Anda di halaman 1dari 7

KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI TERASI DARI BAHAN BAKU

DAN METODE PEMBUATAN YANG BERBEDA


MUTU TERASI HASIL MODIFIKASI PROSES DAN PENGGUNAAN JENIS
BAHAN BAKU YANG BERBEDA
KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA DAN SENSORI TERASI DARI HASIL
PENGGUNAAN JENIS BAHAN BAKU DAN METODE PEMBUATAN

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
Alifia Rachmawati
161710101005

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Wilayah perairan yang mendominasi luasnya Indonesia sangat mendukung untuk
menghasilkan sumber daya alam yang melimpah terutama pada sektor perikanan. Berdasarkan
data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang dinyatakan oleh
Roza (2017) bahwa perairan Indonesia tercatat memiliki luas 3,25 juta km2 dengan total
produksi perikanan nasional pada tahun 2017 mencapai 24,21 juta ton. Produksi tersebut
terdiri dari produksi perikanan budidaya sebesar 17,22 juta ton dan produksi perikanan
tangkap sebesar 6,99 juta ton (KKP, 2018). Banyaknya jenis hasil laut Indonesia dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan dalam berbagai bentuk produk untuk pemenuhan
kebutuhan hidup masyarakat.
Kebutuhan pangan masyarakat tidak hanya pada bahan pokok saja melainkan juga bahan
penunjang lainnya, misalnya penyedap rasa. Salah satu fungsi dari penyedap rasa yaitu
sebagai bahan tambahan pangan (zat aditif) untuk memperbaiki citarasa sehingga makanan
memiliki nilai lebih dari sekedar gizi yang dikandungnya. Berdasarkan fungsinya, penyedap
rasa juga tidak dapat dikesampingkan pengaruhnya bagi kebutuhan pangan sehari-hari. Untuk
pemenuhan penyedap rasa yang hampir setiap hari dibutuhkan, maka masyarakat dapat
membuat penyedap rasa secara tradisional dari hasil perikanan, misalnya terasi.
Terasi merupakan suatu jenis penyedap makanan berbentuk pasta, berbau khas hasil
fermentasi udang, ikan, atau campuran keduanya dengan garam atau bahan tambahan lain
(Anggo et al., 2010). Jenis bahan dasar yang umum digunakan untuk pembuatan terasi yaitu
udang rebon dan ikan teri. Hal ini dikarenakan kedua bahan baku tersebut merupakan hasil
perikanan yang banyak dihasilkan oleh laut Indonesia. Cita rasa terasi dari bahan baku
rebon/udang akan berbeda dengan terasi dari bahan baku ikan (Suprapti, 2002).
Meskipun dari bahan baku yang berbeda, kedua jenis terasi tersebut hampir memiliki
karakteristik yang sama, yaitu menghasilkan citarasa gurih (umami). Rasa gurih dihasilkan
oleh senyawa asam – asam amino, seperti asam glutamat dan asam nukleat (Subagio, 2006).
Peralta et al. (2005) menyatakan bahwa asam amino yang diperoleh dari proses fermentasi
garam melalui pemecahan komponen bahan baku oleh aktivitas enzim pendegradasi
(misalnya protease, amilase, dan lipase) merupakan prekursor timbulnya rasa gurih (umami).
Kelemahan terasi sebagai bahan penyedap makanan yaitu menghasilkan aroma yang khas
dan sangat tajam. Ketajaman aroma terasi sangat mengganggu bagi sekitar yang tidak
menyukainya. Menurut Sunnara (2011) jenis bahan baku, penambahan garam atau gula,
proses pembuatan, lama fermentasi, dan asal daerah pengolahan terasi mempengaruhi aroma
terasi yang dihasilkan. Senyawa amonia (TGS 826) terbentuk pada terasi yang menyebabkan
aroma terasi menjadi tajam. Lemak menjadi kunci utama dalam menentukan prekursor
senyawa volatile pada produk daging (Olivares et al., 2009). Karakteristik aroma dan citarasa
pada makanan terfermentasi dipengaruhi oleh degradasi dari protein dan lemak oleh autolitik
dan enzim bakteri melalui reaksi kimia selama fermentasi (Cha and Cadwallader, 1995).
Senyawa karbonil volatil hasil dari proses oksidasi lemak yang merupakan kandungan
senyawa volatil terbesar diantara komponen volatil lainnya. Senyawa karbonil volatil
merupakan senyawa yang sangat menentukan citarasa dari terasi (Majid et al., 2014).

Menurut Nooryantini et.al. (2010), penguraian senyawa-senyawa protein menjadi asam


amino, hidrogen sulfida (H2S), dan merkaptan yang menimbulkan bau pada terasi. Adawyah
(2008) menambahkan bahwa salah satu komponen pembentuk cita rasa dan aroma terasi yaitu
senyawa belerang sederhana seperti sulfida, merkaptan, dan disulfida yang menyebabkan bau
pada terasi tersebut. Menurut Khairina et.al. (1995), saat fermentasi kinerja enzim proteolitik
yang memutuskan protein menjadi ikatan peptida yang pendek dan asam amino yang
mengarah kepada pembusukan dan selanjutnya menjadi senyawa amin dan amonia yang
memberikan bau tajam dan citarasa yang khas pada terasi.
Protein in foods can also interact with flavor components and influences on flavor and
aroma perceptions in foods (Pérez-Juan et al. 2008).
Penambahan garam dengan kadar tinggi dapat menghambat laju aktivitas enzim dari
mikroba, enzim proteolitik dan bakteri fermentatif yang tidak tahan garam. Sehingga hal ini
akan berdampak pada rasa dan aroma (flavor) terasi yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar
garam yang diberikan, maka flavor terasi yang dihasilkan akan berkurang nilainya. Menurut
Rahayu et.al., (1992) garam selain berfungsi sebagai pengendali fermentasi, garam dapat
menarik kandungan air dalam suatu bahan, dan menarik air dari sel mikroorganisme
(plasmolisis), garam juga dapat menghambat kerja enzim proteolitik. Sehingga enzim
proteolitik akan lambat aktivitasnya dalam menghidrolisis karbohidrat, protein, dan lemak
dalam menghasilkan molekul sederhana maupun senyawa-senyawa yang mudah menguap
(volatil).
Penambahan garam dan penggunaan suhu tinggi menyebabkan protein ikan
terkonsentrasi. Hal ini sependapat dengan Tapotubun et al., (2008), kandungan protein presto
ikan mengalami peningkatan akibat adanya proses pengolahan dengan menggunakan garam
serta penggunaan suhu tinggi karena adanya pengeluaran air dari daging ikan yang
menyebabkan protein lebih terkonsentrasi. Dibandingkan dengan ikan segar, kandungan
protein produk presto mengalami peningkatan. Menurut Suharjo (1998), fungsi utama garam
adalah merangsang cita rasa alamiah, menimbulkan tekanan osmotik yang tinggi dan
menurunkan kadar air sehingga protein lebih terkonsentrasi.
Menurut Palupi et al., (2007), pada umumnya setelah proses pengolahan bahan pangan,
akan terjadi kerusakan lemak yang terkandung di dalamnya. Tingkat kerusakannya sangat
bervariasi tergantung suhu yang digunakan serta lamanya waktu proses pengolahan. Makin
tinggi suhu yang digunakan, maka kerusakan lemak akan semakin intens.
Peningkatan mutu suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan perlakuan metode
pendahuluan pada pengolahannya atau pretreatment. Salah satu metode pendahuluan
sederhana yaitu pengukusan. Pengukusan (steaming) merupakan salah satu metode
pemasakan yang menggunakan panas. Pengukusan merupakan salah satu metode pemasakan
yang disarankan untuk pengolahan ikan, khususnya yang memiliki kadar lemak yang tinggi
karena pengukusan tidak meningkatkan kadar lemak pada bahan makanan sehingga aman
dikonsumsi (Sipayung, 2015). Proses pemasakan dengan suhu tinggi akan mengakibatkan
kerusakan lemak suatu bahan pangan. Suliantari (2001), menyampaikan bahwa pemanasan
menyebabkan kehilangan lemak kerena terbentuknya senyawa-senyawa volatil karbonil,
asam-asam keton, asam eksposi dan lain sebagainya.
Pengolahan produk perikanan dengan fermentasi dapat diolah menjadi terasi dengan
bahan baku yang berbeda yaitu dengan ikan teri. Peningkatan mutu dari terasi tersebut yaitu
dengan melakukan pretreatment berupa pengukusan. Untuk dapat memastikan penerimaan
terasi ikan teri dilakukan dengan uji sensori. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis karakteristik terasi dengan bahan dan metode pembuatan yang berbeda dengan
pengujian proksimat dan organoleptik untuk mengetahui penerimaan konsumen.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang timbul pada terasi yaitu aromanya yang sangat tajam saat pengolahan
sehingga dibutuhkan solusi untuk mengurangi ketajaman aroma terasi yang dihasilkan oleh
pemecahan protein dan karbonil volatile lemak dan diharapkan perbedaan bahan baku yang
digunakan dan pretreatment pengukusan dapat mengurangi ketajaman aroma terasi melalui
kadar lemak dan proteinnya serta memperbaiki mutu terasi.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui karakteristik fisik, kimia, dan sensoris terasi dengan perlakuan bahan
baku dan metode pembuatan yang berbeda.
2. Mengetahui pengaruh perbedaan bahan baku dan metode pembuatan terasi pada
kandungan senyawa volatil.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat pada penelitian ini yaitu:
1. Pemanfaatan ikan teri sebagai bahan baku pengganti dari pembuatan terasi.
2. Mendiversifikasi terasi melalui penggunaan bahan baku yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kelautan Perikanan RI. 2018. Produktivitas Perikanan Indonesia. Diakses: 21


Maret 2019. https://kkp.go.id/artikel/4521-laporan-tahunan-kkp-2017
Roza, Elviana. 2017. Maritim Indonesia, Kemewahan yang Luar Biasa. Diakses: 21 Maret
2019. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. https://kkp.go.id/artikel/2233-maritim-
indonesia-kemewahan-yang-luar-biasa
Pérez-Juan M, Flores M, Toldrá F. 2008. Effect of pork meat proteins on the binding of
volatile compounds. Food Chem 108(4):1226–1233
Cha YJ, Cadwallader KR (1995) Volatile components in salt-fermented fish and shrimp
pastes. J Food Sci 60(1):19–24
Gao X L, Cui C, Zhao H F, Zhao M M, Yang L, Ren J Y. 2010. Changes in volatile aroma
compounds of traditional Chinese-type soy sauce during moromi fermentation and heat
treatment. Food Sci Biotechnol 19(4):889–898
Olivares A, Navarro JL, Flores M (2009) Distribution of volatile compounds in lean and
subcutaneous fat tissues during processing of dry fermented sausages. Food Res Int
42(9):1303–1308
Khairina, R., Hisbi, H.D., dan Yasmi, Z. 1995. Laporan Penelitian. Percobaan Perbaikan
Kualitas Terasi secara Mikrobiologis. Fakultas Perikanan Universitas Lambung
Mangkurat. Banjarbaru.
Rahayu, P. W., 1992. Teknologi Fermentasi Produk Perikanan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. IPB. Bogor
Peralta EM, Hideo H, Daisuke W, Hisashi M. 2005. Antioxidative activity of philipine salt
fermented shrimp and variation of its constituens during fermentation. Journal of Oleo
Science 54(10):553-558.
Sunnara, R. 2011. Jangan Gengsi dengan Terasi. Kenanga Pustaka Indonesia. Banten.
Majid A., Tri W.A., Laras R. 2014. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Garam Terhadap Mutu
Sensori dan Kandungan Senyawa Volatil Pada Terasi Ikan Teri (Stolephorus Sp). Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasil Perikanan Volume 3, Nomer 2, Tahun 2014,
Halaman 17-24. Semarang: Universitas Diponegoro
Nooryantini S., Yuspihana F., dan Rita K. 2010. Kualitas Terasi Udang dengan Suplementasi
Pediococcus Halophilus (FNCC-0033). Jurnal Hasil Perikanan. Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarbaru. (diakses 25 Mei 2013).
Palupi NS, FR Zakaria, dan E Prangdimurti. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi
Pangan. Modul E-Learning. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB, Bogor.
Suliantari. 2001. Peningkatan Keamanan dan Mutu Simpan Pindang Ikan Kembung
(Rastrellinger sp) dengan Aplikasi Kombinasi Natrium Asetat, Bakteri Asam Asetat dan
Pengemasan Vakum. Jurnal Penelitian Perikanan. IPB. Bandung.
Tapotubun, A,M. E.E.E.M. Nanlohy Dan J. M. Louhenapessy.2008. Efek Waktu Pemanasan
Terhadap Mutu Presto Beberapa Jenis Ikan. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura. [19 Januari 2013].

Anda mungkin juga menyukai