II dan III) dan matriks ekstraseluler lainnya dapat
menurunkan interferon-α (INF- α) dan interferon-γ (INF-γ). INF-α adalah salah
satu mediator yang dapat menyebabkan diferensiasi sel T. IL-4 sendiri memiliki
potensi paling tinggi untuk diferensiasi sel T menjadi fenotif Th2. 2 Sitokin Th2
IL-4 meningkatkan produksi kolagen melalui fibroblas dan induksi memasukkan
eosinofil (yang ditemukan pada fase inflamasi morfea dan sklerosis sistemik).
Diyakini bahwa respon imun yang didominasi oleh IL-4 dan TGF-β memiliki
peranan penting pada proses sklerotik kulit.1,2

Hal ini didukung oleh data klinis dan eksperimental, yaitu:1,2


1. Analisis in situ tepi lesi sklerotik menunjukkan ekspresi IL-4 yang
dominan.

5
2. Penanganan lebih awal dengan antibodi anti IL-4 mencegah pertumbuhan
lesi skleroderma pada tikus.
3. Pemakaian acitrecin dan isotretinoin topikal dapat menghambat produksi
TGF-β, dan menurunkan sintesis kolagen oleh fibroblas.

MANIFESTASI KLINIS
Terdapat tiga varian utama skleroderma lokalis, yaitu morfea kutaneus
(disebut morfea saja), morfea generalisata dan skleroderma linear. Morfea dan
morfea generalisata memiliki permulaan yang lambat dan sering terdapat pada
dada dan punggung. Submorfologi dari morfea antara lain tipe plak, bulosa,
profunda, gutata dan keloid. En coup de sabre merupakan morfea linear pada
regio frontoparietal yang dikategorikan sebagai varian tersendiri oleh beberapa
penulis.1

A. Morfea
1. Lesi plak
Morfea tipe ini ditandai dengan adanya area indurasi pada kulit yang
awalnya berwarna keunguan.1,3,4,5 Setelah beberapa minggu, warna keunguan
menghilang (khususnya pada bagian sentral), sehingga lesi terlihat sebagai area
berwarna kuning pucat yang menebal dan licin, dengan tepi berwarna ungu atau
nila. Permukaan plak biasanya halus berkilat atau bernodul, terdapat alopesia dan
anhidrosis. Vesikel, bula dan telangiektasis hemoragik dapat ditemukan. Plak ini
terletak pada jaringan yang lebih dalam. Lesi morfea tipe plak dapat berbentuk
bulat, oval, atau irreguler dengan diameter sekitar 2-15 cm atau lebih. Biasanya
multipel bilateral namun asimetris. Timbul di daerah trunkus, anggota gerak,
wajah dan genital. Pada aksila, perineum dan sekitar puting susu jarang
ditemukan. Pada beberapa kasus plak disertai lesi linear.1,3
Walaupun permulaan morfea plak biasanya lambat, namun tidak jarang
lesi ini tumbuh cepat diikuti eritema, edema dan kelainan pigmentasi. Pada
morfea subkutan, indurasi tidak terlalu jelas dan tidak terdapat halo ungu.
Keterlibatan organ di bawah lesi morfea jarang terjadi, biasanya mengikuti

6
episode atrofi lapisan dalam. Nyeri abdominal dan migren terdapat pada 15%
penderita namun nyeri ini hanya terbatas pada lesi.4

Gambar 1. Morfea tipe plak14

2. Morfea bulosa
Pada beberapa pasien dengan sklerosis kulit yang melibatkan edema
progresif difus, sel limfosit dapat menyebabkan stasis aliran limfatik dan
membentuk bula. Tipe ini merupakan varian tipe morfea plak. Morfea bulosa
harus dibedakan dari bula mekanis yang dapat terjadi pada sentral luka, atau
sekunder terhadap stabilitas mekanis dermo-epidermal junction yang terganggu.2

Gambar 2. Morfea bulosa15

3. Morfea profunda
Tipe ini menunjukkan sklerosis pada lapisan dermis bagian dalam dan
lemak subkutan yang dapat melibatkan struktur di bawahnya, misalnya fascia.2
Lesi nodular, keloid atau subkutan merupakan variasi dari morfea profunda yang
menunjukkan variasi dari jumlah, kedalaman, perubahan inflamasi dan sklerosis

7
yang terjadi. Terminologi morfea profunda pertama kali ditemukan oleh
Whittaker dkk pada tahun 1989 untuk mendeskripsikan plak fibrotik soliter pada
bahu, punggung, leher dan area tulang belakang. Gambaran histologis
menunjukkan adanya fibrosis, hyalinisasi serat kolagen dan infiltrat sel radang
pada lapisan dermis bagian dalam dan subkutan. Kulit yang terlibat dapat
mengalami gangguan pigmentasi. Osteoma kutis dan kontraktur otot-otot fleksor
jari dapat terjadi pada lesi ini.4

4. Morfea gutata
Morfea gutata murni memiliki lesi yang sama dengan morfea plak namun
memiliki ukuran yang lebih kecil dan banyak. Pada beberapa kasus lebih
menunjukkan liken sklerosus et atropikus (white spot disease) dibandingkan lesi
morfea.4

5. Morfea keloid atau nodular


Pada tipe ini, proses inflamasi pada dermis menyebabkan nodul tebal
seperti keloid atau skar, yang secara klinis sulit dibedakan dengan keloid murni.4

B. Morfea generalisata
Tipe ini merupakan bentuk paling berat dari morfea, ditandai dengan lesi
multipel, konfluen dan melibatkan area permukaan tubuh yang luas.2 Meskipun
jarang, morfea plak dapat berkembang secara progresif cepat, dimana plak
multipel mengalami perluasan secara simultan dan bersatu. Lesi awal morfea
generalisata biasa terjadi pada trunkus dan sulit dibedakan dengan morfea plak
kecuali pertumbuhannya yang terus-menerus. Proses sklerotik dapat meluas ke
ekstremitas dengan gejala awal puffy edema.1
Gejala ekstrakutan dari tipe ini paling banyak ditemukan dibandingkan
tipe lain, dan yang paling sering terjadi adalah gangguan pergerakan, atralgia dan
kontraktur.9

C. Skleroderma linear

8
Skleroderma linear ditandai dengan lesi kulit berbentuk pita dengan
perubahan pigmen yang dapat menyebabkan kontraktur. Lesi awal mirip tipe plak
yang tidak disertai halo ungu, selanjutnya plak meluas secara longitudinal atau
bergabung membentuk lesi memanjang seperti bekas luka.2 Tipe ini lebih banyak
terjadi pada anak-anak dibandingkan dewasa. Lesi tersering pada ekstremitas,
terutama ekstremitas bawah, bisa juga pada toraks anterior, abdomen dan bokong.
Biasanya hanya terdapat lesi tunggal unilateral, walaupun kadang terdapat lesi
bilateral.4
Proses fibrotik sering meluas sampai ke jaringan subkutan, termasuk fascia
dan otot sehingga dapat terjadi kontraktur sendi yang menyebabkan kecacatan dan
deformitas. Pada usia yang lebih muda, hal ini dapat mengganggu proses
pertumbuhan tulang dan perkembangan jaringan. Proses pansklerotik yang
melibatkan seluruh ekstremitas dapat terjadi pada kasus yang berat. Skleroderma
linear dihubungkan dengan hipertrikosis, melorheostosis dan ulserasi kalsinosis
kutis distrofik.1

Gambar 3. Skleroderma linear pada ekstremitas atas16

En coup de sabre
Tipe ini diberi nama sesuai dengan morfologinya yang mirip sabetan
pedang. En coup de sabre biasanya diawali dengan kontraksi dan peningkatan
kekencangan kulit pada area yang terpengaruh. Berikutnya, muncul plak berwarna
kuning pucat yang kadang disertai telangiektasis dengan tepi yang
hiperpigmentasi.1
Depresi kulit berbentuk alur dapat timbul pada regio frontoparietal, meluas
ke kulit kepala, mengakibatkan alopesia linear yang mungkin didahului oleh
kehilangan warna rambut. Alur ini dapat meluas ke bawah, ke daerah pipi, hidung,

9
bibir atas dan dapat mengenai lidah dan gusi. Kondisi ini dapat mempengaruhi
gingiva serta rahang yang mengakibatkan perubahan jarak dan arah gigi. Tidak
jarang, terjadi atrofi pada separuh wajah dan pipi (biasanya dalam satu tahun)
sehingga muka tampak asimetris. Kondisi ini sangat mirip dengan Parry Romberg
Syndrome, namun tidak terdapat sklerosis kutaneus, keterlibatan syaraf dan mata
pada en coup de sabre. Proses inflamasi dan sklerosis sangat jarang melibatkan
meningen bahkan otak.2 Lesi frontoparietal ini dapat bilateral atau trilinear dan
dapat mengikuti garis Blaschko. Atrofi wajah tanpa lesi frontoparietal dapat
terjadi dan dapat dihubungkan dengan lesi morfea di tempat lain pada tubuh.
Hemiatrofi total dari salah satu sisi tubuh pernah ditemukan.1

Gambar 4. En coup de sabre, salah satu variasi klinis morfea17

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium tidak terlalu penting pada morfea, kecuali
untuk morfea tipe linear dan generalisata. Pemeriksaan laju endap darah dan
protein serum biasanya normal namun pada masa aktif penyakit dapat terjadi
eosinofilia. Anti SS-DNA sering terdapat pada morfea generalisata (75%) dan
morfea linear (53%) dibandingkan dengan morfea tipe lainnya (27,3%). Antibodi
antihiston dapat dideteksi pada 32% pasien dengan morfea linear dan 25% pada
morfea lokalisata, namun hasil ini tidak berkorelasi dengan berat ringannya gejala
klinis.1
Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, terdapat peningkatan faktor
rematoid, peningkatan autoantibodi spesifik-organ, juga defisiensi herediter faktor
komplemen C2 dibandingkan kontrol. Trombositopenia yang memiliki respon
terhadap terapi kortikosteroid juga dilaporkan.1

10
Sekitar 40% pasien dengan morfea linear memiliki antibodi antinuklear
yang positif, adanya eosinofilia dan antibodi ini dapat menunjukkan aktivitas
penyakit dan waktu timbulnya komplikasi. Propeptide carboxy-terminal dalam
serum adalah prokolagen tipe I, meningkat pada pasien dengan morfea lokalisata
dan jumlahnya berkaitan dengan banyak lesi. Pada morfea generalisata, zat ini
lebih sedikit dan menjadi indikator aktivitas penyakit.1

Pemeriksaan histopatologi
Lesi awal menunjukkan perubahan histologik tidak spesifik dan
membingungkan. Terdapat vakuolisasi dan destruksi sel endotelial dengan
reduplikasi lamina basalis, khususnya pada lesi dengan indurasi yang terlihat
sebagai tepi persegi pada spesimen biopsi. Sebukan sel radang kadang-kadang
terlihat. Lesi paling awal menunjukkan sebukan sel radang pada lapisan dermis
bagian dalam dan jaringan subkutan. Limfosit, makrofag, sel plasma, eosinofil
dan sel mast juga dapat terlihat. Deposisi glikosaminoglikan dapat dideteksi pada
stadium awal morfea, khususnya bila proses pembuatan preparat histologis
dilakukan dengan hati-hati untuk menjaga komponen matriks ini.1

Gambar 5. Perubahan histopatologi pada morfea18

Pemeriksaan ultrasonografi dan MRI


Pemeriksaan ultrasonik kulit dilaporkan dapat membantu pemantauan
keparahan morfea lokalisata. Hasil gambaran MRI penderita morfea tidak terlalu
spesifik dan sering tumpang tindih dengan penyakit lain yang melibatkan kulit,
fascia dan otot, misalnya pada penyakit fascilitis dan myositis. Namun, hasil
gambaran ini dapat menunjukkan morfopatologi kulit yang dapat membantu
klinisi memperkirakan perjalanan morfea, misalnya kedalaman infiltrasi dan
aktivitas penyakit.19

11
Pemeriksaan dengan Computerized Skin Score (CSS)
Pemeriksaan morfea dengan CSS bertujuan untuk menilai perkembangan
lesi. Teknik ini terdiri dari pencetakan lesi pada film transparan yang memiliki
daya rekat, mentransfernya ke cardboard, lalu menghitung area yang terpengaruh
dengan software khusus. Computerized Skin Score merupakan metode yang cukup
baik untuk menilai lesi kulit pada pasien dengan morfea. Computerized Skin
Score mudah diproduksi, mudah digunakan dan dengan menggunakan software
khusus CSS dapat digunakan secara luas di seluruh dunia.20

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis morfea mudah dilakukan, pembentukan plak indurasi dan lesi
pita pada kulit dengan atau tanpa hemiatrofi jarang terjadi pada penyakit lainnya,
adanya halo ungu mempermudah diagnosis. Lesi retikulata keunguan dengan
indurasi minimal dapat dianggap sebagai poliarteritis nodosa kutaneus. Lesi
morfeik dapat ditemukan pada sarkoidosis, lesi bermula dari pelebaran vaskular
dan sering salah dinilai sebagai macula nevus vascular. Pada fase akut kondisi ini
harus dibedakan dengan skleroderma Buschke, tapi permulaan penyakit ini lebih
akut dan setelah episode infeksi.1,2
Lesi-lesi dengan pigmentasi sulit dibedakan, tetapi riwayat indurasi di
daerah tersebut dapat membantu diagnosis. Lesi atrofik berpigmen dapat
merupakan lesi dari atrofi Pierini dan Pasini, terjadi pada 47% dalam satu seri.
Lesi abdominal sulit dibedakan dengan lipodistrofia sentrifugalis abdominis
infantilis. Plak morfeik atrofik dapat disebabkan injeksi intramuscular vitamin K
atau injeksi kortikosteroid subkutan. Kondisi yang menyebabkan
pseudoskleroderma dapat dipertimbangkan.1,2
Melorheostosis merupakan kondisi jarang terjadi, biasanya pada dewasa
dengan nyeri abnormal skeleton dan jaringan lunak sekitar yang biasanya terjadi
pada satu anggota gerak. Kepadatan endosteal linear tulang panjang terlihat pada
radiografi, seperti wax lilin yang mengalir sepanjang tulang terkena. Pada anak-
anak biasanya terdapat kontraktur asimetris anggota gerak yang terjadi karena

12
penebalan fasia dan kulit di atasnya, gangguan vaskular distal yang eksaserbasi
dengan koreksi bedah atau masalah ortopedik termasuk angioma dan malformasi
arteriovena. Diduga bahwa distribusi lesi menunjukkan sklerotom atau area pada
kulit yang diinervasi oleh saraf spinal sensoris dan keterlibatan kulit serta otot
berhubungan dengan dermatom dan miotom.1,2

TERAPI
Penyakit ini dapat sembuh spontan pada banyak kasus, namun kasus yang
berat dapat menyebabkan jaringan fibrotik yang irreversibel pada kulit dan
jaringan subkutan. Pengobatan ditujukan untuk mengatasi inflamasi, pelepasan
sitokin dan aktivasi-deposisi kolagen. Banyak terapi yang telah digunakan untuk
mengobati morfea, dengan keberhasilan yang berbeda. Steroid topikal dan
sistemik, analog vitamin D topikal dan oral, metotreksat, siklofosfamid,
azathioprin, fenitoin, p-aminobenzoate, griseofulvin, etratinate, vitamin E,
chloroquine hidroksiklorokuin, interferon-γ intralesi, penicilin dan D-penicilamin
telah digunakan.1,4 Obat-obat yang telah terbukti berhasil antara lain D-
penisilamin topikal, tacrolimuscalcitriol oral, calcipotriene topikal, metotreksat
(tunggal atau dikombinasi dengan steroid), imiquimod topikal, tretinoin topikal
dengan amonium laktat dan N-anthralinic acid (obat anti alergi yang mencegah
anafilaksis kutaneus pasif).4
Kortikosteroid sistemik dilaporkan cukup bermanfaat, walaupun steroid
mungkin hanya digunakan pada stadium inflamasi. Obat lainnya yaitu d-
penicillamine 2-5 mg/kg/hari dengan atau tanpa pyridoxine 20 mg/hari dengan
resiko menimbulkan kerusakan ginjal. Siklosporin ditemukan bermanfaat pada
morfea terlokalisasi. Agen lainnya yang juga bermanfaat yaitu calcitriol oral 0,5-
0,75 μg dan irradiasi UVA. Namun tidak ada satupun dari penelitian tersebut yang
merupakan penelitian double-blinded.4
Beberapa penelitian telah membuktikan perbaikan lesi pada sebagian besar
pasien morfea dengan menggunakan fototerapi psoralen dan sinar ultraviolet-A,
broad band ultraviolet-A atau UVAI.4

13
Terapi fisik dapat membantu mencegah deformitas sendi dan kontraktur
serta mempertahankan luas gerak sendi dan kekuatan otot, juga mencegah
sklerosis sekunder karena limfoedema anggota gerak pasien dengan morfea
linear.1,4 Intervensi bedah dilakukan untuk menyembuhkan kontraktur dan
mengoreksi deformitas. Sejumlah teknik bedah plastik dapat membantu pasien
dengan morfea en coup de sabre dan yang terdapat osifikasi. Pasien dengan
proses sklerotik yang meluas ke rahang dan gigi mungkin membutuhkan
penatalaksanaan dokter gigi.4

PROGNOSIS
Lesi plak menunjukkan perbaikan seiring waktu. Indurasi berkurang dan
lesi bergabung dengan kulit di dekatnya, meninggalkan warna kecoklatan,
bertahan sampai beberapa lama, biasanya 3 sampai 5 tahun, namun bisa sampai 25
tahun.4
Lesi linear lebih sulit menghilang dibandingkan plak. Kalsinosis biasanya
terjadi pada lesi linear dan beberapa kasus membutuhkan operasi untuk perbaikan.
Kontraktur yang terjadi dapat membatasi gerakan sendi dan menyebabkan claw
hand . Atrofi unilateral juga dapat terjadi. Hemiatrofi fasial yang disebabkan en
coup de sabre biasanya menetap, namun lesi kulit dapat hilang sempurna disertai
pertumbuhan rambut. Dari 88 anak yang menderita morfea, 63 diantaranya
mengalami kesembuhan dengan gangguan kosmetik minimal. Walaupun jarang,
perubahan morfea terlokalisasi menjadi sklerosis sistemik dapat terjadi,
keberadaan antibodi anti-Ku merupakan indikator untuk progresi ini.4

KESIMPULAN
Morfea merupakan penyakit yang menyebabkan sklerotik lokalisata. Saat
ini angka kejadian morfea cenderung meningkat karena banyaknya zat yang dapat
memicu morfea. Morfea bukan penyakit yang dapat menyebabkan kematian
secara langsung namun kecacatan dan gangguan pertumbuhan dapat menimbulkan

14
masalah tersendiri.1,2 Dokter umum harus dapat mendiagnosis morfea agar pasien
mendapatkan penanganan lanjutan di sentra yang lebih tinggi.
Sampai saat ini etiologi morfea belum diketahui namun dibuktikan bahwa
morfea merupakan penyakit autoimun dan kemungkinan genetik.4 Morfea juga
dapat dipicu oleh trauma, infeksi, obat-obatan tertentu dan hormonal. 1,2 Inform
consent yang baik sebelum dilakukan suatu tindakan dapat menghindari klinisi
menghadapi masalah yang tidak diinginkan.
Terdapat tiga variasi klinis utama dari skleroderma lokalisata, yaitu
morfea, morfea generalisata, dan skleroderma linear. Submorfologi dari morfea
antara lain tipe plak, bulosa, profunda, gutata, dan keloid. 1 En coup de sabre
merupakan morfea linear pada regio frontoparietal. Masing-masing variasi klinis
ini menunjukkan lesi kulit yang berbeda namun keluhan utama yang sering
disampaikan oleh pasien adalah timbul lesi pada kulit yang terasa kencang.1
Klinisi harus dapat membedakan morfea dengan sklerosis sistemik karena
kedua penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sama namun penanganannya
berbeda. Walaupun terdapat perubahan struktur pembuluh darah, infiltrat sel
radang dan modifikasi struktural kulit yang sama pada kedua penyakit ini,
keduanya dapat dibedakan dengan mudah. Morfea memiliki lesi yang asimetris
atau linear, tidak pernah simetris pada tangan dan jari yang secara progresif
menyebar ke bagian proksimal lengan atas, sedangkan sklerosis sistemik
sebaliknya. Morfea generalisata gejala klinisnya dapat dianggap sebagai sklerosis
sistemik pada fase awal namun adanya Raynaud’s phenomenon, sklerosis jari
tangan, serta keterlibatan gastrointestinal dan paru-paru yang khas pada sklerosis
sistemik, dapat membedakan kedua penyakit ini.5,6

15

Anda mungkin juga menyukai