Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN OBSERVASI

LIMBAH INDUSTRI USAHA TEMPE

OLEH :

1. Febiola 1913040017
2. Afdhalifayanti Hamdjah 1913040003
3. Reski Amaliah 1913041008
4. St. Ainun Nasyrah Utami Ansar 1913041009
5. Asti Rey Mina Jaya 1913042031
6. Anindytya Adytia Putri 1913041023
7. Ferdi Setiawan 1913041018
8. Nur Fadlina 1913040010

JURUSANKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN


ILMUPENGETAHUANALAMUNIVERSITASNEGERIMAKASSAR
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perindustrian sampai saat ini telah berkembang pesat dan
mengakibatkan terjadinya persaingan antar produsen untuk dapat memenuhi permintaan
konsumen. Jenis industri yang ditawarkan pun cukup banyak sesuai apa yang dibutuhan
oleh konsumen, salah satunya industri pangan atau makanan. Industri tempe merupakan
salah satu industri pangan yang mengolah hasil pertanian berupa kedelai yang
difermentasi.
Tempe merupakan makanan tradisional khas Indonesia. Tempe sebagai makanan
dengan nilai kandungan gizi yang tinggi, telah lama diakui. Menurut Badan Standarisasi
Nasional (BSN) pada tahun 2012, konsumsi tempe rata-rata orang Indonesia
diperkirakan mencapai 6,45 kg. Tempe merupakan salah satu produk fermentasi. Untuk
dapat menjadi tempe dibutuhkan jamur Rhizopus selama proses fermentasi berlangsung.
Selama proses fermentasi, biji-biji kedelai akan membentuk padatan yang kompak
berwarna putih disebabkan karena adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan
biji kedelai.
Kegiatan industri tempe tidak hanya menghasilkan produk akhir saja melainkan akan
menghasilkan produk samping yaitu berupa limbah. Limbah adalah buangan yang
dihasilkan oleh proses produksi industri. Limbah hasil produksi tempe dibedakan
menjadi dua yaitu limbah cair dan limbah semi padatan. Limbah semi padatan dari hasil
olahan tempe masih memiliki nilai ekonomis, sehingga seringkali dijual dan digunakan
sebagai pakan ternak. Sedangkan limbah cair dari hasil produksi tempe tidak memiliki
nilai ekonomis sehingga akan langsung dialiri ke saluran pembuangan. Limbah cair
tempe ini diperoleh dari proses pencucian kedelai, proses perendaman, perebusan
ataupun pemasakan. Dalam konsentrasi tertentu kehadiran limbah dapat berdampak
negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu adanya
penanganan terhadap limbah.
B. Tujuan
Tujuan dari kunjungn industry kami yaitu untuk menambah wawasan atau
pengetahuanyangdijadikanbekaluntukmasayangakandatangdanuntukmengetahuilebihdala
mtentangduniaindustry, pengelolaan, dan sumber dayamanusia produksi. Dan juga
dengan dilakukannya kunjungan ini diharapkan kita dapt mengolah limbah hasil suatu
industri sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar pabrik industri tersebut.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Industri
Kunjungan industry ini dilakukan di tempat usaha pembuatan tempe yang terletak di Jl. Dg.
Tata III Kel. Parangtambung, Kec. Tamalate, Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Usaha tempe ini
didirikan oleh orang tua dari Miftahul Sidiq. Beliau mulai merintis usaha ini pada tahun2003
silam hingga kini menjadi salah satu usaha tempe terbesar di daerah Parangtambung.
Industri tempe ini dimiliki oleh keluarga yang sudah menekuni dunia industrI tempe
sejak lama dan industri ini telah diwariskankepada anaknya yang bernama Miftahul
Sidiq. Tentu saja industri ini sudah memiliki pengalaman panjang dalam dunia
industri tempe. Industri ini telah menjadi eksporter produksitempe di Parang
Tambung Kecamatan Tamalate, Kota Makassar. Meskipun kini telah banyak berdiri
industri pembuatan tempe lain, karena produknya dianggap lebih baik mutunya
dibanding industri yang masih baru. 
Industri tempe ini mulai beroperasi mulai tahun 2003. Beralamat di Parang
Tambung Kecamatan Tamalate, Kota Makassar dan didirikan oleh Bapak-Ibu Miftahul
Sidiq, di rumah inilah pendiri industri membuka usahanya. Pada tahun pertama
kegiatan industri ini membutuhkan pengorbanan penuh tidak saja dalam bentuk materi
tetapi juga tenaga, pikiran biaya dan waktu untuk memberikan pelayanan yang
memuaskan bagi konsumen.
Banyak permintaan konsumen terhadap hasil produksi mendorong industri
untuk lebih meningkatkan mutu dan rasa hasil produksi, keahlian kerja ditingkatkan
menuju efektivitas dan efisien. Upaya ini tidak sia-sia terbukti dari adanya peningkatan
terhadap permintaan dari waktu kewaktu. Menyadari kemajuan itu, maka kini
banyak bermunculan industri tempe di Parang Tambung Kecamatan Tamalate, Kota
Makassar. Semakin tinggi persaingan pasar mendorong industri lebih mawas diri untuk
meningkatkan mutu dan rasa.
Usaha Tempe Sidiq yang terletak di daerah Parangtambung, Makassar ini telah
beroperasi selama kurang lebih 19 tahun. Usaha tempe ini tidak melakukan penanganan
limbah cair dengan benar. Usaha Tempe Sidiq membuang limbah cair sisa produksi
tempe ke sungai yang terletak tepat di belakang produksi tempe dilakukan tanpa
mengolah limbah cair tersebut terlebih dahulu. Menurut keterangan yang diperoleh
limbah cair yang dihasilkan dari pembuatan tempe berjumlah cukup besar. Dengan
jumlah yang cukup besar ini, tentunya limbah cair ini akan berpotensi untuk mencemari
lingkungan disekitarnya. Oleh karena itu, diperlukan solusi yang tepat untuk
menangani dan meminimalisir pencemaran yang ditimbulkan.
B. Tempat dan Waktu Kunjungan
Kunjungan Industri ini kami lakukan pada :
Hari/Tanggal : Kamis/6 Oktober 2022
Waktu : 18.15 WITA - Selesai
Tempat : Jl. Daeng Tata III, Kelurahan Parang Tambung Kecamatan Tamalate,
Kota Makassar, Sulawesi Selatan
C. Kandungan pada Limbah Cair Tempe
Tempe merupakan makanan yang sangat kaya akan protein yang mempunyai
peranan penting dalam metabolisme sel – sel dalam tubuh. Produksi tempe sebagai
makanan khas yang banyak digemari masyarakat memang banyak tersebar di wilayah
kota Makassar. Industri tempe dan tahu umunya mengambil lokasi di daerah yang dekat
dengan sungai dan selokan guna memudahkan proses pembuangannya.
Proses pembuatan tempe memakan proses yang cukup lama. Proses yang dimulai
dari perendaman kedelai selama ± 12 jam dalam sebuah bak yang besar hingga kulit ari
pada kedelai perlahan mengelupas. Proses tersebut terus berlanjut ke pencuciam hingga
perebusan kedelai. Selain proses pembuatannya yang memakan waktu cukup lama,
proses pembuatan tempe juga memerlukan banyak air yang akan digunakan dalam proses
perendaman, perebusan, pencucian serta pengelupasan kulit kedelai.
Fase setelah proses pembuatan tempe tentu saja akan menghasilkan limbah sisa
produksi yang tidak lagi dapat terpakai. Limbah sisa produksi tempe dapat berupa limbah
cair ataupun limbah padat. Limbah padat pada proses produksi tempe berasal dari kulit
kedelai yang mengelupas selama proses perendaman. Sedangkan limbah cair berasal dari
air yang digunakan selama proses produksi dimulai dari perendaman hingga pencucian
kedelai yang kemudian dialirkan ke pembuangan setempat.
Limbah cair dari hasil produksi tempe tentu saja mengandung beberapa zat. Bahan –
bahan organic yang terkandung dalam limbah tempe sangat tinggi. Senyawa – senyawa
organik yang terkandung dalam limbah tersebut adalah karbohidrat , protein, lemak, dan
minyak. Diantara keseluruhan senyawa organik tersebut, kandungan yang paling
dominan adalah protein yang sulit diuraikan oleh mikroorganisme di alam. (Nurhasan,
1987).
D. Proses Pembuangan Limbah Pembuatan tempe
Proses pembuatan tempe tentunya akan menghasilkan limbah hasil pengolahan
tempe. Limbah dari pembuatan tempe ada dua yaitu limbah padan dan limbah cair.
Limbah cair berasal dari air rendaman kedele sedangkan limbah padat berasal dari ampas
kedele setelah diolah. Pada pabrik pembuatan tempe yang kami kunjungi, limbah padat
dari tempe tersebut biasanya akan digunakan kembali pada proses pembuatan tempe
berikutnya. Untuk limbah cair pada proses pembuatan tempe biasanya di tampung pada
septik tank yang kemudian akan dialirkan ke sungai di belakang pabrik tersebut. Padahal
jika limbah cair tersebut dibuang ke sungai akan berdampak mencemari sungai dan
menimbulkan bau yang tidak sedap. Akan tetapi limbah tempe cenderung tidak
berbahaya bagi manusia dan hewan sekitar
E. Dampak Limbah Cair Pembuatan Tempe terhadap Lingkungan Sekitar
Limbah industri pangan dapat menimbulkan masalah dalam penanganannya karena
mengandung sejumlah besar karbohidrat, protein, lemak, garam-garam, mineral, dan
sisa-sisa bahan kimia yang digunakan dalam pengolahan dan pembersihan. Air buangan
(efluen) atau limbah buangan dari pengolahan pangan dengan Biological Oxygen
Demand (BOD) tinggi dan mengandung polutan seperti tanah, larutan alkohol, panas dan
insektisida. Apabila efluen dibuang langsung ke suatu perairan akibatnya menganggu
seluruh keseimbangan ekologik dan bahkan dapat menyebabkan kematian ikan dan biota
perairan lainnya.
Salah satu industry pangan yang menghasilkan limbah adallah industry tempe.
Sebagian besar dari proses produksi tersebut menghasilkan limbah. Limbah cair berupa
air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai ditampung di dalam septic tank
yang telah dibuat oleh pengelola pabrik tempe, namun tidak bisa dipungkiri limbah cair
tersebut masih dibuang ke perairan sekitarnya. Limbah cair hasil produksi tempe tersebut
jika tidak dikelola dengan baik dan hanya langsung dibuang diperairan akan sangat
mengganggu lingkungan disekitarnya.
Berikut ini adalah dampak yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah industri
tempe terhadap lingkungan sekitar :
a) Limbah cair hasil produksi tempe yang langsung dibuang ke perairan maka dalam
waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak
ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut.
Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada
musim kemarau dengan debit air yang berkurang (Wardojo,1975).
b) Limbah cair hasil produksi tempe yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan air
sungai yang tadinya jernih menjadi berwarna keruh sehingga tidak layak digunakan
untuk mandi dan mencuci.
c) Ketidak seimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang
setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe tersebut, akan dapat
mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme yang ada di perairan itu.
d) Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari protein, karbohidrat
dan lemak, maka dalam limbahnya pun dapat diduga akan terkandung unsur-unsur
tersebut. Dalam banyak hal, akibat nyata dari polutan organik adalah penurunan
konsentrasi oksigen terlarut dalam air karena dibutuhkan untuk proses penguraian zat
- zat organik. Pada perairan yang tercemar oleh bahan organik dalam jumlah yang
besar, kebutuhan oksigen untuk proses penguraiannya lebih banyak dari pada
pemasukan oksigen ke perairan, sehingga kandungan oksigen terlarut sangat rendah.
Hal ini sangat membahayakan kehidupan organisme perairan tersebut.
e) Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai rata-rata mencapai 750C. Apabila
setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yang tinggi maka
akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan
dalam air adalah 25 – 30 0C. Air sekitarnya. Limbah cair hasil produksi tempe
tersebut jika tidak dikelola dengan baik dan hanya langsung dibuang diperairan akan
sangat mengganggu lingkungan disekitarnya.
Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman
air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu.
Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 100C atau diatas
400C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju pernapasan
mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan
makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan oksigen
terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena laju
peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi (Connel dan Miller, 1995).
f) Pengaruh Padatan tersuspensi (TSS) maupun padatan terlarut (TDS) yang dihasilkan
dari sisa-sisa produksi tempe sangat beragam, tergantung dari sifat kimia alamiah
bahan tersuspensi tersebut. Pengaruh yang berbahaya pada ikan, zooplankton
maupun makhluk hidup yang lain pada prinsipnya adalah terjadinya penyumbatan
insang oleh partikel partikel yang menyebabkan afiksiasi. Disamping itu juga adanya
pengaruh pada perilaku ikan dan yang paling sering terjadi adalah penolakan
terhadap air yang keruh, adanya hambatan makan serta peningkatan pencarian tempat
berlindung . Pola yang ditemukan pada sungai yang menerima sebagai besar padatan
tersuspensi , secara umum adalah berkurangnya jumlah spesies dan jumlah individu
makhluk hidup (Connel dan Miller, 1995).
g) Derajat keasaman limbah cair dari air rebusan kedelai telah melampaui standart baku
mutu. Air limbah dan bahan buangan dari kegiatan industri yang dibuang ke perairan
akan mengubah pH air, dan dapat mengganggu kehidupan organisme air. Air normal
yang memenuhi syarat untuk kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,5 - 7,5
(Wardhana, 2004).
h) Limbah cair dari proses pembuatan tempe bisa memiliki sifat yang biodegradable
yaitu merupakan limbah atau bahan buangan yang dapat dihancurkan oleh
mikroorganisme. Bahan buangan biodegradable merupakan nutrien bagi tumbuhan
air (Prawiro, 1988). Kandungan bahan buangan biodegradable yang tinggi pada
perairan dapat menimbulkan eutrofikasi sehingga menyebabkan terjadinya blooming
population beberapa tumbuhan air seperti Alga, Phytoplankton maupun Eceng
Gondok (Eichhornia crassipes Solm) yang dapat mengganggu ekosistem di perairan
tersebut (Wardhana, 2004).
F. Solusi dan Penanganan Limbah Cair Hasil Produksi Tempe
Limbah cair yang dikeluarkan oleh industri-industri masih menjadi masalah bagi
lingkungan sekitarnya, karena pada umumnya industri-industri, terutama industri rumah
tangga mengalirkan langsung air limbahnya ke selokan atau sungai tanpa diolah terlebih
dahulu. Demikian pula dengan industri tahu atau tempe yang pada umumnya merupakan
industri rumah tangga. Keadaan ini akibat masih banyaknya pengrajin tahu atau tempe
yang belum mengerti akan kebersihan lingkungan dan disamping itu pula tingkat
ekonomi yang masih rendah, sehingga pengolahan limbah akan menjadi beban yang
cukup berat bagi mereka.
Limbah cair yang dihasilkan dari industri tempe pada umumnya akan dibuang ke
lingkungan sekitar, terutama ke perairan atau sungai. Kandungan air sebanyak 99,9%
atau lebih dan 0,1% benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan anorganik
merupakan kandungan limbah cair dari proses pembuatan tempe. Diproduksinya limbah
cair industri tempe berasal dari proses pencucian, perendaman serta perebusan kedelai
yang didalamnya terkandung sejumlah besar unsur hara essensial terutama nitrogen yang
sangat dibutuhkan oleh tanaman. Rendaman 50 kg kedelai akan menghasilkan limbah
perendaman yang mengandung nitrogen dalam jumlah besar, yaitu sekitar 1,5% protein
terlarut. Pencemaran lingkungan yang terjadi akibat pengolahan limbah cair yang
dihasilkan dari industri tempe yang kurang tepat, bisa ditekan dengan memanfaatkan
limbah secara maksimal sebagai sumber energi yang dapat diperbarui terutama dalam
meningkatkan produksi pertanian. Salah satu upaya dalam pemanfaatan limbah cair dari
industri tempe adalah dengan menggunakannya sebagai pupuk, dikarenakan limbah cair
industri tempe mengandung senyawa organik yang cukup tinggi seperti sakarida, lemak,
dan protein yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Tanaman yang cocok untuk
memperoleh dampak baik dari limbah cair industri tempe adalah kangkung.
Membuat instalasi pengolahan limbah cair tempe dengan sistem anaerobik-biogas
juga dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah tempe. Proses anaerobik akan
menghasilkan gas methana (biogas) yang dapat dimanfaatkan dalam proses produksi
tempe sehingga mengurangi biaya produksi. Pengolahan limbah cair tempe menjadi
biogas merupakan salah satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan, karena
dengan fermentasi bakteri anaerob (bakteri metan) maka dapat mengurangi kadar
parameter limbah cair. Selain itu, pengolahan limbah cair tahu atau tempe menjadi Nata
de Soya merupakan salah satu solusi yang dapat dapat digunakan juga untuk mengatasi
pencemaran lingkungan dan menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi. Limbah cair
industri tahu atau tempe mengandung protein dan karbohidrat yang tinggi, sehingga
dapat menjadi media hidup yang sangat baik bagi bakteri Acetobacter xylinum. Bakteri
ini mampu mengubah karbohidrat serta protein dalam limbah cair tahu dan tempe menjdi
serat selulosa dengan tekstur yang kenyal. Limbah cair tahu atau tempe selain
mengandung protein juga mengandung vitamin B terlarut dalam air, lestin dan
oligosakarida. Nata de Soya merupakan serat yang diproduksi oleh bakteri asam asetat
pada substat air sisa pembuatan tahu atau tempe. Proses pembuatan Nata de Soya sama
dengan pembuatan Nata de Coco namun hanya mengganti bahan utama cairan yang
biasanya memakai air kelapa dengan air limbah pembuatan tahu dan tempe. Kelebihan
serat dari Nata de Soya adalah selain biaya produksinya rendah, komponen utama serat
tersebut adalah selulosa murni sehingga mudah untuk diisolasi. Nata yang baik berwarna
putih, struktur kuat, tidak mudah hancur, penampilan mengkilat dan tidak mudah
lengket, bebas asam dan basa.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tempe merupakan makanan yang sangat kaya akan protein yang mempunyai
peranan penting dalam metabolisme sel – sel dalam tubuh. Proses pembuatan tempe
memakan proses yang cukup lama. Proses yang dimulai dari perendaman kedelai selama
± 12 jam dalam sebuah bak yang besar hingga kulit ari pada kedelai perlahan
mengelupas. Proses tersebut terus berlanjut ke pencuciam hingga perebusan kedelai.
Selain proses pembuatannya yang memakan waktu cukup lama, proses pembuatan tempe
juga memerlukan banyak air yang akan digunakan dalam proses perendaman, perebusan,
pencucian serta pengelupasan kulit kedelai.
Fase setelah proses pembuatan tempe tentu saja akan menghasilkan limbah sisa
produksi yang tidak lagi dapat terpakai. Limbah sisa produksi tempe dapat berupa limbah
cair ataupun limbah padat.
Limbah padat dari tempe berupa kulit hasil rendaman tempe dapat diolah kembali
pada proses pembuatan ulang tempe. Sedangkan limbah cair tempe yang berupa cairan
hasil rendaman tempe bisa digunakan sebagai pupuk.
DAFTAR PUSTAKA

Salamah, Zuchrotus dkk. 2009. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tempe untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans, Poir)
Kultivar Kencana. Yogyakarta : Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta. Diakses
tanggal 19 Oktober 2016 pada laman eprints.uny.ac.id/12173/1/Bio_Zuchrotus
%20S,%20dkk,%20UAD.pdf.
Tadulakokampus, U., Tadulako, B., Palu, T., & Tengah, S. (2014). Potensi Limbah Cair
Tempe Secara Mikrobiologis, 8(1), 54–59.Diakses pada halaman
http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=334819&val=7847&title=POTENSI%20LIMBAH%20CAIR%20TEMPE
%20SECARA%20MIKROBIOLOGIS%20SEBAGAI%20ALTERNATIF
%20PENGHASIL%20BIOGAS
Wiryani, Erry.2007.Analisis Kandungan Limbah Cair Pabrik Tempe. Laboratorium Ekologi
Dan Biosistematik Jurusan Biologi F MIPA. UNDIP Semarang.
Yusuf, Muhammad. 2016.Peningkatan Produktivitas Dengan Metode Green Productivity
Pada Industri Pengolahan Tempe. Jl. Kalisahak 28 Kompleks Balapan
Yogyakarta 55222. Jurusan Teknik Industri Institut Sains & Teknologi
AKPRIND Yogyakarta. Diakses pada halam
http://repository.akprind.ac.id/sites/files/IENACO_058%20%20Muhammad
%20Yusuf.pdf
DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai