Anda di halaman 1dari 29

JENIS – JENIS OLAHAN

IKAN TUNA ( Thunnus Sp. )

Kelompok 4

1. MEI SINTA ( Q1B119001 )


2. ENDANG WATI ( Q1B119035 )
3. RISNA EVIANTI ( Q1B120003 )
4. MUHAMMAD FALDY (Q1B120OO6 )
5. MILLEN AL-RASYID (Q1B119039 )
PENDAHULUAN

Ikan tuna merupakan hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis penting baik sebagai
komoditi ekspor maupun sebagai konsumsi lokal. Menurut data tahun 2004 dan 2005
menunjukkan bahwa ikan tuna termasuk jenis ikan dominan sekitar 301 ton lebih (Setyowati
et al., 2018). Ikan Tuna memiliki kandungan gizi sangat yang baik bagi pertumbuhan tubuh.
kadar rendah lemak dan kalori yang kaya akan protein dan omega-3 membuat ikan tuna
menjadi sangat diminati (Pade et al., 2021).
PENGOLAHAN IKAN TUNA

Tuna merupakan jenis ikan yang menjadi andalan


Indonesia dalam perdagangan dunia, bersama dengan
komoditas perikanan lainnya seperti udang, kerapu,
kakap merah, dan lain-lain (Ditjenkan, 2003). Salah satu
bentuk usaha pengembangan produk yang efisien dan
produktif dari pengembangan produk bernilai tambah
adalah dengan mengolah produk primer menjadi produk
sekunder atau produk akhir siap saji. Berikut akan
dijelaskan beberapa jenis olahan Tuna :
Pemanfaatan Hasil Samping Pengolahan Tuna Loin Menjadi Fish
JURNAL 01 Burger ( 2018 )

FISH BURGER

Fish burger adalah jenis produk


yang terbuat dari campuran daging
ikan giling yang ditambahkan
bumbu - bumbu, kemudian dicetak
dan dikukus.
Metode Pengolahan :

Penelitian ini dilakukan di CV. Prima Indo Tuna, Makassar. Bahan utama yang digunakan
adalah daging kerokan tulang serta serpihan daging sisa perapihan loin tuna sebagai bahan
baku dalam pemanfaatan hasil samping tuna loin. Bahan lainnya yang digunakan antara
lain; air dan es digunakan sebagai bahan pembantu sedangkan bahan tambahan berupa
tepung tapioka, tepung jagung/maizena, bawang putih, lada/merica, garam, penyedap rasa
dan tepung roti. Perbandingan antara bahan baku dengan tepung yang digunakan dalam
proses pengolahan fish burger yaitu 6 : 1. Formulasi bahan yang digunakan sesuai dengan
mengacu pada Alamsyah (2004) yang menyatakan bahwa formulasi bahan yang digunakan
pada pengolahan fish burger adalah ikan tuna 300 gr, tepung tapioka 50 gr, Garam 2,6%,
bawang bombay rajang halus 50 gr, merica 0,2%, bawang putih yang dihaluskan 0,5%.
Lanjutan …

Proses pengolahan fish burger ini dilakukan dua perlakuan yaitu menggunakan jenis tepung
yang berbeda menggunakan tepung tapioka dan tepung maizena, serta dengan pemberian
konsentrasi tepung yang berbeda yaitu masing-masing 8%, 16%, dan 25%. Pengamatan
dilakukan terhadap tingkat penerimaan konsumen menggunakan uji organoleptik skala
hedonik. Uji organoleptik menggunakan skala hedonik 1 sampai 9 yaitu : Sangat tidak suka
sekali (1), Sangat tidak suka (2), Tidak suka(3), Kurang suka (4), Biasa(5), Agak suka(6),
Suka(7), Sangat suka(8), Sangat suka sekali(9). Panelis yang digunakan adalah sebanyak 6
orang panelis terlatih.
Hasil :

Berdasarkan uji organoleptik mutu hedonik terhadap produk fish burger konsetrasi yang
terbaik yaitu 16% untuk tepung tapioka dengan nilai homogenitas, warna, bau, tekstur, dan
rasa = 7 (suka). Sementara untuk tepung maizena konsentrasi yang terbaik adalah 8% dengan
nilai organoleptik untuk homegenitas 7 = (suka), Warna 6,3 = (agak suka), Bau 7 = (suka),
tekstur 6,8 = (agak suka), dan rasa 7,2 = (suka). Jenis bahan pengikat (tepung) yang paling
baik untuk produk fish burger berdasarkan hasil uji organoleptik adalah tepung tapioka
dengan konsentrasi 16%, hal ini disebabkan karena kandungan amilopektin tepung tapioka
lebih tinggi dibanding dengan tepung maizena.
Referensi :
 Alamsyah, Y. 2004. Membuat Sendiri Frozen Food Aneka Burger. Gramedia Pustaka Umum.
Jakarta.
 BPPMHP. 2001. Teknologi Petunjuk Mince Fish dan Surimi dari Ikan Non Ekonomis. Direktorat
Jenderal Perikanan, Jakarta.
 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2003. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Tahun 2002.
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
 Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata
Karya Aksara. Jakarta.
 Winarno, F. G. dan Rahayu, T.S. 1994. Bahan Tambahan untuk Makanan dan Kontaminan.
Gramedia ustaka Utama. Jakarta
Karakteristik Kimia dan Organoleptik Kamaboko Surimi Tetelan
JURNAL 02 Ikan Tuna ( 2021 )

KAMABOKO IKAN TUNA

Kamaboko merupakan produk hasil olahan


daging ikan yang berbentuk gel. bersifat
kcnval dan elastis. Produk ini berasal dari
Jepang. Di Indonesia dikenal produk
semicam kamaboko yaitu bakso ikan, otak-
otak, dan empek-empek.
Metode Pengolahan :

Penelitian ini dilakukan di CV. Prima Indo Tuna, Makassar. Bahan utama yang digunakan
adalah daging kerokan tulang serta serpihan daging sisa perapihan loin tuna sebagai bahan
baku dalam pemanfaatan hasil samping tuna loin. Bahan lainnya yang digunakan antara
lain; air dan es digunakan sebagai bahan pembantu sedangkan bahan tambahan berupa
tepung tapioka, tepung jagung/maizena, bawang putih, lada/merica, garam, penyedap rasa
dan tepung roti. Perbandingan antara bahan baku dengan tepung yang digunakan dalam
proses pengolahan fish burger yaitu 6 : 1. Formulasi bahan yang digunakan sesuai dengan
mengacu pada Alamsyah (2004) yang menyatakan bahwa formulasi bahan yang digunakan
pada pengolahan fish burger adalah ikan tuna 300 gr, tepung tapioka 50 gr, Garam 2,6%,
bawang bombay rajang halus 50 gr, merica 0,2%, bawang putih yang dihaluskan 0,5%.
Lanjutan …

Adonan kamaboko yang telah homogen kemudian di bungkus dengan kertas alumunium foil
selanjutnya adonan dikukus pada suhu 90-95C selama 30 menit. Setelah dikukus,
kamaboko didinginkan dengan direndam dalam air es untuk menghindari over cooking.
Kamaboko yang telah dingin dipotong dan dilakukan analisa kimia dan orrganoleptik.
Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah: kadar air (metode termogravimetri), kadar
abu (metode pengabuan kering), kadar lemak (metode Soxhlet), dan kadar protein (metode
Kjedhal) menurut AOAC (2005) dan uji organoleptik (aroma, rasa, tekstur) diuji oleh panelis
sebanyak 15 orang menggunakan score sheet skala 1-5.
Hasil :

Berdasarkan uji organoleptik kamaboko dari surimi tetelan tuna mengunakan konsentrasi
karagenan 1,0-2,0% menunjukkan tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik kimia
(kadar air, kadar lemak dan kadar protein) maupun nilai organoleptik (aroma, tekstur dan
rasa) tetapi berpengaruh nyata terhadap kadar abu. Kamaboko dengan perlakuan konsentrasi
karagenan 2,0% memenuhi standar mutu kadar abu. Kamaboko surimi tetelan tuna dengan
perlakuan konsentrasi karagenan 1,0-2,0% menghasilkan kadar protein di atas standar mutu.
Kadar protein kamaboko tertinggi sebesar 27,75% menggunakan konsentrasi karagenan
1,5%.
Referensi :
 Abdulrahman, 1987. Teknologi pengolahan surimi. Balai Bimbingan dan Pengujian Mutu
Hasil Perikanan, Jakarta
 Fardiaz, D. 1985. Kamaboko, produk olahan ikan yang berpotensi untuk dikembangkan.
Media Teknologi Pangan 1: 50-67.
 Anwar, C., I.R. Aprita, dan Irmayanti. 2019. Kajian penggunaan jenis ikan dan tepung
terigu terhadap kualitas kimia, fisik dan organoleptik kamaboko. Journal of Fisheries and
Marine Research 3: 288-300.
 Fardiaz, D. 1985. Kamaboko, produk olahan ikan yang berpotensi untuk dikembangkan.
Media Teknologi Pangan 1: 50-67.
 Suryono, M., Harojono, dan Yunianta. 2013. Pemanfaatan ikan tuna (Yellowfin tuna), ubi
jalar (Ipomea batatas) dan sagu (Metroxylon sago) dalam pembuatan kamaboko. Jurnal
Teknologi Pertanian 141: 9-20.
Pemanfaatan Daging Ikan Tuna Sebagai Kerupuk Kamplang Dan
JURNAL 03 Karakterisasi Produk Yang Dihasilkan ( 2013 )

KERUPUK KAMPLANG
TUNA

Kerupuk kamplang umumnya terbuat dari ikan


, yang dicampur dengan tepung tapioka dan
penyedap rasa lain, dikeringkan dan kemudian
dipanggang atau digoreng.
Metode Pengolahan :

Maluku Utara merupakan salah satu daerah yang memproduksi kerupuk ikan secara
tradisional. Masyarakat mengenalnya dengan nama kerupuk kamplang. Bahan yang
digunakan untuk membuat adonan kerupuk kamplang adalah daging ikan tuna, tepung sagu
(Metroxylon sp.) dan tepung tapioka sebagai bahan baku utama, karagenan dan beberapa
bahan tambahan serta beberapa bahan dan alat yang digunakan untuk analisis fisik, kimiawi
dan mikrobiologis di laboratorium. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memastikan
kesegaran, menentukan kandungan proksimat dan cemaran logam pada daging ikan tuna
serta penilaian sensori untuk mencari konsentrasi karagenan terpilih.
Lanjutan …

Proses penilaian sensori dilakukan oleh panelis terbatas. Dimana, atribut penilaian meliputi:
warna, aroma, kerenyahan dan rasa. Hasil penilaian sensori dengan konsentrasi karagenan
terpilih, digunakan pada tahap penelitian utama. Penelitian utama meliputi penentuan
komposisi sagu-tapioka adalah 3:2 (A1), 1:1 (A2) dan 2:3 (A3), daging ikan tuna sebesar
30% (B1), 40% (B2) dan 50% (B3) dari total bahan baku (sagu, tapioka dan daging ikan)
dan ditambahkan konsentrasi karagenan terpilih pada penelitian pendahuluan
Hasil :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua produk terpilih yaitu produk dengan komposisi
sagu-tapioka 1:1 dan daging ikan tuna 30 %, dan produk dengan komposisi sagu-tapioka 2:3
dan daging ikan 30 %. Hasil analisis sifat fisik, kimiawi dan mikrobiologi menunjukkan
produk tersebut memenuhi SNI 2713.1 2009 tentang persyaratan mutu dan keamanan
kerupuk ikan. Hasil analisis sensori produk matang terpilih dengan tingkat kesukaan rata-rata
pada skala 7, kadar air maksimal 11,62±0,02 % pada produk komersial, kadar protein
minimal 8,24±0,00 % pada produk dengan konsentrasi tepung sagu-tapioka 2:3 dan daging
ikan tuna 30%, dan jumlah mikroba tertinggi 2,5x104 koloni/g ditemukan pada produk
komersial.
Referensi :

 Ahmad FB, Williams PA, Doublier JL, Durand S, Buleon A. 1999. Physico-chemical
characterisation of sago starch. Carbohidrat Polimer, 38: 361-370.
 Buckle KA, Edward RA, Fleet HA, Wooton M. 2007. Ilmu Pangan. Purnomo H, Adiono,
penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Food Science.
 [KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan 2009a. Data Potensi Eksport/Import Kelautan
dan Perikanan 2007. Jakarta: KKP. http://statistik.dkp.go.id/ download/buku02.pdf. [10 Mei
2010].
 [SNI] Standar Nasional Indonesia 2713.1-2009. Kerupuk Ikan, bagian 1: Spesifikasi. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
 Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Edisi Terbaru. Jakarta: M-Brio Press.
Kukis Sagu Tinggi Kalsium Fortifikasi Tulang Ikan Tuna Dan Rumput
JURNAL 04 Laut Caulerpa Sp. ( 2021 )

KUKIS SAGU IKAN TUNA

Kukis adalah makanan yang dipanggang atau


dimasak yang biasanya kecil, datar, dan manis.
Kukis biasanya terdiri dari tepung, gula, dan
beberapa jenis minyak atau lemak. Kukis juga
dapat dicampur dengan bahan-bahan lain.
Metode Pengolahan :

Penelitian ini dilaksanakan dari Juni - Agustus 2021 di Workshop Penanganan dan
Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Negeri Nusa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia.
Penelitian ini terdiri dari 5 tahapan, yaitu: tahap 1. Pembuatan bubur tulang ikan tuna;
Pembuatan tepung tulang ikan tuna mengikuti panduan (Husna et al., 2020) yang
dimodifikasi tulang ikan tuna yang diperoleh dari pedagang ikan di Pasar Towo’e, Tahuna,
Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Indonesia. 2. Pembuatan bubur lahe (Caulerpa sp.);
Lahe diperoleh dari pesisir pantai Desa Soang, Kepulauan Sangihe. Lalu dicuci bersih, dan
direndam di air mengalir selama 24 jam (tiap 3 jam dilakukan penggantian air). Kemudian
lahe direbus selama 2-3 menit, untuk melarutkan garam yang menepel. Setelah itu,
dihaluskan sampai menjadi bubur rumput laut.
Lanjutan …

3. Pembuatan tepung sagu; Sagu yang telah halus dicuci bersih. Lalu ditambahkan air
sampai menjadi bubur (1:2). Kemudian bubur sagu diaduk supaya pati dapat terekstrak baik.
4. Pembuatan produk kukis; Pada tahapan ini kukis dibuat berdasarkan Darmawangsyah et
al. (2016) yang dimodifikasi. 5. Pengujian mutu kimia dan fisik kukis; Pada tahapan ini
produk kukis dilakukan uji organoleptik dengan skala hedonik, Sangat Suka (5), Suka (4),
Netral (3), Tidak Suka (2), dan Sangat Tidak Suka (1). Pengujian organoleptik dilakukan
terhadap kenampakan (warna), aroma, tekstur, dan rasa kukis, dengan jumlah panelis 35
orang (interval umur panelis 17 ‒ 35 tahun). Selanjutnya, data organoletik dianalisis dengan
SPSS 20.0 analisis univarian, untuk menentukan formula yang paling mendekati formula
kontrol.
Hasil :

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kukis dengan formula 1 yang lebih disukai
panelis dengan komposisi kimia yang memenuhi SNI kukis No. 2973:2011 dan
memenuhi AKG 2019. Selain itu, hasil analisis komposisi kimia menunjukkan
prototipe produk kukis formula 1 berpotensi menjadi produk makanan ringan tinggi
kalsium. yang familiar dengan warga Sulawesi Utara, khususnya masyarakat
Kepulauan Sangihe dengan kadar energi, lemak dan karbohidrat yang rendah, serta
kadar protein yang memenuhi SNI dan AKG.
Referensi :

 Atha Naufal. 2020. Resep Sagu Keju Super Renyah dan Enak Banget. Diambil dari
https://www.youtube.com/watch?v=x a8-ffeT0hc [22 September 2021].
 Badan Standardisasi Nasional. (2018). Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 2973 Tahun
2018 Tentang Biskuit. pp. 1–32. Jakarta.
 Karlinda (2018). Analisis Kandungan Zat Gizi Biskuit Crackers Tulang Ikan Tuna (Thunnus
sp.) Sebagai Alternatif Perbaikan Gizi Masyarakat. [Skripsi] Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar
 Tamarol, J., & Wuaten, J. F. (2013). Daerah penangkapan ikan tuna (Thunnus sp.) di Sangihe,
Sulawesi Utara. Jurnal Perikanan Dan Kelautan Tropis, 9(2), 54–59.
 Trilaksani, W., Salamah, E., & Nabil, M. (2006). Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna
(Thunnus Sp.) sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein. Buletin Teknologi
Hasil Perikanan, IX(2), 34–45.
Kajian Mutu Ikan Tuna Kaleng Selama Proses Sterilisasi Di Pt. Sinar Pure
JURNAL 05 Foods International ( 2022 )

TUNA KALENG

Tuna kaleng merupakan produk ikan


yang telah melalui pemrosesan, 
dikemasdalam kaleng kedap udara, dan
diberikan panas untuk mematikan
bakteri di dalamnya.
Metode Pengolahan :
Produk ikan tuna kaleng yang dijadikan sampel penelitian ini telah selesai melewati proses
sterilisasi yang sesuai dengan standar. Bahan yang digunakan yaitu minyak, bumbu, media air
garam, AgNO 0,1 N, asam nitrat 65%, sampel dari 4 jenis ikan tuna kaleng yang berbeda tanpa
kerusakan fisik, indikator feric alum, dan larutan Ammonium Thiocyanate (SCN), standard (0,
2,5, 10, 20, 50 ppm), sampel dari 2 produk ikan kaleng dengan kerusakan fisik, akuades dan
sodium phosphate wash buffer. Pemilihan sampel yang berupa produk ikan tuna kaleng diambil
secara acak. Pemilihan 2 sampel dari jenis produk terdapat media minyak tetapi berbeda cara
sterilisasinya. Pengambilan 2 sampel dari produk ikan tuna kaleng yang mengalami kerusakan
untuk dilakukan perlakuan. Sampel ikan tuna kaleng yang sudah disiapkan akan dilakukan
pengujian diantaranya ada pengujian kadar garam, kadar histamin dan uji organoleptik.
Hasil :
Hasil pengujian menunjukkan jumlah garam produk tuna kaleng berkualitas baik dengan sampel
SA1.1 dan SB1.2 adalah 0,90–1,20%. Untuk produk kaleng tuna berkualitas baik masuk ke dalam
standar ekspor yaitu dari 0,80–1,20%. Hal ini sejalan dengan (Anwar, et al., 2020), suhu dan waktu
saat proses sterilisasi mempengaruhi daya simpan dan kualitas mutu ikan tuna kaleng. Untuk uji
histamin menunjukkan bahwa jumlah histamin produk tuna kaleng berkualitas baik pada sampel
SA1.1 sampai SB1.2 adalah 50 ppm. Untuk produk kaleng tuna berkualitas baik masuk ke dalam
standar ekspor yaitu 50 ppm. Untuk nilai histamin produk ikan tuna kaleng masih memenuhi SNI,
yaitu 100 ppm. Pengujian ini menunjukkan hasil sejalan dengan (Hasan et al., 2018), bahwa
penerapan suhu dan waktu saat proses sterilisasi yang tepat sangat mempengaruhi lama penyimpanan
dan kualitas mutu ikan tuna kaleng.
Lanjutan …

Hasil sensori produk ikan tuna kaleng berkualitas baik memenuhi SNI tentang kriteria sensori
pada ikan tuna dalam kemasan kaleng. Untuk hasil sensori produk ikan tuna kaleng yang
mengalami kerusakan fisik tidak memenuhi SNI tentang kriteria sensori yang dilihat dari
kenampakan, bau, warna, rasa, dan tekstur serta mengalami kerusakan fisik juga tidak
memenuhi standar kemasan kaleng yang baik. Penerapan suhu dan waktu sterilisasi pada
produk berbeda tergantung jenis dan ukuran produk. Semakin besar ukuran kaleng, semakin
tinggi suhu yang dibutuhkan untuk sterilisasi dan semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
sterilisasi.
Referensi :

 [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2016. SNI 8223:2016. Tuna Dalam Kemasan Kaleng.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
 [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2018. Statistik Perikanan Tangkap Menurut
Provinsi 2018. Jakarta (ID): Kementerian Kelautan dan Perikanan.
 Permenkes, R. I. No. 30 tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula. Garam
dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap.
 Safitri, D. B. 2018. Pengendalian Kualitas Produk Tuna Kaleng di PT. X Menggunakan Peta
Kendali Multivariat (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
THANKS!
Do you have any questions?

CREDITS: This presentation template was created by


Slidesgo, including icons by Flaticon, and infographics &
images by Freepik
Please keep this slide for attribution

Anda mungkin juga menyukai