INDUSTRI SEMEN
Disusun Oleh :
Kelompok I (A3)
Lhokseumawe, 4
Oktober 2019
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................i
DAFTAR ISI................................................................ii
BAB. I PENDAHULUAN.................................................1
A. Latar Belakang...............................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................2
C. Tujuan............................................................................2
BAB. II PEMBAHASAN..................................................3
2.1 Pengertian Semen.................................................................................3
2.2 Bahan Baku..................................................................4
2.3 Proses Produksi............................................................6
2.4 Pengaruh Industri Semen terhadap lingkungan........22
BAB IV PENUTUP......................................................25
A. Kesimpulan..................................................................25
B. Saran...........................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.....................................................26
ii
iii
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam perkembangan peradaban manusia khususnya dalam hal bangunan,
kita tentu kerap mendengar cerita tentang kemampuan nenek moyang merekatkan
batu-batu raksasa hanya dengan mengandalkan zat putih telur, ketan atau lainnya.
Alhasil, berdirilah bangunan fenomenal, seperti candi borobudur atau cadi
prambanan di Indonesia ataupun jembatan di cina yang menurut legenda
menggunakan ketan sebagai perekat. Peristiwa tadi menunjukkan dikenalnya
fungsi semen sejak zaman dahulu. Sebelum mencapai bentuk seperti sekarang,
perekat dan penguat bangunan ini awalnya hasil dari pencampuran batu kapur dan
abu vulkanis. Pertama kali ditemukan di zaman kerajaan Romawi, tepatnya di
Pozzuoli, dekat teluk Napoli, Italia. Bubuk itu lantas dinamai pozzuolana.
Menyusul runtuhnya kerajaan Romawi, sekitar abad pertengahan resep ramuan
pzzuolina sempat menghilang dari peredaran.
Materal itu sendiri adalah benda yang dengan sifatnya yang khas
dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Dan sains material
yaitu cabang ilmu yan meliputi pengembangan dan penerapan pengetahuan yang
mengkaitkan komposisi, struktur dan pemrosesan material dengan sifat
kegunaannya. Semen termasuk material yang sangat akrab dalam kehidupan kita
sehari-hari.
PT Semen Padang adalah salah satu perusahaan produsen dan distributor
semen yang dikenal memiliki reputasi yang baik dengan sistem produksi yang
sangat matang. PT Semen Padang berlokasi di Kelurahan Indarung, Kecamatan
Lubuk Kilangan, Kotamadya Padang, Sumatera Barat, berjarak 15 km kearah
timur pusat kota Padang.
1
1.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan semen ?
2. Apa bahan baku pembuatan semen ?
3. Bagaimana proses pembuatan semen ?
4. Bagaimana pengaruh industri semen terhadap lingkungan ?
5. Bagaimana cara kerja alat Raw mill ?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian dari semen
2. Mengetahui proses produksi semen secara langsung di PT Semen Padang.
3. Mengetahui bahan baku utama dari pembuatan semen .
4. Mengetahui pengaruh industri semen terhadap lingkungan .
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Proses semi kering
Pada proses semi kering jenis umpan bentuk butiran. Bahan baku yang
telah dihancurkan, digiling dalam raw mill yang kemudian dibentuk
butiran-butiran dalam inti granulasi yang dicampur untuk mencapai homogenitas.
Kadar air yang disyaratkan dalam umpan kiln sekitar 10-15%. Setelah homogen
baru diumpankan ke kiln. Di dalam kiln, umpan dibakar hingga membentuk
clinker. Setelah dingin, digiling ke cement mill bersama gypsum hingga terbentuk
semen.
4. Proses Kering
Pada proses kering, bahan baku dipecah dan digiling sampai kadar air
maksimal 1%. Bahan baku yang telah digiling, dicampur dalam Blending silo
untuk mendapatkan campuran yang homogen dengan menggunakan udara tekan.
Bahan baku yang telah homogen ini diumpankan ke kiln selanjutnya didinginkan
dan dicampur dengan gypsum dengan kadar gypsum sebanyak 4% untuk
kemudian digiling dalam Finish Mill hingga menjadi semen.
4
1. Kapur (lime)
Kapur yang sering digunakan adalah batu kapur (limestone).Seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.1. Hal ini disebabkan limestone lebih mudah digiling
dan dihomogenisasikan serta mengandung silikat sehingga dalam pembuatan raw
meal (bahan baku clinker) hanya dibutuhkan sedikit pasir silika. Dalam proses
pembuatan semen, limestone digunakan sebanyak 81%. Kapur ini memiliki
kandungan CaCO3 (kalsium karbonat) yang tinggi (diatas 75%) dengan kandungan
silika dan alumina yang rendah. Limestone yang diperoleh dari penambangan
bukit karang putih umumnya mempunyai komposisi kimia. Sebagaimana yang
dicantumkan pada tabel 2.1.
2. Tanah Liat (clay)
Tanah liat yang ditunjukkan seperti pada gambar 2.2. Komponen utama
yang membentuk tanah liat adalah senyawa Alumina Silikat Hidrat (Al2SiO7H2O)
dan dapat diklasifikasikan berdasarkan kelompok mineral yang dikandungnya,
3 Pasir Besi
Pasir besi seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.3mengandung Fe2O3
minimal 50% atau cukup besar untuk penambahan koreksi, karena akan
mempengaruhi kekuatan semen dan berfungsi untuk menghantarkan panas dalam
pembuatan terak (clinker) dari umpan kiln. Pasir besi mempunyai sifat
menggumpal dan merupakan komponen dengan berat jenis terbesar dari
komponen semen lainnya. Dalam proses pembuatan semen, clay digunakan
sebanyak 2%.
4. Batu Silika (Silica Stone)
Batu silika seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 digunakan karena
banyak mengandung silika oksida (SiO2). Semakin murni kadar SiO2 maka
semakin putih warnanya, semakin kurang kadar SiO2 maka akan semakin
berwarna merah atau coklat. Batu silika berfungsi untuk meningkatkan kekuatan
pada semen. Penggunaan batu silika pada proses pembuatan semen sebesar 9%.
Batu silika hasil pertambangan dari Bukit Karang Putih umumnya memiliki
komposisi kimia.Sebagaimana yang dicantumkan pada tabel 2.4.
5
2.3 Proses Produksi
Proses produksi pada Indarung IV menggunakan teknologi proses kering.
Maka proses produksi dibagi menjadi 3 tahap, yaitu pengeringan dan
penggilingan bahan baku, pembakaran dan pendinginan klinker dan penggilingan
akhir.
1. Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Raw Mill)
1) Proses Penggilingan dan Pengeringan Bahan Baku pada Vertical Mill
6
(a) (b)
Gambar 2.2 (a)bagian-bagian vertical mill (b)vertical mill Ind. IV
7
Udara yang mengandung partikel halus (debu) akan di proses pada
ElectroststicPrecipitator (EP) sebagaimana dapat dilihat pada gambar2.3. Udara
yang mengandung debu hasil keluaran cyclone bersuhu sekitar 98°C. EP bekerja
dengan memberikan muatan negatif pada debu, sehingga debu nantinya akan
menempel pada collecting plate bermuatan positif, kemudian dengan hammer
yang terdapat dalam EP, collecting plate akan dipukul hingga debu terjatuh.
Udara yang telah bersih masuk ke cerobong dan dibuang ke udara bebas.
Raw mix selanjutnya akan menuju Controlled Flow Silo (CF Silo) dengan
menggunakan air slide. CF Silo digunakan sebagai penyimpanan sementara
rawmix yang nantinya akan digunakan sebagai umpan kiln dan juga sebagai
tempat homogenasi rawmix. Homogenasi terjadi karena perbedaan waktu tinggal
saat penarikan material dari tujuh cone yang berada pada CF Silo. Material hasil
penarikan cone diumpankan ke suspensionpreheater dengan menggunakan
airslide dan bucket elevator.
8
2). Proses Penggilingan dan Pengeringan Bahan Baku pada Horizontal Mill
9
Sebagaimana gambar 2.5 merupakan alat horizontal mill/tube mill.
10
1) Rotary kiln lebih pendek
2) Gas panas yang keluar dari SP dapat digunakan sebagai pemanas di raw
mill dan coal mill.
3) Penghematan bahan bakar.
Kiln merupakan salah satu alat utama dalam pabrik semen yang berfungsi
sebagai tempat menghasilkan clinker yang merupakan produk setengah jadi dalam
pembuatan semen. Penggunaan Suspension Preheater yang dilengkapi Calsiner
merupakan pilihan yang tepat untuk memperoleh konsumsi panas yang kecil dan
meningkatkan kapasitas produksi kiln.Selain itu, beban kiln menjadi berkurang,
karena kalsinasi sudah mulai terjadi di SP (calsiner).
Berikut tahapan reaksi yang terjadi pada proses pembentukan clinker dari
umpan baku (Raw Mix), yaitu proses pengeringan/penguapan air, tahapan
pelepasan air hidrat tanah liat, dekomposisi tanah liat pada suhu 600 - 8000C,
tahap penguapan CO2 dari limestone dan mulai kalsinasi 600 - 9000C,
dekomposisi limestone dan pembentukan CS dan CA 600 - 10000C, tahap
pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 1000 0C, tahap pembentukan C3A dan
C4AF dan tahap pembentukan C3S.
1. Proses pengeringan/penguapan air
Proses penguapan ini terjadi pada suhu sampai 1000C, umpan baku (raw
mix) yang masuk ke suspension preheater dari CF silo memiliki suhu > 750C.
2. Tahapan pelepasan air hidrat clay (tanah liat).
Proses ini terjadi pada temperatur sekitar 5000C dan terletak di siklon
stage 2.
Al2SiO7H2O Al2O3 + 2SiO2 + xH2O
3. Dekomposisi tanah liat pada suhu 600 - 8000C
Al4(OH)8Si4O10 2(Al2O3.2SiO2) + 4H2O
4. Tahap penguapan CO2 dari limestone dan mulai kalsinasi (600 – 900 0C)
CaCO3 CaO + CO2
MgCO3 MgO +CO2
11
3CaO + 2SiO2 + Al2O3 2CS + CA
6. Tahap pembentukan C2S terjadi pada suhu 800 – 1000 0C
CS + C C2S
CaOSiO2 + CaO 2CaOSiO2 atau C2S
7. Tahap pembentukan C3A dan C4AF
Proses pembentukan garam kalsium aluminat dan ferit ini terjadi pada
suhu 1095-1205oC.
3CaO + Al2O3 3CaOAl2O3 atau C3A
4CaO + Al2O3 + Fe2O3 4CaO Al2O3 Fe2O3 atau C4AF
8. Tahap pembentukan C3S
Proses pembentukan garam silikat ini terjadi pada temperatur 1260-1400oC
C3S terbentuk sedangkan C2S mulai turun persentasinya karena berubah
menjadi C3S.
2CaOSiO2 + CaO 3CaOSiO2 atau C3S
Masih banyak lagi komponen-komponen dalam clinker yang terbentuk
selama perjalanan raw mix menjadi clinker, seperti yang ditampilkan pada
gamabar 3.11.Sedangkan bagian dari CaO yang tidak bereaksi dengan oksida-
oksida, aluminium, besi dan silika tersebut biasanya berupa senyawa CaO bebas
atau free lime.Free lime ini dalam hasil produksi clinker dibatasi antara 1,0 – 1,5
%.
12
Suspension preheater seperti yang telah ditampilkan pada gambar 2.7
merupakan alat pemanas awal dan kalsinasi awal dari raw mix sebelum
dimasukkan ke dalam rotary kiln. Dengan adanya proses kalsinasi di
calsiner,dapat meningkatkan kapasitas produksi kiln, dan mengurangi kebutuhan
energi karena konsumsi panas yang kecil di kiln sehingga mengurangi beban kiln
untuk membentuk clinker. Energi panas yang dibutuhkan di SP sebagian
diperoleh dari udara panas dari kiln dangrate cooler hasil pendinginan clinker
dialirkan melewati dua aliran udara tersier dan sebagian lagi dari pembakaran
batubara pada kalsiner.
13
Gambar 2.8Suspension preheater cyclone dengan sistem aliran co-current
2) Rotary Kiln
Rotary kiln merupakan peralatan utama dalam pembuatan semen karena di
dalam kiln akan terjadi semua proses kimia pembentukan clinker dari bahan baku.
Secara garis besar kiln terbagi menjadi 3 zona, yaitu : zona kalsinasi, zona transisi
dan zona sintering. Proses perpindahan panas sebagian besar ditentukan oleh
proses radiasi, sehingga digunakan isolator batu bata tahan api (refractory brick)
dan mencegah coating yang terbentuk selama proses pembakaran. Pada zona
sintering, fasa cair sangat diperlukan karena reaksi clinkerisasi lebih mudah
berlangsung pada fasa cair.
14
Gambar 2.9 Rotary klin
Di dalam rotary kiln terjadi proses kalsinasi lanjutan dan sintering atau
pembentukan mineral-mineral pembentuk semen, yaitu C2S, C3S, C3A dan C4AF.
Di dalam kiln terjadi kontak antara material dengan gas panas secara counter
current sehingga terjadi perpindahan panas yang lebih efektif. Proses di dalam
kiln menyebabkan perubahan fisik dan kimia dari material disepanjang kiln.
Temperatur di kiln mencapai + 1400oC.
Keadaan di burning zone diusahakan dalam kondisi oksida artinya pada
keadaan normal kandungan oksigen di inlet berkisar 1-3 %. Jika mengandung
oksigen terlalu rendah proses pembakaran menjadi tidak sempurna karena
terbentuk CO. Untuk menentukan udara pembakaran digunakan parameter kadar
oksigen dari gas hasil pembakaran sebagai pengendali dengan kadar oksigen
dalam gas buang berkisar 0,7-5,3 % (dengan udara berlebih 8-19 %) dengan kadar
optimum 1-1,5 % agar proses pembakaran sempurna (membentuk CO2) dengan
panas pembakaran sekitar 8100 kkal/kg clinker. Clinker yang terbentuk masuk ke
grate cooler untuk didinginkan secara mendadak.
3) Pendinginan
Pendinginan berfungsi menurunkan temperatur clinker dari ±1400oC
hingga ±120oC yang dilakukan secara mendadak (quenching). Grate Cooler
mempunyai 3 bagian grate datar yang terdiri dari barisan bergerak dan diam. Laju
kecepatan pendinginan klinker menentukan komposisi akhir klinker sendiri.
Jika klinker yang terbentuk selama pembakaran didinginkan perlahan
maka beberapa reaksi yang terjadi di kiln akan berbalik (reverse), sehingga C3S yg
15
terbentuk akan berkurang dan larut pada klinker cair yang belum sempat memadat
selama proses pendinginan. Dengan pendinginan yang cepat dapat mencegah
berkurangnya C3S. Laju pendinginan juga dapat mempengaruhi keadaan dari
kristal reaktifitas fasa klinker dan tekstur.
Perpindahan panas pada grate cooler adalah crosscurrent antara klinker
dengan udara pendinginnya. Partikel halus akan masuk ke dalam Chamber udara
yang terdapat dibawah grateplate dan dikeluarkan menggunakan airsluice dan
ditarik menggunakan dragchainconveyor, sedangkan klinker yang berukuran
besar dihancurkan oleh clinkerbreaker (crusher), berupa hammer besar pada
ujung gratecooler.
4) Bahan Bakar (Batubara)
Untuk kebutuhan energi sebagai bahan bakar, digunakan coal (batu bara).
Sebelum batubara digunakan, batubara harus digiling terlebih dahulu dalam
CoalMilldimana batubara akan menjadi lebih halus (finecoal), tujuannya agar
batubara akan semakin mudah untuk terbakar. Selain kehalusan, kadar air dalam
batubara dapat mempengaruhi proses pembakaran. Kadar air pada batubara tidak
boleh terlalu rendah karena sifatnya mudah terbakar dan membahayakan bin
finecoal.
Batubara dari storage akan ditarik menggunakan bridgescrapper dan
diteruskan menggunakan beltconveyor menuju binfeedcoalmill. Batubara akan di
umpankan pada coalmill untuk digiling. Prinsip kerja dari coalmill sama seperti
rawmill akan tetapi mempunyai kapasitas yang lebih kecil dari pada rawmill.
Aliran panas coalmill berasal dari SP dan kiln. Setelah dari coalmill material akan
masuk ke cyclone dan dipisahkan antara padat dan gas.
Gas akan masuk kedalam (ElectrostaticPrecipitator) EP dan
(BaghouseFilter) BHF untuk ditangkap debunya, sedangkan yang finecoal akan di
bawa masuk kedalam coalsilo menggunakan screw conveyor. Proses
pengumpanan finecoal ke pembakaran menggunakan sistem pneumaticmoving
dimana finecoal akan terdorong oleh udara yang berasal dari blower.
Alat yang berperan dalam pengumpanan yaitu coriolis. Dalam coriolis,
finecoal akan mengisi segmenfeed yang berputar dengan kecepatan tertentu. Pada
16
level 1300 putaran inlet, finecoal akan ditimbang melalui deteksi loadsell. Udara
akan memasuki pusat roda dan diputar dengan cepat dalam arah tangensial. Pada
gambar 3.15 merupakan flowchart yang menjelaskan tentang proses unit Coal
Mill 4K2 dan 4K3.
17
material di dalam silo akan membentuk tumpukan yang menggunung disekitar
section gate dari silo tersebut. Sebagaimana pada gambar 3.16 ditampilkan
Flowsheet Cement Mill.
18
Gambar 3.18 Penggilingan pada setiap Chamber
Pada gambar 3.18 menjelaskan bahwa Cementmill terdiri atas 2 Chamber
(ruang), Chamber 1 untuk pengeringan dan coarse grinding atau penggilingan
kasar dan Chamber 2 untuk penggilingan halus. Proses penghalusan/penggilingan
raw material menggunakan grinding media yang berupa steel ball yang memiliki
ukuran diameter yang bervariasi, steel ball berbentuk bola yang terbuat dari
material yang tersususun atas unsur C (karbon), Cr (kromiun) dan Mo
(molibdenum), dengan komposisi yang berbeda – beda sesuai dengan ukuran
diameter steel ballnya. Pergerakan grinding ball pada kompartmen 1 terjadi
cataracing motion dimana material dan grinding ball akan terangkat hampir
mencapai 180o dan terjatuh sehingga akan terjadi penumbukan material oleh
grinding media.
Proses ini terjadi karena rotasi mill cukup tinggi, pemilihan persen loading
yang tepat, diameter grinding media yang relatif lebih besar atau posisi lifting
liner. Sedangkan pada kompartmen 2 terjadi cascading motion pada grinding
media, terlihat pergerakan grinding ball yang lebih rendah seolah mengalir dan
berputar sehingga terjadi gesekan antara grinding media dan material atau disebut
proses penggerusan. Untuk masing-masing ukuran grinding media pada kamar 1
dan kamar 2 berbeda, sebagaimana yang telah dicantumkan pada gambar 3.2.
Tabel 3.2 Ukuran grinding media Cement Mill
Kamar Diameter (mm)
I 70-90
II 20-40
Agar selalu dicapai kapasitas mill yang optimum, maka jumlah dari
steelball pada mill harus dijaga dalam jumlah dan perbandingan yang relatif
19
konstan, yaitu dengan cara penambahan grindingmedia yang teratur, berdasarkan
pada millinspection sewaktu millstop. Selain itu didalam cement mill juga terdapat
liner yang berfungsi untuk melindungi permukaan bagian dalam mill dari
grinding media (steel ball), liner juga berfungsi untuk mengangkat steelball untuk
menghasilkan efek tumbukan (impact) dan efek penggerusan pada material,
sehingga dihasilkan material yang halus.
Ada beberapa jenis Liner, antara lain lifting liner, classifying liner, mill head
liner,slotplate dan blind plate liner.
1. Lifting liner yaitu liner yang berada pada chumber 1, yang mengangkat
steel ball untuk menghasilkan efek tumbukan pada material
2. Classifying liner yaitu liner yang berada pada chumber 2, yang
mengangkat steel ball untuk menghasilkan efek penggerusan pada material
3. Mill head Liner yaitu liner yang berada pada bagian input tube mill untuk
melindungi dinding bagian dalam cement mill dari tumbukan steel ball
4. Slotplate dan Blind plate liner yaitu liner yang berada pada intermediate
diafragma dan output cement mill, yang berfungsi untuk memisahkan
material yang kasar dan material halus yang dibawa oleh aliran gas panas.
Partikel yang berukuran besar pada dasarnya adalah gabungan dari partikel
– partikel kecil yang terikat oleh adanya energi molekuler. Jadi pada hakikatnya
proses penggilingan adalah menimbulkan suatu energi untuk melawan energi
molekuler tersebut, sehingga partikel – partikel kecil dapat dipisahkan. Energi ini
dihasilkan oleh gerakan grinding media didalam cement mill akibat energi yang
diberikan oleh motor kepada cement mill. Tapi tidak semua energi yang diberikan
oleh motor digunakan untuk penggilingan.
Energi yang dipakai untuk penggilingan hanya berkisar 20 % sedangkan
yang lainnya hilang sebagai friksi antar partikel dan elemen – elemen cement mill,
suara, panas dan getaran/vibrasi serta kehilangan pada efesiensi mekanis dari
motor mill. Untuk mengatur dan mengendalikan suhu dalam mill, maka dilakukan
proses pendinginan dengan menembakan air (waterinjection).
Diantara kompartemen 1 dan 2 terdapat suatu pemisah yang disebut center
diagfragma. Pada center diafragma ini terdapat slot plate dikompartmen 1 yang
20
berfungsi untuk lewatnya material halus untuk menuju kompartmen 2. Sedangkan
pada kompartmen 2 tidak keluar pada slot plate atau disebut blind plate pada
kompartmen 2 dikarenakan bagian tersebut ditutup sehingga material tidak akan
keluar dari sana melainkan material akan keluar dari slot opening yang tersusun
pada center screen. Jenis center diafragma yang digunakan pada cement mill di
Indarung IV adalah combidan diafragma.
Hasil penggilingan akan keluar dari cement mill dan dibawa oleh bucket
elevator dan air slide menuju sepax separator, sedangkan gas akan ditarik dari
cement mill oleh fan dan masuk ElectroStatic Precipitator (ESP). Debu yang
tertangkap ESP akan ditransportasikan menggunakan screw conveyor menuju air
slide dan akan diproses kembali, sedangkan gas akan dibuang melalui cerobong.
Produk yang masuk separator akan dipisah menjadi produk kasar dan produk
halus. Produk kasar (talling) akan jatuh dan kembali kedalam cement mill dengan
menggunakan air slide untuk digiling kembali, sedangkan produk halus (fine
product) akan ditransportasikan dengan air slide menuju bucket elevator menuju
cement silo.
Pada pabrik Indarung IV terdapat 8 cement silo dengan kapasitas yang
berbeda, dengan rata-rata sebesar 6.700 ton dan setiap silo menyimpan semen
yang berbeda-beda tipenya. Untuk mengatur masuknya semen kedalam silo maka
digunakan bottom gate yang digerakan secara pneumatic. Dalam silo terdapat
sebuah cone besar yang mengatur pengeluaran semen.
21
hopper dan kemudian menuju packer. Packer yang digunakan memiliki kapasitas
pengemasan 40 zak/menit. Dalam 1 zak semen memiliki kapasitas 50 kg akan
dibersihkan dari debu menggunakan dust filter dan ditransportasikan
menggunakan belt conveyor menuju bowmer truck.
BAB III
TUGAS KHUSUS
22
dengan penimbangan sesuai dengan yang telah ditentukan. Pabrik Indarung IV
menggunakan raw mill dengan tipe vertical roller mill yang memiliki 4 buah
roller dan horizontal mill yang memiliki satu drying chumber dan 2 chumber.
Prinsip kerja dari vertical raw mill adalah penghancuran material dengan
menggunakan roller kemudian dikeringkan dengan memanfaatkan udara panas
yang berasal dari hasil pembakaran di kiln sedangkan prinsip kerja dari horizontal
mill adalah penghancuran material dengan menggunakan grinding media. Hasil
dari penggilingan raw mill disebut dengan raw mix. Raw mix hasil dari
penggilingan raw mill akan disimpan di CF silo. Untuk tipe raw mill dapat dilihat
pada gambar 3.19 yaitu vertical raw mill dan horizontal raw mill.
(a) (b)
Gambar 3.19 (a) Vertical Raw Mill (b) Horizontal raw mill Indarung IV
23
2. Pengeringan
Pada vertical mill proses pengeringan berlangsung bersamaan dengan
proses penggilingan. Dimana gas panas dari suspension preheater di alirkan ke
dalam raw mill dengan bantuan tarikan fan. Sedangkan pada horizontal mill
proses pengeringan terjadi pada drying chumber dimana gas panas juga berasal
dari suspension preheater.
3. Pemisahan
Pada vertical mill, material yang telah digiling di raw mill akan terbawa
oleh gas panas menuju ke bagian atas raw mill. Pada bagian atas raw mill terdapat
classifier yang berfungsi untuk memisahkan antara partikel halus dan partikel
kasar. Classifier berputar dengan sebuah motor pada kecepatan tertentu. Material
yang masih kasar akan jatuh karena berbenturan dengan motor dari classifier ke
tengah grinding table yang kemudian akan digiling kembali dengan fresh feed.
Sedangkan pada horizontal mill, pemisahan terjadi dengan separator dan cyclone
dimana yang dipisahkan dengan separator adalah material kasar dan material
halus dan yang dipisahkan dengan cyclone adalah material halus dan gas panas.
4. Transport
Pada vertical mill, gas panas dari suspension preheater yang masuk ke
dalam raw mill dengan bantuan tarikan fan selain sebagai media pengeringan juga
berfungsi sebagai media transport material masuk ke dalam classifier. Sedangkan
pada horizontal mill transport material dibantu dengan PGC dan elevator.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
semen merupakan salah satu kebutuhan yang pokok dalam
bidang pembangunandalam suatu negara. semen berasal dari kata
Caementum yang berarti bahan perekat yang mampu mempersatukan atau
mengikat bahan-bahan padat menjadi satu kesatuan yang kokoh.Beberapa jenis
24
semen diantaranya semen portland, semen portland campur, semen
putih,semen sumur minyak, dan semen pozolan
Limbah yaang terbesar dari industri semen adalah gas dan partikel.
Limbah yang diproduksi pabrik keluar dan bercampur dengan udara. Secara
alamiah udara mengandung unsur kimia O2, N2, NO2, CO2, H2 ,dan zat lain-lain.
Hal ini apabila dibiarkan terus menerus akan memiliki dampak negatifbagi
lingkungan sehingga perlu adanya daur ulang dan penanggulangan yang serius.
4.2 Saran
Penggalian dan pengolahan semen sangat mendukung kema juan
suatu n egara, tetapi y a n g ja n g a n dilupakan adalah masalah
l i m b a h . u n t u k m e n g a t a s i p e r m a s a l a h t e r s e b u t diperlukan kerjasama
dari berbagai pihak, diantaranya:
a. Industri, diharapkan sebelum membuang limbah pabriknya
harusdimenetralisasinya ataumendaurnya.
b. Pemerintah, diharapkan melakukan penga!asan yang ketat terhadap
industri-industri,terutama dalam masalah penanggulangan limbahnya.
c. Masyarakat, diharapkan turut serta dalam melakukan pengawasan kinerja
industri-industriterutama masalah penanggulangan limbahnya
DAFTAR PUSTAKA
25
Perry, Robert H. Perry’s Chemical Engineers Handbook, sixth edition. McGraw-
Hill Book Company.
Perray, E Kurt. 1984. Cement Manufacture Handbook. Chemical Publishing. New
York.
26