Anda di halaman 1dari 22

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

CHITOSAN KULIT KEPITING BAKAU(Scylla sirrata) SEBAGAI


KOAGULAN LIMBAH TAHU

BIDANG KEGIATAN :

PKM GAGASAN TERTULIS

Diusulkan oleh :

RAI KANIA IZATINISA 31213359 (2013)

ANI SANIAH 21113008 (2013)

TAUFIK SUKMANA 21113027 (2013)

Universitas Serang Raya

Kota Serang Banten

2015
2
DAFTAR ISI
Pengesahan PKM Gagasan Tertulis ............................................................. 2
Daftar Isi .......................................................................................................... 3
Ringkasan ........................................................................................................ 4
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 5
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 5
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 6
BAB II GAGASAN ........................................................................................ 7
2.1 Chitosan ................................................................................................ 7
2.2 Limbah Tahu ......................................................................................... 7
2.3 Penerapan Prinsip 3R pada Proses Pengolahan Limbah Tahu .............. 8
2.4 Solusi dan Rancangan Percobaan .......................................................... 9
2.5 Pelaksanaan Percobaan.......................................................................... 10
2.6 Pengamatan ........................................................................................... 11
2.7 Pihak-pihak yang Terkait ...................................................................... 11
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 13
3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 13
Daftar Pustaka................................................................................................ 14
Lampiran-Lampiran ...................................................................................... 15

3
RINGKASAN

Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik


limbah padat maupun cair. Limbah padat belum dirasakan dampaknya terhadap
lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair
akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai tanpa
pengelolaan terlebih dahulu akan menyebabkan pencemaran bagi manusia dan
lingkungan. Masalah tersebut timbul dikarenakan juga ketidak mampuan daya
dukung sungai terhadap sungai untuk mengadakan netralisasi. Teknologi
pengolahan limbah tahu dapat dilakukan dengan proses pemanfaatan Chitosan
kulit kepiting.
Chitosan adalah khitin yang diperoleh dari deasetilasi khitin. Adanya gugus
amina dalam Chitosan meningkatkan aktifitasnya, sehingga menjadi suatu
senyawa polikationik yang sangat bermanfaat untuk koagulan air keruh. Karena
khitin adalah polimer alam yang ditemukan dalam kulit kepiting maupun udang,
Chitosan juga terbiodegradasi dan ramah lingkungan.
Dalam kulit kepiting, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang
berikatan dengan garam-garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3),
protein dan lipida termasuk pigmen-pigmen. Oleh karena itu untuk memperoleh
khitin dari kulit kepiting melibatkan proses-proses pemisahan protein
(deproteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi). Sedangkan untuk
mendapatkan Chitosan dilanjutkan dengan proses diasetilasi. Reaksi pembentukan
Chitosan dari khitin merupakan reaksi hidrolisa suatu amida oleh suatu basa.
Khitin bertindak sebagai amida dan NaOH sebagai basanya. Mula-mula terjadi
reaksi adisi, dimana gugus OH- masuk ke dalam gugus NHCOCH3 kemudian
terjadi eliminasi gugus CH3COO- sehingga dihasilkan suatu amida yaitu Chitosan.
Dengan demikian, penelitian ini menggunakan limbah kulit kepiting sebagai
material dasar untuk mendapatkan Chitosan, dan mempelajari efesiensi dan
efektifitas Chitosan sebagai koagulan pada limbah industri tahu. Adapun tujuan
dari penelitian ini untuk mengetahui Chitosan sebagai koagulan pada limbah tahu,
konsentrasi Chitosan yang tepat yang dibutuhkan untuk mendapatkan endapan
terbanyak dan konsentrasi Chitosan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pH
netral.

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di


Indonesia, yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain mengandung
gizi yang baik, pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Hampir di tiap
kota di Indonesia di jumpai industri tahu. Dan saat ini, usaha tahu di Indonesia
rata-rata masih dilakukan dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat
efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan baku) dirasakan masih rendah
dan tingkat produksi limbahnya juga relatif tinggi. Industri tahu dalam proses
pengolahannya menghasilkan limbah baik limbah padat maupun cair. Limbah
padat belum dirasakan dampaknya terhadap lingkungan karena dapat
dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair akan mengakibatkan bau
busuk dan bila dibuang langsung ke sungai tanpa pengelolaan terlebih dahulu
akan menyebabkan pencemaran bagi manusia dan lingkungan. Masalah tersebut
timbul dikarenakan juga ketidak mampuan daya dukung sungai terhadap sungai
untuk mengadakan netralisasi. Teknologi pengolahan limbah tahu dapat dilakukan
dengan proses pemanfaatan Chitosan kulit kepiting.

Kepiting adalah salah satu potensi perikanan laut Indonesia yang saat ini
merupakan komoditas eksport unggulan hasil perikanan, khususnya ekport ke
Jepang, Uni Eropa dan Amerika Serikat. Menurut data BPS, nilai eksport kepiting
ini pada tahun 2013 mencapai 283.643,1 dolar US, dan nilai ini selalu meningkat
dari tahun ke tahun. Sebagian besar, kepiting ini diekspor dalam bentuk kepiting
beku tanpa kepala dan kulit. Produksi kepiting yang diekspor pada tahun 2013
sebanyak 100.444,8 ton dalam bentuk tanpa kepala dan kulit, sedangkan yang
dikonsumsi dalam negeri diperkirangan jauh lebih banyak. Dengan demikian
jumlah hasil samping produksi yang berupa kepala, kulit, ekor maupun kaki
kepiting yang umumnya 25-50 % dari berat, sangat berlimpah. Hasil limbah ini di
Indonesia belum banyak digunakan sehingga hanya menjadi limbah yang
mengganggu lingkungan yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal.
Dengan demikian pemanfaatan limbah ini akan menambah nilai ekonomis
terhadap limbah kepiting. Kulit kepiting limbah ini dapat ditansformasikan
menjadi Chitosan. Chitosan adalah khitin yang diperoleh dari deasetilasi khitin.
Adanya gugus amina dalam Chitosan meningkatkan aktifitasnya, sehingga
menjadi suatu senyawa polikationik yang sangat bermanfaat untuk koagulan air
keruh. Karena khitin adalah polimer alam yang ditemukan dalam kulit kepiting
maupun udang, Chitosan juga terbiodegradasi dan ramah lingkungan.

Adapun beberapa penelitian tentang chitosan antara lain, memanfaatkan


chitosan untuk memperpanjang waktu penyimpanan makanan atau formalin.

5
Tetapi penelitian ini kita mengaplikankannya berbeda yaitu Chitosan untuk
koagulan limbah tahu, agar air yang terjemar limbah tahu dapat kembali netral dan
dapat di gunakan oleh masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dari penelitian ini kami merumuskan suatu permasalahan yaitu :

1. Apakah Chitosan dapat digunakan sebagai koagulan pada limbah


tahu?
2. Berapa konsentrasi Chitosan yang dibutuhkan untuk mendapatkan
endapan terbanyak?
3. Berapa konsentrasi Chitosan yang dibutuhkan untuk mendapatkan pH
netral?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu :

1. Untuk mengetahui Chitosan sebagai keogulan pada limbah tahu


2. Untuk mengetahui konsentrasi Chitosan yang tepat yang dibutuhkan
untuk mendapatkan endapan terbanyak
3. Untuk mengetahui konsentrasi Chitosan yang dibutuhkan untuk
mendapatkan pH netral

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

A. Manfaat Khusus (Peneliti)


1. Meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit kepiting dengan memanfaatkan
chitosan kulit kepiting sebagai koagulan pada limbah tahu
B. Manfaat Umum
1. Bagi pemerintah : dapat membuat kebijakan untuk
menanggulangi pencemaran lingkungan dari limbah tahu.
2. Bagi industri tahu : dapat lebih memperhatikan proses
penanganan limbah tahu sehingga tidak menyebabkan pencemaran
lingkunagn yang mengganggu keseimbangan ekosistem

6
BAB II

GAGASAN

2.1 Chitosan

Chitosan adalah modifikasi dari senyawa khitin yang banyak terdapat


dalam kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting.
Khasiat Chitosan sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk
mengimobilisasi bakteri tampaknya menjadikan Chitosan dapat digunakan
sebagai pengawet makanan. Daya hambat chitosan terhadap bakteri tergantung
dari konsentrasi pelarutan Chitosan ( Sedjati, 2006).

Sedjati (2006) menyatakan bahwa Chitosan kering tidak mempunyai titik


lebur. Bila Chitosan disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama pada suhu
sekitar 100oF maka sifat kelarutannya dan viskositasnya akan berubah. Bila
Chitosan disimpan lama dalam keadaan terbuka (terjadi kontak dengan udara)
maka akan terjadi dekomposisi, warnanya menjadi kekuningan dan viskositas
larutan menjadi berkurang. Hal ini dapat digambarkan seperti kapas atau kertas
yang tidak stabil terhadap udara, panas dan sebagainya.

Chitosan mempunyai potensi untuk digunakan dalam industri dan bidang


kesehatan. Beberapa kegunaan chitosan antara lain sebagai:

1. Membran penukar ion


2. Bahan pemurni air
3. Bahan baku benang untuk operasi plastik/bedah
4. Bahan powder untuk sarung tangan pembedahan
5. Koagulan dan flokulan

Partikel-partikel dalam sistem koloid mempunyai ukuran yang sangat


-7 -5
kecil yaitu berkisar antara 10 cm sampai dengan 10 cm. Sifat partikel selalu
dalam keadaan stabil, hal ini disebabkan karena muatan antar patikel sama
sehingga terjadi gaya tolak menolak. Karena sifatnya tersebut maka partikel
koloid akan selalu menyebabkan kekeruhan dan sulit untuk dipisahkan dengan
cara penyaringan maupun pengendapan. Salah satu cara untuk dapat
memperbesar ukuran partikel tersebut adalah dengan menetralkan muatan
partikel dengan jalan menambahkan larutan kimia tertentu, sehingga partikel-
partikel koloid akan membentuk suatu gumpalan. Cara tersebut dinamakan
koagulasi.

2.2 Limbah Tahu

7
Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap
hari oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu menghasilkan 2 jenis limbah,
limbah padat dan limbah cair. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan.
Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi.
Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak
negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan
pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar.

Banyak pabrik tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki


proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan pemilik pabrik tahu untuk
mengolah limbah cairnya disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya
proses pengolahan limbah.

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu
adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih.
Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai.
Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih
dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber
limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses,
pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai.

2.3 Penerapan Prinsip 3R pada Proses Pengolahan Limbah Tahu


1. Reduce
a) Pengolahan Limbah Secara Fisika

Pada umumunya, sebelum dilakukan pengelolaan lanjutan


terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi
berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang
terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening)
merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan
tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah
mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan.
Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah
kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak
pengendap.

b) Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengelolaan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk


menghasilkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid),
logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan
membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan
bahan- bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan

8
sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi
mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi
oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

c) Pengolahan Limbah Secara Biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara


biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi
dipandang sebagai pengolahan yang paling murah. Pada dasarnya,
reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

1) Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);


2) Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).
2. Reuse

Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan


sebagai alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan karena dalam
ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak
(5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar
(16,53 persen), dan air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk
mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan.

3. Recycle

Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang


kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-
hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan
seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air dadih.

2.4 Solusi dan Rancangan Percobaan

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun


terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, yang akan menghasilkan zat
beracun atau menciptakan media untuk tumbuhnya bakteri dimana bakteri ini
dapat berupa bakteri penyakit atau bakteri lainnya yang merugikan baik pada
tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan dalam air limbah akan
berubah warnanya menjadi coklat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini
akan mengakibatkan pencemaran udara. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai
maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan maka akan
menimbulkan penyakit gatal, diare, dan penyakit lainnya. Solusi agar limbah
dapat di alirkan ke sungai dengan penganganan yang baik antara lain meliputi
metoda pengendapan kimia, salah satunya dengan menggunakan Chitosan.

9
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode eksperimental
laboratorium dengan objek penelitian pengolahan koagulan air limbah tahu
yang di tambahkan Chitosan kulit kepiting.

Sedangkan rancangan percobaanlam penelitian ini adalah dengan


membandingkan pemberian konsentrasi larutan Chitosan.

2.5 Pelaksanaan Percobaan


1. Pembuatan Chitosan kulit kepiting

Percobaan ini merupakan percobaan yang paling mendasar pada


proses pemanfaatan limbah kulit kepiting sebagai biosorpsi pada limbah
tahu.

Cara kerja :

a. Kulit kepiting yang akan digunakan dicuci sampai bersih dan


direndam didalam air mineral selama 1 hari.
b. Kemudian hasil rendaman ditiriskan dan dijemur selama kurang
lebih 3 hari.
c. Setelah menunggu 3 hari. kulit kepiting ditumbuk sampai benar
benar halus dengan tumbukan kemudian diayak sehingga
menyerupai serbuk .
d. Pertama-tama serbuk kulit kepiting melalui tahap deproteinasi,
yaitu serbuk kulit kepiting direndam dalam larutan NaOH 1 M
dengan perbandingan 1 : 5 untuk kulit kepiting : Larutan.
e. Aduk larutan tersebut bersama serbuk kulit kepiting selama 1 jam.
f. Kemudian dipanaskan dengan suhu 90 derajat celcius diatas
kompor gas selama 1 jam.
g. Lalu didinginkan.
h. Kemudian disaring dan dicuci menggunakan air mineral sampai pH
netral.
i. Ditiriskan lalu dikeringkan.
j. Setelah dikeringkan, tahapan selanjutnya yaitu demineralisasi.
Pertama serbuk limbah kulit kepiting hasil deproteinasi direndam
dalam larutan CH3COOH 1 M dengan perbandingan 10 : 1 untuk
pelarut : hasil deproteinasi.
k. Diaduk selama 1 jam.
l. Kemudian dipanaskan selama 1 jam dengan suhu 90 derajat
Celsius.
m. Setelah itu disaring dan kemudian didinginkan.
n. Lalu dicuci menggunakan air mineral sampai pH netral.
o. Kemudian dikeringkan dan jadilah khitin.

10
p. Tahap yang terakhir yaitu tahap pengubahan khitin menjadi
Chitosan. Pertama khitin direndam dalam larutan NaOH 1 M
dengan perbandingan 20 : 1 untuk larutan : khitin (hasil tahap
demineralisasi).
q. Diaduk selama satu jam.
r. Dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140 derajat Celsius.
s. Kemudian didinginkan dan disaring.
t. Selanjutnya dicuci dengan air mineral sampai pH netral.
u. Dikeringkan, dan jadilah Chitosan yang siap digunakan untuk
koagulan pada limbah tahu.
2. Orientasi pemberian Chitosan sebagai biosorpsi pada limbah
a. Masukan sample air limbah sebanyak 5 ml kedalam masing-
masing tabung reaksi (N0, N1, N2, N3) dengan instrumen: pipet
tetes 15 cm, gelas ukur kapasitas 10 ml, dan tabung reaksi
kapasitas 10 ml.
b. Masukan Chitosan pada tabung 1 (N1), 2 (N2) dan tabung 3 (N3)
dengan masing-masing perbandingan jumlah Chitosan yang
berbeda
c. Aduk secara bersamaan dengan batang pengaduk 18 cm selama 15
detik
d. Diamkan selama 60 menit
e. Mengamati masing-masing perlakuan, yaitu kejernihan, massa
endapan, pH

2.6 Pengamatan
- Kejernihan Limbah

Kejernihan limbah ini diamati dengan uji sensori visual dengan


membandingkan masing-masing pelakuan, yang terbaik adalah yang
memiliki warna sangat jernih

- Masa endapan

Masa endapan yaitu diamati dengan menimbang endapan yang


terbentuk, koagulan yang baik adalah dengan jumlah endapan yang
paling besar

- pH

pengukuran pH diakukan dengan pH universal

2.7 Pihak-pihak yang Terkait

Gagasan pemanfaatan Chitosan ini akan terwujud apabila adanya


dukungan dari investor untuk mengucurkan dana. Serta adanya dukungan dari

11
program pemerintahan Provinsi Banten sebagai pelaksana. Dinas Kesehatan
dan Badan Pengelola Lingkungan juga ikut digerakan untuk solialisasi kepada
industry tahu agar pembuangan limbah cair dari industry tahu ini dapat dikelola
dengan baik dan tepat sehingga limbah tersebut tidak mencemari lingkungan.

12
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun


terlarut, akan mengalami perubahan fisika dan kimia. Solusinya agar limbah
dapat di alirkan ke sungai dengan penanganan yang baik yaitu meliputi metode
pengendapan kimia, salah satunya dengan menggunakan Chitosan kulit
kepiting sebagai koagulan limbah tersebut. Sehingga limbah industri tahu dapat
ditanggulangi serta meningkatkan nilai ekonomis limbah kulit kepiting.

Prediksi hasil yang akan diperoleh dari penelitian ini pertama melihat
dari,

- Kejernihan Limbah yang diamati dengan uji sensori visual dengan


membandingkan masing-masing pelakuan, yang terbaik adalah yang
memiliki warna sangat jernih.
- Masa endapan yaitu yang diamati dengan menimbang endapan yang
terbentuk, koagulan yang baik adalah dengan jumlah endapan yang
paling besar
- Pengukuran pH diakukan dengan pH universal

13
DAFTAR PUSTAKA

Angka,S.L.,Suhartono, M.T.,2000, Pemanfaatan Limbah Hasil Laut. Bioteknologi


Hasil Laut, Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan, IPB, Bogor.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), 2007, Air Bersih Bebas
Bakteri dan Zat Kimia. www.walhi.or.id/air . Diakses pada tanggal 22
Februari 2012.

Badan Pusat Statistik (BPS), 2013. Ekspor Kepiting dan Kerang Kerangan
Menurut Negara Tujuan Utama, 2002 - 2013.
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1020. Diakses pada tanggal
23 Maret 2015.

Oliver Mangara Tua B Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Biogas . 15 Januari


2015. Tersedia dari : http://majalahenergi.com/forum/energi-baru-dan-
terbarukan/bioenergy/pengolahan-limbah-tahu-menjadi-biogas

Sedjadi, S, 2006. The effect of Chitosan concetration on the quality of salted and
dried fish ( Stolephorus Heterolobus ) daring strange at room temperature.
Ph. D. Thesis, Diponegoro University, Semarang.

14
15
16
17
18
19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai