Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

INDUSTRI SEMEN

Disusun Oleh :
Kelompok I (A3)

1. SARAH NIM. ( 180140067 )


2. CUT MAULIZA UTARI NIM. ( 180140077 )
3. ANGGI DWI SAFITRI NIM. ( 180140079 )
4. FAIZA LUTFIA NIM. ( 180140081 )
5. DELFI RAHMI NIM. ( 180140092 )
6. EVA DIANA NIM. ( 180140097 )
7. RAHMATULLAH NIM. ( 180140098 )
8. M. RIDHO ANSHORI S NIM. ( 180140114 )

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
2019
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji dan syukur kita panjatkan atas kehadirat
Allah Swt. Karena dengan berkat taufik dan hidayatnya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang diberikan oleh
Ibu Dr. Suryati, ST.,MT selaku dosen mata kuliah Proses industri
kimia.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
yang telah ditetapkan dan juga agar setiap mahasiswa/i dapat
terlatih dalam pembuatan makalah. Makalah ini berjudul
“INDUSTRI SEMEN”.
Adapun sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini,
didapatkan dari beberapa buku yang membahas tentang materi
yang berkaitan dan juga melalui media internet. Kami sebagai
penyusun makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia
sumber walau tidak dapat secara langsung untuk
mengucapkannya.
Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki
keterbatasan, begitu pun dengan kami yang masih seorang
mahasiswa/i. Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih
banyak sekali kekurangan yang ditemukan, oleh karena itu kami
mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami
mengharapkan ada kritik dan saran dari para pembaca sekalian
dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Lhokseumawe, 4
Oktober 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................i
DAFTAR ISI................................................................ii

BAB. I PENDAHULUAN.................................................1
A. Latar Belakang...............................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................2
C. Tujuan............................................................................2

BAB. II PEMBAHASAN..................................................3
2.1 Pengertian Semen.................................................................................3
2.2 Bahan Baku..................................................................4
2.3 Proses Produksi............................................................6
2.4 Pengaruh Industri Semen terhadap lingkungan........22

BAB. III TUGAS KHUSUS ...........................................23


3.1 Raw Mill......................................................................23

BAB IV PENUTUP......................................................25
A. Kesimpulan..................................................................25
B. Saran...........................................................................25

DAFTAR PUSTAKA.....................................................26

ii
iii
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan,
kita tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan
batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya.
Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti candi borobudur atau cadi
prambanan di Indonesia ataupun jembatan di cina yang menurut legenda
menggunakan ketan sebagai perekat. Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya
fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang,
perekat dan penguat bangunan ini awalnya hasil dari pencampuran batu kapur dan
abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman kerajaan Romawi, tepatnya di
Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Menyusul runtuhnya kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan resep ramuan
pzzuolina sempat menghilang dari peredaran.
Materal itu sendiri adalah benda yang dengan sifatnya yang khas
dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan sains material
yaitu cabang ilmu yan meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan yang
mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material dengan sifat
kegunaannya. Semen termasuk material yang sangat akrab dalam kehidupan kita
sehari-hari.
PT Semen Padang adalah salah satu perusahaan produsen dan distributor
semen yang dikenal memiliki reputasi yang baik dengan sistem produksi yang
sangat matang. PT Semen Padang berlokasi di Kelurahan Indarung, Kecamatan
Lubuk Kilangan, Kotamadya Padang, Sumatera Barat, berjarak 15 km kearah
timur pusat kota Padang.

1
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan semen ?
2. Apa bahan baku pembuatan semen ?
3. Bagaimana proses pembuatan semen ?
4. Bagaimana pengaruh industri semen terhadap lingkungan ?
5. Bagaimana cara kerja alat Raw mill ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari semen
2. Mengetahui proses produksi semen secara langsung di PT Semen Padang.
3. Mengetahui bahan baku utama dari pembuatan semen .
4. Mengetahui pengaruh industri semen terhadap lingkungan .

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Semen


Semen Portland merupakan semen hidrolisis yang dihasilkan dengan cara
penggilingan terak/clinker yang mengandung senyawa kalsium silikat yang
bersifat hidrolis yang ditambah bahan tambahan gypsum untuk mengendalikan
reaksi awal. Disebut hidrolis karena senyawa-senyawa yang terkandung di dalam
semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai
perekat terhadap batuan. Semen memiliki sifat sebagai berikut :
1. Mampu mengeras apabila dicampur dengan air.
2. Tidak larut dalam air.
3. Plastis sementara apabila dicampur dengan air.
4. Dapat melekatkan batuan apabila dicampur dengan air.
Pada dasarnya proses atau teknologi pembuatan semen dibagi menjadi
empat macam, yaitu:
1. Proses basah
Pada proses basah, raw material dihancurkan kemudian digiling dalam
raw mill sambil diiringi penambahan air sehingga kadar airnya menjadi 25-40%
dari total material. Selama penggilingan berlangsung, dilakukan pencampuran
slurry hingga dicapai komposisi yang memenuhi pabrik. Setelah itu, slurry
tersebut dimasukkan ke dalam silo untuk kemudian dibakar.
2. Proses semi basah
Dalam proses semi basah, umpan dalam bentuk cake. Penyediaan umpan
kiln sama dengan proses basah, hanya umpan kiln disaring terlebih dahulu.
Selanjutnya cake yang digunakan sebagai umpan kiln disyaratkan mempunyai air
antara 17-27%.

3
3. Proses semi kering
Pada proses semi kering jenis umpan bentuk butiran. Bahan baku yang
telah dihancurkan, digiling dalam raw mill yang kemudian dibentuk
butiran-butiran dalam inti granulasi yang dicampur untuk mencapai homogenitas.
Kadar air yang disyaratkan dalam umpan kiln sekitar 10-15%. Setelah homogen
baru diumpankan ke kiln. Di dalam kiln, umpan dibakar hingga membentuk
clinker. Setelah dingin, digiling ke cement mill bersama gypsum hingga terbentuk
semen.
4. Proses Kering
Pada proses kering, bahan baku dipecah dan digiling sampai kadar air
maksimal 1%. Bahan baku yang telah digiling, dicampur dalam Blending silo
untuk mendapatkan campuran yang homogen dengan menggunakan udara tekan.
Bahan baku yang telah homogen ini diumpankan ke kiln selanjutnya didinginkan
dan dicampur dengan gypsum dengan kadar gypsum sebanyak 4% untuk
kemudian digiling dalam Finish Mill hingga menjadi semen.

2.2 Bahan Baku


Bahan baku yang terdapat pada PT. Semen Padang dalam produksi,
diperoleh dari pertambangan yang tidak begitu jauh dari pabrik. Batu kapur dan
silika diperoleh dari Bukit Karang Putih yang berjarak 1,7 km kearah Selatan dari
lokasi pabrik. Tanah liat diperoleh dari Gunung Sariak yang berjarak 400 m
kearah Timur dari lokasi pabrik. Sedangkan, bahan baku pasir besi didatangkan
dari PT Aneka Tambang Cilacap.
Bahan baku utama termasuk dalam kelompok Siliceous dan argillaceous
sebagai penyumbang komponen tanah liat, serta kelompok calearous yang
menyumbang komponen kapur. Ketiga kelompok ini banyak mengandung
senyawa kimia pembentuk semen yaitu kalsium dan silika. Berikut bahan baku
utama pembuat semen, yaitu kapur, tanah liat, pasir besi dan batu silika.

4
1. Kapur (lime)
Kapur yang sering digunakan adalah batu kapur (limestone).Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1. Hal ini disebabkan limestone lebih mudah digiling
dan dihomogenisasikan serta mengandung silikat sehingga dalam pembuatan raw
meal (bahan baku clinker) hanya dibutuhkan sedikit pasir silika. Dalam proses
pembuatan semen, limestone digunakan sebanyak 81%. Kapur ini memiliki
kandungan CaCO3 (kalsium karbonat) yang tinggi (diatas 75%) dengan kandungan
silika dan alumina yang rendah. Limestone yang diperoleh dari penambangan
bukit karang putih umumnya mempunyai komposisi kimia. Sebagaimana yang
dicantumkan pada tabel 2.1.
2. Tanah Liat (clay)
Tanah liat yang ditunjukkan seperti pada gambar 2.2. Komponen utama
yang membentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat (Al2SiO7H2O)
dan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya,
3 Pasir Besi
Pasir besi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3mengandung Fe2O3
minimal 50% atau cukup besar untuk penambahan koreksi, karena akan
mempengaruhi kekuatan semen dan berfungsi untuk menghantarkan panas dalam
pembuatan terak (clinker) dari umpan kiln. Pasir besi mempunyai sifat
menggumpal dan merupakan komponen dengan berat jenis terbesar dari
komponen semen lainnya. Dalam proses pembuatan semen, clay digunakan
sebanyak 2%.
4. Batu Silika (Silica Stone)
Batu silika seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 digunakan karena
banyak mengandung silika oksida (SiO2). Semakin murni kadar SiO2 maka
semakin putih warnanya, semakin kurang kadar SiO2 maka akan semakin
berwarna merah atau coklat. Batu silika berfungsi untuk meningkatkan kekuatan
pada semen. Penggunaan batu silika pada proses pembuatan semen sebesar 9%.
Batu silika hasil pertambangan dari Bukit Karang Putih umumnya memiliki
komposisi kimia.Sebagaimana yang dicantumkan pada tabel 2.4.

5
2.3 Proses Produksi
Proses produksi pada Indarung IV menggunakan teknologi proses kering.
Maka proses produksi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pengeringan dan
penggilingan bahan baku, pembakaran dan pendinginan klinker dan penggilingan
akhir.
1. Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill)
1) Proses Penggilingan dan Pengeringan Bahan Baku pada Vertical Mill

(sumber: Central Control Panel Indarung IV)


Gambar 2.1 Flowchart proses unit Vertical Mill
Pada gambar 3.6 menjelaskan bahwa bahan baku (batu kapur, silika, tanah
liat dan pasir besi) dari storage dibawa menuju masing-masing hopper dengam
menggunakan beltconveyor. Keluaran dari hopper diatur komposisinya pada
dosimatfeeder, kemudian material disatukan dalam beltconveyor menuju rawmill.
Sebelum masuk kedalam rawmill diatas beltconveyor ditambah peralatan
magneticseparator dan metaldetector yang berfungsi menarik potongan-potongan
logam yang terdapat dalam material agar tidak mempengaruhi proses.
Raw mill yang digunakan adalah vertical raw millseperti yang ditunjukkan
pada gambar 2.1 dengan proses penggilingan sekaligus pengeringan bahan
material. Material masuk akan melalui triple gate yang digerakan oleh hydraulic
yang membuka dan menutup secara bergantian. Alat ini digunakan agar dapat
mengurangi kebocoran udara dari luar masuk ke dalam raw mill.

6
(a) (b)
Gambar 2.2 (a)bagian-bagian vertical mill (b)vertical mill Ind. IV

Dalam rawmill, material akan jatuh ditengah grindingtable yang berputar,


selanjutnya akan digiling oleh 4 buahgrinding roller dan ditekan oleh roller
hydraulic. Proses penggilingan terjadi karena material bergerak kearah pinggir
grindingtable akibat gaya sentrifugal dari putaran grindingtable. Bersamaan
dengan itu, proses pengeringan material didalam rawmill menggunakan udara
panas yang dihembuskan oleh suspensionpreheater fan (ID fan).
Udara panas dihembuskan lewat bawah grinding table, sedangkan produk
yang telah digiling akan dihisap oleh electrostatic precipitator fan melewati
classifier yang Classifyer yang berfungsi untuk mengendalikan ukuran partikel
yang boleh keluar dari raw mill. Raw mix yang memiliki standar kehalusan
tertentu akan terhisap oleh fan keluar dari vertical roller mill.
Dari raw millmaterial ditransportasikan dengan udara panas dari
suspension preheater (SP) atau ID fan dan hisapan dari electrostatic precipitator
(EP) menuju separator yang berupa cyclone. Cyclone digunakan untuk
memisahkan material halus dengan gas. Udara yang mengandung partikel akan
masuk pada posisi inlet dan terdipersi secara tangensial membentuk pusaran pada
bagian cone. Akibat tumbukan partikel dengan dinding, partikel kehilangan
kecepatan dan gaya sentrifugal, sehingga partikel kasar akan mengendap sebagai
tailing karena adanya gaya berat, sedangkan partikel halus akan terangkat dan
keluar dari cyclone melalui immersion tube karena gaya apung. Partikel kasar
yang keluar dari raw mill sudah seperti tepung dan disebut raw mix atau kiln feed.

7
Udara yang mengandung partikel halus (debu) akan di proses pada
ElectroststicPrecipitator (EP) sebagaimana dapat dilihat pada gambar2.3. Udara
yang mengandung debu hasil keluaran cyclone bersuhu sekitar 98°C. EP bekerja
dengan memberikan muatan negatif pada debu, sehingga debu nantinya akan
menempel pada collecting plate bermuatan positif, kemudian dengan hammer
yang terdapat dalam EP, collecting plate akan dipukul hingga debu terjatuh.
Udara yang telah bersih masuk ke cerobong dan dibuang ke udara bebas.

Gambar 2.3 Electroststic Precipitator

Raw mix selanjutnya akan menuju Controlled Flow Silo (CF Silo) dengan
menggunakan air slide. CF Silo digunakan sebagai penyimpanan sementara
rawmix yang nantinya akan digunakan sebagai umpan kiln dan juga sebagai
tempat homogenasi rawmix. Homogenasi terjadi karena perbedaan waktu tinggal
saat penarikan material dari tujuh cone yang berada pada CF Silo. Material hasil
penarikan cone diumpankan ke suspensionpreheater dengan menggunakan
airslide dan bucket elevator.

8
2). Proses Penggilingan dan Pengeringan Bahan Baku pada Horizontal Mill

(sumber: Central Control Panel Indarung IV)


Gambar 2.4 Flowchart proses unit tubeMill
Pada gambar 2.4 menjelaskan bahwa material yang akan digiling
dimasukkan bersamaan dengan aliran udara panas berasal dari Suspension
Preheater (PH fan) yang di tarik oleh mill fan, sehingga didalam tube mill selain
terjadi proses penggilingan juga terjadi proses pengeringan. Tube mill (Horizontal
Mill) untuk raw mill ini terdiri dari 3 ruangan yaitudrying chamber, kamar I, dan
kamar II. Pada drying chamber dipasang lifter yang berfungsi untuk mengangkat
dan menghamburkan material sehingga proses pengeringan dapat berlangsung
dengan efektif karena luas permukaan material yang kontak dengan gas panas
bertambah besar. Sebagai pemisah antara drying chamber dengan kompartmen I
digunakan open diaphragm.
Didalam kamar I terdapat lifting liner berjenis step liner. Liner jenis ini
berfungsi untuk mengangkat dan menjatuhkan grinding media sehingga
dihasilkan gaya tumbukan terhadap material yang akan digiling. Pada kamar II,
permukaan liner yang digunakan bergelombang dikarenakan gaya yang
diperlukan adalah gaya gesek antara material dengan grinding media. Di kamar II
juga digunakan danula ring yang berfungsi untuk memperpanjang waktu tinggal
material di dalam mill sehingga efek penggilingan akan lebih baik.

9
Sebagaimana gambar 2.5 merupakan alat horizontal mill/tube mill.

Gambar 2.5 Horizontal Mill


Diaphragm digunakan di antara kamar I dan kamar II yang berfungsi
sebagai saringan terhadap material hasil penggilingan. Karena system
dischargenya adalah centre discharge maka diaphragm yang digunakan berjenis
single diaphragm untuk masing-masing keluaran kamar. Material hasil
penggilingan kamar melalui diaphragm dan selanjutnya akan mengalami
penyaringan kembali diruang bawah tube mill sehingga material yang masuk ke
dalam air slide (PGC) adalah benar-benar raw mix dan mencegah grinding media
ikut keluar bersamanya.
Grinding media yang digunakan terbuat dari bola baja dengan ukuran yang
berbeda untuk setiap kamar. Untuk kamar I digunakan grinding media berukuran
50-90 mm, sedangkan untuk kamar II grinding media yang digunakan berukuran
25-30 mm.
2. Pembakaran dan Pendinginan Clinker
Proses pembentukan clinker tidak seluruhnya terjadi di rotary kiln, tetapi
di dalam dua unit yaitu Suspension Preheater (SP) dimana raw mix mengalami
proses penguapan air, pemanasan awal dan sebagian proses kalsinasi. Sedangkan
pada kiln terjadi proses kalsinasi lanjutan, sintering dan pendinginan clinker.
Suspensionpreheater terdiri dari Separate LineCalciners (SLC).

Dengan adanya SP memberikan beberapa keuntungan diantaranya :

10
1) Rotary kiln lebih pendek
2) Gas panas yang keluar dari SP dapat digunakan sebagai pemanas di raw
mill dan coal mill.
3) Penghematan bahan bakar.
Kiln merupakan salah satu alat utama dalam pabrik semen yang berfungsi
sebagai tempat menghasilkan clinker yang merupakan produk setengah jadi dalam
pembuatan semen. Penggunaan Suspension Preheater yang dilengkapi Calsiner
merupakan pilihan yang tepat untuk memperoleh konsumsi panas yang kecil dan
meningkatkan kapasitas produksi kiln.Selain itu, beban kiln menjadi berkurang,
karena kalsinasi sudah mulai terjadi di SP (calsiner).
Berikut tahapan reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker dari
umpan baku (Raw Mix), yaitu proses pengeringan/penguapan air, tahapan
pelepasan air hidrat tanah liat, dekomposisi tanah liat pada suhu 600 - 8000C,
tahap penguapan CO2 dari limestone dan mulai kalsinasi 600 - 9000C,
dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan CA 600 - 10000C, tahap
pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 1000 0C, tahap pembentukan C3A dan
C4AF dan tahap pembentukan C3S.
1. Proses pengeringan/penguapan air
Proses penguapan ini terjadi pada suhu sampai 1000C, umpan baku (raw
mix) yang masuk ke suspension preheater dari CF silo memiliki suhu > 750C.
2. Tahapan pelepasan air hidrat clay (tanah liat).
Proses ini terjadi pada temperatur sekitar 5000C dan terletak di siklon
stage 2.
Al2SiO7H2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O
3. Dekomposisi tanah liat pada suhu 600 - 8000C
Al4(OH)8Si4O10 2(Al2O3.2SiO2) + 4H2O
4. Tahap penguapan CO2 dari limestone dan mulai kalsinasi (600 – 900 0C)
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO +CO2

5. Dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan CA (600 – 1000 0C)

11
3CaO + 2SiO2 + Al2O3 2CS + CA
6. Tahap pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 1000 0C
CS + C C2S
CaOSiO2 + CaO 2CaOSiO2 atau C2S
7. Tahap pembentukan C3A dan C4AF
Proses pembentukan garam kalsium aluminat dan ferit ini terjadi pada
suhu 1095-1205oC.
3CaO + Al2O3 3CaOAl2O3 atau C3A
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO Al2O3 Fe2O3 atau C4AF
8. Tahap pembentukan C3S
Proses pembentukan garam silikat ini terjadi pada temperatur 1260-1400oC
C3S terbentuk sedangkan C2S mulai turun persentasinya karena berubah
menjadi C3S.
2CaOSiO2 + CaO 3CaOSiO2 atau C3S
Masih banyak lagi komponen-komponen dalam clinker yang terbentuk
selama perjalanan raw mix menjadi clinker, seperti yang ditampilkan pada
gamabar 3.11.Sedangkan bagian dari CaO yang tidak bereaksi dengan oksida-
oksida, aluminium, besi dan silika tersebut biasanya berupa senyawa CaO bebas
atau free lime.Free lime ini dalam hasil produksi clinker dibatasi antara 1,0 – 1,5
%.

(Sumber: Central Control Panel Indarung IV)


Gambar 2.6 Flowchart proses unit Kiln

1) Suspension Preheater (SP)

12
Suspension preheater seperti yang telah ditampilkan pada gambar 2.7
merupakan alat pemanas awal dan kalsinasi awal dari raw mix sebelum
dimasukkan ke dalam rotary kiln. Dengan adanya proses kalsinasi di
calsiner,dapat meningkatkan kapasitas produksi kiln, dan mengurangi kebutuhan
energi karena konsumsi panas yang kecil di kiln sehingga mengurangi beban kiln
untuk membentuk clinker. Energi panas yang dibutuhkan di SP sebagian
diperoleh dari udara panas dari kiln dangrate cooler hasil pendinginan clinker
dialirkan melewati dua aliran udara tersier dan sebagian lagi dari pembakaran
batubara pada kalsiner.

Gambar 2.7 Suspension Preheater


SLC (Separate Line Calsiner) memungkinkan pembakaran clinker
menggunakan rotary kiln yang lebih kecil dengan waktu tinggal yang tepat,
mengingat perpindahan panas yang terjadi didalam kiln hampir seluruhnya radiasi.
Sedangkan kalsinasi, perpindahan panas yang terjadi lebih didominasi oleh
mekanisme konveksi yang tidak cukup ekonomis dilakukan didalam kiln karena
kecepatan aliran gas yang cukup rendah. Pada saat feeding, rawmix
ditransportasikan ke inlet preheater melalui bucket elevator dan air slide. Pada
inlet preheater umpan dipisah dalam dua aliran yang sama di top cyclone, bisa
juga hanya dilewatkan satu aliran. Gas dan material yang mengalir didalam
preheater beroperasi dengan sistem co-current, dimana material mengalir ke
bawah secara gravitasi dan gas ke atas karena exhaust fan (preheater fan).
Sebagaimana preheater yang beroperasi dengan system co-current dapat
dilihat pada gambar 2.8.

13
Gambar 2.8Suspension preheater cyclone dengan sistem aliran co-current

Aliran proses SP pada Indarung IV diawali dengan masuknya raw mix


pada masing-masing inlet cyclone yaitu A52 dan B52, kemudian material berat
akan jatuh ke switchvalve atau pendulumvalve sebagai gate masukan material
dengan gaya berat, juga sebagai penutup udara panas dan material agar tidak
tercampur dengan cyclone sebelumnya. Setelah itu material masuk pada A51 dan
B51, material berat kemudian masuk ke A53 dan B53. Dari A53 dan B53 menuju
B55 (SLC) dan meterial masukke B54. Dari B54 material menujuriser pipe,
material berat langsung masuk ke kiln dan yang terbawa aliran gas panas menuju
A54 selanjutnya masuk ke dalam kiln.

2) Rotary Kiln
Rotary kiln merupakan peralatan utama dalam pembuatan semen karena di
dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan clinker dari bahan baku.
Secara garis besar kiln terbagi menjadi 3 zona, yaitu : zona kalsinasi, zona transisi
dan zona sintering. Proses perpindahan panas sebagian besar ditentukan oleh
proses radiasi, sehingga digunakan isolator batu bata tahan api (refractory brick)
dan mencegah coating yang terbentuk selama proses pembakaran. Pada zona
sintering, fasa cair sangat diperlukan karena reaksi clinkerisasi lebih mudah
berlangsung pada fasa cair.

Sebagaimana Rotary kiln dapat dilihat pada gambar 2.9.

14
Gambar 2.9 Rotary klin

Di dalam rotary kiln terjadi proses kalsinasi lanjutan dan sintering atau
pembentukan mineral-mineral pembentuk semen, yaitu C2S, C3S, C3A dan C4AF.
Di dalam kiln terjadi kontak antara material dengan gas panas secara counter
current sehingga terjadi perpindahan panas yang lebih efektif. Proses di dalam
kiln menyebabkan perubahan fisik dan kimia dari material disepanjang kiln.
Temperatur di kiln mencapai + 1400oC.
Keadaan di burning zone diusahakan dalam kondisi oksida artinya pada
keadaan normal kandungan oksigen di inlet berkisar 1-3 %. Jika mengandung
oksigen terlalu rendah proses pembakaran menjadi tidak sempurna karena
terbentuk CO. Untuk menentukan udara pembakaran digunakan parameter kadar
oksigen dari gas hasil pembakaran sebagai pengendali dengan kadar oksigen
dalam gas buang berkisar 0,7-5,3 % (dengan udara berlebih 8-19 %) dengan kadar
optimum 1-1,5 % agar proses pembakaran sempurna (membentuk CO2) dengan
panas pembakaran sekitar 8100 kkal/kg clinker. Clinker yang terbentuk masuk ke
grate cooler untuk didinginkan secara mendadak.
3) Pendinginan
Pendinginan berfungsi menurunkan temperatur clinker dari ±1400oC
hingga ±120oC yang dilakukan secara mendadak (quenching). Grate Cooler
mempunyai 3 bagian grate datar yang terdiri dari barisan bergerak dan diam. Laju
kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker sendiri.
Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan
maka beberapa reaksi yang terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yg

15
terbentuk akan berkurang dan larut pada klinker cair yang belum sempat memadat
selama proses pendinginan. Dengan pendinginan yang cepat dapat mencegah
berkurangnya C3S. Laju pendinginan juga dapat mempengaruhi keadaan dari
kristal reaktifitas fasa klinker dan tekstur.
Perpindahan panas pada grate cooler adalah crosscurrent antara klinker
dengan udara pendinginnya. Partikel halus akan masuk ke dalam Chamber udara
yang terdapat dibawah grateplate dan dikeluarkan menggunakan airsluice dan
ditarik menggunakan dragchainconveyor, sedangkan klinker yang berukuran
besar dihancurkan oleh clinkerbreaker (crusher), berupa hammer besar pada
ujung gratecooler.
4) Bahan Bakar (Batubara)
Untuk kebutuhan energi sebagai bahan bakar, digunakan coal (batu bara).
Sebelum batubara digunakan, batubara harus digiling terlebih dahulu dalam
CoalMilldimana batubara akan menjadi lebih halus (finecoal), tujuannya agar
batubara akan semakin mudah untuk terbakar. Selain kehalusan, kadar air dalam
batubara dapat mempengaruhi proses pembakaran. Kadar air pada batubara tidak
boleh terlalu rendah karena sifatnya mudah terbakar dan membahayakan bin
finecoal.
Batubara dari storage akan ditarik menggunakan bridgescrapper dan
diteruskan menggunakan beltconveyor menuju binfeedcoalmill. Batubara akan di
umpankan pada coalmill untuk digiling. Prinsip kerja dari coalmill sama seperti
rawmill akan tetapi mempunyai kapasitas yang lebih kecil dari pada rawmill.
Aliran panas coalmill berasal dari SP dan kiln. Setelah dari coalmill material akan
masuk ke cyclone dan dipisahkan antara padat dan gas.
Gas akan masuk kedalam (ElectrostaticPrecipitator) EP dan
(BaghouseFilter) BHF untuk ditangkap debunya, sedangkan yang finecoal akan di
bawa masuk kedalam coalsilo menggunakan screw conveyor. Proses
pengumpanan finecoal ke pembakaran menggunakan sistem pneumaticmoving
dimana finecoal akan terdorong oleh udara yang berasal dari blower.
Alat yang berperan dalam pengumpanan yaitu coriolis. Dalam coriolis,
finecoal akan mengisi segmenfeed yang berputar dengan kecepatan tertentu. Pada

16
level 1300 putaran inlet, finecoal akan ditimbang melalui deteksi loadsell. Udara
akan memasuki pusat roda dan diputar dengan cepat dalam arah tangensial. Pada
gambar 3.15 merupakan flowchart yang menjelaskan tentang proses unit Coal
Mill 4K2 dan 4K3.

(sumber: Central Control Panel Indarung IV)


Gambar 3.15 Flowchart proses unit Coal Mill 4K2 dan 4K3

3. Penggilingan Akhir (Cement Mill)


Klinker yang telah didinginkan pada gratecooler menuju silo
menggunakan apronconveyor. Silo ialah tempat penyimpanan klinker yang akan
diumpankan menuju cementmill, selain itu juga terdapat juga unburnsilo yang
digunakan sebagai tempat penyimpanan klinker yang sewaktu-waktu dapat di
ekspor atau produk intermediate.
Pada bagian bawah unburnsilo terdapat jalur untuk memasukan klinker
kedalam truk kapsul sehingga lebih mudah dalam mentrasportasikan. Kondisi

17
material di dalam silo akan membentuk tumpukan yang menggunung disekitar
section gate dari silo tersebut. Sebagaimana pada gambar 3.16 ditampilkan
Flowsheet Cement Mill.

(Sumber: Central Control Panel Indarung IV)


Gambar 3.16 Flowsheet cementmill
Klinker dari domesilo di transportasikan ke bin sementara menggunakan
apronconveyor, dari bin klinker di alirkan kembali menggunakan beltconveyor
menuju rollerpress. Pada rollerpress dilakukan penggilingan awal dengan
pemipihan luas permukaan klinker. Hal ini bertujuan untuk menambah kapasitas
dan mempermudah penggilingan pada cementmill. Klinker yang digiling
mempunyai ketebalan sekitar 13-25 mm. Kemudian klinker ditransportkan dengan
beltconveyor menuju cementmill. Sebelum klinker masuk kedalam cementmill,
klinker akan ditambah bahan material lainnya seperti gypsum, pozzolan dan
limestone dari storage masing-masing yang dibawa menuju hopper dan diatur
banyak komposisi sesuai dengan tipe semen oleh dosimatfeeder dan digabungkan
dengan klinker untuk diumpankan dalam cementmill. Seperti yang ditampilkan
pada gambar 3.17.

Gambar 3.17 Cement mill

18
Gambar 3.18 Penggilingan pada setiap Chamber
Pada gambar 3.18 menjelaskan bahwa Cementmill terdiri atas 2 Chamber
(ruang), Chamber 1 untuk pengeringan dan coarse grinding atau penggilingan
kasar dan Chamber 2 untuk penggilingan halus. Proses penghalusan/penggilingan
raw material menggunakan grinding media yang berupa steel ball yang memiliki
ukuran diameter yang bervariasi, steel ball berbentuk bola yang terbuat dari
material yang tersususun atas unsur C (karbon), Cr (kromiun) dan Mo
(molibdenum), dengan komposisi yang berbeda – beda sesuai dengan ukuran
diameter steel ballnya. Pergerakan grinding ball pada kompartmen 1 terjadi
cataracing motion dimana material dan grinding ball akan terangkat hampir
mencapai 180o dan terjatuh sehingga akan terjadi penumbukan material oleh
grinding media.
Proses ini terjadi karena rotasi mill cukup tinggi, pemilihan persen loading
yang tepat, diameter grinding media yang relatif lebih besar atau posisi lifting
liner. Sedangkan pada kompartmen 2 terjadi cascading motion pada grinding
media, terlihat pergerakan grinding ball yang lebih rendah seolah mengalir dan
berputar sehingga terjadi gesekan antara grinding media dan material atau disebut
proses penggerusan. Untuk masing-masing ukuran grinding media pada kamar 1
dan kamar 2 berbeda, sebagaimana yang telah dicantumkan pada gambar 3.2.
Tabel 3.2 Ukuran grinding media Cement Mill
Kamar Diameter (mm)
I 70-90
II 20-40

Agar selalu dicapai kapasitas mill yang optimum, maka jumlah dari
steelball pada mill harus dijaga dalam jumlah dan perbandingan yang relatif

19
konstan, yaitu dengan cara penambahan grindingmedia yang teratur, berdasarkan
pada millinspection sewaktu millstop. Selain itu didalam cement mill juga terdapat
liner yang berfungsi untuk melindungi permukaan bagian dalam mill dari
grinding media (steel ball), liner juga berfungsi untuk mengangkat steelball untuk
menghasilkan efek tumbukan (impact) dan efek penggerusan pada material,
sehingga dihasilkan material yang halus.
Ada beberapa jenis Liner, antara lain lifting liner, classifying liner, mill head
liner,slotplate dan blind plate liner.
1. Lifting liner yaitu liner yang berada pada chumber 1, yang mengangkat
steel ball untuk menghasilkan efek tumbukan pada material
2. Classifying liner yaitu liner yang berada pada chumber 2, yang
mengangkat steel ball untuk menghasilkan efek penggerusan pada material
3. Mill head Liner yaitu liner yang berada pada bagian input tube mill untuk
melindungi  dinding bagian dalam cement mill dari tumbukan steel ball
4. Slotplate dan Blind plate liner yaitu liner yang berada pada intermediate
diafragma dan output cement mill, yang berfungsi untuk memisahkan
material yang kasar dan material  halus yang dibawa oleh aliran gas panas.
Partikel yang berukuran besar pada dasarnya adalah gabungan dari partikel
– partikel kecil yang terikat oleh adanya energi molekuler. Jadi pada hakikatnya
proses penggilingan adalah menimbulkan suatu energi untuk melawan energi
molekuler tersebut, sehingga partikel – partikel kecil dapat dipisahkan. Energi ini
dihasilkan oleh gerakan grinding media didalam cement mill akibat energi yang
diberikan oleh motor kepada cement mill. Tapi tidak semua energi yang diberikan
oleh motor digunakan untuk penggilingan.
Energi yang dipakai untuk penggilingan hanya berkisar 20 % sedangkan
yang lainnya hilang sebagai friksi antar partikel dan elemen – elemen cement mill,
suara, panas dan getaran/vibrasi serta kehilangan pada efesiensi mekanis dari
motor mill. Untuk mengatur dan mengendalikan suhu dalam mill, maka dilakukan
proses pendinginan dengan menembakan air (waterinjection).
Diantara kompartemen 1 dan 2 terdapat suatu pemisah yang disebut center
diagfragma. Pada center diafragma ini terdapat slot plate dikompartmen 1 yang

20
berfungsi untuk lewatnya material halus untuk menuju kompartmen 2. Sedangkan
pada kompartmen 2 tidak keluar pada slot plate atau disebut blind plate pada
kompartmen 2 dikarenakan bagian tersebut ditutup sehingga material tidak akan
keluar dari sana melainkan material akan keluar dari slot opening yang tersusun
pada center screen. Jenis center diafragma yang digunakan pada cement mill di
Indarung IV adalah combidan diafragma.
Hasil penggilingan akan keluar dari cement mill dan dibawa oleh bucket
elevator dan air slide menuju sepax separator, sedangkan gas akan ditarik dari
cement mill oleh fan dan masuk ElectroStatic Precipitator (ESP). Debu yang
tertangkap ESP akan ditransportasikan menggunakan screw conveyor menuju air
slide dan akan diproses kembali, sedangkan gas akan dibuang melalui cerobong.
Produk yang masuk separator akan dipisah menjadi produk kasar dan produk
halus. Produk kasar (talling) akan jatuh dan kembali kedalam cement mill dengan
menggunakan air slide untuk digiling kembali, sedangkan produk halus (fine
product) akan ditransportasikan dengan air slide menuju bucket elevator menuju
cement silo.
Pada pabrik Indarung IV terdapat 8 cement silo dengan kapasitas yang
berbeda, dengan rata-rata sebesar 6.700 ton dan setiap silo menyimpan semen
yang berbeda-beda tipenya. Untuk mengatur masuknya semen kedalam silo maka
digunakan bottom gate yang digerakan secara pneumatic. Dalam silo terdapat
sebuah cone besar yang mengatur pengeluaran semen.

Pada bagian dasar cone diberikan aerasi sehingga tidak terjadi


penyumbatan aliran semen dan dapat mengalir dengan lancar ke tengah cone.
Aliran ini akan masuk menuju truk pengangkut, kereta api ataupun menuju tempat
pengantongan semen di Packing Plant Indarung (PPI).
4. Pengepakan
Proses pengantongan semen dilakukan di PPI, Teluk Bayur dan beberapa
daerah lainnya. Semen dari cement silo dibawa ke elevator melalui airslide
menuju PPI. Semen diangkat menuju penyaringan sebelum masuk kedalam

21
hopper dan kemudian menuju packer. Packer yang digunakan memiliki kapasitas
pengemasan 40 zak/menit. Dalam 1 zak semen memiliki kapasitas 50 kg akan
dibersihkan dari debu menggunakan dust filter dan ditransportasikan
menggunakan belt conveyor menuju bowmer truck.

2.4 Pengaruh Industri Semen Terhadap Lingkungan


Semen mempunyai empat komponen bahan kimia utama yaitu kapur,
silika, alumina dan besi oksida.sedikit gipsum biasanya ditambahkan pada saat
penghalusan untuk memperlambat pengerasan. Suatu industri semen tentu
mempunyai limbah dari pengolahan bahan baku tersebut. Dibandingkan sektor
industri lain, industri semen relatif tidak menghasilkan limbah cair mengingat
penggunaan teknologi berbasis proses kering dalam pembuatan semen, tidak
menyertakan penggunaan air. Limbah yang terbesar dari industri semen adalah
limbah gas dan limbah partikel. Limbah yang diproduksi pabrik keluar dan
bercampur dengan udara. Secara alamiah udara mengandung unsur kimia O 2, N2,
NO2, CO2, H2 ,dan zat lain-lain.

BAB III
TUGAS KHUSUS

3.I Raw Mill


Raw mill merupakanalat utama yang digunakan untuk proses pengilingan,
homogenasi, penyaringan dan pengeringan awal bahan baku. Cara kerja dari raw
mill adalah dengan menghancurkan bahan baku (limestone, batu silica, clay, dan
pasir besi) dari daerah penambangan serta mencampurkan bahan baku tersebut

22
dengan penimbangan sesuai dengan yang telah ditentukan. Pabrik Indarung IV
menggunakan raw mill dengan tipe vertical roller mill yang memiliki 4 buah
roller dan horizontal mill yang memiliki satu drying chumber dan 2 chumber.
Prinsip kerja dari vertical raw mill adalah penghancuran material dengan
menggunakan roller kemudian dikeringkan dengan memanfaatkan udara panas
yang berasal dari hasil pembakaran di kiln sedangkan prinsip kerja dari horizontal
mill adalah penghancuran material dengan menggunakan grinding media. Hasil
dari penggilingan raw mill disebut dengan raw mix. Raw mix hasil dari
penggilingan raw mill akan disimpan di CF silo. Untuk tipe raw mill dapat dilihat
pada gambar 3.19 yaitu vertical raw mill dan horizontal raw mill.

(a) (b)
Gambar 3.19 (a) Vertical Raw Mill (b) Horizontal raw mill Indarung IV

Pada raw mill terjadi 4 proses utama yaitu penggilingan, pengeringan,


pemisahan dan transport.
1. Penggilingan
Pada vertical roller mill, material yang masuk akan jatuh ditengah –
tengah grinding table yang sedang berputar kemudian akan digiling dan ditekan
oleh roller. Proses penggilingan dipengaruhi oleh gayasentrifugal dari putaran
grinding table sehingga material akan bergerak ke arah pinggir dari grinding
table. Sedangkan pada horizontal mill materialdari drying chumber akan masuk
ke chumber 1dan II untuk digiling menggunakan grinding ball.

23
2. Pengeringan
Pada vertical mill proses pengeringan berlangsung bersamaan dengan
proses penggilingan. Dimana gas panas dari suspension preheater di alirkan ke
dalam raw mill dengan bantuan tarikan fan. Sedangkan pada horizontal mill
proses pengeringan terjadi pada drying chumber dimana gas panas juga berasal
dari suspension preheater.
3. Pemisahan
Pada vertical mill, material yang telah digiling di raw mill akan terbawa
oleh gas panas menuju ke bagian atas raw mill. Pada bagian atas raw mill terdapat
classifier yang berfungsi untuk memisahkan antara partikel halus dan partikel
kasar. Classifier berputar dengan sebuah motor pada kecepatan tertentu. Material
yang masih kasar akan jatuh karena berbenturan dengan motor dari classifier ke
tengah grinding table yang kemudian akan digiling kembali dengan fresh feed.
Sedangkan pada horizontal mill, pemisahan terjadi dengan separator dan cyclone
dimana yang dipisahkan dengan separator adalah material kasar dan material
halus dan yang dipisahkan dengan cyclone adalah material halus dan gas panas.
4. Transport
Pada vertical mill, gas panas dari suspension preheater yang masuk ke
dalam raw mill dengan bantuan tarikan fan selain sebagai media pengeringan juga
berfungsi sebagai media transport material masuk ke dalam classifier. Sedangkan
pada horizontal mill transport material dibantu dengan PGC dan elevator.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
semen merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam
bidang pembangunandalam suatu negara. semen berasal dari kata
Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau
mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh.Beberapa jenis

24
semen diantaranya semen portland, semen portland campur, semen
putih,semen sumur minyak, dan semen pozolan
Limbah yaang terbesar dari industri semen adalah gas dan partikel.
Limbah yang diproduksi pabrik keluar dan bercampur dengan udara. Secara
alamiah udara mengandung unsur kimia O2, N2, NO2, CO2, H2 ,dan zat lain-lain.
Hal ini apabila dibiarkan terus menerus akan memiliki dampak negatifbagi
lingkungan sehingga perlu adanya daur ulang dan penanggulangan yang serius.

4.2 Saran
Penggalian dan pengolahan semen sangat mendukung kema juan
suatu n egara, tetapi y a n g ja n g a n dilupakan adalah masalah
l i m b a h . u n t u k m e n g a t a s i p e r m a s a l a h t e r s e b u t diperlukan kerjasama
dari berbagai pihak, diantaranya:
a. Industri, diharapkan sebelum membuang limbah pabriknya
harusdimenetralisasinya ataumendaurnya.
b. Pemerintah, diharapkan melakukan penga!asan yang ketat terhadap
industri-industri,terutama dalam masalah penanggulangan limbahnya.
c. Masyarakat, diharapkan turut serta dalam melakukan pengawasan kinerja
industri-industriterutama masalah penanggulangan limbahnya

DAFTAR PUSTAKA

“Annual Book of ASTM Standards”. 2005. Section 4. Volume 04.01 Cement;


Lime; Gypsum.International Standards Worldwide.
Duda, H Walter. 1985. ”Cement Data Book”. 3rd edition. Chemical Publishing Co
Inc. New York.
Holderbank. 2000. Cement Seminar Process Technology II. Holderbank
Management & Consulting.

25
Perry, Robert H. Perry’s Chemical Engineers Handbook, sixth edition. McGraw-
Hill Book Company.
Perray, E Kurt. 1984. Cement Manufacture Handbook. Chemical Publishing. New
York.

26

Anda mungkin juga menyukai