Anda di halaman 1dari 19

PRAKTIKUM HEMATOONCOLOGY 2

Nama : Mochammad Haryr

NPM : 113170050

Kelompok : 5.1

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI

CIREBON

2020
PRAKTIKUM 2
A. SERI LEKOSIT (disertai gambar dan penjelasannya)
a. Jelaskan tahapan hematopoiesis seri lekosit?
b. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi tahapan hematopoiesis seri
lekosit?
c. Jelaskan kelainan-kelainan morfologi darah tepi sel lekosit dihubungkan
dengan arti klinisnya (penyakit)?
d. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tersebut?

B. PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG (disertai gambar dan


penjelasannya)
a. Apa tujuan pemeriksaan ini?
b. Kapan dilakukan pemeriksaan ini (indikasi)?
c. Bagaimana cara pemeriksaan tersebut?
d. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tersebut dikaitkan dengan
kelainan atau penyakit?

JAWABAN

A. Tahapan hematopoesis leukosit


a. Seri granulosit

1. Mieloblast
Mieloblast adalah sel termuda diantara seri granulosit. Sel ini memiliki inti
bulat yang berwarna biru kemerah-merahan, dengan satu atau lebih anak
inti, kromatin inti halus dan tidak menggumpal. Sitoplasma berwarna biru
dan sekitar inti menunjukkan warna yang lebih muda. Mieloblast biasanya
lebih kecil daripada rubriblast dan sitoplasmanya kurang biru
dibandingkan rubriblast. Jumlahnya dalam sumsum tulang normal adalah
< 1% dari jumlah sel berinti.
2. Promielosit
Dalam fase ini sitoplasma seri granulosit telah memperlihatkan granula
berwarna biru tua / biru kemerah-merahan. Berbentuk bulat dan tidak
teratur. Granula sering tampak menutupi inti. Granula ini terdiri dari
lisozom yang mengandung mieloperoksidase, fosfatase asam, protease dan
lisozim. Inti promielosit biasanya bulat dan besar dengan struktur
kromatin kasar. Anak inti masih ada tetapi biasanya tidak jelas. Jumlah sel
ini dalam sumsum tulang normal adalah 1-5 %.
3. Mielosit
Pada mielosit granula sudah menunjukkan diferensiasi yaitu telah
mengandung laktoferin, lisozim peroksidase dan fosfatase lindi. Inti sel
mungkin bulat atau lonjong atau mendatar pada satu sisi, tidak tampak
anak inti, sedangkan kromatin menebal. Sitoplasma sel lebih banyak
dibandingkan dengan promielosit. Jumlahnya dalam keadaan normal
adalah 2-10 %.
4. Metamielosit Dalam proses pematangan, inti sel membentuk lekukan
sehingga sel berbentuk seperti kacang merah, kromatin menggumpal
walaupun tidak terlalu padat. Sitoplasma mengandung granula kecil
berwarna kemerah-merahan. Sel ini dalam keadaan normal tetap berada
dalam sumsum tulang dengan jumlah 5-15 %.
5. Neutrofil Batang dan Segmen Metamielosit menjadi batang apabila
lekukan pada inti melebihi setengah ukuran inti yang bulat sehingga
berbentuk seperti batang yang lengkung. Inti menunjukkan proses
degeneratif, kadang-kadang tampak piknotik pada kedua ujung inti.
Sitoplasma mengandung granula halus berwarna kemerah merahan.
Dalam darah tepi ditemukan hanya 2-6% dari sel-sel leukosit normal.
Selanjutnya sel ini menjadi neutrofil segmen.Dalam sumsum tulang
normal sel ini merupakan 10-40 % dari sel berinti.

b. Seri Limfosit
1. Limfoblast dan Prolimfosit
Limfoblast memiliki inti bulat berukuran besar dengan satu atau beberapa
anak inti, kromatin inti tipis rata dan tidak menggumpal. Sitoplasma
sedikit dan berwarna biru. Prolimfosit menunjukkan kromatin lebih kasar
tetapi belum menggumpal seperti limfosit. Kadang-kadang sulit
membedakan limfoblast dari limfosit dan pada keadaan ragu-ragu
dianjurkan untuk menganggap sel itu sebagai limfosit.
2. Limfosit
Ada yang besar (limposit besar), ada yang sedang (limposit sedang), ada
yang kecil (limposit kecil). Inti sel, letaknya dalam sel eksentrik, Bentuk
inti Oval / bulat dan relatif besar, Warna inti Biru gelap, Kromatin
kompak memadat, Membran inti kurang jelas terlihat, Butir inti(nucleoli)
tidak ada, sitoplasma, luasnya/lebarnya relatif sempit,Warna sitoplasma
Oxyphil, Perinuklear Zone umumnya tidak ada,Granula dalam sitoplasma
tidak ada. Kalau ada granula disebut granula Azurophil.
d. Seri Plasmosit
Sel Plasma (Plasmosit) mempunyai hubungan erat dengan limfosit.Sel
pelopor plasmosit maupun limfosit terdapat dalam jaringan limfoid dan
keduanya merupakan unsur penting dalam sistem imun tubuh. Akibat
stimulasi antigen, sel limfosit B mengalami transformasi blast dan
membentuk sel plasma yang memproduksi immunoglobulin. Plasmosit
dijumpai dengan jumlah sekitar 1 % dari sel berinti dalam sumsum tulang.
Dalam keadaan normal plasmablast dan proplasmosit tidak dapat dijumpai
dalam sumsum tulang tetapi tampak pada keadaan-keadaan tertentu yang
disertai proliferasi berlebih dan juga peningkatan produksi imunoglobulin.
Ukuran,bentuk dan struktur plasmablast sulit dibedakan dari blast yang
lain, tetapi hanya satu cara yang dapat dipakai untuk membedakan
plasmosit dari seri blast yang lain, yaitu bentuk inti yang eksentrik dan
adanya bagian zona jernih melingkar (halo) disekitar inti
c. Seri Monosit

1. Monoblast dan Promonosit


Monoblast dan promonosit dalam keadaan normal sulit dikenal atau
dibedakan dari mieloblast dalam sumsum tulang, tetapi pada keadaan
abnormal misalnya pada proliferasi berlebihan sel seri ini, monobalst dan
promonosit dapat dikenali dari intinya yang memperlihatkan lekukan
terlipat atau menyerupai gambaran otak dan sitoplasma dengan
pseudopodia.
2. Monosit
Inti sel letaknya dalam sel eksentrik.Bentuk inti menyerupai otak (brain
like form), Warna inti kemerah-merahan/keunguan, Kromatin tersusun
lebih kasar, butir inti (nucleoli) tidak ada, Sitoplasma, Luasnya/lebarnya
relatif lebih besar kadangkadang ada pseudopodia, Warna sitoplasma biru
pucat, Perinuklear Zone tidak ada, Granula dalam sitoplasma kadang-
kadang ada granula Azurophil.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan sel darah di


antaranya adalah
1. asam amino
2. vitamin dan mineral
3. hormone
B. Faktor pemicu leukosit ,
lebih dikenal sebagai leukopoietin , adalah kategori zat yang diproduksi
oleh neutrofil ketika bertemu dengan antigen asing. Leukopoietin
menstimulasi sumsum tulang untuk meningkatkan laju leukopoiesis untuk
menggantikan neutrofil yang pasti akan hilang ketika mereka
mulai memfagositkan antigen asing.
Faktor pemicu leukosit termasuk faktor perangsang koloni (CSF)
(diproduksi oleh monosit dan limfosit T ), interleukin (diproduksi oleh
monosit, makrofag , dan sel endotel ), prostaglandin , dan laktoferin . 

C. MORFOLOGI KELAINAN LEUKOSIT


D. INTERPRETASI DAN MANIFESTASI KLINIS
Limfositosis pada infeksi, lymphoproliferative malignancy,
mononukleosis
Monositosis pada leukemia monositik
Leukositosis fisiologi ditemukan pada kerja berat, emosi, gravid atau haid.
1) AML (Akut mielositik leukemia)
▪Lekositosis
▪Hitung jenis : Mielobas meningkat, promieloblas meningkat, mielosit
jarang
Didapatkan, netrofil stab, nerofil segmen meningkat, hiatus
Lekimitus, smudge cell.
2) CML (Chronik mielositik leukemia)
Lekositosis : 100.000-500.000/mm3
Hitung jenis :
▪ mieloblas dan promielosit ada 5%
▪ mielosit, metamielosit, batang, segmen
▪ hiatus lekemitus negatif (semua stadium ada)
▪ Eritrosit : kurang, retikulosit normal/sedikit meningkat
▪ kadang-kadang basofil eosinofil meningkat
3) ALL (Akut limfositik leukemia)
Lekosit predominan limfoblas 50-90%
Gambaran: limfoblas: sel besar, inti besar, sitoplasma relatif sedikit,
kromatin
inti agak gelap, nukleoli 1 – 2
bentuk limfosit tua sedikit
4) CLL (Chronik limfositik leukemia)
Leukosit:
▪ Leukositosis
▪ Predominan limfosit kecil 65 – 75 %
▪ Stadium lanjut: limfosit kecil 95 – 98 %
▪ Limfoblas sedikit
▪ Limfosit besar sedikit
▪ gambaran monoton (kadang)
5) Reaksi Leukemoid
Gambaran darah perifer meyerupai leukemia:
- leukositosis jarang >50.000 /mm3
- bentuk sel khas (normal)
- banyak bentuk matang, ada bentuk muda
- anemia tidak berat dan bersifat sementara
- akibat dari: infeksi berat, hemolisis cepat, luka bakar
6) Limfosit plasma biru
Merupakan bentuk limfosit atipik
- limfosit dengan sitoplasma kebiruan
- inti bervariasi : seperti inti monosit (monositoid) seperti inti plasmosit
(plasmositoid) mempunyai nukleoli (blastoid)
- pada penyakit virus pada demam berdarah Dengue (DBD)
- dilaporkan dalam berapa sel/100 lekosit
7) Thalassemia
Eritrosit menunjukkan gambaran bentuk dan ukuran yang abnormal
anisositosis berat (makrosit, mikrosit)
poikilositosis berat :
- target sel
- schistocyte
- basophilic stippling

E. TUJUAN PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG


Mengetahui dan menilai jenis/bentuk morfologi sel darah di sumsum
tulang, selularitas, M:E rasio dan memahami teknik menghitung hitung
jenis leukosit yang benar.

F. INDIKASI PEMERIKSAAN SUMSUM TULANG


BMP (Bone Marrow Puncture) atau punksi sumsum tulang
merupakan tindakan medis diagnostik yang seringkali diperlukan
untuk membantu diagnosa suatu penyakit. Selain itu juga digunakan
untuk penentuan tahap dan monitoring terapi. Sehingga perlu
diketahui beberapa indikasi untuk dilakukannya BMP.
Beberapa indikasi BMP adalah :

Diagnosis, penentuan tahap dan evaluasi pengobatan :

a. kanker darah atau leukemia

b. multiple myeloma
c. kelainan lymphoproliferatif dan myeloproliferatif yang lain

d. Evaluasi dari sitopenia (menurunnya jumlah sel, contohnya


trombositopenia, anemia, leukopenia, pansitopenia, bisitopenia),
thrombositosis, leukositosis, anemia dan status cadangan besi.

e. Kondisi nonhematologik : investigasi panas yang tidak diketahui


terutama pada pasien AIDS, mikroorganisme yang terdapat pada
sumsum tulang seperti tuberculosis, Mycobacterium Avium
Intracellulare (MAI), histoplasmosis. Leishmaniasis dan infeksi
jamur yang lain.

f. Penilaian kanker yang telah metastase atau menyebar

Juga terdapat indikasi relatif, yaitu :

a. ITP (idiopathic tombocytopenic purpura).


b. Peningkatan level serum paraprotein.
c. Defisiensi B12/Folat.
d. Polycitemia vera.
e. Infeksi mononucleosis.

G. Bagaimana cara pemeriksaan tersebut?

A. Cara pengambilan aspirasi sumsum tulang :

1. Posisikan pasien sesuai tempat aspirasi sumsum tulang. Misal : tempat


aspirasi sumsum tulang pada SIPS, maka pasien berbaring dengan posisi
lateral dekubitus dan kedua lutut difleksikan. Palpasi SIPS dan tandai.

2. Operator mengenakan sarung tangan steril.

3. Daerah sekitarnya dibersihkan dengan desinfektan larutan betadin atau


alkohol 70% atau chlorhexidine gluconate 5%

4. Daerah tersebut ditutup kain penutup steril (duk) berlubang di daerah


tusukan.
5. Lakukan anestesi lokal dengan cara menyuntikan lidokain 2% sebanyak
2-3 cc di subkutan sampai periosteum tempat aspirasi. Tunggu sampai
anastesi bekerja.

6. Masukkan jarum BMA tegak lurus terhadap trabekula krista iliaka pada
bagian tengah SIPS atau 2 cm posterior dan 2 cm inferior SIAS. Ketika
jarum sudah menyentuh periosteum putar jarum searah dan berlawanan
jarum jam sampai masuk ke trabekula yang ditandai dengan tekanan yang
tiba-tiba berkurang. Kedalaman penetrasi ± 1 cm dari periosteum.

7. Mandrin (jarum bagian dalam) dikeluarkan dari jarum punksi,


kemudian dipasang spuit 10 cc pada jarum punksi bagian belakang, dan
dilakukan aspirasi . Bila berhasil memperoleh spesimen sumsum tulang
maka penderita akan merasakan rasa nyeri sesaat. Aspirasi 0,5 cc pertama
digunakan untuk sediaan apus sumsum tulang dan langsung dibuat pada
saat itu juga (bedside).

8. Lepaskan spuit dari jarum BMA dan segera buat sedian apus sumsum
tulang (lihat: cara pembuatan preparat).

9. Jika dibutuhkan aspirasi tambahan, gunakan spuit yang berbeda dan


darah dimasukkan kedalam tabung yang berisi antikoagulan EDTA. ICSH
merekomendasikan EDTA 1,5 ± 0,25 mg/ml darah.

10. Bila diperlukan, dapat dilanjutkan dengan biopsi.

11. Setelah jarum punksi dicabut, tutup luka dengan kain kasa steril dan
tekan selama 5 menit. Plester luka dengan kasa yang telah diberi betadin
atau antibiotik. Perban harus tetap kering dan dapat dibuka setelah 24 jam.

Cara Pembuatan Preparat sumsum tulang ada 2 macam:


1. Preparat spread: dibuat seperti hapusan darah tepi, dicari/dipilih
fragmen yang
baik, dibaca di zona morfologi.
2. Preparat squash: dibuat dengan cara sumsum tulang dikumpulkan
fragmennya
kemudian dan dijepit di antara dua gelas objek.
Sumsum tulang merupakan tempat yang aktif di dalam proses
hematopoiesis.
Sumsum tulang selain terisi sel–sel darah selain lemak. Pemeriksaan
meliputi:
1. Penilaian selularitas
2. Hitung jenis sel leukosit
3. Hitung jenis sel eritrosit
4. Hitung jenis sel limfosit
5. Hitung jenis sel monosit
6. Hitung jenis sel plasma
7. Hitung megakariosit
8. Penilaian trombosit
9. Ada tidaknya metastase sel ganas
10.Aktifitas granulosit dan eritrosit
11.M : E ratio (rasio mieloid dan eritroid)
Pemeriksaan selularitas, selularitas dibedakan menjadi:
1. normoseluler
2. hiperseluler
3. hiposeluler
Normoseluler : sel lemak kurang lebih 25% sel hemopoietik.
Hiperseluler : hampir semua sel lemak diganti sel hemopoietik
Hiposeluler : sebagian besar fragmen merupakan sel lemak.
Fragmen : terletak di daerah ekor daripada preparat, digunakan untuk
identifikasi sel, hitung jenis sel dan selularitas sumsum tulang.
Sel lemak : bulat dan kepucatan.
Sel hemopoietik : daerah yang tercat biru.
M : E ratio : perbandingan jumlah sel sistem mieloid dan sistem eritroid
yang masih berinti. Normal M : E ratio = 2 – 4 : 1
Megakariosit : ditentukan jumlah dan morfologinya.
Hitung jenis sel berinti seperti:
1. seri mieloid/granuler
2. seri eritroid
3. seri limfosit
4. seri monosit
5. seri plasmosit
Nilai normal menurut Dacie dan Lewis (dewasa):
Mieloblas : 0,1 – 3,5 %
Promyeloblas : 0,5 – 5 %
Myelosit netrofil : 5 – 20 %
Myelosit eosinofil : 0,1 – 3 %
Myelosit basofil : 0 – 0,5 %
Metamyelosit : 10 – 30 %
Segmen netrofil : 7 – 2,5 %
Segmen Eosinofil : 0,2 – 3 %
Segmen basofil : 0 – 0,5 %
Limfosit : 5 – 20 %
Monosit : 0 – 0,2 %
Plasma sel : 0,1 – 3,5 %
Retikulum sel : 0,1 – 2 %
Megakariosit : 0,1 – 5 %
Pro eritroblas : 0,5 – 5 %
Polikromatik Eritroblas : 2 – 20 %

Ortokromatik eritroblas : 2 – 10 %
M : E ratio : 2 – 4 : 1

H. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tersebut dikaitkan dengan


kelainan atau penyakit?

Sebagian besar gambaran sumsum tulang pasien leukemia granulositik kronik


adalah hiperseluler, penekanan eritropoetik, mielopoetik hiperaktif, dan
trombopoetik dalam batas normal. Gambaran sumsum tulang leukemia
limfositik kronik menujukkan selularitas tidak dapat dinilai, limfopoetik
hiperaktif dan trombopoetik dalam batas normal.
DAFTAR PUSTAKA

1. Setiati S,dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-6 Jilid II. Jakarta: Interna
Publishing; 2013.
2. Bhakta IM. Hematoli Klinik Ringkas. Jakarta: EGC; 2006
3. Isselbacher, Braunwald, dkk. Harrison: Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2015.
4. Silbernagl S, Lang F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Edisi ke-3. Jakarta:
EGC; 2018.
5. Kumar V, Abbas A, Aster J. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9. Singapura:
Elsevier; 2015

Anda mungkin juga menyukai