Anda di halaman 1dari 16

TUGAS

PRATIKUM PATOLOGI KLINIK 1


HEMATO-ONCOLOGY
BLOK HPK 5.1

DISUSUN OLEH
Fahrizky Nugraha Hendrawan
119170050

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI


FAKULTAS KEDOKTERAN
CIREBON
2021
1. SERI LEKOSIT (disertai gambar dan penjelasannya)
A. Jelaskan tahapan hematopoiesis seri lekosit?
B. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tahapan hematopoiesis seri lekosit?
C. Jelaskan kelainan-kelainan morfologi darah tepi sel lekosit dihubungkan dengan arti
klinisnya (penyakit)?
D. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tersebut?

1. Leukosit
A. Tahapan hematopoiesis sel leukosit

Gambar 1. Tahap diferesnsiasi sel darah.1


Leukopoiesis adalah proses pembentukan leukosit, yang dirangsang oleh adanya
colony stimulating (faktor perangsang koloni). Colony stimulating ini dihasilkan oleh
leukosit dewasa.1
Leukosit dibentuk di sumsum tulang terutama seri granulosit, disimpan dalam
sumsum tulang sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila kebutuhannya meningkat
maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan. Proses pembentukan limfosit,
ditemukan pada jaringan yang berbeda seperti sumsum tulang, thymus, limpa dan
limfonoduli. Proses pembentukan limfosit dirangsang oleh thymus dan paparan antigen.1
Bertambahnya jumlah leukosit terjadi dengan mitosis (suatu proses pertumbuhan
dan pembelahan sel yang berurutan). Sel-sel ini mampu membelah diri dan berkembang
menjadi leukosit matang dan dibebaskan dari sumsum tulang ke peredaran darah. Dalam
sirkulasi darah, leukosit bertahan kurang lebih satu hari dan kemudian masuk ke dalam
jaringan. Sel ini bertahan di dalam jaringan hingga beberapa minggu, beberapa bulan,
tergantung pada jenis leukositnya.1
Pembentukan leukosit berbeda dengan pembentukan eritrosit. Leukosit ada 2
jenis, sehingga pembentukannya juga sesuai dengan seri leukositnya. Pembentukan sel
pada seri granulosit (granulopoiesis) dimulai dengan fase mieloblast, sedangkan pada
seri agranulosit ada dua jenis sel yaitu monosit dan limfosit. Pembentukan limfosit
(limfopoiesis) diawali oleh fase limphoblast, sedangkan pada monosit (monopoiesis)
diawali oleh fase monoblast.1

Gambar 2. Proses leukopoiesis.2

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi tahapan hematopoiesis seri lekosit


1. Stem sel hematopoetik,
2. Growth factor
a) Granulocyte (G-CSF)
Menstimulasi pembentukan leucocytus . Granulocyte+macrophage (GM-CSF)
Macrophage (M-CSF)
b) Interleukin 3
Menstimulasi pembentukan sel myeloid
c) Erythropoietin (EPO)
Menstimulasi pembentukan sel darah merah (erythrocytus)
3. Hormonal regulator, serta
4. Hematopoietik
Hematopoietik mempengaruhi microenvirontment yang merupakan stroma
pendukung dan interaksi sel dengan sel yang diikuti proliferasi dan diferensiasi
hematopoetik sel stem dan mempengaruhi erythroid progenitor yang akhirnya
menghasilkan sel darah merah yang matur.3

Gambar 3. Perkembangan Sel darah serta faktor yang mempengaruhi proses tersebut. 2

C. Kelainan-kelainan morfologi darah tepi sel lekosit dihubungkan dengan arti klinisnya
(penyakit)
1. Granula toksik
Kelainan morfologi leukosit yang mungkin terjadi adalah kelainan pada sitoplasma
seperti granulasi toksik (pada infeksi bakteri akut, luka bakar, intoksikasi), badan dohle
(pada keracunan, luka bakar, infeksi berat), limfositik plasma biru, vakuolisasi
sitoplasma (pada keracunan, infeksi berat) atau kelainan inti sel seperti hipersegmentasi
(pada anemia megaloblastik, infeksi, uremia) atau inti piknotik (pada sepsis, leukemia).
Granula toksik adalah suatu kelainan sitoplasma neutrofil berupa granula yang lebih
besar (hipergranula), kasar dibandingkan granula normal, berwarna lebih gelap (biru
hitam atau ungu).
Terjadinya granula toksik adalah saat mikroorganisme ditelan oleh neutrofil akan
terjadi penghancuran (Respiratory burst, penghancuran dengan enzim lisosom dan
pengeluaran nitric oxide). Pada respiratory burst terjadi peningkatan konsumsi oksigen
100 kali lipat. Peningkatan oksigen yang besar ini akan mengaktivasi enzim permukaan
sel yang disebut NADPH-oksidase. Ketika mikroorganisme terikat pada reseptor
neutofil, proses oksidase akan ter aktifasi kemudian molekul O2 secara spontan dan
cepat berubah dibawah pengaruh enzim superoxide dismutase, kemudian H2O2 dapat
diubah menjadi bentuk lain melalui aktivasi mieloperoksidase (yang dalam jumlah
banyak ditemukan pada granula primer). Aktivasi mieloperoksidase pada granula primer
akan merubah gambaran granula menjadi abnormal berupa granula toksik.

Gambar 4. morfologi granula toksik.

Terdapat petunjuk mengenai tingkatan granula toksik yang dapat ditemui pada
pasien infeksi. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 5. Petunjuk tingkatan granula toksik
2. Hipersegmentasi
Kelainan inti seperti hipersegmentasi biasanya terjadi pada infeksi kronik, anemia
megaloblastik (def b12, b9) atau sepsis. Neutrofil disebut hipersegmentasi bila terdapat
25% segmen inti 4 atau 4% segmen 5 atau cukup 1% semen inti 6 atau lebih.17 Selain
neutrofil eosinofil pun pada keaadaan toksik dapat menjadi hipersegmentasi (3-
4segmen). Kelainan hipersegmentasi ini disebabkan gangguan pematangan pada inti
neutrofil atau eosinofil saat terjadi infeksi.

Gambar 6. Morfologi hipersegmentasi

Terdapat petunjuk mengenai tingkatan hipersegmentasi yang dapat ditemui pada


pasien infeksi. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 7. Petunjuk tingkatan hipersegmentasi.
3. Limfosit atopik
Limfosit atipik adalah limfosit dengan ukuran lebih besar dibanding normal ( > 15
µm). Sitoplasma pada limfosit atipik jauh lebih banyak dan mempunyai granula
azurofilik. Inti padat mengelompok dan tidak terlihat anak inti. Sel ini merupakan
limfosit T cytotoxic atau disebut juga “natural killer cell”. Limfosit ini banyak
ditemukan pada infeksi virus. Limfosit atipik adalah limfosit yang besar dengan
diameter lebih 20 mikron, sitoplasma lebih biru, inti besar dengan sitoplasma
berlebihan dengan bentuk teratur. Limfosit atipik dapat ditemukan pada penyakit
mononucleosis infeksiosa, infeksi virus dan reaksi imunologis.

Gambar 8. Morfologi limfosit atopik


4. Vakuolisasi sitoplasma
Keadaan pada sel polimorfonuklear (PMN) dengan adanya vakuolisasi yaitu area
kosong pada sitoplasma yang dapat diakibatkan oleh infeksi berat. Vakuolisasi ini
umumnya terdapat pada neutrofil toksik, hal ini karena meningkatnya aktivitas lisozim
dan vakuola-vakuola tersebut adalah sisa tempat pencernaan material yang difagosit oleh
sel neutrofil ataupun sel lain seperti monosit.

Gambar 9. Morfologi vakuolisasi sitoplasma

Terdapat petunjuk mengenai tingkatan vakuolisasi sitoplasma yang dapat ditemui


pada pasien infeksi. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 10. Petunjuk tingkatan vakuolisasi sitoplasma


5. Neutrofil piknotik /degenerasi
Neutrofil piknotik merupakan neutrofil neutrofil yang mati/berdegenerasi. Sel ini
memiliki Inti yang telah memadat dengan kromatin tanpa pola yang jelas. Lobus inti
terpisah, tidak ada filamen yang menghubungkan antar lobus . lobus inti kecil, gelap dan
padat. Neutrofil piknotik ini adalah indikator infeksi berkepanjangan atau infeksi berat.
Gambar 11. Morfologi neutrofil piknotik.
6. Dohle bodies
Dohle bodies merupakan satu atau lebih kumparan berwarna biru pucat yang
merupakan sisa-sisa ribosom dan retikulosit yang rusak dalam bentuk oval atau bulat,
berwarna biru abu-abu dan biasanya dijumpai pada tepi sitoplasma neutrofil. Dohle
bodies dapat ditemukan pada infeksi, cedera karena suhu (luka bakar), keganasan,
setelah kemoterapi dan trauma. Dohle bodies sering disertai adanya granula toksik dan
vakuolisasi sitoplasma menandakan infeksi bakteri. Kelainan ini terjadi karena adanya
kerusakan fokal pada sitoplasma yang disebabkan denaturasi dari ribosom atau
retikulum endoplasma saat toksik atau infeksi.

Gambar 12. Morfologi dohle bodies.

Terdapat petunjuk mengenai tingkatan dohle bodies yang dapat ditemui pada
pasien infeksi. Seperti yang terlihat pada gambar berikut:
Gambar 13. Tingkatan dohle bodies
7. Barr body. Drum stick
Tonjolan kecil pada inti netrofil

8. Auer rod : pada pasien AML, terdapat batang merah keunguan pada sel mieloblas
9. Smudge cell / CLL

D. Interpretasi hasil pemeriksaan


DAFTAR PUSTAKA

1. Rodak BF, Carr JH. Clinical Hematology Atlas. Edisi 4. Kanada: Elsevier Saunders;
2013
2. Sacher, A Ronald. Tinjauan Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC ; 2012
3. Longo, D. L., Kasper, D. L., Jameson, J. L., Fauci, A. S., Hauser, S. L., & Loscalzo, J.
Harrison's Principles of Internal Medicine. McGraw Hill : New York ; 2011
4. Ristandi RB, Dalimoenthe NZ. Kelainan Morfologi Leukosit. Bandung: Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran; 2014
5. Paquette, Ronald L. Your Guide to Understanding Aplastic Anemia. Park Avenue :
Aplastic Anemia & MDS International Foundation ; 2014

Anda mungkin juga menyukai