Anda di halaman 1dari 21

KARAKTERISTIK SMART FLAVOR HASIL HIDROLISIS PROTEIN

IKAN BANDENG (Chanos chanos sp) SECARA ENZIMATIS


MENGGUNAKAN PROTEASE BIDURI

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
Livia Wahyuni
NIM 161710101007

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan penimbul flavor yang sering beredar di kalangan masyarakat berupa
senyawa sintetik yang disebut dengan flavor potentiator. Keamanan dari bahan
sintetik masih menghawatirkan dan dapat menimbulkan bahaya serta kontroversi
bagi kesehatan seperti CRS (chinese restaurant syndrome) (Witono, 2013).
Perkembangan industri pangan menuntut untuk melakukan berbagai inovasi dari
bahan alami yang memiliki kualitas lebih bagus dan aman dikonsumsi oleh
masyarakat. Salah satu contohnya yaitu bahan alami penimbul rasa dan aroma
pada makanan. Bahan alami penimbul rasa serta aroma disebut dengan smart
flavor (Witono, 2019).
Smart Flavor dikategorikan sebagai flavor yang memiliki peran
multifungsional dalam segi meningkatkan dan memperbaiki cita rasa makanan,
ataupun untuk kebutuhan nutrisi serta kesehatan (Witono, 2019). Smart flavor
tidak berbahaya bagi masyarakat yang mengkonsumsinya, hal ini dikarenakan
proses yang terjadi serta bahan utama yang digunakan. Menurut Witono (2017),
teknik yang dapat dikembangkan untuk smart flavor yaitu melalui proses
hidrolisis. Teknik hidrolisis akan menghasilkan senyawa asam amino L atau
garamnya (dikenal sebagai MSG), nukleotida (dikenal sebagai 5’- IMP dan 5’-
GMP) dan berbagai ragam peptida (Witono et al, 2017). Hasil hidrolisis akan
menjadi sumber pembangkit rasa gurih pada makanan, sehingga dihasilkan
produk yang disukai oleh masyarakat (Maga, 1998 dalam Witono, 2017).
Menurut Fennema (1976), teknik hidrolisis protein menggunakan tiga cara
yaitu asam, basa maupun enzim. Hidrolisis asam dapat menggunakan HCI, H2SO4
pekat serta dipanaskan dalam kondisi yang mendidih. Hidrolisis asam dapat
mengakibatkan rusaknya beberapa asam amino (Girindra, 1993). Hidrolisis basa
adalah pemecahan polipeptida menggunakan basa atau alkali kuat seperti NaOH
dan KOH pada suhu tinggi. Kelemahan hidrolisis basa yaitu rusaknya serin dan
treonin (Girindra, 1993). Hidrolisis enzimatis dapat menggunakan enzim dari satu
jenis ataupun berbagai jenis enzim. Berdasarkan tiga metode, hidrolisis enzimatis
lebih menguntungkan. Hal ini dikarenakan tidak terjadi adanya kerusakan asam
amino dan asam asam amino bebas, reaksi lebih cepat terjadi, peptida dengan
rantai pendek yang dihasilkan lebih bervariasi, tingkat kehilangan asam amino
esensial lebih sedikit dan harga lebih murah (Giyatmi, 2001).
Hidrolisis enzimatis yang sering dilakukan yaitu menggunakan protease.
Menurut Loraque et al (2008), protease berpengaruh pada pelepasan peptida
dalam hidrolisis ikan. Hidrolisat yang mengandung peptida memiliki berat
molekul lebih rendah dan asam amino bebas. Protease yang banyak dimanfaatkan
dalam proses hidrolisis pada makanan yaitu papain dan bromelin. Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti et al (2015), papain 5% mampu
memberikan hasil optimal pada hidrolisis ikan bandeng sedangkan bromelin dapat
memberi hasil optimal pada konsentrasi 6% dengan waktu 6 jam. Penggunaan
kedua jenis enzim masih memiliki kelemahan. Proses pengambilan getah pepaya
untuk mendapatkan enzim papain dapat menurunkan kualitas buah pepaya segar
(Witono et al, 2006) serta pemanfaatan buah nanas sebagai sumber bromelin
masih mengalami kendala.
Selain menggunakan enzim papain dan bromelin, protease biduri juga
dapat digunakan untuk penghidrolisis protein ikan. Menurut Witono et al (2006),
protease kasar dari getah biduri memiliki total aktivitas 3,5 unit/mg pada ekstraksi
menggunakan amonium sulfat 65%. Salah satu ikan yang dikenal memiliki
protein yang tinggi dan rendah lemak adalah bandeng. Ikan bandeng memiliki
kadar protein yang tinggi yaitu sebesar 19,39 (Prasetio, 2015). Menurut Witono
(2008), hidrolisat ikan bandeng dapat digunakan sebagai pembangkit rasa pada
makanan. Namun belum pernah dilakukan penelitian mengenai pembuatan smart
flavor menggunakan hidrolisis protein ikan bandeng dengan enzim biduri. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi enzim
biduri dan lama hidrolisis pada karakteristik smart flavor sebagai pengganti MSG.
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian mengenai hidrolisis ikan bandeng menggunakan enzim protease
papain dan bromelin pernah dilakukan dan menemui konsentrasi serta perlakuan
terbaik. Namun, penggunaan konsentrasi enzim biduri dan lama hidrolisis ikan
bandeng sebagai smart flavor pengganti MSG belum pernah dilakukan. Oleh
karena itu, permasalahan yang diharapkan mampu dipecahkan dalam penelitian
ini yaitu pengaruh konsentrasi enzim biduri dan lama hidrolisis terhadap
karakteristik smart flavor dari protein ikan bandeng.

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui karakteristik smart flavor berdasarkan kombinasi konsentrasi
dan lama hidrolisis.
b. Mengetahui kombinasi yang paling efektif berdasarkan uji sensoris smart
flavor terhadap penerimaan masyarakat

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dapat diraih melalui penelitian ini adalah:
a. Sebagai alternatif pengganti MSG dalam masyarakat yang memiliki nilai
bagi kesehatan.
b. Dapat mengangkat nilai ekonomis dari ikan bandeng yang belum banyak
digunakan sebagai produk olahan.
c. Menambah alternatif flavor alami sebagai food additives yang lebih aman.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Smart Flavor


Smart Flavor adalah flavor yang memiliki peran multifungsional dalam
segi meningkatkan dan memperbaiki cita rasa makanan, ataupun untuk kebutuhan
nutrisi serta kesehatan (Witono, 2019). Smart Flavor enhanser alami dapat
bersumber dari ikan laut maupun darat. Smart flavor enhanser alami berbahan
baku ikan memiliki rasa yang kurang baik serta kurang siap jika digunakan secara
langsung. Hal ini disebabkan karena rasa yang dihasilkan masih asing misal pahit
ataupun amis (Prasulistyowati, 2011). Rasa yang ditimbulkan menjadi
permasalahan terhadap daya penerimaan konsumen terhadap smart flavor.
Kendala tersebut dapat ditutupi dengan cara menambah bahan lain seperti
gula, garam, bubuk bawang putih, STPP (sodium tripoliphospat) serta CMC
(carboxymethyl cellulose) (Witono, 2019). Penambahan bahan bahan tersebut
dapat meningkatkan rasa sedap serta memperpanjang masa simpan produk.
Menurut Witono et al (2017), menjelaskan bahwa penambahan gula karamel 20%
dapat meningkatkan produk maillard dari protein ikan bandeng sehingga dapat
membentuk cita rasa umami. Selain itu, penambahan cuka dan bawang putih dapat
meningkatkan aromanya selama penyimpanan 24 jam. Penggunaan bahan yang
alami berguna untuk memperpanjang masa simpan serta menambah cita rasa
produk yang dihasilkan. Penambahan CMC dapat meningkatkan kekentalan yang
stabil serta homogen pada suspensi hidrolisat protein (Kamal, 2010). Penambahan
STTP bertujuan untuk mengikat air dalam pembuatan formulasi smart flavor
(Sarofa et al,. 2014).

2.2 Karakteristik Ikan Bandeng


Ikan bandeng (Chanos chanos sp) merupakan salah satu komuditas yang
sering dikenal dengan nama milkfish serta memiliki rasa spesifik dan terkenal di
Indonesia bahkan luar negeri. Ikan ini merupakan satu satunya spesies yang ada di
famili Chanidos. Klasifikasi ikan bandeng menurut Saanin (1984), yaitu sebagai
berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Malacopterygii
Famili : Chanidae
Genus : Chanos
Spesies : Chanos chanos

Karakteristik dari ikan bandeng yaitu sirip yang bercabang, berdaging


putih, memiliki sisik seperti kaca dan berbadan langsing. Menurut Saanin (1984),
ciri ciri morfologi ikan bandeng yaitu badan memanjang, pipih, tidak bergigi, sisik
kecil dengan tipe cycliod, mata diselimuti lendir serta tanpa skut pada bagian
perutnya. Morfologi ikan bandeng dapat dilihat pada Gambar 2

Gambar 2 Ikan Bandeng


Kandungan protein ikan bandeng cukuplah tinggi, yaitu mencapai 19,39%
(Prasetio et al, 2015) dan berpotensi untuk diolah menjadi hidrolisat protein ikan.
Hasil hidrolisat protein dengan enzimatis mengandung peptida yang memiliki
berat molekul lebih rendah dan asam amino bebas. Produk hidrolisat memiliki
tingkat kelarutan air yang tinggi, kapasitas emulsi yang baik serta mudah diserap
oleh tubuh (Fox et al, 1991 dalam Wijayanti et al, 2016).
2.3 Hidrolisis Protein Ikan
Hidrolisis merupakan proses pemecahan molekul menjadi senyawa
senyawa yang lebih sederhana menggunakan bantuan air. Hidrolisis protein dapat
diartikan juga sebagai protein yang mengalami degradasi hidrolitik dengan asam,
basa maupun enzim proteolitik yang dapat menghasilkan produk berupa asam
amino dan peptida (Haslaniza et al, 2010). Hidrolisis menyebabkan beberapa
perubahan pada protein yaitu meningkatnya kelarutan, berkurangnya berat
molekul protein dan rusaknya struktur globular protein (Nielsen, 1997). Menurut
Nielsen (1997), Meningkatnya kelarutan dapat terjadi apabila bertambahnya
kandungan NH3+ dan COO-.
Hidrolisis yang menguntungkan dan tidak membahayakan yaitu
menggunakan enzim. Menurut Johnson dan Peterson (1974) dalam Purbasari
(2008), menyatakan bahwa kemampuan enzim menghidrolisis dapat
menghasilkan produk hidrolisat yang terhindari dari perubahan dan kerusakan
produk.
Menurut Winarno (1995), saat protein terhidrolisis terjadi perubahan cita
rasa. Hal ini disebabkan karena pembentukan peptida peptida pendek, asam amino
serta lepasnya komponen cita rasa non protein dari bahan baku. Hidrolisis
menyebabkan penurunan komponen intraksi aroma pada bahan. Protein pangan
yang memiliki berat molekul lebih dari 6000 dalton, dapat digunakan sebagai
pembentuk rasa gurih sedangkan peptida yang bermolekul rendah dapat memiliki
rasa pahit pada produk. Pemecahan ikatan peptida selama hirolisis dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Hidrolisis ikatan peptida oleh enzim protease (Witono,2013)


Hidrolisis enzimatis dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
pH, penambahan enzim, penambahan substrat dan suhu. Kecepatan reaksi
enzimatis pada umumnya bergantung pada penambahan substrat. Menurut Holme
dan Peck (1998), semakin tinggi substrat yang ditambahkan maka reaksi enzim
semakin cepat hingga mencapai kecepatan yang tetap. Semakin tinggi suhu, laju
reaksi semakin naik. Lama hidrolisis juga berpengaruh terhadap hasil hidrolisis.
Menurut Maga (1998), waktu hidrolisis yang lama dapat menyebabkan jumlah
peptida dan asam amino menurun serta padatan tidak fungsional akan meningkat.

2.4 Hidrolisat Protein Sebagai Smart Flavor


Menurut (Pigot and Tucker, 1990) hidrolisat protein dapat didefinisakan
sebagai produk yang dihasilkan dari proses penguraian protein kompleks menjadi
protein yang berantai pendek karena adanya proses hidrolisis secara enzimatis,
asam ataupun basa. Pengolahan ikan menjadi hidrolisat protein ikan bertujuan
untuk mendapat bahan pangan yang mudah dicerna oleh tubuh. Hal ini dapat
terjadi karena terurainya senyawa kompleks protein pada ikan menjadi asam asam
amino yang lebih sederhana (Wijayanti, 2009). Hasil hidrolisat protein pada ikan
dapat digunakan sebagai smart flavor. Hal ini disebabkan karena hasil hidrolisis
dapat menimbulkan rasa umami dengan flavor yang khas.
Hasil penelitian dari Witono et al (2017), menjelaskan bahwa hidrolisis
protease biduri pada subtrat ikan bandeng menghasilkan produk maillard (umami)
yang sangat tinggi setelah direaksikan dengan 10% glukosa dan gula karamel
20%. Selain itu, penelitian yang lain juga menjelaskan bahwa ikan meniran,
mujair dan tongkol sangat tinggi produktifitasnya serta hasil hidrolisis yang
dihasilkan memiliki flavor yang khas. Selain ikan tersebut, terdapat juga ikan laut
yang berpotensi menghasilkan hidrolisat protein. Ikan laut yang berpotensi untuk
dimanfaatkan yaitu ikan lidah, baji baji dan bibisan.
2.5 Karakteristik Enzim Protease Biduri

Protease biduri diperoleh dari gatah tanaman biduri melalui proses


penyadapan. Tanaman biduri tumbuh dilahan kering dengan periode kering yang
lama. Enzim yang dihasilkan oleh tanaman biduri merupakan golongan
eksopeptidase dan sulfhidril (Saputri, 2007). Jenis sulfihidril merupakan sifat
kimia dari sisi aktifnya. Menurut Rao et al (1998), menyatakan bahwa
peningkatan aktivitas protease sulfidril dapat disebabkan karena adanya
penambahan reagen sistein. Suhartono et al (1995) penyatakan bahwa
penambahan HCN akan meningkatkan aktivitas protease sulfidril. Menurut
Winarno (1995), eksopeptidase merupakan enzim yang dapet memecah protein
dari luar sedangkan sulfhidril dapat diartikan memiliki residu sulfhidril pada
lokasi aktif. Cara kerja enzim eksopeptidase yaitu dengan memotong polipeptida
protein pada bagian ujung. Hasil pemotongan didapatkan peptida rantai panjang
dan asam asam amino. Menurut Lin et al (2010), protease jenin peptidase dapat
digunakan untuk memproduksi peptida antioksida. Hal ini dikarenakan dapat
memotong protein pada asam amino seperti Leu, Phy, Try dan lainnya.
Karakteristik enzim enzim protease biduri diantaranya: suhu optimum
enzim protease yaitu 55ᵒC, aktifitas optimal enzim potease biduri pada pH 7 serta
dapat di ininaktivasi pada suhu diatas 60ᵒC dan protein enzim terdenaturasi cepat
pada suhu 90ᵒC (Susanti, 2005). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi aktivitas
enzim protease yaitu suhu, termostabilitas, pH, konsentrasi enzim, substrat dan
kinetika enzim. Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan menurunnya aktivitas
enzim karena terjadi proses denaturasi. Namun pada batas tertentu, peningkatan
suhu dapat meningkatkan laju reaksi antara enzim dan subtrat. Termostabilitas
adalah tingkat ketahanan enzim terhadap suhu. Enzim akan mengalami kerusakan
jika dipanaskan dengan suhu 45ᵒC keatas. Enzim bereaksi dengan substrat akan
membentuk komplek enzim subtrat. Kecepatan reaksi awal enzim dan subtrat
akan mencapai nilai maksimum, setelah itu reaksi akan menurun (Witono, 2013).
Karakteristik suhu, pH optimum, Km/Vmax, berat molekul dan dan
termostabilitas biduri dapat dilihat pada Tabel 1.
No Aspek Nilai
1 Suhu 55ᵒC
2 pH 7
3 Km/Vmax 21,63 g/ml/18,9 mg/ml/min
4 Berat Molekul 25,2 kDa
5 Termostabilitas 60ᵒC (10 menit)/90ᵒC (0 menit)
Sumber: Witono dkk (2007b).

2.6 Penentuan Aktivitas Antioksidan


Antioksidan merupakan salah satu senyawa yang sata dibutuhkan oleh
tubuh untuk menghambat aktivitas oksidasi sel tubuh oleh radikal bebas (Witono,
2019). Antioksidan dapat ditemukan pada bahan pangan hewani atau hidrolisat
protein yang mengandung senyawa bioactive peptide (Samaranayaka dan Li
Chan, 2011; Wiriyaphan et al 2011). Salah satu produk hidrolisat yang terbukti
memiliki sifat antioksidan yaitu hidrolisat protein ikan ( Je et al, 2008, Moreno et
al 2014, Chi et al 2015).
Aktivitas antioksidan diukur menggunakan kemampuan merangkap
radikal bebas (radical scavenging sbility) DPPH (1,1-diphenyl- 1-2-
picrylhidroksil). DPPH adalah radikal bebas yang memiliki nitrogen tidak stabil
dengan panjang gelombang 517 nm dan berwarna biru gelap (keunguan).
Keberadaan antioksidan akan menetralisir DPPH dengan cara menyumbang
eklektron sehingga terjadi perubahan warna dari biru pekat menjadi warna biru
yang memudar dan mempengaruhi nilai absorbansinya. Menurut Liu et al (2010)
menyatakan bahwa penghilangan warna akan sebanding dengan jumlah elektron
yang diambil oleh DPPH.
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Biokimia Hasil
Pertanian, Laboratorium Rekayasa Proses Hasil Pertanian dan Laboratorium
Analisa Terpadu Fakultas Tekonologi Pertanian Universitas Jember. Waktu
pelaksanaan dimulai bulan September hingga Desember 2019.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian


3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan bandeng
yang diperoleh dari pasar Tanjung Jember serta getah tanaman biduri yang
diperoleh dari daerah pesisir pantai selatan Jember. Bahan kimia yang diperlukan
untuk analisis yaitu Aquades, Buffer Phospat 0,05 pH 7, BSA, Reagent Mix
Lowry (Na2CO3, CuSO4, NaKtatrat, Follin C, Larutan Buffer (50 mM MOPS-
NaOH (pH 7,5), 1 mM EDTA, 10 Mm MgCI dan 1 Mm Phenyl Methyl Sulfonyl
Fluoride (PMSF) ), Reagen Bradford, Buffer Loading (Tris-CI 0,5 M pH 6,8;
SDS 10%; Glycerol 10%, Bromophenol Blue), Buffer Elektroda (Glycine 192
Mm, Trisbase 25 Mm, SDS 0,1%), 1,1 Difenil-2-Pikrilhidrazil (DPPH), dan
Etanol (P.A).

3.2.2 Alat Penelitian


Peralatan yang digunakan dala penelitian ini yaitu alat preparasi,
timbangan analitik, blender, waterbath shaker (GFL 1083), sentrifuge Yenaco
YC-1180 beserta tabung, penyaring, freezer drying, food processor, tabung,
spektrofotometer (Spectro UV Vis 2500), serangkaian alat titrasi, color reader,
microtube, vortex Thermolyne type 16700, inkubasi, alat pemanas, ice box, botol
kaca gelap, high performance liquid chromatography (HPLC), SDS-PAGE
(Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamine type 16700), pH meter Jen Way Tipe
3320 (Jerman), micropipet , neraca analitik Ohaus dan alat alat gelas (Iwaki dan
Pyrex).

3.3 Pelaksanaan Penelitian

3.3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan percobaan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
experimental laboratory menggunakan (RAK) Rancangan Acak Kelompok
dengan dua faktor. Faktor yang pertama yaitu perbedaan konsentrasi enzim
protease biduri sebesar 1%, 2% dan 3%. Faktor yang kedua adalah lama hidrolisis
yaitu selama 1 jam, 2 jam dan 3 jam. Setiap perlakuan akan diulang sebanyak tiga
kali. Kombinasi perlakuan dari dua faktor dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Kombinasi Perlakuan
Konsentrasi Lama waktu hidrolisis
enzim
(%) 1 jam (B1) 2 jam (B2) 3 jam (B3)
1 (A1) A1B1 A1B2 A1B3
2 (A2) A2B1 A2B2 A2B3
3 (A3) A3B1 A3B2 A3B3

3.3.2 Tahapan Penelitian


Pelaksanaan penelitian dimulai dengan persiapan penelitian. Persiapan
penelitian dengan cara menyiapkan enzim protease dari tanaman biduri yang akan
digunakan untuk hidrolisis ikan bandeng dalam pembuatan smart flavor. Smart
flavor selanjutnya akan dianalisa warna, protein terlarut, aktivitas antioksidan,
berat molekul serta uji organoleptik.
a. Persiapan Penelitian
Persiapan penelitian dimulai dengan pembuatan enzim protease biduri.
Tahap pertama dalam pembuatan enzim protease biduri yaitu pengambilan
getah tanaman biduri yang masih muda. Kemudian dilanjutkan dengan
penambahan buffer phospat 0,5 M dengan pH 7. Pada penambahan larutan
buffer dengan perbandingan antara getah tanaman biduri denganbuffer
phospat sebesar 1:1. Larutan hasil pencampuran dikocok dan lakukan
pemisahan antar supernatan serta endapan. Fungsi dilakukan penambahan
buffer phospat yaitu bertujuan untuk mempertahankan pH dan kondisi
optimum getah biduri. Pemisahan supernatan dan endapan dilakukan
menggunakan suhu dingin yaitu sebesar 4ᵒC pada kecepatan 1000 rpm
selama 10 menit. Supernatan yang didapatkan dari proses sentrifugasi
disebut dengan ekstrak kasar enzim protease biduri. Ekstrak kasar tersebut
digunakan untuk menghidrolisis protein ikan bandeng.
b. Pembuatan hidrolisis ikan bandeng sebagai smart flavor
Ikan bandeng yang telah disiapkan dilakukan proses debonning dan
eviserasi. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan bagian tulang, kepala,
ekor, sisik dan isi perut. Daging yang diperoleh dibersihkan terlebih
dahulu menggunakan air mengalir, selanjutnya ditimbang sebanyak 50
gram. Daging yang telah ditimbang, ditambah aquades dengan
perbandingan antara bahan dan aquades 1:2 (b/v) dan dihancurkan dengan
blender. Suspensi daging ikan yang diperoleh di tambahankan dengan
enzim biduri sesuai perlakuan (1%, 2% dan 3%). pH campuran antar
suspensi dengan enzim yaitu 7. Hidrolisis dilakukan menggunakan
waterbath dengan suhu 55ᵒC selama 1, 2 dan 3 jam, selanjutnya lakukan
inaktivasi enzim dengan cara dilakukan pemanasan 90ᵒC selama 20 menit
dan diperolehlah hidrolisat basah. Hidrolisat yang di peroleh kemudian
disaring dan disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm dengan suhu 4ᵒC
selama 15 menit. Lakukan pengeringan di oven dengan suhu 40ᵒC selama
18 jam dengan tekanan 20 mmHg selanjutnya di blender dan saring
dengan ukuran 80 mesh. Diagram alir pembuatan hidrolisat ikan bandeng
sebagai smart flavor dapat dilihat pada Gambar 3.1
Ikan Bandeng

Tulang, kepala, ekor,


Deboning dan
sisik, isi perut
eviserasi

Penimbangan daging 50 g

Bahan : aquades (1:2) Penghancuran


b/v

Suspensi
daging ikan
bandeng
Enzim biduri 1%,
2%, 3% Pencampuran (pH 7)

Hidrolisis ( suhu 55 ̊ C,
selama 1, 2 & 3 jam

Inaktivasi enzim (pemanasan 90 ̊ C, 20 menit)

Hidrolisat basah

Sentrifugasi 3500 rpm (4 ̊ C, 15 menit)

Pengeringan (Oven), 40 ̊ C, 18 jam, P 20 mmHg

Hidrolisat kering
3.4 Parameter Analisis

Parameter yang diamati dari smart flavor ikan bandeng dalam penelitian
ini yaitu:
1. Warna (Metode Color reader, Hutching, 1994)
2. Protein terlarut (Metode Lowry, 2002)
3. Uji organoneptik (Lawless dan Heymann, 1998)
4. Aktivitas antioksidan menggunakan DPPH (Brand et al, 1995)
5. Berat molekul (Leammli, 1970)

3.5 Prosedur Analisis


3.5.1 Warna (Metode Color Reader Hutching, 1994)
Colour reader dioperasikan dengan menekan tombol ON. Kemudian
tombol target ditekan. Sebagai standar digunakan porselin yang ditempelkan pada
lensa lalu tombol pengukur ditekan. Selanjutnya lensa ditempelkan pada
permukaan sampel dengan posisi tegak lurus lalu tombol pengukur ditekan. Nilai
dL yang muncul pada layar dicatat. Nilai dari L* (Lightness) menunjukkan tingkat
kecerahan dengan range 0 = gelap sampai 100 = terang. Nilai L* dapat diperoleh
dari perhitungan : L* = 94,35 + dL

3.5.2 Kadar Protein terlarut (Metode Lowry, 2002)


Timbang sampel sebanyak 0,05 gram, kemudian larutkan dengan aquades
10 ml. Sampel disentrifuge selama 5 menit, diambil 0,125 ml dan direaksikan
dengan reagen Mix-Lowry 2,5 ml serta diamkan selama 10 menit. Tambahkan
follin 0,25 ml dan diamkan selama 30 menit serta tambahkan aquades hingga
volume 5 ml. Tera absorbannya dengan spektrometer pada panjang gelombang
750 nm. Data absorbansi diplotkan pada kurva standart BSA untuk dihitung kadar
proteinnya.
Pembuatan kurva standart BSA dengan hidrolisa dilakukan dengan cara
0,01 ml gram sampel ditambahkan 1 ml NaOH 2N dan dipanaskan selama 10
menit. Sampel xml ditambah Lowry 2,5 ml dan diamkan selama 10 menit.
Tambahkan Follin 1N (250 mikroliter), diamkan selama 60 menit. Baca pada nilai
absorbansi 750 nm.

3.5.3 Uji organoneptik (Lawless dan Heymann, 1998)


Uji organoleptik yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
uji kesukaan, yang meliputi aroma, warna, rasa dan kesukaan keseluruhan. Untuk
uji kesukaan rasa diaplikasikan pada sup. Untuk uji kesukaan aroma, setiap
panelis cukup dengan mencium aroma garam sedap menggunakan indra pencium.
Untuk uji kesukaan warna, setiap panelis cukup melihat kenampakan warna garam
sedap dengan indra penglihat. Jenjang skala uji kesukaan terhadap rasa, aroma,
warna dan keseluruhan dari masing-masing sampel adalah sebagai berikut:
Skala Numerik 1. Sangat tidak suka 1
2. Tidak suka 2
3. Agak suka 3
4. Suka 4
5. Sangat Suka 5

3.5.4 Aktivitas antioksidan menggunakan DPPH (Brand et al, 1995)


Pengujian ini diawali dengan menyiapkan DPPH 0,1 mM dengan cara
mengencerkan 0,00195 DPPH kedalam 50 ml etanol p.a. kemudian sampel
disiapkan dengan mengencerkan sampel 1000 ppm. Pengenceran dilakukan
dengan cara melarutkan 0,01 gram sampel HPI bandeng dalam 10 ml 70%.
Langkah selanjutnya adalah mencempurkan 1,5 ml larutan sampel HPI bandeng
dengan 1,5 DPPH. Larutan tersebut divortex dan diamkan selama 30 menit pada
suhu 37ᵒC dalam keadaan gelap. Larutan tersebut di absorbansi dengan panjang
gelombang 515 nm untuk mengukur produksi radikal DPPH.
Uji DPPH pada blanco menggunakan aquades sebagai pengganti HPII
bandeng. Selama proses pengujian akan terjadi intraksi antara HPI bandeng
dengan radikal bebas DPPH. HI ikan bandeng yang memiliki sifat antioksidan
akan mendonorkan atom hidrogen kepada radikal bebas sehingga lebih stabil. Hal
ini ditanndai dengan pperubahan warna ungu menjadi kuning. Berikut cara
menghitung aktivitas antioksidan sebagai berikut :

A blanko−A sampel
DPPH % = x 100%
A blanko

3.5.5 Berat Molekul (Leammli, 1970)


Metode yang digunakan dalam penentuan berat molekul adalah SPS-
PAGE. Untuk menentukan berat molekul, harus dilakukan beberapa tahapan
diantarnya ekstraksi protein, mengukur kandungan protein dengan metode
Bardford (1976) dan dianalisis SPS-PAGE. Berikut penjelasan tentang berat
molekul :
a. Ekstraksi protein
Sampel hidrolisat protein ikan bandeng sebanyak 0,25 garam ditambahkan
750 ul buffer ekstraksi mengandung (50 mM MOPS-NaOH (pH 7,5), 1
mM EDTA, 10 Mm MgCI dan 1 Mm Phenyl Methyl Sulfonyl Fluoride
(PMSF) kemudian diberi perlakuan sanikator 15 menit. Homogenat di
sentrifugasi dingin 4ᵒC selama 10 menitdengan kecepatan12.000 ppm,
selanjutnya supernatan dipindah ke microtube dan disimpan dengan suhu
-80ᵒC
b. Pengukuran Kandungan Protein Dengan Metode Bradford (1976)
Sebanyak 5 µl supernatan ekstrak protein ditambah dengan 995 µl reagen
bradford kemudian lakukan homogenisasi menggunakan vortex dan
diinkubasi selama 15 menit. Proses tersebut menghasilkan perubahan
warna. Warna yang terbentuk di ukur menggunakan spektrofotometer (ƛ
595 nm). Perhitungan kadar protein total dengan cara mengkonversi nilai
absorbansi sampel kedalam persamaan regresi linier dari BSA.
Konsentrasi protein yang dihasilkan dapat digunakan untuk menentukan
volume sampel yang akan dianalisis.
c. Analisis SDS-PAGE
Analisis SDS-PAGE dilakukan dengan cara menambahkan buffer loading
(Tris-CI 0,5 M pH 6,8; SDS 10%; Glycerol 10%, Bromophenol Blue)
kedalam larutan hasil ekstraksi. Selanjutnya lakukan pemanasan dengan
suhu 95ᵒC selama 3 menit agar terjadi proses denaturasi. Sebanyak 30 ug
sampel hidrolisat di masukkan dalam sumuran gel dan dipisahkan
menggunakan SPS-PAGE dengan konsentrasi akrilamide 12,5 %. Proses
pemisahan di aliri arus listrik 40-70 V selama 4 jam dengan buffer
elektroda (Glycine 192 Mm, Trisbase 25 Mm, SDS 0,1%). Protein yang
terpisah diberi perlakuan pewarnaan dengan Coomassie Brilliant Blue
(CBB). Analisa menggunakan Gangnam Stain Prestained Protein Ladder
sebanyak 3 µl sebagai protein marker.

3.6 Analisis Data


Data hasil penelitian akan diolah menggunakan Microsoft Excel 2010
dengan menghitung nilai rata rata disetiap perlakuan. Hasil penelitian kemudian
disajikan dalam bentuk diagram dan tabel yang dijelaskan secara diskriptif.
DAFTAR PUSTAKA

Brand-Williams, W., Cuvelier, M.E., and Berset C., 1995, Use of a Free Radical
Merhod to Evaluate Antioxidant Activity. Lebens. Wiss. U. Technol.
Volume 28: 25-30.
Fennema, O.R. 1976. Principle of Food Science. New York. Marcel Decker Inc.
Fox, P.F. 1991. Food Enzymologi. New York. Elsevier Applied Science.
Girinda. 1993. Biokimia 2. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Giyatmi. 2001. Prospek Hidrolisat Protein Ikan sebagai Pemerkaya Nutrisi
Makanan. IPB. Bogor.
Hasnaliza, H., Maskat, M.Y., Wan A.W.M., Mamot, S. 2010. Efect of Enzyme
Concetration, Temperature and Incubation Time on Nitrogen Content and
Degree of Hydrolysis of Protein Precipate From Cockle (Anadara
Granosa) Meat Wash Water. Internasional Food Reasearch journal.
Volume 12: 147-152.
Holme, D. J. And Peck, H. 1998. Analytical Boichemistry. Third Edition. New
York : Addision Wesley Longman.
Kamal, N. 2010. Pengaruh Bahan Tambahan CMC (Carboxyl Methyl Cellulose)
Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi.
Vol 1, Edisi 17, Periode Juli-Desember 2010: 78-84
Laemmli, U.K 1970. Cleavage of Structural Proteins During The Assembly of
The Head Of Bacteriophage T4. Jurnal Nature. Volume 227: 680-685.
Liu, Z., Alexandria, C.M., Oliveira., and Su, Y.C. 2010. Purification and
Characterization of Pepsin Solubilized Collagen From Skin and
Connective Tissue of Giant Red Sea Cucumber (Parastichopus
Californicus). Journal Of Agriculture Food Chemistry. Volume 58: 1270-
1274.
Maga, J. A. 1998. Umami Flavor of Meat. Dalam Shadili, F (Ed). : Flavor of
Meat, Meat Products and Seafood. London: Blackie Academic and
Professional.
Nielsen. 1997. Food Protein And Their Application. New York: Marcel Dekker
Inc. University of Madison.
Prasetio., D.Y.B, Y.S. Darmanto, F. Swastawati. 2015. Efek Perbedaan Suhu dan
Lama Pengasapan Terhadap Kualitas Ikan Bandeng (Chanos chanos
Forsk) Cabut Duri Asap. Jurnal Teknologi Aplikasi Pangan. Volume 4(3):
94-98.
Prasulistyowati, T.E. 2011. Modifikasi Hidrolisis Enzimatis Koro Kratok
Menggunakan Campuran Enzim Protease Biduri Dan Papain Untuk
Memproduksi Flavor Enhancer. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Jember. Jember.
Purbasari,. D. 2008. Produksi dan Karakterisasi Hidrolisat Protein dari Kerang
Mas Ngur (Atactodea Striata). Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikn Jilid I. Binatjipta.
Bandung.
Samaranayaka, A.G.P, and Li-Chan, E.C.Y. 2011. Food-derived Peptidic
Antioxidants Are View of Their Production, Assessment and Potential
Applications. Journal of Functional Foods. Volume 3(4) : 229-254.
Saputri, D.S. 2007. Spesifikasi Enzim Protease Biduri (Calatropis gigantea).
Tidak dipublikasikan. Jember: Karya Tulis Ilmiah Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.
Suhartono, M.T. 1992. Protease. Bogor :Pusat Antar Universitas Institut
Pertanian Bogor.
Susanti, S. P. 2005. Karakterisasi Enzim Protease dari Getah Tanaman Biduri
(Calatropis gigantea) Hasil Ekstraksi Menggunakan Amonium Sulfat.
Tidak dipublikasikan. Jember: Karya Tulis Ilmiah Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.
Wijayanti, Ima, Romadhan, dan Rianingsih, Laras. 2015. Pengaruh Konsentrasi
Enzim Papain Terhadap Kadar Proksimat dan Nilai Rendamen Hidrolisat
Protein Ikan Bandeng. Jurnal Pena Akuantika Volime. Volume 12(1).
Winarno, F.G. 1995. Enzim Pangan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Witono, Yuli. 2013. Enzim Biduri Agen Aktif Potensial untuk Proses Pangan.
Surabaya: Pustaka Radja.
Witono, Yuli., Aulanni’am, Subagio, Ahmad.,Widjanarko, S.B. 2007. Purifikasi
dan Karakterisasi Parsial Enzim Protease Biduri (Calotropis gigantean).
Jurnal Teknologi Industri Pangan. Volume 18: 1-19.
Witono , Y., Subagio, A., Susanto, T., Widjanarko, S.B. 2006. Memabandingkan
Kerja Protease Biduri dengan Protease Komersial. Prosiding. Seminar
Nasioanal - Himpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PATPI).
Yogyakarta 2-3 Agustus 2016.
Witono, Y. 2008. Preliminary Study For Enzymatic Processing of Milkfish
Hydrolisate By Using Biduri Protease. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian.
Sub Tema I. Teknologi Proses Pangan Jember: Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Jember.
Witono, Y., Fuuzi., M. Praptiningsih., Y. Dan Windrati, W.S., Masahid, A.D dan
Arifyani, I.S. 2017. Seasoning Process From Enzymatic Milkfish Protein
Hydrolisate With Variation Of Concentration And Hydrolysis Time By
Using Biduri (Calotropis Gigantea) Protease. Prosiding Seminar Nasional
Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATPI) Sematera Selatan,
Palembang, 28 November 2017.

Anda mungkin juga menyukai