Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Analisis Kualitas Lingkungan

Pencemaran Dari Bahan Limbah Industry Tempe, Dan


Dampak Pada Kualitas Lingkungan Serta Gangguan
Kesehatan Yang Ditimbulkan

Disusun Oleh :
Reski Yuliana Sulbanir (K011171034)
Alicia Gabriela Elisyeva (K011171059)
Yusniar Anggraeni (K0111710512)
Ema Arisandi (K011181706)

KELOMPOK 1
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2. Masalah Topik yang Dibahas ............................................................... 2
1.3. Teori Tentang Topik............................................................................. 2
1.4. Rumusan Masalah................................................................................. 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1. Identifikasi, Transport Transfer Dan Akumulasi Bahan Pencemar...... 3
2.2. Dampak Pencemaran pada Lingkungan ...............................................
2.3. Dampak Kesehatan dan Penyakit yang Ditimbulkan............................ 11
2.4. Model Baru Penanganan yang Akan diaplikasikan.............................. 13
2.5. Hambatan dan Keberhasilan.................................................................
2.6. Keunggulan...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tempe adalah salah satu makanan tradisional khas Indonesia yang dibuat dari
biji kedelai yang diproses melalui proses fermentasi dengan bantuan starter atau lebih
dikenal dengan sebutan “ragi tempe”. Seiring perkembangannya, saat ini tempe telah
dikenal sebagai makanan sehat yang mengandung nutrisi-nutrisi penting untuk
kesehatan manusia. Fermentasi adalah salah satu tahapan terpenting dalam
memproduksi tempe yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang
mudah dicerna. Proses ini juga juga yang menghasilkan senyawasenyawa yang
menyebabkan tempe memiliki rasa dan aroma khas. Tempe yang banyak dijumpai,
khususnya di pasarpasar tradisional, adalah tempe yang dikemas dengan daun pisang
dan plastik. Daun pisang merupakan bahan pembungkus yang banyak digunakan
untuk membungkus makanan-makanan tradisional Indonesia. Bahan ini digunakan
karena murah dan mudah didapat. Sebelum produk tempe dikenal secara luas,
pembuatan tempe selalu menggunakan daun sebagai bahan pembungkus seperti daun
pisang dan daun jati. Hingga pada akhir tahun 1960-an atau awal taun 1970-an
pengrajin tempe mulai menggunakan bahan plastik (polietilen) sebagai pembungkus
menggantikan daun pisang.
Tempe mempunyai peranan yang besar dalam usaha meningkatkan gizi
masyarakat terutama bagi golongan menengah ke bawah. Industri tempe sebagian
besar masih merupakan industri rumah tangga yang dikerjakan secara tradisional,
telah mampu menyerap banyak tenaga kerja untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat. Pengolahan pembuatan tempe menghasilkan produk sampingan berupa
limbah cair, padatan tersuspensi maupun terlarut. Pembuangan limbah cair tempe di
lingkungan meyebabkan perubahan lingkungan secara fisik, kimia dan biologis, yang
dapat mengganggu keseimbangan serta mencemari lingkungan sekitar
Jumlah pabrik tempe yang banyak dan sebagian besar mengambil lokasi di
sekitar sungai ataupun selokan guna memudahkan proses pembuangan limbahnya,
akan sangat mencemari lingkungan perairan di sekitarnya. Hal ini dapat terjadi karena
belum adanya upaya pengolahan limbah. Limbah dibuang langsung ke badan air tanpa
pengolahan terlebih dahulu, berpotensi menimbulkan kerusakan dan
ketidakseimbangan biologis di alam. Oleh sebab itu penting untuk adanya proses
pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air.
Proses Pembuatan Tempe Tempe merupakan hasil fermentasi kedelai, dan
secara garis besar urutan proses pembuatan tempe adalan sebagai berikut :
1) Kedelai dimasak, setelah masak kedelai direndam 1 malam hingga lunak dan terasa
berlendir, kemudian kedelai dicuci hingga bersih.
2) Kedelai dipecah dengan mesin pemecah, hingga kedelai terbelah dua dan kulit
kedelai terpisah.
3) Kulit kedelai dipisahkan dengan cara hasil pemecahan kedelai dimasukkan ke
dalam air, sehingga kulit kedelai mengambang dan dapat dipisahkan.

1
4) Kedelai kupas dicuci kembali hingga bersih, kemudian peragian dengan cara
kedelai dicampurkan ragi yang telah dilarutkan dan didiamkan selama lebih kurang
10 menit.
5) Kedelai yang telah mengandung ragi ditiriskan hingga hampir kering, kemudian
dibungkus dengan daun pisang. Setelah fermentasi selama 2 hari diperoleh tempe.
1.2. MASALAH TOPIK YANG DIBAHAS
Proses pembuatan tahu dan tempe masih sangat tradisional dan memakai tenaga
manusia. Bahan baku yang digunakan adalah kedelai. Konsumsi kedelai Indonesia
pada tahun 1995 telah mencapai 2.287.317 ton). Lebih dari separuh konsumsi kedelai
Indonesia dipergunakan untuk diolah menjadi tempe dan tahu. Selain keuntungan -
keuntungan dari tahu dan tempe ternyata produksi tahu dan tempe menimbulkan
beberapa masalah terhadap lingkungan. Terutama oleh industri skala kecil yang
terletak di tengah - tengah pemukiman. Produksi tahu dan tempe menghasilkan limbah
cair. Apabila tidak setiap industri tidak mengolah limbahnya terlebih dahulu dan
langsung dibuang ke sungai atau aliran sawah, tentunya akan semakin merusak
lingkungan karena mencemari airnya dan mematikan mikroorganisme di dalamnya.
Oleh karena itu penting sekali bagi kita untuk mengetahui cara pengolahan limbah cair
tahu dan tempe, karena dari limbah tersebut juga dapat menghasilkan produk yang
dapat menguntungkan industri.
Disamping tahu dan tempe sebagai produk yang utama , industri tahu dan tempe
juga menghasilkan limbah cair tahu yang mengandung protein dan bahan organic yang
dibuang langsung ke lingkungan sehingga dapat menjadi sumber pencemaran
lingkungan. Disamping itu juga menghasilkan limbah padat yang berupa ampas tahu
yang dimanfaatkan untuk pakan ternak dan pembuatan tempe gembus, limbah cair
dari industri tahu juga dapat dijadikan gas bio melalui proses anaerobic yang dapat
dimanfaatkan untuk memasak.
Besarnya beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan yang
cukup serius terutama untuk perairan disekitar industry tahu dan tempe. Teknologi
pengolahan limbah atau tempe yang ada saat ini pada umumnya berupa pengolahan
limbah system anaerob. Dengan proses biologis anaerob, efisiensi pengolahan hanya
sekitar 70 - 80 % sehingga air lahannya masih mengandung kadar polutan organic
cukup tinggi, serta bau yang ditimbulkan dari system anaerob dan tingginya kadar
fosfat merupakan masalah yang belum dapat diatasi.
Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara kombinasi proses
biologis anaerob - aerob yakni proses penguaraian anaerob dan diikuti dengan proses
pengolahan lanjut dengan system biofilter anaerob - aerob. Dengan kombinasi proses
tersebut diharapkan konsentarsi COD dalam air olahan yang dihasilkan turun menjadi
10 ppm, sehingga jika dibuang tidaklagi mencemari lingkungan sekitarnya.
1.3. TEORI TENTANG TOPIK
Dalam proses pembuatan tempe memerlukan banyak air yang digunakan untuk
perendaman, pencucian dan perebusan kedelai, akibat dari besarnya pemakaian air
pada proses pembuatan tempe, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Jika limbah
tersebut langsung dibuang tanpa adanya pengolahan terlebih dahulu maka dalam
waktu relatif singkat akan menimbulkan bau busuk disekitar lokasi industri pembuatan
tempe. Pada proses pembuatan tempe diperlukan proses perebusan kedelai selama

2
kurang lebih setengah jam kemudian dilakukan perendaman kedelai selama satu
malam dan proses fermentasi selama dua hari, hampir disetiap tahap pembuatan tempe
menghasilkan limbah. Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari
protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnyapun dapat terkandung unsur
unsur tersebut.
Air buangan industri kualitasnya bergantung dari proses yang digunakan.
Apabila air prosesnya baik, maka kandungan bahan organic pada air buangannnya
biasanya rendah. Pada umumnya konsentrasi ion hydrogen buangan industri ini
cenderung bersifat asam. Komponen terbesar dari limbah cair yaitu protein ( N-total)
sebesar 226,06 sampai 434,78 mg /l. sehingga masuknya limbah cair tempe ke
lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di perairan tersebut.
Gas - gas yang biasa ditemukan dalam limbah adalah gas nitrogen (N2),
oksigen (O2), hydrogen sulfide (H2S), ammonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan
metana (CH4). Gas - gas tersebut berasal dari dekomposisi bahan - bahan organic
yang terdapat dalam air buangan.
Berdasarkan asalnya jenis limbah dikelompokkan menjadi dua yaitu limbah
organik dan limbah nonorganik. Limbah tempe termasuk dalam limbah organik,
dimana limbah organik terdiri atas bahanbahan yang besifat organik seperti dari
kegiatan rumah tangga, kegiatan industri. Limbah bisa dengan mudah diuraikan
melalui proses yang alami, misalnya dari pestisida, begitu pula dengan pemupukan
yang berlebihan. Limbah ini mempunyai sifat kimia yang stabil sehingga zat tersebut
akan mengendap kedalam tanah, dasar sungai, danau, serta laut dan selanjutnya akan
mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya. Sedangkan limbah rumah tangga
berupa seperti kertas, plastik dan air cucian. Limbah tersebut mempunyai racun yang
tinggi misalnya : sisa obat, baterai bekas, dan air aki. Limbah tersebut tergolong (B3)
yaitu bahan berbahaya dan beracun, sedangkan limbah air cucian, limbah kamar
mandi, dapat mengandung bibit-bibit penyakit atau pencemaran biologis seperti
bakteri, jamur, virus dan sebagainya.
Karateristik limbah tempe Karakteristik limbah tahu meliputi: suhu, warna,
bau, kekeruhan, padatan tersuspensi, pH, BOD dan COD.
1) Suhu
Suhu air limbah yang dihasilkan biasanya lebih tinggi dari suhu air pada saluran
umum. Seperti diketahui kelarutan oksipada air panas relatif kecil, sehingga dapat
menurunkan kelarutan oksigen pada saluran umum dimana air limbah tersebut
dibuang. Akibatnya dapat membahayakan kehidupan mikroba atau ikan yang ada
pada saluran tersebut.
2) Warna
Air limbah yang masih baru berwarna putih kekuningan. Lama kelamaan warna
air limbah akan berubah menjadi kehitam-hitaman dan berbau busuk karena telah
terjadi penguraian bahan organik yang dikandungnya.
3) Bau
Bau dapat mnjadi perkiraan apakah air limbah tersebut masih baru atau sudah
lama. Air limbah yang masih baru masih berbau seperti tahu dan akan menjadi
berbau asamsetelah berumur lebih dari satu hari, selanjutnya akan berbau busuk.
Bau tersebut berasal dari bau hidrogen sulfida dan amoniak yang berasal dari
proses pembusukan protein serta bahan organik lainya.

3
4) Kekeruhan
Kekeruhan yang terjadi karena adanya bahan organik (seperti karbohidrat dan
protein) yang mengalami penguraian serta bahan koloid yang sukar mengendap.
5) Padatan tersuspensi
Adanya padatan tersuspensi pada air limbah akan mempengaruhi ekeruhan.
Apabila terjadi pengendapan dan pembusukan di saluran, maka dapat mengubah
perairan tersebut.
6) pH
Perubahan pH pada air limbah menunjukkan bahwa telah terjadi aktifitas mikroba
yang mengubah bahan organik mudah terurai menjadi asam.
7) BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran bahan organik pada air limbah. BOD adalah banyaknya oksigen yang
dibutuhkan bakteri aerobik untuk menguraikan bahan organik di dalam air melalui
proses oksidasi biologis, (biasanya dihitung selama waktu 5 hari pada suhu 20
0C). Semakin tingginilai BOD di dalam air limbah, semakin tinggi pula tingkat
pencemaran yang ditimbulkan, nilai kadar normal BOD 50 - 600.
8) COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan parameter yang umum dipakai untuk menentukan tingkat
pencemaran bahan organik pada air limbahgen dibutuhkan untuk mengoksidasi,
nilai kadar normal COD 100-1000. Secara kimia bahan organik di dalam air. Uji
COD dapat dilakukan lebih cepat dari pada uji BOD, karena waktu yang
diperlukan sekitar 2 jam.
1.4. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian dari fakta masalah di atas, maka penulis dapat menunjukkan
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu :
1. Bagaimana transport transfer bahan pencemaran limbah tempe?
2. Apa dampak pencemaran limbah tempe pada lingkungan?
3. Apa dampak kesehatan dan penyakit yang ditimbulkan dari limbah tempe?
4. Bagaimana model baru penanganan limbah tempe yang dapat diaplikasikan?
5. Apa saja hambatan dan keberhasilan dari model baru penanganan limbah tempe?
6. Apa keunggulan dari model baru penanganan limbah tempe?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. IDENTIFIKASI, TRANSPORT TRANSFER, DAN AKUMULASI BAHAN


PENCEMARNYA
Semakin tinngi produksi tempe akan menghasilkan volume limbar cair yang lebih
tinggi. limbah cari menganduk polutan organik yang jika tidak terurai dengan baik
maka akna mengakibatkan meningkatnya kadar amoniak. sumber utama dari amoniak
berasal dari pembusukan bahan organik yang mengandung protein apabila proses
penguraian terjadi kekurangan oksigen dalam perairan maka akumulasi amoniak
menjadi tinggi, akhirnya akan merusak ekosistem sungai dan mematikan organisme
perairan. zonneveld, HUisman, dan Boon (1991) mengatakan bahwa amoniak dapat
menyebabkan kerusakan pada jringan insang ikan pada pH lebih dari 8 amoniak yang
terserap dalam darah akan mengakibatkan kerusakan sistem organ ikan. pemerintah
telah menetapkan Kep 51/MENLH/10/1995, sebagai baku mutu dimana kadr amoniak
berkisar antara 1-5 mg/L . amoniak dalam limbah cair tempe tersebut akan diuraikan
oleh bakteri aerob dan anaerob seperti bakteri Bacteroides, Bifidobacterium,
Clostridium, Lactobacillu, dan Streptococus. besarnya bahan pencemaran yang
ditimbulkan menyebabkan ganggan yang cukup serius terutama pada perairan disekitar
industri tempe. untuk mengolah limbah cair yang mengandung senyawa organik
umunya digunakan teknologi pengolahan limbah cair secraa biologis baik pada kondisi
aerobk maupun anaerobik atau kombinasi keduanya.
Pada proses pembuatan tempe diperlukan proses perebusan kedelai selama kurang
lebih setengah jam kemudian dilakukan perendaman kedelai selama satu malam dan
proses fermentasi selama dua hari. hampir disetiap tahap pembuatan tempe
menghasilkan limbah. Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari
protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnyapun dapat diduga akan
terkandung unsur unsur tersebut. Dalam banyak hal, akibat nyata dari polutan organik
adalah penurunan konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena dibutuhkan untuk
proses penguraian zat zat organik. Pada perairan yang tercemar oleh bahan organik
dalam jumlah yang besar, kebutuhan oksigen untuk proses penguraiannya lebih banyak
dari pada pemasukan oksigen keperairan, sehingga kandungan oksigen terlarut sangat
rendah. Hal ini sangat membahayakan kehidupan organisme perairan tersebut. Sisa
bahan organik yang tidak terurai secara aerob akan diuraikan oleh bakteri anaerob,
sehingga akan tercium bau busuk

2.2. DAMPAK PENCEMARAN PADA LINGKUNGAN


Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya
karena mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam,
mineral, dan sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan
pembersihan. Air buangan (efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan
dengan Biological Oxygen Demand (BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti
tanah, larutan alkohol, panas dan insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke

5
suatu perairan akibatnya menganggu seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan
dapat menyebabkan kematian ikan dan biota perairan lainnya.
Salah satu industry pangan yang menghasilkan limbah adallah industry tempe.
Sebagian besar dari proses produksi tersebut menghasilkan limbah. Limbah cair
berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai ditampung di dalam
septic tank yang telah dibuat oleh pengelola pabrik tempe, namun tidak bisa
dipungkiri limbah cair tersebut masih dibuang ke perairan sekitarnya. Limbah cair
hasil produksi tempe tersebut jika tidak dikelola dengan baik dan hanya langsung
dibuang diperairan akan sangat mengganggu lingkungan disekitarnya.
Berikut ini adalah dampak yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah
industri tempe terhadap lingkungan sekitar :
a) Limbah cair hasil produksi tempe yang langsung dibuang ke perairan maka dalam
waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak
ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut.
Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama
pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang.
b) Limbah cair hasil produksi tempe yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan air
sungai yang tadinya jernih menjadi berwarna keruh sehingga tidak layak digunakan
untuk mandi dan mencuci.
c) Ketidak seimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan
yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe tersebut, akan
dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme yang ada di perairan
itu.
d) Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari protein, karbohidrat
dan lemak, maka dalam limbahnya pun dapat diduga akan terkandung unsur-unsur
tersebut. Dalam banyak hal, akibat nyata dari polutan organik adalah penurunan
konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena dibutuhkan untuk proses penguraian
zat - zat organik. Pada perairan yang tercemar oleh bahan organik dalam jumlah
yang besar, kebutuhan oksigen untuk proses penguraiannya lebih banyak dari pada
pemasukan oksigen ke perairan, sehingga kandungan oksigen terlarut sangat
rendah. Hal ini sangat membahayakan kehidupan organisme
perairan tersebut.
e) Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai rata-rata mencapai 750C.
Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang
tinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum
untuk kehidupan dalam air adalah 25 – 30 0C. Air sungai yang suhunya naik akan
mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut
akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu. Tumbuhan air akan terhenti
pertumbuhannya pada suhu air dibawah 100C atau diatas 400C . Terdapat
hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju pernapasan mahkluk
hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan
makhluk hidup dan

6
penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang
disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena laju peningkatan
pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi.
f) Pengaruh Padatan tersuspensi (TSS) maupun padatan terlarut (TDS) yang
dihasilkan dari sisa-sisa produksi tempe sangat beragam, tergantung dari sifat kimia
alamiah bahan tersuspensi tersebut. Pengaruh yang berbahaya pada ikan,
zooplankton maupun makhluk hidup yang lain pada prinsipnya adalah terjadinya
penyumbatan insang oleh partikel partikel yang menyebabkan afiksiasi. Disamping
itu juga adanya pengaruh pada perilaku ikan dan yang paling sering terjadi adalah
penolakan terhadap air yang keruh, adanya hambatan makan serta peningkatan
pencarian tempat berlindung . Pola yang ditemukan pada sungai yang menerima
sebagian besar padatan tersuspensi , secara umum adalah berkurangnya jumlah
spesies dan jumlah individu makhluk hidup.
g) Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui standart
baku mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke
perairan akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan organisme air.
Air normal yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara
6,5 - 7,5.
h) Limbah cair dari proses pembuatan tempe bisa memiliki sifat yang biodegradable
yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan oleh
mikroorganisme. Bahan buangan biodegradable merupakan nutrien bagi tumbuhan
air. Kandungan bahan buangan biodegradable yang tinggi pada perairan dapat
menimbulkan eutrofikasi sehingga menyebabkan terjadinya blooming population
beberapa tumbuhan air seperti Alga, Phytoplankton maupun Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes Solm) yang dapat mengganggu ekosistem di perairan
tersebut.
2.3. DAMPAK KESEHATAN DAN PENYAKIT YANG DITIMBULKAN
Di Indonesia, ada beberapa penyakit yang masuk dalam kategori water-borne
diseases, penyakit yang dibawa oleh air, yang masih banyak dijumpai di berbagai
daerah,penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba masuk ke dalam sumber
air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari, yang akan
menimbulkan penyakit gatal atau gangguan kulit, diare dan gangguan pernafasan.
Dampak bagi manusia yang terkena pencemaran limbah akan berdampak
buruk bagi manusia, dan limbah yang tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan
berbagai macam penyakit seperti:
Menyebabkan penyakit polio myelitis dan hepatitis.
Secara pasti modus penularannya masih belum
Virus
diketahui dan banyak terdapat pada air hasil
pengolahan (effluent) pengolahan air.
Menyebabkan penyakit kolera asiatika dengan
penyebaran melalui air limbah yang telah tercemar
Vibrio Cholera
oleh kotoran manusia yang mengandung vibrio
cholera

7
Merupakan penyebab typhus abdomonalis dan para
typhus yang banyak terdapat di dalam air limbah
Salmonella Typhosa a dan
bila terjadi wabah. Prinsip penularannya adalah
Salmonella Typhosa b
melalui air dan makanan yang telah tercemar oleh
kotoran manusia yang banyak berpenyakit typhus.
Dapat menyebabkan keracunan makanan dan jenis
Salmonella Spp
bakteri banyak terdapat pada air hasil pengolahan.
Adalah penyebab disentri bacsillair dan banyak
terdapat pada air yang tercemar. Adapun cara
Shigella Spp penularannya adalah melalui kontak langsung
dengan kotoran manusia maupun perantaraan
makanan, lalat dan tanah.
Adalah penyebab penyakit antrhak, terdapat pada
Basillus Antraksis
air limbah dan sporanya tahan terhadap pengolahan.
Adalah penyebab penyakit brusellosis,demam malta
Brusella Spp
serta menyebabkan keguguran (aborsi) pada domba.
Mycobacterium Adalah penyebab penyakit tuberculosis dan
Tuberculosa terutama terdapat pada air limbah yang berasal dari
sanatorium.

Adalah penyebab penyakit weii dengan penularan


Leptospira
utama berasal dari tikus selokan
Dapat menyebabkan penyakit amuba disentri
Entamuba Histolitika dengan penyebaran melalui Lumpur yang
mengandung kista.
Penyebab penyakit schistosomiasis, akan tetapi
Schistosoma Spp dapat dimatikan pada saat melewati pengolahan air
limbah.
Adalah penyebab penyakit cacing pita, dengan
Taenia Spp
kondisi yang sangat tahan terhadap cuaca.
Enterobius Spp enyebabkan penyakit cacingan dan
banyak terdapat pada air hasil pengolahan dan
Ascaris Spp.
Lumpur serta sangat berbahaya terhadap kesehatan
manusia.

2.4. MODEL BARU PENANGANAN LIMBAH TEMPE


1) Pemakaian Biofilter Struktur Sarang Tawon Pada Pengolah Limbah Organik
Sistem Kombinasi Anaerob-Aerob
Pelaksanaan pengolahan limbah dengan biofilter struktur sarang tawon
diawali dengan pengambilan air baku di Pusat Industri Kecil Tahu dan Tempe di

8
Semanan, Jakarta Barat. Kemudian dilakukan pengisian reaktor dan pembiakan
dengan cara mensirkulasi reaktor selama 10 - 14 hari. Percobaan dilakukan
dengan media dan tanpa biofilter struktur sarang tawon. Pada tahap pertama,
reaktor sistem kombinasi anaerob-aerob dijalankan dengan kondisi pengaturan
kecepatan laju aliran air baku untuk mendapatkan waktu tinggal air dalam reaktor
(RT) selama satu, tiga, lima dan tujuh hari. Pengambilan contoh air dilakukan
pada air baku dan setiap bagian pengolahan dari awal sampai air hasil olahan
untuk setiap satuan waktu tinggal (RT). Setiap satuan waktu tinggal dilakukan
empat kali pengambilan contoh pada masing-masing reaktor dengan selang waktu
satu minggu.
Cara bekerja biofilter, yaitu oksigen dan nutrien yang dibawa oleh air yang
diolah akan terdifusi menembus lapisan biofilm sampai kepada lapisan sel yang
paling dalam yang tidak dapat ditembus oleh oksigen dan nutrien. Setelah
beberapa lama, terjadi stratifikasi menjadi lapisan aerobik tempat oksigen masih
dapat terdifusi dan lapisan anaerobik yang tidak mengandung oksigen. Ketebalan
kedua lapisan ini bervariasi tergantung jenis reaktor dan material pendukungnya
Secara umum pemakaian media biofilter dapat lebih meningkatkan
efisiensi proses pengolahan limbah tahu dan tempe secara nyata dibandingkan
pengolahan tanpa mempergunakan biofilter untuk setiap waktu tinggal.
Efisiensi penurunan nilai BOD5 pada reaktor yang memakai media
biofilter berkisar 53,33 – 91,36% dan nilai COD berkisar 61,15- 85,83% dengan
waktu tinggal berkisar 1 – 7 hari.
Dengan laju beban hidrolik sebesar 1,11 m3/m2 media.hari dan laju beban
BOD5 rata-rata 0,3688 kg BOD5 /m3.hari, maka dalam percobaan ini waktu
tinggal 3 (tiga) hari dipandang sebagai waktu tinggal yang optimal untuk
pengolahan limbah tahu dan tempe karena penurunan nilai BOD sudah lebih dari
75%. Pengurangan waktu tinggal dan peningkatan efisiensi dapat dilakukan
dengan penambahan media biofilter dan pasokan udara melalui pompa (untuk
sistem aerobik).

9
2) Penelitian Pendahuluan dalam Pengolahan Limbah Cair Tempe dengan Range
Finding Test (RFT) Cyperus rotundus L. dan Scirpus grossus
Sampel yang digunakan
adalah limbah diambil dari beberapa
proses pengolahan tempe, yakni dari
proses perebusan, perendaman dan
campuran limbah rebusan dan
rendaman. RFT dilakukan selama 7
hari. Pengamatan secara fisik
dilakukan terhadap Cyperus
rotundus L. dan Scirpus grossus.
Variasi konsentrasi limbah yang
digunakan adalah 0% (control),
10%, 25%, 50%, 75% dan 100%.
Limbah cair tempe diencerkan
dengan air PDAM, dimasukkan ke
dalam reaktor ember sebanyak 2
liter untuk tumbuhan Cyperus
rotundus L. dan 3 liter untuk tumbuhan Scirpus grossus. Air yang ditambahkan ke
dalam ember berbeda volume, dikarenakan perbedaan panjang tanaman dan
panjang akar dari kedua tanaman tersebut. Demikian pula dengan jumlah
tanaman yang ditanam di masing-masing ember berbeda disesuaikan densitas
masing-masing jenis tumbuhan. Ember yang ditanami Cyperus rotundus L. berisi
tiga tumbuhan dalam setiap reaktor. Sedangkan untuk tanaman Scirpus grossus
dalam setiap reaktor adalah 4 tumbuhan. Tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan generasi kedua dari masing-masing tanaman.
Konsentrasi maksimum limbah cair tempe yang dapat diterima oleh
tumbuhan Cyperus rotundus L. dan Scirpus grossus yang menunjukkan tumbuhan
masih bertahan hidup adalah untuk limbah rebusan dengan konsentrasi 10%,
limbah rendaman 25% dan untuk limbah campuran konsentrasi 10%. Jadi, limbah
yang melebihi batasan konsentrasi tersebut, tidak boleh di buang ke lingkungan.

3) Pengolahan Limbah Cair Tempe Menggunakan Trickling Bed Filter


Pengolahan ini menggunakan media biofilter kerikil jenis koral dan split yang
mudah diperoleh dan ketersediaannya cukup. Pengolahan ini juga dilengkapi
proses koagulasi menggunakan biokoagulan serbuk biji kelor yang disertai proses
filtrasi dengan biofilter (Trickling bed filter) menggunakan EM4 sebagai
inokulumnya. Alasan penggunaan serbuk biji kelor ini ditujukan untuk
mengurangi penggunaan koagulan dari bahan kimia yang justru menimbulkan
masalah besar bagi lingkungan dan alasan penggunaan EM4 karena dalam proses
pengolahan limbah, EM4 sangat baik dalam penyisihan kadar BOD dan TSS.
perlakuan terbaik pada pengolahan limbah cair industri tempe menggunakan
biofilter horizontal yaitu konsentrasi EM4 10% dengan penambahan dosis
koagulan 1500 mg dan lama waktu pengendapan Limbah 16 hari.

10
4) Pemanfaatan limbah cair tempe secara mikrobiologis sebagai alternatif penghasil
biogas
Pemanfaatan limbah cair hasil buangan industri tempe dapat mengurangi
dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. Terlebih lagi limbah cair
tempe masih kaya akan nutrisi seperti protein sebesar 40-60%, karbohidrat
sebesar 25-50%, dan bahanbahan lain yang dapat dimanfaatkan dan diolah
sebagai bahan energi (Sugiharto, 1994). Namun pemanfaatannya belum banyak
digunakan sebagai bahan energi terutama di Sulawesi Tengah. Beberapa tahun
terakhir ini energi merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan
permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan
menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan
bakar fosil, memberi tekanan kepada setiap negara untuk segera memproduksi
dan mempergunakan energi terbaharukan.
Indonesia memiliki potensi kekayaan alam yang sangat melimpah untuk
menghasilkan sumber energi alternatif. Salah satu energi terbaharukan adalah
biogas, biogas memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya. Energi
biogas dapat diperoleh dari limbah rumah tangga, kotoran cair hewan seperti
peternakan ayam, sapi, sampah organik, industri makanan dan sebagainya.
Pemanfaatan energi dalam bentuk biogas merupakan salah satu alternatif
penggunaan sumber energi terbaharukan (renewable) yang ramah lingkungan.
Biogas terbentuk dari degradasi materi organik secara anaerobik dan
menghasilkan energi yang kaya akan metana. Sampah organik dari perkotaan,
industri dan pertanian berpotensi untuk dijadikan sumber energi. Di masa yang
akan datang, potensi energi ini seharusnya dieksploitasi dengan cara yang lebih
efisien, sehingga dapat memberikan keuntungan secara ekonomis dan
mengurangi volume limbah sampah industri. Waktu fermentasi terbaik yang
menghasilkan volume biogas tertinggi terjadi pada fermentasi ke 72 sampai 96
jam pada hari ke 3 sampai 4 dengan volume biogas 128, 10 cm3.

5) Penggunaan Microbial Fuel Cell Untuk Pengolahan Limbah Cair Tempe Dengan
Mengukur Penurunan Nilai Chemical Oxygen Demand (COD)
Microbial Fuel Cell dapat digunakan sebagai biosensor. Jika digunakan
untuk pengolahan air limbah, sistem ini mampu menyediakan energi bersih, selain
pengolahan yang efektif untuk limbah cair. Kultur mikroba yang digunakan dalam
MFC ini memiliki kemampuan untuk menggunakan bahan organik yang ada
dalam limbah cair sebagai sumber energi dan menghasilkan elektron dan proton,
dimana listrik dapat dihasilkan dengan penambahan elektroda yang tepat.

11
Penurunan kandungan COD dalam limbah cair tempe dengan
menggunakan Membran-Less MFC telah berhasil dilakukan. Faktor yang
mempengaruhi penurunan COD pada Membran-Less MFC adalah besar volume
reaktor, besar hambatan luar, jumlah katoda yang dipakai serta jenis elektrolit
yang digunakan. Dari faktor-faktor tersebut yang paling memberi pengaruh
signifikan pada reaktor 500 mL adalah kondisi menggunakan hambatan 1000
ohm, 1 katoda dan elektrolit ammonium klorida-kalium klorida (NH4Cl-KCl)
dengan penurunan COD tertinggi pada reaktor 500 mL mencapai 10,79%. Pada
reaktor 2000 mL, jenis elektrolit kalium persulfat mencapai penurunan terbesar,
yaitu 42,97 % dengan hambatan 100 ohm serta 4 buah katoda
2.5. HAMBATAN DAN KEBERHASILAN
Hambatan-hambatan dari metode baru penanganan limbah tempe yaitu:
1) Metode pengolahan limbah dengan menggunakan biofilter dianggap masih belum
efektif dari segi penggunaannya.
2) Hasil penelitiannya masih termasuk baru sehingga masih belum banyak yang
mengetahui metode pengolahan limbah tempe
3) Salah satu metode pengolahan limbah tempe memerlukan waktu yang cukup lama
dalam mengolah limbah tersebut sehingga masih dipandang kurang efektif dan
efisien penggunaanya
Keberhasilan dari metode pengolahan limbah tempe:
Terbukti dapat menguraikan limbah organik limbah tempe sehingga lebih ramah
lingkungan
2.6. KEUNGGULAN
Keunggulan-keunggulan dari metode baru penanganan limbah tempe:
1) Penggunaan biofilter
- Kemampuan biofilter dapat dinyatakan dalam dua istilah yaitu dengan Laju
Beban Hidrolik atau dengan Laju Beban Organik. Beban hidrolik
didefinisikan sebagai jumlah air limbah yang masuk ke dalam biofilter per
luas filter per hari. Laju Beban didefinisikan sebagai jumlah senyawa
organik di dalam air imbah yang dihilangkan atau didegradasi di dalam
biofilter per unit volume biofilter per hari. Hasil perhitungan laju hidrolik
dapat diketahui bahwa laju beban hidrolik untuk waktu tinggal 7 (tujuh) hari
adalah 0,48 m3/m2 media.hari, waktu tinggal 5 hari adalah 0,67 m3/m2
12
media.hari, waktu tinggal 3 hari adalah 1,11 m3/m2 media.hari, dan waktu
tinggal 1 hari adalah 3,33 m3/m2 media.hari. Semakin singkat waktu tinggal,
maka beban hidrolik media akan semakin tinggi. Laju beban BOD dapat
diketahui besarnya berkisar 159,24 – 214 g BOD/ m3.hari atau rata-rata
0,1994 kg BOD/m3.hari untuk waktu tinggal 7 hari. Untuk waktu tinggal 5
hari berkisar 153,97 – 227,67 g BOD/m3.hari atau rata-rata 0,1836 kg
BOD/m3.hari. Untuk waktu tinggal 3 hari berkisar 343,12 – 404,32 g
BOD/ m3.hari atau atau rata-rata 0,3688 kg BOD/m3.hari dan Laju beban
BOD untuk waktu 1 hari adalah berkisar 236,88 – 738,61 g BOD/m3.hari
atau rata-rata 0,429 kg BOD/m3.hari.
- Secara umum pemakaian media biofilter dapat lebih meningkatkan efisiensi
proses pengolahan limbah tahu dan tempe secara nyata dibandingkan
pengolahan tanpa mempergunakan biofilter untuk setiap waktu tinggal.
Media biofilter juga dapat membantu menguraikan limbah organik sehingga
tidak merusak lingkungan.
- Efisiensi penurunan nilai BOD5 pada reaktor yang memakai media biofilter
berkisar 53,33 – 91,36% dan nilai COD berkisar 61,15- 85,83% dengan
waktu tinggal berkisar 1 – 7 hari.
- Dengan laju beban hidrolik sebesar 1,11 m3/m2 media.hari dan laju beban
BOD5 rata-rata 0,3688 kg BOD5 /m3.hari, maka dalam percobaan ini waktu
tinggal 3 (tiga) hari dipandang sebagai waktu tinggal yang optimal untuk
pengolahan limbah tahu dan tempe karena penurunan nilai BOD sudah lebih
dari 75%. Pengurangan waktu tinggal dan peningkatan efisiensi dapat
dilakukan dengan penambahan media biofilter dan pasokan udara melalui
pompa (untuk sistem aerobik).
2) Pendahuluan dalam Pengolahan limbah
- Cyperus rotundus L dan Scirpus grossus dipilih karena mudah didapatkan,
dan banyak tumbuh di sekitar daerah pabrik tempe. Scirpus grossus
digunakan dalam penelitian ini karena spesies ini potensial sebagai tumbuhan
hiperakumulator yaitu tumbuhan yang secara alami mampu mengakumulasi
logam dalam jumlah besar pada tunas mereka.
- Dengan metode ini, pencemaran lingkungan atau dampak negatif yang dapat
ditimbulkan oleh limbah tempe terhadap lingkungan dapat di cegah dengan
mengikuti standar limbah tertentu yang bisa langsung dibuang ke lingkungan
3) Pemanfaatan limbah tempe
- Dapat mengurangi dampak pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.
Terlebih lagi limbah cair tempe masih kaya akan nutrisi seperti protein
sebesar 40-60%, karbohidrat sebesar 25-50%, dan bahanbahan lain yang
dapat dimanfaatkan dan diolah sebagai bahan energi.
- Dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi. Beberapa tahun terakhir ini energi
merupakan persoalan yang krusial di dunia. Peningkatan permintaan energi
yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya
sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan bakar
fosil yang sangat melimpah untuk menghasilkan sumber energi alternatif.

13
Energi alternatif ini dalam bentuk biogas yang merupakan salah satu
alternatif yang bisa diperbaharui dan ramah lingkungan.
- Limbah tempe sangat mudah didaptkan dan jumlah melimpah. Alat dan
proses yang digunakan dalam mengubah limbah tempe menjadi biogas tidak
begitu sulit.

14
DAFTAR PUSTAKA
Adack, Jessy. 2013. DAMPAK PENCEMARAN LIMBAH PABRIK TAHU TERHADAP
LINGKUNGAN HIDUP. Lex Administratum. Vol. 1, No. 3: 78-87
Arbianti, Rita, dkk. 2014. PENGGUNAAN MICROBIAL FUEL CELL UNTUK
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TEMPE DENGAN MENGUKUR
PENURUNAN NILAI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD). Prosiding
SNSTL: Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia. Vol.2,
No.1: 9-14
Dahruji, dkk. 2017. Studi Pengolahan Limbah Usaha Mandiri Rumah Tangga dan Dampak
Bagi Kesehatan di Wilayah Kenjeran. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat:
Universitas Muhammadiyah Surabaya. Vol. 1, No. 1: 36-44
Fitri, Rizza Fadillah dan Ummu Fithanah, M. Said. 2017. PENGARUH DOSIS
INOKULUM DAN BIJI KELOR DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR
TEMPE MENGGUNAKAN TRICKLING BED FILTER. Jurnal Teknik Kimia:
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya. Vol. 23, No. 2: 120-
128
Herlambang, Arie. 2001. PENGARUH PEMAKAIAN BIOFILTER STRUKTUR
SARANG TAWON PADA PENGOLAH LIMBAH ORGANIK SISTEM
KOMBINASI ANAEROB-AEROB. Jurnal Teknologi Lingkungan: Staf Peneliti
pada Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan, BPPT. Vol. 2, No. 1:
28-36
Hikma, Nur. 2014. POTENSI LIMBAH CAIR TEMPE SECARA MIKROBIOLOGIS
SEBAGAI ALTERNATIF PENGHASIL BIOGAS. Jurnal Biocelebes:
Universitas Tadulako. Vol. 8, No. 1: 59
Harahap, Rasyid Hanaf. dkk. 2018. Komponen Flavor Volatil Tempe yang Dibungkus
dengan Daun Pisang dan Plastik. Agritech: Universitas Sumatera Utara. Vol. 2, No.
38: 194-199
Harahap, Sampe. 2013. PENCEMARAN PERAIRAN AKIBAT KADAR AMONIAK
YANG TINGGI DARI LIMBAH CAIR INDUSTRI TEMPE. Jurnal Akuatika:
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Vol. 4, No.2: 183-194
Joko, Tri. dkk. 2003. Perancangan Sistem Pengelolaan Limbah Cair Industri Tempe di
Desa Bendungrejo-Kecamatan Mranggen-Kab. Demak. Jurnal Ksehatan
Lingkungan Indonesia: Perancngan Sistem Pengelolan. Vol. 2, No.1: 32-38
Nurhayati, Indah. 2011. PENGOLAHAN AIR LIMBAH PABRIK TEMPE DENGAN
BIOFILTER. Jurnal Teknik: Dosen Teknik Lingkungan Universitas PGRI Adi
Buana Surabaya. Vol. 9, No. 2: 1-5
Olivia Damanik, Marissa dan Ipung Fitri Purwanti. 2018. Range Finding Test (RFT)
Cyperus rotundus L. dan Scirpus grossus sebagai Penelitian Pendahuluan dalam
Pengolahan Limbah Cair Tempe. Jurnal Teknik ITS: Departemen Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil, Lingkungan dan Kebumian, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS). Vol. 7, No. 1: 2337-3520

15

Anda mungkin juga menyukai