PENDAHULUAN
Kusta merupakan penyakit menahun, yang utamanya menyerang saraf tepi dan
mengakibatkan kecacatan tubuh serta menimbulkan masalah psikososial akibat
stigma di masyarakat, serta masih menjadi masalah kesehatan di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia.1 Penyakit ini bersifat endemis dan tersebar
secara tidak merata di benua Asia (62%), Afrika (34%), Amerika Latin (3%), dan
lebih banyak pada daerah tropis dan subtropis. Penyebaran kusta dari suatu tempat
ke tempat yang lain sampai tersebar di seluruh dunia, tampaknya disebabkan oleh
perpindahan penduduk yang terinfeksi penyakit tersebut. Pada umumnya penyakit
ini menyerang kelompok umur 25-35 tahun. Sedangkan beberapa peneliti
melaporkan bahwa penyakit ini dapat mengenai semua ras dan jenis kelamin
dimana beberapa peneliti melaporkan bahwa laki-laki lebih sering terkena
daripada wanita dengan perbandingan 2:1. Hingga saat ini, Indonesia menempati
posisi ke tiga sebagai negara terbanyak penduduknya mengidap kusta, setelah
India dan Brazil.1,2
Penyakit kusta juga sering disebut penyakit imunologik karena gejala
klinis yang bergantung pada sistem imunitas seluler. Bila sistem imunitas seluler
baik akan tampak ke gambaran tuberkuloid dan bila sistem imunitas seluler pasien
memburuk maka akan memberikan gambaran lepromatosa dimana pada laporan
kasus kali ini akan dibahas Morbus Hansen tipe Multibasilar (lepromatosa,
borderline lepromatosa dan mid borderline.1
Penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan, apabila tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat. Oleh karena itu sangat penting untuk
mengetahui gejala-gejala dari penyakit ini sehingga dapat melakukan deteksi dini
yang pada akhirnya akan mengurangi komplikasi yang disebabkan yaitu
kecacatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Morbus Hansen atau lepra merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan
oleh Mycobacterium Leprae yang bersifat intraselular obligat dan predileksi pada
kulit dan saraf. Karakteristik klinis penyakit ini ditandai dari satu atau lebih tiga
tanda kardinal, seperti hipopigmentasi atau eritema dengan kehilangan sensasi,
penebalan saraf perifer, dan terdeteksi BTA (basil tahan asam) pada kerokan lesi
kulit. Saraf perifer merupakan afinitas pertama, kemudian kulit dan mukosa
traktus respiratorius bagian atas, dan dapat pula ke organ lain, kecuali susunan
saraf pusat.1,3,4
2.2.
Epidemiologi
Berdasarkan studi, penyakit kusta ini menyerang kelompok umur 25-35 tahun,
dengan berbagai macam ras dan jenis kelamin (pria:wanita, 2:1). Hingga kini
proses penyebaran penyakit masih belum pasti, namun teori kontak langsung antar
kulit yang lama dan erat, serta secara inhalasi sebab M. Leprae mampu hidup
dalam droplet untuk beberapa hari acuan untuk transmisi penyakit ini. 3,4,5
Prevalensi kusta di dunia berkisar 1,4 kasus per 10.000 penduduk, dan yang
terdaftar pada tahun 2003 adalah sebesar 612.110 kasus. Kira-kira 70% dari
seluruh kasus penyakit kusta di dunia berasal dari India, Indonesia, dan Myanmar.
Di Indonesia, prevalensi penyakit kusta pada tahun 2003 sebesar 16.837 atau 0.81
pada 10.000 penduduk. Distribusi penyakit MH di Indonesia tidak merata, namun
daerah dengan prevalensi tertinggi diantaranya, Jawa Timur, Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan.5,6
2.3.
Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh M .leprae yang ditemukan oleh G.H. Armauer
Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat tahan asam, bentuk pleomorf lurus,
batang ramping dan sisanya berbentuk paralel dengan kedua ujung-ujungnya bulat
dengan ukuran panjang 1-8 um dan diameter 0,25-0,3 um. Basil ini menyerupai
kuman berbentuk batang yang gram positif, tidak bergerak dan tidak berspora.
Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup dapat berbentuk batang yang utuh,
berwarna merah terang, dengan ujung bulat (solid), sedang basil yang mati bentuknya
terpecah-pecah (fragmented) atau granular. Basil ini hidup dalam sel terutama
jaringan yang bersuhu rendah dan tidak dapat dikultur dalam media buatan (in vitro).
2.4.
2,3
Patogenesis
saraf.37 Demielinisasi merupakan hasil dari ligasi bakteri secara langsung terhadap
reseptor neuregulin, ErbB2, dan aktivasi Erk1/2, sehingga terjadi aktivasi signal
MAP kinase dan aktivasi sistem proliferasi.3
Makrofag adalah salah satu sel inang yang datang kontak dengan M. Leprae.
Proses fagositosis bakteri ini oleh monocyte-derived macrophages dapat dimediasi
oleh reseptor komplemen CR1 (CD35), CR3 (CD11b/CD18), dan CR4
(CD11c/CD18) dan diregulasi oleh protein kinase.4,5,6 Terkadang adanya sitokin
Th2 dapat menyebabkan proses fagositosis terganggu.7
2.5.
2.
Madrid:
a. Indeterminate
b. Tuberkuloid
c. Borderline
d. Lepromatosa
3.
WHO (1995):
a. Tipe Pausibasiler (PB): Tipe TT, Tipe BT
b. Tipe Multibasilar (MB): Tipe LL, Tipe BL, Tipe BB
2.6.
Berdasarkan klasifikasi WHO (1995), penyakit morbus hansen tipe MB, terdiri
atas tipe LL, tipe BL, dan tipe BB yang mengandung banyak M. Leprae.11 Pada
klasifikasi Ridley-Jopling MB didefinisikan dengan indeks bakteri (IB) > 2+,
sedangkan PB < 2+. Untuk kepentingan pengobatan, MH tipe MB merupakan
semua penderita kusta tipe LL, BL, dan BB atau klasifikasi klinis dengan BTA
4
LEPROMATOSA
(LL)
BORDERLINE
LEPROMATOSA
(BL)
MID
BORDERLINE
(BB)
Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus
Tidak terhitung
Tidak ada kulit sehat
Makula
Plakat
Papul
Distribusi
Prmukaan
Simetris
Halus berkilat
Hampir simetris
Halus berkilat
Batas
Anestesi
BTA
Lesi kulit
Sekret
hidung
Tes
Lepromin
Tidak jelas
Biasanya tidak jelas
Agak jelas
Tak jelas
Plakat
Dome-shaped
(kubah)
Punched-out
Dapat dihitung
Kulit sehat jelas
ada
Asimetris
Agak kasar,agak
berkilat
Agak jelas
Lebih jelas
Banyak(ada globus)
Banyak(ada globus)
Banyak
Biasanya negatif
Agak banyak
Biasanya negatif
Negatif
Negatif
Biasanya negatif
Jumlah
Sukar dihitung
Masih ada kulit sehat
Rifampicin
600 mg/bulan
Dapson
100 mg/hari
Lamprene
300 mg/bulan
Diminum di depan
Diminum
Diminum di depan
petugas kesehatan
dirumah
petugas kesehatan,
dilanjutkan dengan 50
mg/hari diminum di
rumah atau 3 kali 100
Anak-anak
450 mg/bulan
50 mg/hari
mg/minggu
150 mg/bulan
(10-14
Diminum di depan
Diminum di
Diminum di depan
tahun)
petugas
rumah
petugas kesehatan,
dilanjutkan dengan 50
mg selang sehari di
rumah
Dosis MDT pada anak dibawah umur 10 tahun yaitu sebagai berikut:9
6
1.
2.
3.
BAB III
LAPORAN KASUS
: SWY
Umur
: 30 tahun
Kelamin
: Laki - laki
Agama
: Islam
Alamat
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pegawai Swasta
Pendidikan terakhir
: SMA
Suku
: Jawa
Bangsa
: Indonesia
Tanggal Periksa
: 15 Juni 2015
3.2. Anamnesa
Keluhan utama:
Bercak-bercak kemerahan pada seluruh badan
Perjalanan penyakit:
Penderita mengeluh adanya bercak bercak kemerahan yang terdapat pada seluruh
badan sejak kurang lebih 4 bulan yang lalu. Bercak tersebut lama kelamaan
semakin membesar dan mengalami peninggian. Pasien mengatakan bercak terlihat
lebih merah ketika ia merasa kelelahan namun aktivitas sehari - hari pasien tidak
mengalami gangguan.
Pasien sempat mencari pengobatan ke Puskesmas Kuta dan akhirnya dirujuk
ke RS Indera dan melakukan pemeriksaan BTA dengan hasil positif. Pasien
mengatakan tidak merasakan nyeri maupun gatal pada bercak di tubuhnya.
Riwayat demam maupun lemah badan sebelumnya disangkal oleh pasien.
Riwayat Pengobatan
Penderita sempat berobat ke Puskesmas Kuta dan dirujuk ke RS Indera. Pasien
tidak sempat mengkonsumsi obat - obatan terntentu untuk keluhan yang
dialaminya.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Penderita belum pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya. Riwayat
penyakit sistemik disangkal oleh pasien.
Riwayat Keluarga
Pasien mengaku tidak mengetahui apa di keluarganya ada yang menderita hal
yang sama dengan pasien.
8
Riwayat Sosial
Pasien bekerja sebagai pegawai di restauran siap saji dimana ia merantau dari
Jawa ke Bali dan tinggal di sebuah kos-kosan bersama teman - temannya. Pasien
tetap bekerja dan beraktivitas seperti biasa. Pasien mengaku kurang tahu apabila
ada tetangga maupun rekan kerjanya yang menderita hal yang sama. Pasien juga
mengaku tidak memiliki riwayat minum-minuman beralkohol maupun merokok.
Riwayat Atopi
Penderita menyangkal riwayat alergi.
3.3. Pemeriksaan Fisik
Status present
Keadaan Umum
: baik
Kesadaran
: compos mentis
Tensi
: 110/80 mmHg
Nadi
: 78 x/mneit
Respirasi
: 18 x/menit
VAS
: 0/10
Temperatur
: 36.80C
Status general
Kepala
: normocefali
Mata
THT
Thorax
Abdomen
Extremitas
Status Dermatologi
9
Lokasi
: seluruh tubuh
Effloresensi
Rambut
Kuku
Erythema Nodusum
Indeks Bakteri
+2
+2
Solid
45
40
Fragmented
111
98
: Seluruh tubuh
Effloresensi
Rambut
Kuku
11
hari dirumah
Dapson
3.9. KIE
Reaksi kusta
Istirahat yang cukup dan makan minum yang bergizi.
Menyarankan untuk teratur minum obat dan kontrol kembali ke poliklinik
kulit dan kelamin saat obat habis untuk memantau hasil dan perkembangan
pengobatan.
Deteksi dini untuk keluarga yang kontak serumah.
3.10 Prognosis
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
12
BAB IV
PEMBAHASAN
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronis,dan penyebabnya ialah
Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat. Saraf perifer sebagai
afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus respiratorius bagian atas, kemudian
dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Diagnosa kusta dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari pasien ini didapatkan bahwa pasien mengeluh
adanya bercak-bercak kemerahan pada seluruh tubuh tanpa disertai nyeri dan gatal
sejak 4 bulan yang lalu. Melalui pemeriksaan fisik didapatkan status dermatologi
pada regio seluruh tubuh tampak plak eritema, batas tegas, multiple, bentuk bulat,
13
eritema
yang
dapat
berkembang
menjadi
hiperkeratosis.
Perlu
dipertimbangkan juga keterlibatan organ lain seperti yang dipaparkan pada kriteria
American College of Rheumatology untuk mendiagnosis Systemic Lupus
Erythematosus (SLE) yang berupa malar rash, discoid rash, photosensitivity, oral
ulcers, athritis, serositis, renal disorder, neurologic disorder, hematologic
disorder, immunologic disorder dan antinuclear antibody.
Sedangkan Erythema Nodusum merukapakan penyakit yang bersifat akut,
nodular, dan merupakan erupsi eritema yang biasanya terjadi pada kaki bagian
ekstensor. Erythema Nodusum biasa dikaitkan dengan reaksi hipersensitivitas,
penyakit sistemik lain maupun akibat obat - obatan. Erythema nodusum
memberikan gambaran nodular eritema yang nyeri dimana pembengkakan
nodulnya sendiri disebabkan oleh inflamasi dari lapisan lemak dari kulit.
Diagnosis ditegakkan lewat anamnesis dan pemeriksaan fisik namun terkadang
biopsi juga dapat dilakukan untuk konfirmasi diagnosis.
Diagnosa pasti penyakit kusta dapat ditegakkan bila menemukan 2 dari 3
tanda kardinal atau adanya tanda yang ke 4 saja (anasthesia, penebalan saraf, lesi
kulit, BTA + pada slit skin smear). Pada pasien ini ditemukan pemeriksaan BTA
positif sehingga diagnosis banding dapat disingkiran dan diagnosis kerja
mengarah pada Morbus Hansen tipe multibasilar. Pemeriksaan biopsi dapat
dilakukan untuk mengetahui tipe kusta secara lebih spesifik.
Tabel 1. Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta MB12
SIFAT
LEPROMATOSA
(LL)
BORDERLINE
LEPROMATOSA
(BL)
MID
BORDERLINE
(BB)
Lesi
14
Bentuk
Makula
Infiltrat difus
Papul
Nodus
Makula
Plakat
Papul
Jumlah
Tidak terhitung
Tidak ada kulit sehat
Sukar dihitung
Masih ada kulit sehat
Distribusi
Prmukaan
Simetris
Halus berkilat
Hampir simetris
Halus berkilat
Batas
Anestesi
BTA
Lesi kulit
Sekret
hidung
Tidak jelas
Biasanya tidak jelas
Agak jelas
Tak jelas
Plakat
Dome-shaped
(kubah)
Punched-out
Dapat dihitung
Kulit sehat jelas
ada
Asimetris
Agak kasar,agak
berkilat
Agak jelas
Lebih jelas
Banyak(ada globus)
Banyak(ada globus)
Banyak
Biasanya negatif
Agak banyak
Biasanya negatif
15
BAB V
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang dapat dikemukakan pada laporan kasus ini, yaitu
sebagai berikut:
1.
2.
16
tipe lambat (delayed). Antigen M. Leprae ditemukan pada sel saraf dan kulit
yang terlokalisasi pada sel Schwann dan makrofag. TLR2 reseptor berperan
3.
besar dalam mengaktifkan sistem imun seluler dan sitokin pro inflamasi.
Terapi pengobatan untuk penyakit morbus hansen telah menggunakan teknik
MDT (multi drug treatment), hal ini dilaksanakan untuk mencegah
resistensin, memperpendek masa pengobatan, dan mempercepat pemutusan
rantai transmisi penyakit ini.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
18