PENDAHULUAN
masalah lingkungan perairan yang pada beberapa kasus konsentrasi zat warna
kurang dari 1 ppm sudah dapat memberi cukup warna. Selain itu, adanya zat
aktivitas fotosintesis, khususnya makhluk hidup yang ada di dasar perairan dan
berubah menjadi racun jika pada perairan tersebut terdapat logam dan klorin.
Masalah ini semakin diperparah karena kebanyakan zat warna secara biologis sulit
untuk diuraikan sehingga zat warna harus disingkirkan atau dikurangi dari
lingkungan perairan.
warna. Langkah awal untuk mendapatkan proses adsorpsi yang efektif adalah
dengan memilih adsorben yang memiliki selektivitas dan kapasitas tinggi serta
menyerap zat warna tetapi karena harganya yang cukup tinggi maka penelitian
beralih ke adsorben yang lebih murah dan dapat dihasilkan dari bahan hasil
buangan. Salah satu hasil buangan yang berpotensi digunakan sebagai adsorben
dari exoskeleton lobster, udang, udang, sotong ikan. Kitosan alami hanya ada
dibeberapa spesies jamur dan dapat diproduksi dengan deasetilasi
kitin dengan solusi alkali pada suhu tinggi kitin dan kitosan adalah bahan
Indonesia merupakan negara kelautan yang kaya akan sumber daya lautnya
dan menjadi salah satu negara pengekspor hasil perikanan dan laut terbesar di
yang mengalami peningkatan sebesar 22,86 persen pada tahun 2007 menjadi Rp
sekitar 500.000 ton per tahun. Sebanyak 75% dari berat total kerang menjadi
limbah, yaitu bagian cangkang dan kepala (Kelly, 2005). Limbah kerang tersebut
untuk pakan ternak yang memiliki nilai ekonomis kecil. Teknologi bioadsorben
dapat mengubah limbah udang menjadi bioadsorpsi yang memiliki nilai ekonomis
yang tinggi.
kitosan digunakan?
1.3 Tujuan Penelitian
industri tekstil.
tekstil. Bagi industri tekstil dapat lebih memperhatikan proses penanganan limbah
keseimbangan ekosistem.
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
2.1 Adsorben
dalam adsorben tersebut. Suatu padatan berpori yang mempunyai kapasitas baik
tetapi kinetika adsorpsinya lambat tidak akan dipilih sebagai adsorben karena
mempunyai kinetika adsorpsi cepat tetapi kapasitas adsorpsinya kecil juga tidak
akan dipilih sebagai adsorbat karena akan dibutuhkan padatan tersebut dalam
jumlah yang besar, sehingga tidak efisien ditinjau dari volume alat atau ruang
yang harus disiapkan. Menurut Do (1998 : 5), adsorben yang baik, harus
dalam adsorben
Adsorpsi adalah fenomena fisik yang terjadi saat molekul-molekul gas atau
cair dikontakkan dengan suatu permukaan padatan dan sebagian dari molekul-
Hendra, 2008 : 6). Zat yang terakumulasi pada permukaan disebut adsorbat,
setimbang dimana gaya kohesi cenderung lebih besar daripada gaya adhesi. Gaya
kohesi adalah gaya tarik-menarik anatar molekul yang sama jenisnya, gaya ini
menyebabkan antara zat yang satu dengan yang lain tidak dapat terikat karena
molekul yang berbeda jenisnya, gaya ini menyebabkan antara zat yang satu
dengan zat yang lainnya dapat terikat dengan baik karena molekulnya saling tarik-
cenderung menarik zat-zat lain atau gas yang bersentuhan dengan permukaannya,
pada dasarnya proses adsorpsi yang terjadi pada adsorben berlangsung melalui
makropori adsorben.
mesopori adsorben
Van Der Waals, yaitu gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat
dan pada permukaan yang ditinggalkan oleh adsorbat yang satu dapat
Der Waals.
Jenis adsorpsi ini diberi istilah absorpsi (Suryawan, dalam Hendra, 2008 :
8). Ikatan yang terbentuk merupakan ikatan yang kuat sehingga lapisan yang
terbentuk adalah lapisan monolayer. Adsorpsi kimia memiliki ciri-ciri
berikut ini :
Menurut Suryawan (Hendra, 2008 : 9), jumlah fluida yang teradsorpsi atau
daya adsorpsi pada permukaan adsorben dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini
1. Jenis Adsorbat
b) Kepolaran Zat
2. Karakteristik Adsorben
a) Kemurnian Adsorben
lebih baik.
c) Tekanan Adsorbat
d) Temperatur Absolut
e) Waktu Kontak
2.5 Kitin
dan lobster telah lama diketahui sebagai sumber bahan dasar produksi kitin,
mengandung 20-50% kitin (Suhardi, 1993). Kitin juga diketahui terdapat pada
kulit siput, kepiting, kerang, dan bekicot. Kitin merupakan biopolimer alam
dimana gugus hidroksil pada atom C-2 digantikan oleh gugus asetamido
seperti kepiting dan udang (Lab. Protan, 1987). Khitin banyak ditemukan pada
kulit dan kepala hewan kelompok avertebrata berkulit keras (molussca), serangga
banyak sumber kitin dan kitosan, hanya kulit udang dan kepiting yang sudah
rajungan yang mencapai 50%-60% berat utuh. Kandungan kitin pada limbah
udang dan rajungan sebesar 20%-30% (berat kering). Kitin dapat ditemukan pada
limbah udan dan rajungan masing-masing sebesar 13%-15% dan 14%-17% (berat
kering) tergantung jenis spesies. Kitin dapat juga diekstrasi dari limbah
fermentasi asam strat oleh Aspergillus niger. Dari 40.000 ton limbah industri
tersusun dengan ikatan -1,4. Kitin berbentuk kristal, tidak larut dalam pelarut
biasa, tetapi larut dalam larutan asam kuat (Bastaman, 1989). Kitin mudah
mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, tidak larut dalam air, asam
asetamida dan lithium klorida. Sifat lain dari kitin adalah mampu mengikat
logam seperti Fe, Cu, Cd dan Hg, serta mempunyai sifat adsorpsi. Kitin sulit
dicerna oleh tubuh, dapat mengikat racun, kolesterol dan glukosa dalam tubuh
Kitin dari kulit molussca tidak terdapat dalam keadaan murni, tetapi
mengandung bahan mineral atau kalsium karbonat dan protein (Blair dan
Ho, 1980). Dalam proses pembuatannya khitin diisolasi atau diekstrak bahan
baku dengan memisahkan mineral (demineralisasi) dan protein (deproteinasi)
akan dilakukan lebih dulu apabila protein yang terlarut akan dimanfaatkan lebih
lanjut (Knorr,1984). Secara umum larutan NaOH 2-3% dengan suhu 63-65C dan
waktu 1-2 jam dapat mengurangi kadar protein dalam kulit molussca secara
efektif (Bough, 1975; Johnson dan peniston, 1982; Knorr, 1984). Kalsium
terikat secara fisik. Knorr (1984) menyatakan bahwa HCl dengan konsentrasi
lebih dari 10% secara efektif dapat melarutkan Kalsium klorida dalam kulit
molussca.
Tabel 1. Kandungan khitin dari Beberapa sumber (Naczk dan Shirosi, 1981
dalam Knorr,1984)
Jenis Kandungan
1. Crutacea
Lobster 69.8c
Udang
69.1c
2. Insecta
Kecoak/Lipas 35c
Kumbang 27 35c
Belalang 20c
Ulat sutra
33.7c
Jenis Kandungan
3. Mollusca
Cangkang 6.1
Keterangan :
Kitin Berbentuk kristal, tidak larut dalam pelarut biasa tetapi larut dalam
larutan asam kuat. Khitin mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak
beracun, tidak larut dalam air, asam anorganik encer dan asam-asam organic
Kitin mempunyai tekstur yang baik, warna yang lebih putih, protein dan
mineral yang tidak terlalu tinggi. Salah satu sifat dari kitin adalah dapat mengikat
ion logam (chelates metal ions) seperti Fe, Cu, Cd, Hg, serta mempunyai sifat
adsorpsi. Kitin sulit dicerna oleh tubuh karena berupa polimer glukosa, namun
dapat mengikat racun dan glukosa di dalam tubuh. Glukosa yang terdapat
pada khitin tidak berubah menjadi glukosa darah sehingga tidak menambah
produksi kolestrol.
2.6 Kitosan
di atas 6,5. Khitosan mudah larut dalam asam organik seperti asam formiat, asam
dapat larut dalam larutan asam organik tetapi tidak larut dalam pelarut organik
lainnya seperti dimetil sulkfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5,
sedangkan pelarut khitosan yang baik adalah asam asetat (Ornum, 1992).
poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan asam seperti asam asetat,
laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam mineral seperti HCl, HNO3,
pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya larut terbatas dalam asam posfat dan
mempunyai derajat reaksi kimia yang tinggi (Johnson dan Peniston, 1975).
Menurut Muzarelli (1985) khitosan akan bermuatan positif dalam larutan karena
adanya gugus amina, tidak seperti polisakarida lainnya yang pada umumnya
yang digunakan untuk proses pemurnian air limbah tidak membutuhkan bahan
kerang dilakukan dua tahap, yaitu tahap pemisahan mineral (demineralisasi) dan
a. Proses Demineralisasi
klorida (HCl), asam sulfat (H2SO4), dan asam sulfit (H2SO3). Proses
HCl 1,5 N dengan perbandingan 1:7 (b/v) untuk bahan dan larutan HCl
terdapat pada udang yaitu kalsium dalam bentuk CaCO3 dan sedikit
kalsium klorida, asam karbonat dan asam fosfat yang larut dalam air pada
saat demineralisasi.
Proses demineralisasi menyebabkan terjadinya reaksi kimia antara
b. Proses Deproteinasi
kerang tersebut. Protein ini dapat mencapai 30-40% berat bahan organik
larutan basa dan tingginya suhu yang digunakan. Penggunaan larutan NaOH
dan larutan sebesar 1:10. Selama proses, larutan alkali akan masuk ke
protein. Ion Na+ akan mengikat ujung rantai protein menjadi Na-proteinat
pekat (50%) dengan perbandingan 1:20 selama 1 jam pada suhu 120-140oC.
Suhu yang tinggi (140oC) dan konsentrasi NaOH yang tinggi (50%)
berkaitan dengan ikatan kuat antara atom nitrogen pada gugus amin dengan
gugus asetil. Banyaknya gugus asetil yang hilang dari polimer kitin, maka
akan semakin meningkatkan interaksi antar ion dan ikatan hidrogen dari
kitosa. Terjadi reaksi antara NaOH dengan gugus N-asetil pada kitin
(rantai C-2) yang akan menghasilkan Na-asetat dan substitusi gugus asetil
2005).
tidak dimanfaatkan atau diolah. Pengolahan cangkang kerang yang dapat memberi
kemudian diolah lebih lanjut menjadi kitin dan kitosan yang merupakan bahan
Kitosan juga digunakan sebagai makanan kesehatan antara lain untuk menurunkan
kadar kolesterol dengan cara mengikat lemak makanan yang masuk ke dalam
Lensa kontak, baik yang hard lens maupun yang soft lens
permabilitas yang tinggi terhadap oksigen. Selain itu pula, khitin dan
buatan..
secara maksimal, hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang tengah
1987).
(Ferdiansyah 2005).
pangan.
polimer.
BAB III
METODE PENELITIAN
Universitas Serang Raya dan waktuk pelaksanaan penelitian ini maksimal 2 bulan.
Bulan ke - I Bulan ke - II
No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengumpulan Proposal
2 Pendaftaran di Laboratorium
5 Evaluasi
7 Seminar Penelitian
melalui proses demineralisasi (penghilangan protein, lemak dan mineral dari kulit
industri.
3.2 Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kitin dan kitosan yaitu yaitu :
- HCl
- NaOH
- Aquadest
- H2O2
Alat yang digunakan dalam proses pembuatan kitin dan kitosan yaitu :
- Oven
- Saringan
- Mortar
- Pengaduk
- Hot plate
- Alumunium foil
- Termometer
- UV-Vis
- Soklet
Bahan baku berasal dari limbah cangkang kerang dara yang diperoleh dari
dengan cara mengambil cangkang kerang yang telah di ambil dagingnya dan tidak
melekat menggunakan air dan di bilas aquadest lalu di keringkan dengan sinar
a) Deproteinasi
hingga pH netral.
b) Demineralisasi
sampai pH netral.
c) Deasetilasi
pH netral.
3) Menggeringkan endapan yang terbentuk dalam oven selama 3
Bahan Baku
Pencucian
4.1 Percobaan 1
1. Variabel Bebas
2. Variabel Tetap
c. Massa Kitosan : 5 gr
Konsentrasi Konsentrasi
Konsentrasi
Suhu pewarna tekstil yang pewarna Tekstil
Awal Pewarna Daya Adsorpsi (%)
(oC) terbaca Pada alat teradsorpsi Pada
Teksti (ppm)
UV-Vis (ppm) Kitosan (ppm)
60 49.3110
42.689
40
20
0
80 90 100 110 120
Temperatur (C)
Pada percobaan ini, terjadi kenaikan penjerapan zat warna tekstil ketika
struktur pori yang lebih luas pada karbon aktif, sehingga proses penjerapan
lebih optimum. Suhu aktivasi optimum yang didapat pada percobaan ini
5.1. Kesimpulan
1. Titik optimum pada percobaan ini terjadi pada saat suhu aktivasi 120oC
dengan efisiensi penjerapan sebesar 80.2066 %, dimana pada titik ini jumlah zat
warna tekstil yang dijerap sudah tidak bertambah lagi dikarenakan kitin yang
Hal ini disebabkan semakin lama waktu aktifasi akan menyebabkan semakin
banyaknya zat pengotor yang berupa zat organik maupun anorganik larut dan
serap.
percobaan ini termasuk dalam positive linear correlation hal ini dikarenakan yest
5.2. Saran
atau mikroba pada sample, jika terjadi pertumbuhan bakteri atau mikroba akan