Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

Laboratorium klinik adalah laboratorium kesehatan yang melaksanakan


pelayanan berbagai pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit atau
kelainan (Lapworth, 1994). Pemeriksaan yang dilaksanakan di laboratorium klinik
salah satunya adalah pemeriksaan laboratorium di bidang hematologi (Yaqin et
al., 2015). Pemeriksaan hematologi yang sering dilakukan yaitu pemeriksaan
darah lengkap. Salah satu parameter yang sering diperiksa dalam pemeriksaan
darah lengkap yaitu leukosit. Ada berbagai alat dan metode pengukuran yang
digunakan untuk menghitung jumlah leukosit, salah satu yang masih banyak
digunakan adalah metode pengukuran impedansi dan flow cytometry (Bruce et
al., 2012).
Dengan adanya perbedaan berbagai alat dan metode pengukuran yang
dipakai untuk pemeriksaan laboratorium di bidang hematologi, hasil pemeriksaan
darah lengkap yang didapat oleh tiap metode pengukuran akan memiliki nilai
yang bervariasi (Meer et al., 2009). Berkembangnya alat dan metode pemeriksaan
laboratorium di bidang hematologi membuat spesialis patologi klinik dituntut
untuk memahami dan mengetahui lebih dalam mengenai berbagai macam alat dan
metode pengukuran yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
di bidang hematologi, salah satunya yaitu metode pengukuran impedansi.
Pada tutor ini, penyusun akan membahas mengenai hitung leukosit
dengan metode impedansi dan flow cytometry.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Leukopoiesis
Sel darah putih adalah kelompok sel yang sangat serbaguna yang tujuan
utamanya adalah untuk bertahan melawan bakteri, virus, jamur, dan zat asing
lainnya. Untuk tujuan ini, sebagian besar sel darah putih digranulasi. Butiran ini
mengandung enzim yang mencerna dan menghancurkan organisme penyerang. Di
dalam sumsum tulang, rasio myeloid : erythroid (M:E) adalah 3 sampai 4:1,
menunjukkan bahwa empat sel myeloid (putih) diproduksi untuk satu sel eritroid.
Produksi harian sel darah putih adalah 1,5 miliar. Perpindahan dari sumsum
tulang ke sirkulasi perifer terjadi hanya setelah sel darah putih ditahan di kolam
penyimpanan pematangan sumsum tulang. Neutrofil tersegmentasi, yang paling
matang dari semua sel darah putih, ditahan selama 7 sampai 10 hari sebelum
dilepaskan ke sirkulasi perifer. Jenis sel darah putih lainnya tetap berada di kolam
penyimpanan pematangan untuk waktu yang jauh lebih singkat.1 Setelah
dilepaskan ke dalam sirkulasi, sebagian besar sel darah putih berumur pendek
sebelum bermigrasi ke jaringan. Sel darah putih yang teramati dalam sirkulasi
perifer hanyalah cuplikan dari sel darah putih yang terletak di tiga kompartemen
sel yang berbeda: sumsum tulang, aliran darah, dan jaringan.
Sel darah putih disebut sebagai leukosit. Untuk lebih jelasnya, kata
leukositik berlaku untuk sel darah putih dari semua tahap; granulocytic hanya
berlaku untuk sel darah putih granulasi; dan myelocytic menggambarkan sel yang
berasal dari sel induk myeloid. Istilah myelocytic juga dapat digunakan secara
bergantian untuk granulocytic dalam kondisi seperti leukemia granulocytic kronis
atau leukemia myelocytic kronis. Ketiga kata ini—leukosit, granulositik, dan
myelositik—semuanya menunjukkan beberapa tahap dari keluarga sel darah putih.
Mereka tidak dimaksudkan untuk membingungkan, tetapi seringkali demikian,
terlepas dari niat baik.
Sel darah putih, atau leukosit, memiliki siklus pematangan yang lebih
kompleks daripada eritrosit. Hanya ada satu bentuk sel darah merah yang matang
dibandingkan dengan lima bentuk sel darah putih yang matang. Sel darah merah
melewati sirkulasi selama 120 hari, sedangkan sel darah putih hanya
menghabiskan waktu berjam-jam di dalam darah yang bersirkulasi. Mirip dengan
sel darah merah, sel darah putih berasal dari sel punca berpotensi majemuk. Sel
punca berpotensi majemuk memunculkan sel punca myeloid dan sel punca
limfoid. Menanggapi stimulasi dari interleukin (stimulator kimia) dan faktor
pertumbuhan, CFU-GEMM disusun untuk menimbulkan granulosit, eritrosit,
monosit, dan makrofag. Megakariosit, eosinofil, dan basofil memiliki CFU
sendiri: CGU-Meg dan CFU-eosinofil dan CFU-basofil. Limfosit tidak hanya
berasal dari sumsum tulang, tetapi juga dari timus, dan mereka memiliki tempat
yang khas pada grafik maturasi hematopoietik (lihat Gambar 2.3).
Sel darah putih melakukan sebagian besar fungsinya di jaringan, dan
neutrofil berada di sini selama 2 hingga 5 hari. Sel darah putih yang muncul
dalam sirkulasi adalah bagian dari dua kumpulan sel yang berbeda: kumpulan tepi
dan kumpulan sirkulasi. Kolam marginasi menunjuk sel darah putih yang terletak
di sepanjang endotelium pembuluh darah, siap untuk bermigrasi ke tempat cedera
atau infeksi. Kolam sirkulasi menunjuk sel darah putih sebenarnya dalam aliran
darah.2 Pada titik tertentu dalam sirkulasi perifer, neutrofil membelah secara
merata di salah satu kolam dan berpindah dengan cepat dari satu kolam ke kolam
lainnya. Limpa, yang menampung seperempat populasi sel darah putih,
menyediakan tempat tambahan untuk penyimpanan granulosit.

2.1.1 Tahap Maturasi Leukosit


Seri sel darah putih meliputi sel-sel yang dibedakan oleh butiran dan sel-
sel yang agranular. Secara keseluruhan, ada lima tahap pematangan yang berbeda
secara morfologis untuk neutrofil, empat untuk eosinofil dan basofil, dan tiga
untuk monosit dan limfosit. Ciri-ciri utama dalam membedakan stadium imatur
dan matur dari setiap sel ini adalah ukuran sel, rasio nukleus: sitoplasma (N:C),
pola kromatin, ada tidaknya nukleolus, kualitas sitoplasma, dan adanya granula.
Nukleolus adalah fitur unik dari sel yang belum matang dan merupakan struktur
dalam kromatin yang tampak lebih ringan, lebih refraksi, dan lebih mudah
dikenali. Identifikasi sel adalah proses yang terorganisir. Setiap sel dapat
diidentifikasi dengan menggunakan karakteristik dalam daftar berikut, dan setiap
siswa harus mensurvei sel untuk setiap karakteristik yang ditampilkannya.
Tahapan pematangan seri neutrofil dari paling tidak matang hingga paling matang
adalah sebagai berikut:
• Myeloblast
• Promielosit atau progranulosit • Mielosit
• Metamielosit
• Pita
• Neutrofil tersegmentasi

2.1.2 Fitur Identifikasi Sel


Deskripsi untuk bagian ini mewakili kriteria gabungan untuk setiap
identifikasi sel. 3–5 Selain fitur pembeda utama, karakteristik pembeda disajikan
untuk sebagian besar sel. Penanda klaster diferensiasi (CD), yang mewakili
penanda antigen permukaan pada permukaan sel yang bersirkulasi, dimasukkan
jika relevan.
1. Neutrofil Tersegmentasi
Ukuran: 9 hingga 15 μm
Kromatin: Dua hingga lima lobus nuklir yang dihubungkan oleh filamen
tipis seperti benang, tidak dapat mengamati pola kromatin dalam filamen
Sitoplasma: Lilac pucat dengan naungan biru dan banyak butiran kecil
seperti debu
Karakteristik yang membedakan: Sebagian besar lobus penghubung
filamen inti adalah 0,5 μ. Jika filamen tidak dapat diamati, identifikasi
dilakukan berdasarkan kualitas dan umur kromatin (Gbr. 9.6)
Gambar 12.x. Neutrofil tersegmentasi. Perhatikan dua hingga lima lobus di
nukleus dengan filamen yang jelas dan butiran pucat seperti debu. (The College of
American Pathologists)
2. Eosinofil
Eosinofil (Dewasa)
Eosinofil dapat muncul pada tahap myelocytic dan bergerak melalui
urutan pematangan
Ukuran: 10 hingga 16 μm
N:C: Hampir 1:2
Kromatin: Nukleus eksentrik, biasanya berlobus dua
Sitoplasma: Butiran spesifik merah-oranye yang besar dan khas dengan
sitoplasma jingga-merah muda, butiran sangat metabolik dan
mengandung histamin dan zat lainnya
Karakteristik yang membedakan: Butiran berbentuk bulat, besar, dan
individual; jika pewarnaan tidak memadai, amati butiran dengan hati-hati
untuk mengetahui sifat kristaloidnya (Gbr. 9.7)
Gambar 12.x. Eosinofil. Nukleus bilobed dengan butiran besar berwarna jingga-
merah bulat seragam. (The College of American Pathologists)

3. Basofil (Dewasa)
Basofil dapat muncul pada tahap myelocytic dan bergerak melalui urutan
pematangan
Ukuran: 10 hingga 14 μm
N:C: Sulit ditentukan
Kromatin: Kasar, inti bilobed menggumpal
Sitoplasma: Banyak butiran ungu-hitam sekunder yang besar dan spesifik
tampaknya mengaburkan inti bentuk daun semanggi yang besar; dapat
menghilangkan warna selama pewarnaan meninggalkan area pucat di
dalamnya
sel; butiran jauh lebih besar dari butiran neutrofilik
Ciri-ciri yang membedakan: Ukuran dan warna granul mengaburkan
nukleus (Gbr. 9.8)
Gambar 12.x. Basofil. Nukleus yang tidak dapat dibedakan dengan butiran besar
berwarna ungu kehitaman. (The College of American Pathologists)

4. Monosit
Ukuran: 12 hingga 20 μm
N:C: 1:1
Kromatin: Nukleus memiliki bentuk yang berbeda dari konvolusi otak
hingga berlobus dan berbentuk S; kromatin longgar, berenda, terbuka,
dan tipis
Sitoplasma: Abu-abu kebiruan berlimpah dengan butiran nonspesifik
moderat, dapat menunjukkan area tonjolan atau gelembung, mungkin
memiliki banyak vakuola
Karakteristik yang membedakan: Kromatin nuklir tidak memiliki
kerapatan; tenunan terbuka, lembut, dan seperti beludru (Gbr. 9.9)
CD33, CD13, CD14
Gambar 12.x. Monosit. Kromatin inti bersifat longgar dan terbuka, dengan
sitoplasma biru keabu-abuan yang melimpah. (The College of American
Pathologists)

5. Seri Limfositik
Menguraikan penanda CD untuk populasi sel limfosit adalah tugas yang
rumit dan di luar cakupan bab ini. Limfosit mengembangkan subpopulasi
di sepanjang jalan menuju kedewasaan, masing-masing dengan subset
CD yang unik. Oleh karena itu, buku teks ini hanya memuat daftar CD
yang dimodifikasi (Tabel 9.1).
a. Limfosit Kecil
Ukuran: 7 hingga 12 μm
N:C: 4:1
Kromatin: Inti oval eksentrik dengan kromatin kasar dan menggumpal
dengan area spesifik penggumpalan, sel padat
Sitoplasma: Biasanya hanya batas tipis, dengan sedikit butiran merah
azurofilik
Karakteristik yang membedakan: Penggumpalan kromatin di sekitar
membran inti dapat membantu membedakannya dari sel darah merah
berinti (Gbr. 9.10)
b. Limfosit Besar
Ukuran: 15 hingga 18 μm
N:C: 3:1
Kromatin: Pola kromatin lebih longgar, lebih transparan
Sitoplasma: Jumlah sitoplasma yang lebih besar, warnanya lebih
terang
Ciri yang membedakan: Sitoplasma lebih banyak, dengan
kecenderungan granula azurofilik (Gbr. 9.11)

Gambar 12.x. Limfosit kecil. Inti oval dengan kromatin kasar dan menggumpal.
(The College of American Pathologists)
Gambar 12.x. Limfosit besar. Inti oval dengan pola kromatin lebih longgar dan
lebih transparan. (The College of American Pathologists)

2.1.3 Hitung Leukosit dari Jumlah Sel Darah Lengkap Menjadi Diferensial
Sel darah putih yang dilaporkan pada hitung darah lengkap (CBC)
dihitung baik secara langsung dari instrumen otomatis atau secara manual. Usia
pasien secara langsung mempengaruhi apakah angka ini berada di dalam atau di
luar rentang referensi (Tabel 9.2). Rentang referensi pediatrik lebih bervariasi
daripada rentang dewasa. Beberapa kekhasan bayi baru lahir termasuk leukosit
tertinggi pada 3 bulan.
Diferensial WBC adalah evaluasi jenis sel darah putih matur dalam
sirkulasi perifer. Meskipun diferensial hanya memberikan gambaran singkat
populasi sel darah putih pada waktu tertentu, ia menawarkan informasi berharga
tentang status hematologi individu dan respons individu terhadap keadaan apa pun
yang dapat mengubah status tersebut. Umumnya, diferensial dilakukan pada
apusan tepi yang terwarnai dengan baik dan terdistribusi dengan baik.
Apusan tepi dievaluasi untuk distribusi pada 10 ̃ dan kemudian perkiraan
sel darah putih dilakukan pada 40 ̀ (lihat Bab 20 untuk prosedur). Selanjutnya,
penghitungan diferensial dilakukan; 100 sel darah putih dihitung, dan persentase
serta identifikasi setiap jenis sel darah putih dicatat. Persentase ini dibandingkan
dengan rentang referensi untuk individu menurut usia (Tabel 9.3). Estimasi sel
darah putih memberikan data kontrol kualitas yang penting bagi teknolog yang
melakukan diferensial. Perkiraan sel darah putih yang tidak sesuai dengan
penghitungan otomatis dapat menunjukkan bahwa noda yang ditarik salah,
memerlukan penyelidikan untuk memperbaiki kesalahan ini.
Dalam kebanyakan kasus, 100 sel darah putih dihitung dan diidentifikasi
dengan hati-hati, tetapi ada keadaan yang mengharuskan penghitungan 200 sel
darah putih. Pelajar perlu mengacu pada prosedur operasi standar di setiap situs
klinis untuk rekomendasi penghitungan diferensial 200 sel. Jika dilakukan
diferensial 200 sel, dokter harus menyadari hal ini. Tabel 9.4 mencantumkan
kondisi umum ketika diferensial 200 sel mungkin diinginkan. Nilai kritis di luar
rentang referensi telah ditetapkan untuk setiap fasilitas klinis mengenai CBC dan
perbedaannya. Nilai ini biasanya ditandai oleh instrumen otomatis dan harus
dilaporkan ke dokter atau ahli patologi, atau keduanya, secara tepat waktu.
Pegawai laboratorium menyimpan catatan dengan hati-hati tentang pemberitahuan
pasien dengan nilai kritis. Tanggal, waktu, dan orang yang memberi dan
menerima informasi biasanya dicatat. Tabel 9.5 memberikan daftar nilai kritis
sampel.

2.1.3.1 Nilai Relatif Versus Absolut


Hitungan relatif dan absolut mengacu pada perbedaan WBC. Hitungan
absolut mengacu pada hitungan yang berasal dari total WBC dikalikan dengan
persentase sel darah putih tertentu. Jumlah relatif mengacu pada persentase sel
tertentu yang dihitung dari 100 sel darah putih. Rentang referensi absolut telah
disusun untuk setiap sel dalam diferensial WBC (Tabel 9.6). Contoh cara
menghitung dan menafsirkan hitungan relatif dan absolut berikut:
Jika WBC adalah 5,0 ≤ 109/L
Dan diferensial berbunyi:
Neutrofil tersegmentasi: 40%
(Rentang referensi = 50% hingga 70%) Pita: 3%
(Rentang referensi = 2% hingga 6%) Limfosit: 55%
(Rentang referensi = 20% hingga 44%) Monosit: 2%
(Kisaran Ref. = 2% hingga 9%) Maka jumlah absolut limfosit akan
menjadi 5000  0,55 = 2500.
Kisaran referensi untuk jumlah limfosit absolut =
1700 sampai 3500
Pada pasien ini, terdapat limfositosis relatif tetapi bukan limfositosis
absolut.

2.2 Jumlah sel darah putih diferensial


Hitung sel darah putih diferensial adalah penetapan leukosit ke kategori
masing-masing, kategorisasi ini dinyatakan sebagai persentase atau, jika WBC
tersedia, sebagai jumlah absolut. ICSH merekomendasikan agar jumlah leukosit
diferensial dinyatakan dalam angka absolut.
Differential count yang dilakukan oleh pengamat manusia menggunakan
mikroskop disebut sebagai hitungan diferensial manual. Biasanya dilakukan pada
film yang dibentangkan baji, disiapkan baik secara manual atau dengan penyebar
film mekanis. Differential count otomatis sekarang umumnya dilakukan oleh flow
cytometry sebagai bagian dari hitung darah lengkap, diferensiasi antar kategori
didasarkan pada karakteristik fisik sel dan terkadang pada karakteristik
biokimianya.
Sel-sel yang secara normal terdapat dalam darah tepi dapat
dikelompokkan ke dalam lima atau enam kategori, bergantung pada apakah
bentuk neutrofil yang tidak tersegmentasi atau stab dipisahkan dari neutrofil yang
tersegmentasi atau dihitung bersama mereka. Differential count juga mencakup
sel-sel abnormal yang mungkin ada. NRBC dapat dimasukkan sebagai kategori
terpisah dalam differential count atau sebagai alternatif, jumlahnya dapat
dinyatakan per 100 sel darah putih. Dalam kasus sebelumnya, jumlah yang tidak
dikoreksi ditetapkan sebagai TNCC (total nucleated cell count) daripada WBC,
dan ini digunakan untuk menghitung jumlah sel absolut. Dalam kasus terakhir,
TNCC dikoreksi menjadi WBC dengan mengurangkan jumlah NRBC.
Laboratorium harus secara konsisten mengikuti satu atau konvensi lain untuk
menyatakan hitungan.
Hitung differential count, seperti semua tes laboratorium, tunduk pada
ketidakakuratan dan ketidaktepatan. Differential count manual umumnya cukup
akurat, tetapi presisinya buruk, sedangkan penghitungan otomatis umumnya
cukup tepat tetapi terkadang tidak akurat.

2.3 Impedansi
Impedansi dapat definisikan sebagai resistensi terhadap aliran listrik atau
bentuk energi lainnya. Udara memiliki impedansi tertinggi (konduktivitas listrik
terendah), sedangkan cairan refluks memiliki impedansi terendah (konduktivitas
listrik tertinggi) karena adanya elektrolit. Oleh karena itu, saline umumnya
digunakan untuk memaksimalkan impedansi (Moosavi et al., 2020).

2.3.1 Penggunaan Impedansi


2.3.1.1 Non-Medis
1. Bidang Teknik Sipil
Metode impedansi digunakan untuk mendeteksi kebocoran pada pipa yang
ditanam menggunakan elektroda permukaan linier yang tegak lurus
terhadap aksis pipa (Bera, 2018).
2. Bidang Teknik Material
Metode impedansi juga telah dipelajari dalam bidang teknik material dan
teknologi seperti dalam pembuatan semikonduktor. Teknik impedansi
digunakan untuk memperkirakan distribusi konduktivitas film tipis dari
polisilikon konduktif yang melewati suatu disket atau cincin
semikonduktor yang disusun bertumpukan dan memperkirakan distribusi
konduktivitasnya yang berhubungan dengan ketebalan film polisilikon.
Teknik impedansi dapat memvisualisasi perubahan konduktivitas yang
dihasilkan dari efek fisika dan kimia di dalam disket selama proses
pembuatan semikonduktor (Bera, 2018).
3. Nanoteknologi
Metode impedansi elektrik telah dipelajari dalam teknologi film tipis dan
nanoteknologi seperti pencitraan komposit film tipis karbon nanotube
(CNT). Alat impedansi berfungsi untuk merekonstruksi distribusi
konduktivitas spasial yang bertujuan untuk menvisualisasi defek struktural
pada film tipis CNT dan responsnya terhadap berbagai pH lingkungan.
Kemampuan alat untuk menggambarkan distribusi spasial konduktivitas
film tipis CNT bermanfaat untuk mengembangkan CNT-based sensing
skins multifungsi (Bera, 2018).

2.3.1.2 Medis (Impedansi Elektrik)


Impedansi elektrik dikenal juga dengan prinsip Coulter. Prinsip coulter
adalah prinsip hambatan listrik yang bergantung pada deteksi dan
pengukuran perubahan hambatan listrik yang dihasilkan oleh sel saat sel
melintasi celah kecil. Impedansi elektrik bekerja dengan menerapkan
sinyal voltase gelombang-sine dengan frekuensi v, V (t,v) dan mengukur
arus yang diinduksi, I (t,v). Impedansi elektrik merupakan parameter yang
kompleks, didefinisikan sebagai rasio voltase terhadap arus, seperti yang
ditunjukkan dibawah ini:

Gambar 2.1. Rumus impedansi listrik (Gheorghiu, 2020).

Impedansi elektrik dapat digunakan secara tunggal maupun


dikombinasikan dengan mikroskopik optik. Impedansi elektrik telah
digunakan secara luas untuk mengkarakteristikkan perubahan sel pada
kultur sel, seperti penyebaran, multiplikasi, differensiasi sel, respon sel
terhadap kimia dan evaluasi biopartikel tunggal seperti jenis sel,
deformabilitas, status penyakit, sifat dielektrik dan pertumbuhan sferoid
tunggal pada jaringan. Impedansi elektrik pada sel merupakan indikator
perubahan struktur sel dan karakteristik biofisika yang sensitif, sehingga
dapat menjadi penanda yang menjanjikan untuk membantu diagnosis
kelainan darah (Liu et al, 2019).
Oleh karena sitoplasma konduktif diselubungi oleh membran sel kapasitif,
arus listrik dapat masuk ke membran sel atau tetap berada pada
kompartemen ekstrasel bergantung pada frekuensi yang diberikan. Pada
frekuensi rendah, arus listrik dihambat oleh membran sel dan hampir
semuanya dapat masuk ke kompartemen ekstrasel. Perubahan morfologi
sel dapat ditunjukkan oleh impedansi elektrik karena arus yang dihambat
oleh sel bergantung pada ukuran dan bentuk sel. Pada frekuensi tinggi,
membran sel dapat diisi dan dikosongkan oleh arus listrik dengan cepat,
arus listrik menembus membran sel, sehingga terjadi perubahan pada
kompartemen intrasel yang juga dapat ditunjukkan oleh impedansi
elektrik (Liu et al., 2019).
Pemeriksaan darah rutin sekarang ini kebanyakan sudah memakai alat
otomatis, baik metode impedansi maupun flowcytometry. Kedua metode
ini berbeda pada prinsip kerja alatnya. Impedansi melakukan pengukuran
berdasarkan pada ukuran, sel dibaca ketika sel dilewatkan diantara dua
elektroda, sedangkan flowcytometry memanfaatkan sinar laser sebagai alat
utama pembaca jenis dan ukuran sel. Sinar ditembakkan dari berbagai
sudut, kemudian hasil sinar yang dipendarkan akan dibaca oleh detektor
yang sudah ditempatkan di berbagai sudut sebagai alat yang mengubah
informasi menjadi angka (Sukmana et al., 2018).
Sampel darah disuspensikan dalam wadah yang berisi larutan pengencer
yang sangat konduktif, kemudian dibuat untuk melewati celah antara dua
elektroda. Saat sampel melewati elektroda, terjadi perubahan impedansi
antara elektroda sesuai dengan volume dan jumlah sel darah. Jumlah sel
darah dapat dinilai dari jumlah pulsasi yang dihasilkan seiring dengan
perubahan impedansi, dan volume (jenis) sel dapat dinilai dari ketinggian
pulsasi (Yamao, 2000).
Arus listrik yang timbul, berasal dari 2 elektroda, yaitu elektroda eksternal
dan elektroda internal. Elektoda eksternal tersuspensi dalam pengenceran
sel, sedangkan elektoda internal di dalam tabung apertura (Longanbach et
al., 2016).

Gambar 2.2. Prinsip pengukuran metode impedansi elektrik untuk


pemeriksaan sel darah (Yamao, 2000).

Gambar 2.3. Prinsip Coulter (Longanbach et al., 2016).

Jumlah pulsasi sebanding dengan jumlah sel yang dihitung. Ketinggian


pulsasi tegangan berbanding lurus dengan volume sel, yang
memungkinkan diskriminasi dan penghitungan sel volume tertentu melalui
penggunaan sirkuit ambang. Pulsasi dikumpulkan dan disortir (disalurkan)
menurut amplitudonya oleh penganalisis ketinggian pulsasi. Data diplot
pada grafik distribusi frekuensi, atau histogram distribusi volume, dengan
nomor relatif pada sumbu y dan volume pada sumbu x. Histogram yang
dihasilkan menggambarkan distribusi volume sel yang dihitung dan
mengilustrasikan konstruksi grafik distribusi frekuensi. Ambang volume
memisahkan populasi sel pada histogram, dan setiap sel dikelompokkan
menurut ambang atas dan bawah yang telah ditetapkan. Histogram
distribusi volume dapat digunakan untuk evaluasi satu populasi sel atau
subkelompok dalam suatu populasi (Longanbach et al., 2016).

Gambar 2.4. Histogram (Longanbach et al., 2016

2.3.2 Leukosit (White Blood Count)


Jumlah WBC secara langsung diukur dengan impedansi listrik dari
pengenceran leukosit setelah agen litik ditambahkan ke pengenceran. Agen litik
berfungsi untuk melisiskan eritrosit, mengubah hemoglobin yang dilepaskan
menjadi sianmethemoglobin, dan mengecilkan membran sel leukosit dan
sitoplasma. Oleh karena itu, jumlah WBC mewakili ukuran volume sel daripada
ukuran sel asli saat melewati apertura. Partikel yang lebih besar dari 35 fL
dihitung sebagai leukosit. Histogram WBC mewakili kurva distribusi ukuran
untuk data leukosit dan memungkinkan visualisasi subpopulasi sel berdasarkan
ukuran relatifnya. Histogram WBC adalah dasar dari tiga bagian diferensial yang
mengidentifikasi limfosit sebagai sel antara 35 dan 90 fL, sel mononuklear
sebagai sel antara 90 dan 160 fL, dan granulosit sebagai sel antara 160 dan 450 fL.
(Burns, 2016).

Gambar 2.5. Histogram Leukosit (Burns, 2016).

2.3.3 Kelebihan dan Kekurangan Metode Impedansi


Metode impedansi menggunakan dua elektroda yang dialiri arus listrik
yang konstan. Sampel darah yang diencerkan dengan elektrolit diluent/Sys DIL,
akan melalui mikroaperture yang dipasangi dua elektroda pada dua sisinya (sisi
vakum dan konstan) yang pada masing-masing arus listrik berjalan secara
kontinu, maka akan terjadi peningkatan resistensi listrik (impedansi) pada kedua
elektroda sesuai dengan volume sel (ukuran sel) yang melewati (Boukamp, 2004).
Adapun kelebihan metode impedansi yaitu informasi visual yang diperoleh
lebih banyak (gambaran data yang berbeda) dan domain frekuensi yang besar
(dari mHz hingga GHz) dengan akurasi yang tinggi (Boukamp, 2004; Sukmana et
al., 2018). Kekurangan metode impedansi antara lain pemeriksaan menggunakan
impedansi memberikan hasil lebih tinggi dari flowsitometri. Selain itu, metode
impedansi dapat tidak menunjukkan nilai kritis di saat metode flowsitometri
menunjukkan hasil kritis. Faktor perbedaan hasil ini dipengaruhi oleh adanya
bekuan kotoran yang tidak terlihat, perbandingan antikoagulan yang tidak sesuai,
serta metode yang digunakan juga bisa mempengaruhi perbedaan hasil yang
dikeluarkan alat, harga yang lebih mahal, dan tidak mudah untuk memperoleh
kualitas darah yang baik pada frekuensi rendah (Boukamp, 2004).

2.4. Flow Cytometry


Flow cytometry berasal dari kata flow yang berarti mengalirkan partikel
secara berkelanjutan, cyto yang berarti sel, dan metry yang berarti menghitung.
Sehingga dapat disimpulkan Flow cytometry adalah metode yang menggunakan
aliran suatu cairan untuk membawa sel menuju penghitungan (Porwit, 2014). Saat
ini, Istilah sistem optical scatter, atau perhitungan karakteristik sel berdasarkan
pendaran sinar sering disebut flow cytometry, untuk memisahkannya dengan
metode sebelumnya yang mengukur volume sel berdasarkan hambatan
konduktivitasnya terhadap aliran listrik/impedance (Longanbach et al, 2016).

2.4.1 Prinsip Flow Cytometry


Elemen yang umum pada semua flow cytometry adalah:
a. Sumber cahaya/sinar dan filter optikal yang mengarahkan sinar ke
fotodetektor
b. Sistem fluidic terdiri dari garis cairan dan mekanisme yang mengontrol
aliran cairan yang berisi partikel menuju pancaran sinar terfokus
c. Jaringan elektronik yang mendeteksi sinyal sinar setelah melewati
partikel dan kemudian mengkonversi sinyal ke angka yang proporsional
dengan intensitas sinar.
d. Komputer yang merekam angka-angka yang berasal dari detektor
elektronik dan kemudian di analisis (Givan, 2001).

2.4.2 Sistem Optik/Cahaya


Sumber cahaya yang digunakan pada flow cytometry secara umum adalah
lampu tungsten-halogen atau laser neon-helium. Laser adalah singkatan
dari light amplification by stimulated emission of radiation. Sinar laser
adalah sinar monokromatik karena hanya memancarkan panjang
gelombang tunggal, intensitasnya yang tinggi, koherensinya, dan tidak
menyebar (Longanbach et al, 2016). Panjang gelombang laser yang
digunakan bervariasi, tergantung merk alat, sysmex seri XN menggunakan
laser dengan panjang gelombang 633 nm (Sysmex Corp, 2014), 670 nm
pada Advia 2120 (Siemens Healthcare diagnostic, 2010), dan 632,2 nm
untuk CELL-DYN ruby (Abbot Laboratories, 2006). Pada flow cytometer
yang menggunakan metode fluorescence flow cytometry dalam analisisnya,
laser yang digunakan memiliki panjang gelombang yang mampu
mengeksitasi fluorochrome sensitive UV (300-400 nm) atau diode merah
yang mengeksitasi fluorochrome pada rentang 630 nm (Adan et al, 2016).
Dalam flow cytometry, lensa diperlukan untuk membentuk pancaran laser
dan memfokuskannya pada diameter yang lebih kecil untuk menyinari sel.
Lensa yang umum digunakan pada saat ini adalah lensa silindris yang
mengubah bentuk sinar menjadi elips dengan diameter 60 µm, dengan
panjang vertikal lebih kecil daripada horizontal. Tujuan dari bentuk ini
adalah agar variasi posisi sel dari sisi yang dekat dengan sinar tidak jauh
berbeda dari sisi yang jauh dari sinar dan mengurangi error coincidence
(Givan, 2001).
Gambar 2.6. Profil bentuk sinar laser (Givan, 2001)
2.4.3 Sistem Fluidics
Sistem fluidic berfungsi untuk membawa sel ke pancaran laser. Aliran
dalam flow cytometer dimulai pada sheath fluid. Sheath fluid adalah
diluents (biasanya phosphate-buffered saline (PBS)), yang diinjeksi ke
flow chamber/flow cell/nozzle yang berada di jantung instrument oleh
tekanan tertentu. Sampel diinjeksikan ke flow chamber, bersamaan pula
dengan sheath fluid dengan tekanan tertentu. Setelah itu, aliran sampel
mengalir berada di tengah aliran sheath fluid karena perbedaan tekanan
dimana tekanan aliran sampel selalu lebih tinggi daripada aliran sheath
fluid. Perbedaan tekanan ini pula yang menyebabkan sampel dan sheath
fluid tidak bercampur dan sel tunggal berbaris menuju pancaran sinar.
Mekanisme ini dinamakan hydrodynamic focusing (Adan et al, 2016).
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi sistem fluidics, yaitu konsentrasi,
kecepatan injeksi sampel, dan ukuran sel (Givan, 2001). Konsentrasi sel
yang terlalu tinggi, menyebabkan dua atau lebih sel terbaca sebagai sel
tunggal (coincidence error). Hal ini diatasi dengan pemberian pengencer
pada sampel. Kecepatan injeksi sampel bisa dimanipulasi untuk
kepentingan tujuan pemeriksaan. Jika tujuan pemeriksaan adalah untuk
analisis DNA yang membutuhkan fitur detil sel, maka kecepatan akan
diturunkan, dan otomatis diameter aliran sampel menjadi lebih kecil.
Sementara untuk tujuan penghitungan kualitatif seperti halnya
imunofenotyping, maka kecepatan aliran sampel dibuat lebih cepat (Adan
et al, 2016).
Ukuran sel mempengaruhi aliran dan interpretasi. Partikel yang terlalu
kecil, seperti halnya bakteri dan pico plankton dapat susah dibedakan
dengan noise. Sementara partikel yang terlalu besar, misalnya bekuan
darah, dapat menyebabkan aliran terhambat. Pakar flow cytometry
merekomendasikan untuk menyaring semua sampel sebelum masuk
instrumen (Givan, 2001).

Gambar 2.6. Profil bentuk sinar laser (Givan, 2001)

2.4.4 Deteksi Sinyal dari Sel


Faktor yang paling berpengaruh sehingga terjadi sinyal yang sesuai dari
sel di sampel adalah optical bench. Optical bench adalah perangkat stabil
yang memfiksasi sumber sinar dan detektor sinar dalam kesejajaran yang
rigid dengan objek yang disinari. Jika kesejajaran sumber sinar, detektor
sinar, dan objek yang disinari tidak sinkron, maka sinyal yang dihasilkan
akan sangat jauh berbeda (Givan, 2001).
Ketika sel melalui sensing zone (area dimana sel disinari laser), terjadi
pendaran sinar ke segala arah. Pendaran sinar (light scatter) timbul dari
interaksi antara proses absorpsi, difraksi (pembelokan sinar disekitar sudut
atau permukaan sel), refraksi (pembelokan sinar karena perubahan media
transmisi), dan refleksi (kembalinya sinar karena obstruksi). Dalam flow
cytometry, terdapat dua sudut pendaran yang sering dianalisa, yaitu:
a. Forward-angle light scatter/FSC (00) berhubungan dengan volume sel,
terjadi karena terdapat difraksi sinar.
b. Orthogonal light scatter/SSC (900) bisa disebut side scatter, merupakan
hasil dari refraksi dan refleksi sinar dari strukur dalam sel dan
berkorelasi dengan kompleksitas internal (Longanbach et al, 2016).
Berbeda dengan sel leukosit lain, eosinofil mengalami depolarisasi
setelah terkena sinar. Hal ini dimanfaatkan oleh Abbot Laboratories
untuk memisahkan populasi eosinofil dengan yang lainnya melalui
pemisahan menggunakan filter khusus pada SSC menjadi 900 dan 900
depolarized atau 900D (Shapiro, 2003).
c. Forward-low angle scatter (2-30) dan forward high-angle scatter (5-
150) juga berkorelasi dengan volume sel dan indeks refraktif atau
kompleksitas internal. Pada alat Unicel DxH 800 juga dipakai sudut
yang berbeda, yaitu low angle light scatter (5,10), lower Median Angle
Light Scatter/LMALS (10-200), dan Upper Median Angle Light
Scatter/UMALS (20-420) (Beckman Coulter inc, 2014).
Gambar 2.7. Pendaran sinar dengan berbagai sudut (Porwit, 2014)
Sinar FSC proporsional dengan area permukaan sel atau ukuran, sementara
sinar SSC proporsional dengan kompleksitas (granularitas, lobularitas, dan
pengecatan fluorescence) sel (Adan et al, 2016).

Gambar 2.8. Pendaran sinar dari FSC dan SSC (Adan et al, 2016)

Filter adalah salah satu komponen sistem optik. Filter berfungsi untuk
menyaring sinar dengan panjang gelombang tertentu agar yang masuk ke
dalam fotodetektor adalah sinar yang benar. Pada flow cytometry yang
menggunakan pengecatan fluorescence, pendaran sinar selain dari panjang
gelombang yang sama dengan sinar sumber juga memendarkan sinar dari
fluorescence yang memiliki panjang gelombang yang berbeda (Givan,
2001). fungsi filter adalah untuk memisahkan sinar dengan panjang
gelombang yang berbeda, yaitu yang digunakan pada side scatter dan yang
digunakan pada fluorescence menuju ke detektor masing-masing (Adan et
al, 2016; Sysmex corp, 2014; BD bioscience, 2002).

Gambar 2.9. Aliran sinar pada BDFACS Calibur (BD bioscience, 2002)
Gambar 2.10. Aliran sinar pada Sysmex KN series (Sysmex Corp, 2014)

Filter terdiri dari long pass, short pass, dan band pass filter. Long pass
filter adalah filter yang mentransmisikan sinar dengan panjang gelombang
yang sama atau lebih panjang daripada panjang gelombang spesifik. Short
pass filter adalah filter yang mentransmisikan sinar dengan panjang
gelombang yang sama atau lebih rendah daripada panjang gelombang
spesifik. Sementara band pass filter adalah filter yang mentransmisikan
rentang sempit panjang gelombang menuju fotodetektor.

Gambar 2.11. Jenis-jenis filter (BD bioscence, 2002)


2.4.5 Sistem Elektronik
Sistem elektronik berfungsi untuk mengubah pendaran sinar yang
ditangkap menjadi angka (Givan, 2001). Komponen pertama yang berperan
adalah fotodetektor. Fotodetektor adalah komponen yang menangkap pendaran
sinar dan mengubahnya menjadi pulsa elektrik. Fotodetektor pada flow cytometry
adalah fotodiode dan photomultiplier tube. Fotodiode adalah fotodetektor yang
terletak di sudut 00 dari sensing zone. Fungsi dari fotodiode adalah untuk
menangkap sinar FSC. photomultiplier tube adalah fotodetektor yang menangkap
sinar SSC dan sinar-sinar lain yang tidak sejajar dengan tembakan sinar (Givan,
2001). Photomultiplier tube digunakan karena kelebihannya yang mampu
menangkap sinar lemah dan mengamplifikasinya menjadi sinyal yang mampu
diukur. Berbeda dengan FSC yang merupakan sinar kuat, SSC dan sinar lainnya
yang tidak sejajar memiliki kekuatan yang lebih lemah (Longanbach et al, 2016).
Fotodetektor tidak mampu membedakan warna/panjang gelombang pada sinar
yang terfluorescence, sehingga fungsi filter yang memisahkan panjang gelombang
tersebut agar fotodetektor hanya menerima sinar dengan panjang gelombang yang
spesifik (Givan, 2001).
Ketika sinar mengenai fotodetektor, maka sinyal sinar tersebut dikonversi
menjadi sinar elektrik. Intensitas sinar berhubungan dengan intensitas elektrik
(Givan, 2001).

Gambar 2.11. Voltasi yang terbentuk berhubungan dengan sinar yang terpendar
(BD Bioscience, 2002)
Setelah pulsa elektrik terbentuk, maka analog-to-digital converter (ADC)
mengubah distribusi sinyal yang continue menjadi nilai diskret, dimana suatu
rentang tertentu diubah menjadi satu nilai atau disebut channel. Channel yang
dipakai biasanya sebanyak 256, 1024, atau bahkan 65.536 channel (Givan, 2001).

2.4.6 Analisis Data


Data yang berhasil dikumpulkan ADC sebaiknya disimpan untuk dapat
dianalisis. Penyimpanan data tersebut sesuai dengan format flow cytometer
standard (FCS). Biasanya format FCS adalah dalam bentuk list. Hal ini
memungkinkan data yang diperoleh dari merk flow cytometry yang berbeda-beda
dapat dianalisis secara independent (Givan, 2001).
Data yang ditampilkan pada flow cytometer selain menampilkan data
absolut juga dapat ditampilkan data histogram untuk satu parameter, scatterplot
untuk dua parameter, atau 3 dimensional untuk tiga parameter. Data histogram
yang ditampilkan biasanya berhubungan dengan volume sel (FSC) dan
frekuensinya.

Gambar 2.12. Histogram eritrosit dan platelet, dengan aksis x adalah volume sel
dalam fl dan aksis y adalah frekuensi sel (Abbot Laboratories, 2006)
Data dua parameter menampilkan scatetrplot. Aksis x dan aksis y menampilkan
parameter yang diukur, misalnya SSC dan FSC, serta titik-titik menampilkan
jumlah partikel (Givan, 2001).
Gambar 2.13. Scatterplot pada diff count WBC. Size tercermin dari FSC,
complexity tercermin dari 100 FSC, dan granularity dari 900D SSC, dan lobularity
dari 900 SSC (Abbot Laboratories, 2006)

Data 3 dimensi dapat menampilkan 3 parameter yang diukur (Givan, 2001).


Berikut adalah contohnya:

Gambar 2.14. 3-dimensional scatterplot (Spencer et al, 2014)


2.5 Parameter analisis leukosit
Perhitungan leukosit dapat dilakukan pada metode flow cytometry. Porsi
sampel yang digunkana untuk analisis leukosit, dipisahkan menuju ruang/chamber
WBC. Didalam ruang tersebut, leukosit dicampurkan pada diluen yang melisiskan
eritrosit (biasanya asam atau deterjen). Khusus untuk Advia 2120/120, hitung dan
diferensiasi leukosit menggunakan dua ruang yang berbeda yaitu peroksidase dan
basofil/lobularity. Ruang peroksidase mengidentifikasi neutrofil, monosit,
eosinofil, berdasarkan derajat positivitas peroksidase dan FSC. limfosit dan sel
besar yang tidak tercat diidentifikasikan berdasarkan FSC dan fakta bahwa selnya
tidak tercat dengan peroksidase (Siemens Healthcare Diagnostics, 2010; Burns,
2016).
Karena jumlahnya yang lebih sedikit daripada eritrosit, pengencerannya
lebih sedikit daripada hitung eritrosit (biasanya pengenceran 1: 20). Nilai leukosit
dapat meningkat palsu pada kemunculan cryoglobulin atau cryofibrinogen,
agregasi platelet, eritrosit berinti, atau ketika lisis sel darah merah tidak lengkap.
Investigasi lebih lanjut, seperti pembacaan lewat hapusan perlu dilakukan (Smock
et al, 2014).
Diferensiasi leukosit dengan analyzer hematologi secara signifikan
menurunkan waktu dan biaya serta meningkatkan presisi dibandingkan
pemeriksaan manual. Namun, analisis tersebut tidak mampu secara akurat
mengidentifikasi dan mengklasifikasi semua tipe sel dan secara khusus kurang
sensitif pada sel imatur atau abnormal. Banyak analyzer yang akan memberikan
flag kemungkinan populasi sel darah putih abnormal, mengindikasikan untuk
pemeriksaan oleh morfologis terlatih untuk identifikasi (Hyun et al, 1991).
Diferensiasi leukosit dapat dilakukan berdasarkan ukuran sel, kompleksitas,
ataupun karakteristik setelah dilakukan pengecatan (Smock et al, 2014)

2.5.1 Diferensiasi leukosit berdasarkan volume


Leukosit terdiri dari sel-sel yang memiliki ukuran yang berbeda.
Perbedaan ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar diferensiasi sel.
Perhitungan volume sel leukosit dapat dengan metode impedance atau flow
cytometry melalui FSC. Beberapa merk analyzer hematologi menggunakan
impedance dan SSC untuk diferensiasi, sementara yang lain, seperti halnya
CELL-DYN, menggunakan murni pendaran cahaya untuk diferensiasi sel leukosit
(Longanbach et al, 2016).

Gambar 2.15. Histogram leukosit berdasarkan FSC pada CELL-DYN ruby (abbot,
2006)

2.5.2 Diferensiasi leukosit berdasarkan side scatter (SSC) dan parameter lainnya
Pada tahun 1975, Salzman et al menyatakan populasi tidak tercat dan
terfiksasi dari darah, yaitu limfosit, monosit, dan granulosit dapat dibedakan
berdasarkan pengukuran side scater (900), dimana rendah untuk limfosit, lebih
tinggi untuk monosit, dan paling tinggi untuk granulosit. Struktur granular pada
sitoplasma granulosit memungkinkan pendaran sinar lebih banyak daripada
sitoplasma seragam pada limfosit (Saphiro, 2003). Identifikasi basofil dan
eosinofil dilakukan dengan cara yang berbeda-beda tergantung merk alat.
Perkembangan teknologi saat ini memungkinkan diferensiasi sel leukosit pada
berbagai sudut dan dikombinasikan pada berbagai metode (impedance,
conductivity, atau, fluorescence).
Pada alat Beckman Coulter Unicel DxH, pendaran sinar diukur dalam
berbagai sudut. Empat sudut mendeteksi granularitas sel dan topografi
membrannya, sementara sudut axial light loss yang merupakan jumlah sinar yang
dihilangkan karena absorpsi dan pendaran sinar mengevaluasi transparansi sel.
sudut low-angle light scatter (LALS) digunakan sebagai indeks kompleksitas
seluler (Burns, 2016). Analisis pendaran sinar tersebut dan volume yang
menggunakan sistem impedance (low frequency DC), mampu membagi dengan
jelas limfosit, monosit, neutrofil, dan eosinofil. Basofil berada tersembunyi dari
limfosit, namun dipisahkan melalui konduktivitas (high frequency DC), dimana
granulasi sitoplasma basofil lebih tinggi daripada limfosit (Longanbach et al,
2016; Beckman Coulter Inc, 2014).
Pada alat Sysmex XN-1000, flow cytometry dengan menggunakan
fluorescent digunakan untuk penghitungan leukosit, differensiasi, dan pemisahan
eritrosit berinti. Pada ruang WDF, eritrosit dilisiskan, membran leukosit dilobangi
dan DNA serta RNA leukosit dicat dengan pengecatan fluorescent. Plotting aksis
x dengan side scatter dan aksis y dengan cahaya fluorescent dapat memisahkan
neutrofil, eosinofil, limfosit, monosit, dan granulosit imatur. Oada ruang WNR,
eritrosit dilisiskan, termasuk eritrosit berinti dan membran leukosit dilobangi.
Pengecatan dengan cat fluorescent polymethine mengecat nukleus dan organel
leukosit dengan intensitas yang tinggi dan mengecat nukleus yang terlepas dari
sitoplasma pada eritrosit berinti dengan intensitas rendah. Plotting dengan SSC
dan sinar fluorescent dapat memisahkan hitung leukosit total, eritrosit berinti, dan
basofil (Longanbach et al, 2016; Sysmex Corp, 2014).

Gambar 2.16. Plot side scatter (SSC) dan sinar fluorescent (SFL) pada sysmex
XN-1000 (sysmex Corp, 2014)
Pada merk CELL-DYN, contohnya CELL-DYN ruby, diferensiasi dilakukan
dengan muti angle polarized scatter separation (MAPPS). Pertama, dilakukan
pemisahan populasi mononuclear dan polimorfonuklear berdasarkan bentuk lobus
nukleus (lobularitas 900) dan kompleksitasnya (kompleksitas 100). Setelah itu
pada populasi polimorfonuklear, analisis dipersempit lagi dengan memisahkan
neutrofil dan eosinofil (Longanbach et al, 2016). Kekhususan dari merk abbot
CELL-DYN adalah kemampuannya untuk memisahkan sinar SSC yang
terdepolarisasi (900 depolarized) dan sinar SSC pada umumnya (900 lobularity)
menggunakan filter khusus. Diketahui bahwa granul pada sitoplasma eosinofil
memiliki intensitas sinar depolarisasi yang tinggi, yang menjadi dasar pemisahan
neutrofil dan eosinofil pada populasi polimorfonuklear (Saphiro, 2003). Dan yang
terakhir adalah analisis populasi sel mononuklear dengan plot parameter 100
kompleksitas dan 00 ukuran. Basofil masuk kedalam populasi ini karena ketika
ditambahkan dengan reagen sheath, granul-granulnya terlepas, menjadikan basofil
menjadi sel yang kurang kompleks (Longanbach et al, 2016; Abbot Laboratories,
2006).

Gambar 2.17. Scatterplot analisis differensial leukosit pada CELL-DYN ruby


(abbot CELL-DYN ruby, 2006)

Analyzer hematologi Siemens (Advia) menghitung dan mendiferensiasi 6


diff leukosit (neutrofil, limfosit, monosit, eosinofil, basofil, dan sel besar tidak
tercat (LUCs)) dengan flow cytometry optic dan sitokimia, menggunakan saluran
PEROX dan BASO. Dalam saluran PEROX, eritrosit dilisiskan, dan leukosit dicat
untuk mengetahui aktivitas peroksidasenya. Hasilnya adalah presipitat gelap pada
sel berisi peroksidase (neutrofil, monosit, dan eosinofil). Selanjutnya sistem optic
mengukur absorbansi (proporsional dengan jumlah peroksidase dalam sel) dan
FSC. Neutrofil dan eosinofil berisi peroksidase paling banyak dan berada di area
kanan scatterplot. Monosit tercat lemah dan berada di area tengah scatterplot,
sementara limfosit, basofil, dan LUCs (reaktif limfosit dan blast) tidak berisi
peroksidase dan berada di kiri scattergram, dengan LUCs berada di kiri atas.
Hitung basofil dengan limfosit kecil membutuhkan analisis lebih lanjut pada
saluran BASO. Pada saluran BASO, sel dicampur dengan reagen berisi surfaktan
dalam larutan asam. Hanya basofil resisten untuk lisis. Analisis dilakukan pada
parameter sinar pendaran 2-30 dan 5-150 (Longanbach et al, 2016; Siemens
Healthcare Diagnostics, 2010).

Gambar 2.18. Scatterplot leukosit pada Advia 2120 (Siemens Healthcare


Diagnostics, 2010)
2.6 Kalibrasi dan Kontrol
Kalibrasi penting untuk mendapatkan data yang akurat. Kalibrasi, atau
proses koreksi elektronik instrumen untuk bias analitik. Kalibrasi berhasil jika
metode referensi, material referensi, atau kalibrator yang telah dipersiapkan
digunakan dengan tepat ( Longanbach et al, 2016).
Metode-metode dibawah ini direkomendasikan untuk mengkalibrasi tidak
hanya dalam flow cytometer, tetapi untuk penghitung sel otomatis (Briggs et al,
2011):
1. Dengan menggunakan spesimen darah segar dimana nilainya telah diukur
untuk hitung Hemoglobin, hematokrit, eritrosit, leukosit, dan platelet
menggunakan metode referensi standar.
2. Dengan menggunakan kalibran standar (baik dengan darah yang telah
diawetkan atau substitusinya) dimana nilainya telah dibandingkan dengan
darah normal segar.
3. Menggunakan kalibran komersial dengan nilai yang telah diketahui
(partikel komersial yang dibuat khusus untuk kalibrasi)
Kalibrasi harus dilakukan pada awal instalasi dan diverifikasi setidaknya 6
bulan berdasarkan CLIA. Rekalibrasi periodik diperlukan setelah perbaikan besar
yang berkaitan dengan kesejajaran optikal atau pemindahan bagian (Longanbach
et al, 2016).
Quality control adalah komponen penting untuk memastikan hasil tes yang
didapatkan dari sampel pasien dapat dipercaya, mendeteksi masalah dalam
analyzer hematologi sehingga bisa dikoreksi sebelum hasil pasien dipengaruhi.
Materi kontrol dapat berasal dari darah pasien atau suspense sel stabil yang telah
memiliki mean dan standar deviasi (SD). Penentuan mean dan standar deviasi
yang paling akurat adalah berdasarkan data minimal 20 kontrol. Nilai-nilai kontrol
ini dievaluasi setiap hari dengan frekuensi sesuai jumlah pasien dan diplot dalam
chart khusus yang disebut levey-jennings. Analisis grafik menggunakan aturan
westgard, sehingga dapat dinilai apakah terjadi kesalahan acak atau sistematik
yang terjadi pada alat (Burns et al, 2016).

2.7 Pengganggu dan Flagging


Gangguan pada analyzer hematologi dapat dibagi menjadi dua, yaitu
gangguan pada instrument, atau gangguan pada spesimen. Gangguan pada
instrumen, selain berkaitan dengan gangguan pada komponen-komponen tertentu
flow cytometer, juga menyangkut keterbatasan merk alat. Contohnya adalah
keterbatasan alat untuk mengidentifikasi eritrosit berinti, mikromegakaryosit,
eritrosit yang resisten terhadap lisis, leukosit yang rapuh, dan sel muda.
Keterbatasan dan pengganggu alat biasanya dicantumkan pada manual operasi
masing-masing alat. Sementara itu, gangguan pada spesimen adalah adanya
substansi pengganggu atau kualitas spesimen yang buruk. Contoh dari gangguan
ini adalah adanya cold agglutinin, ikterus, dan lipemia pada spesimen serta usia
spesimen yang lama dan penanganan spesimen yang buruk (Longanbach et al,
2016).
Verifikasi hasil pemeriksaan perlu dilakukan oleh ahli laboratorium
sebelum hasil keluar. Kecurigaan hasil tes abnormal, atau dilaporkan flagging
oleh alat, dan ketidaksesuaian dengan hasil sebelumnya (delta checks), membuat
ahli laboratorium harus mengecek sumber potensial terjadinya kesalahan,
misalnya pada sampel, hapusan darah tepi, atau mengecek kondisi pasien (Burns
et al, 2016).
Tabel hasil abnormal, penyebab, indikator dan tindakan koreksi (Burn et al, 2016;
Longanbach, 2016)

Parameter Kemungkinan penyebab Indikator yang Tindakan yang


yang salah terlihat pada dapat dilakukan
instrument
Leukosit
Leukosit Gangguan di platelet Interference pada Pengenceran
meningkat (platelet clump, giant histogram leukosit manual, inkubasi
palsu platelet, EDTA (eritrosit resisten agar eritrosit lisis
menginduksi agregasi lisis, eritrosit Instrumen terbaru
platelet), sel tertentu berinti) dapat
(eritrosit berinti, Flagging (platelet mengeliminasi
mikromegakaryosit, clump/URI), gangguan akibat
fragmen megakaryosit), abnormalitas eritrosit berinti, dan
eritrosit tidak terlisis histogram pada mikromegakaryobla
(adanya HbC,
kemoterapi, cold populasi limfosit st
agglutinin), presipitat Pembacaan hapusan
abnormal darah tepi dan
(cryoglobulinemia, koreksi hitung
cryofibrinogenemia), leukosit
parasit intereritrosit Ambil ulang
(malaria), carryover spesimen dengan
antara sampel dalam sodium sitrat dan
ruang pengenceran dikali 1.1 (platelet
(sampel sebelumnya clump)
leukositosis ekstrim)
Leukosit Lisis sel (artifak
menurun penyimpaan, leukemia,
palsu uremia, imunosupresi),
agregasi sel (neutrofil
segmen agregasi
diinduksi antikoagulan),
sampel clotting

2.8 Kesalahan Dalam Penghitungan Diferensial Otomatis


Hitung diferensial otomatis harus dianggap sebagai sarana skrining
sampel darah untuk kelainan dan menghasilkan hitungan diferensial ketika hanya
ada kelainan numerik. Instrumen mungkin menunjukkan ketidakakuratan
sistematis atau mungkin tidak akurat hanya dengan spesimen abnormal dari
berbagai jenis.
Ketika penghitungan otomatis rata-rata untuk kategori leukosit yang berbeda
dibandingkan dengan penghitungan manual rata-rata, tidak jarang instrumen
otomatis menunjukkan ketidakakuratan yang signifikan secara statistik tetapi
terlalu kecil untuk kepentingan praktis. Bahkan ketika perbedaan lebih besar itu
belum tentu menjadi masalah praktis selama jumlah perbedaan pada sampel
pasien dibandingkan dengan rentang referensi yang diturunkan dengan hati-hati
untuk instrumen yang sama.
Seringkali tidak mungkin mendapatkan penghitungan otomatis yang
akurat pada spesimen darah dengan karakteristik abnormal, mis. jika ada sel yang
instrumennya tidak memiliki kriteria pengenalan. Filosofi berbeda antara
produsen instrumen, apakah hitungan pada sampel seperti itu biasanya ditolak
(STKS dan Sysmex NE-8000) atau apakah hitungan biasanya diproduksi tetapi
'ditandai' (seri Bayer H.1 dan Cell-Dyn 3000) [43 ]. Kelemahan yang mungkin
dari kebijakan yang terakhir ini adalah bahwa ada beberapa pekerja laboratorium
yang cenderung mempercayai angka apa pun yang dihasilkan oleh instrumen
laboratorium, bahkan jika itu ditandai. Namun, yang lebih memprihatinkan adalah
terjadinya penghitungan yang tidak akurat yang tidak ditandai. Semua instrumen
gagal menandai beberapa sampel yang mengandung NRBC, granulosit imatur,
limfosit atipikal, dan bahkan, kadang-kadang, sel blast.
Penyimpanan darah pada suhu kamar, misalnya selama pengangkutan
dari klinik terdekat atau rumah sakit satelit, menyebabkan pengukuran yang tidak
akurat tetapi waktu yang diperlukan untuk terjadinya ketidakakuratan tersebut
berbeda menurut instrumen dan jenis sel. Efek penyimpanan umumnya lebih
besar dengan penghitung impedansi dibandingkan dengan instrumen hamburan
cahaya sitokimia. Pengaruh penyimpanan jauh lebih sedikit jika spesimen dapat
disimpan pada suhu 4°C ketika ada penundaan dalam analisis yang diantisipasi.

2.8.1 Hitungan diferensial dua bagian dan tiga bagian pada penghitung darah
penuh otomatis berbasis impedansi
Tak pelak lagi, jumlah diferensial dua bagian dan tiga bagian tidak
mengidentifikasi peningkatan eosinofil atau basofil dan jumlah diferensial dua
bagian tidak mengidentifikasi monositosis. Hilangnya informasi yang bermanfaat
secara klinis tidak besar karena sebagian besar penghitungan diferensial dilakukan
untuk mendeteksi kelainan jumlah neutrofil atau limfosit. Jumlah 'monosit' atau
'sel mononukleus' juga tidak terlalu akurat karena beberapa eosinofil, basofil, dan
neutrofil dihitung dalam kategori ini [44]. Hitungan diferensial tiga bagian
otomatis pada penghitung Coulter dan instrumen impedansi lainnya mungkin
tidak akurat dalam waktu 30 menit setelah venaseksi dan menjadi tidak akurat lagi
ketika darah telah disimpan pada suhu kamar selama lebih dari 6 jam. Kemudian
ada penurunan jumlah neutrofil dan peningkatan jumlah 'sel mononuklear', yang
progresif seiring waktu.
Sebagian besar (tetapi tidak semua) spesimen yang mengandung NRBC,
sel blast, granulosit imatur, dan limfosit atipikal ditandai oleh penghitung
diferensial otomatis tiga bagian berbasis impedansi.
1

BAB III
RINGKASAN

Ada berbagai alat dan metode pengukuran yang digunakan untuk


menghitung jumlah leukosit, salah satu yang masih banyak digunakan adalah
metode pengukuran impedansi dan flow cytometry.
Impedansi elektrik dikenal juga dengan prinsip Coulter. Prinsip coulter
adalah prinsip hambatan listrik yang bergantung pada deteksi dan pengukuran
perubahan hambatan listrik yang dihasilkan oleh sel saat mereka melintasi celah
kecil yang dimana sel darah tidak konduktif.
Impedansi elektrik banyak dipakai baik dalam bidang nonmedis, maupun
bidang medis. Dalam bidang medis, impedansi elektrik digunakan di
laboratorium. Perbedaan alat dan metode untuk pemeriksaan laboratorium penting
untuk diketahui. Dengan adanya perbedaan berbagai alat dan metode pengukuran
yang dipakai untuk pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan yang didapat
oleh tiap metode pengukuran akan memiliki nilai yang bervariasi.
Flow cytometry adalah metode untuk menghitung karakteristik partikel
tunggal, baik berupa sel atau mikroorganisme tertentu melalui tembakan sinar
yang dilewati dalam suatu aliran. Flow cytometry terbagi menjadi empat sistem
besar, yaitu sistem fluidik, sistem optik, sistem elektronik dan sistem analisis data.
Keempat sistem ini harus terkalibrasi dan terkontrol dengan baik sehingga
performa alat maksimal dan meminimalisir pengganggu. Penggunaan klinis Flow
cytometry dalam hematologi adalah untuk mengetahui jumlah dan karakteristik
eritrosit, leukosit, dan platelet, sehingga menjadi acuan untuk membantu diagnosis
atau monitoring terapi. Gangguan pada flow cytometry dibagi menjadi gangguan
pada instrument dan gangguan pada spesimen. Gangguan-gangguan tersebut dapat
diketahui melalui pelanggaran aturan westgard dalam quality control harian,
flagging, serta distribusi histogram dan scatterplot yang abnormal. Tindakan
koreksi dapat dilakukan dengan penanganan khusus pada spesimen, konfirmasi
dengan hapusan darah tepi, bahkan dengan pengambilan sampel ulang.
2

DAFTAR PUSTAKA

Bera TK. 2018. Applications of electrical impedance tomography (EIT): A short


review. IOP Conf Series: Material Science and Engineering. 331: 012004.
Boukamp BA. 2004. Impedance spectroscopy, strength and limitations.
Technisches Messen. 71: 454-459.
Bruce H., Kottke-Marchant, Kandice, Davis, 2012. Laboratory Hematology
Practice. USA: Willey Black Well.
Burns C. 2015. Automation in hematology. In: Mckenzi S, William J. Clinical
Laboratory Hematology. Pearson. 3: 864-887.
Gheorghiu E. 2020. Electrical impedance assays of blood cells. Blood and
Genomics. 4(1): 1-8.
Liu J, Qing Y, Alvarez O, Du E. 2019. Electrical impedance characterization of
erythrocyte response to cyclic hypoxia in sickle cell disease. ACS Sens. 4: 1783-
1790.
Longanbach S, Miers MK. 2016. Automated blood cell analysis. In: Keohane EM,
Smith LJ, Walenga JM. Rodak hematology: Clinical principle and applications.
Missouri: Elsevier. 5: 208-228.
Meer P, Margriet J, Anne M, Janny W. 2009. Counting platelets in platelet
concentrates on hematology analyzers a multicenter comparative study. In:
Transfusion. 2009 Jan;49(1):81-90.
Moosavi S, Rezaie A, Pimentel M, Pichetshote N. 2020. Atlas of high-resolution
manometry, impedance and pH monitoring. Switzerland: Springer. 1(1): 10-12.
Sukmana N, Ariyadi T, Sukeksi A. 2018. Perbedaan jumlah trombosit metode
impedance dan flowcytometri pada penderita trombositopenia. UNIMUS. 1-4.
Yamao Y. 2000. Automatic blood cell and CRP counter with three-part
differential measurement of white blood cells, The LC-170 CRP. HORIBA. 20-25.
Yaqin, Moh. Ainul. 2015. Analisis Tahap Pemeriksaan Pra Analitik sebagai
Upaya Peningkatan Mutu Hasil Laboratorium di RS.Muji Rahayu Surabaya.
Jurnal Sains Vol. 5 No.10 (2015). ISSN 2087-0725.
q1`
3

Anda mungkin juga menyukai