Anda di halaman 1dari 23

PENGARUH PENAMBAHAN SARI BUNGA TELANG (Clitoria

ternatea Linn) DENGAN KONSENTRASI YANG BERBEDA


TERHADAP MUTU KERUPUK IKAN PATIN
(Pangasius hypophthlamus)

OLEH :
RANDI CANDRA PRATAMA
20182011P

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kebutuhan ikan Patin di mancanegara menunjukkan trend positif, seperti di

Tiongkok. Impor ikan Patin di negeri tirai bambu tersebut tumbuh pesat hingga

mencapai 34.400 ton per tahun. Angka tersebut disusul oleh Thailand yang

mencapai 19.200 ton per tahunnya. Di Amerika Latin, impor ikan Patin juga

menunjukkan kenaikan hingga 12,3 %. Wilayah Sumatera menyumbang 68,07 %

dari produksi nasional, dengan rincian wilayah Sumatera Selatan penyumbang

terbesar yakni mencapai 47,23 % (Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2018).

Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah penghasil produksi ikan Patin

terbesar di Indonesia dan Kabupaten Banyuasin menjadi sentra produksi

budidaya ikan Patin tingkat Sumatera Selatan. Produksi ikan Patin di sumatera

selatan setiap harinya dapat menghasilkan rata-rata 34.744,24 ton (Kementrian

Kelautan dan Perikanan, 2021).

Ikan Patin (Pangasius hypophthlamus) merupakan salah satu jenis ikan air

tawar yang memiliki nilai ekonomis penting dalam dunia akuakultur.

Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO (Food and Agriculture

Organization) menempatkan ikan Patin di urutan kelima setelah ikan mas

(Cyprinus carpio), ikan nila (Oreochromis niloticus), ikan lele (Clarias Sp) dan

ikan gurami (Osphronemus gouramy) (Ghufran, 2010). Meningkatnya

permintaan ikan Patin di Sumatera Selatan, merupakan kesadaran masyarakat

dalam memenuhi gizi dan protein, daging ikan patin mengandung protein sebesar
12,6%-15,6%, lemak 1,09%-5,8%, abu 0,74%-3,5%, dan air 80%-85% (Sindi,

2020). Tingginya kandungan air tersebut merupakan media yang sangat cocok

bagi perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk, sehingga ikan sangat cepat

mengalami penurunan mutu pada proses pembusukan. Hal ini akan sangat

merugikan dengan terjadinya penurunan harga pada saat terjadi produksi yang

melimpah. Untuk mencegah proses pembusukan dan peningkatan harga jual,

maka perlu dilakukan diversifikasi produk perikanan (Apriani, 2018). Salah satu

proses tersebut adalah dengan memanfaatkan ikan patin sebagai sumber protein

pada pembuatan kerupuk ikan.

Kerupuk dikonsumsi oleh semua lapisan masyarakat dari anak-anak hingga

orang tua sebagai makanan ringan. Seiring berjalannya waktu, teknologi

pengolahan kerupuk semakin meningkat hingga pemasarannya semakin lancar

dan meluas sampai ke mancanegara. Jenis kerupuk yang beredar di pasaran

cukup banyak dan masing-masing memiliki pangsa pasar sendiri. Salah satu jenis

kerupuk yang digemari masyarakat Indonesia adalah kerupuk ikan. Hal tersebut

disebabkan makin meluasnya pengetahuan masyarakat akan manfaat kesehatan

yang terkandung di daging ikan, serta harganya yang relatif lebih murah

dibandingkan daging sapi dan daging ayam (Martha, 2006). Untuk variasi

kerupuk dengan menggunakan pewarna alami saat ini yaitu kerupuk dengan

penambahan pure bit (Beta vulgaris) yang bertujuan untuk merubah warna

menjadi warna merah keunguan, (Widianingrum, 2014). Selain penelitian

kerupuk dengan penambahan pure bit (Beta vulgaris) untuk produk kerupuk

ikan juga didiversifikasi dengan penambahan tepung daun kelor (Morigan


oleifera Lam) yaitu untuk menjadikan kerupuk ikan berwarna hijau kekuningan

(Muchsiri, 2018)

Selain tanaman pure bit (Beta vulgaris) dan daun kelor (Morigan oleifera

Lam) yang dapat dijadikan sebagai sumber makanan ataupun pewarna alami

bunga telang (Clitoria ternatea Linn) juga aman untuk dikonsumsi. Kandungan

antosianin dari bunga telang berpotensi untuk dijadikan pewarna alami pada

bahan pangan. Warna biru dari bunga telang telah dimanfaatkan sebagi pewarna

biru pada ketan di Malaysia. Bunga telang juga dimakan sebagai sayuran di

Kerala (India) dan diFilipina (Lee dkk., 2011). Menurut Suebkhampet dan

Sotthibandhu (2011), warna biru pada bunga telang menunjukkan keberadaan

dari antosianin, dengan adanya pigmen alami antosianin dalam bunga telang

diharapkan sebagai upaya mencegah semakin banyaknya penggunaan pewarna

sintetis yang tidak aman pada produk pangan

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Pengaruh Penambahan Sari Bunga Telang (Clitoria ternatea Linn)

Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Mutu Kerupuk Ikan Patin

(Pangasius hypophthlamus).

B. RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana formulasi terbaik kerupuk ikan patin (Pangasius hypophthlamus)

dengan penambahan sari bunga telang?


2. Bagaimana pengaruh sari bunga telang (Clitoria ternatea Linn) terhadap

karakteristik kimia (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat) dan

organoleptik ( warna, tekstur, aroma dan rasa ) kerupuk ikan patin?

C. TUJUAN PENELITIAN

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan formula kerupuk ikan patin dengan penambahan sari bunga

telang yang paling disukai.

2. Untuk mengetahui mutu kimia dan organoleptik kerupuk ikan patin dengan

penambahan sari bunga telang.

D. HIPOTESIS

adapun hipotesis penelitian ini yaitu:

H0 : Diduga pemanfaatan sari bunga telang (Clitoria ternatea Linn) dalam

pengolahan kerupuk ikan patin tidak berpengaruh terhadap mutu kerupuk

ikan patin ( kimia dan organoleptik ).

H1 : Diduga pemanfaatan sari bunga telang (Clitoria ternatea Linn) dalam

pengolahan kerupuk ikan patin berpengaruh nyata terhadap mutu kerupuk

ikan patin ( kimia dan organoleptik ).

E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pembuatan kerupuk ikan patin (Pangasius hypophthlamus) dengan
penambahan sari bunga telang (Clitoria ternatea Linn).
2. Hasil penelitian ini juga diharapkan memberikan sumbangsih pengetahuan
mengenai Teknologi Hasil PerikananKepada masyaraka serta dapat membuka
peluang usaha.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerupuk Ikan

Ikan mempunyai nilai protein tinggi, dan kandungan lemaknya rendah

sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. Pengolahan

ikan dengan berbagai cara dan rasa menyebabkan orang mengkonsumsi ikan lebih

banyak dan salah satunya diproduksi menjadi kerupuk ikan. Produk olahan yang

telah terindustrialisasi secara mapan tersedia dengan daya tarik yang masih kurang

dan yang murah harganya. Pada umumnya harga kerupuk terjangkau masyarakat

dan hampir tersedia di berbagai kedai/warung/rumah makan/toko pangan (Yuliati,

2012:) Kerupuk ikan adalah produk makanan kering yang berasal dari ikan yang

dicampur dengan tepung tapioka atau tepung terigu ( Sari 2013).

Kerupuk ikan banyak jenis dan bentuk yang dijual di pasaran. Jenis

makanan ini bergantung pada jenis bahan bakunya, sedangkan variasi bentuknya

bergantung pada daya kreativitas pembuatannya. Kerupuk ikan adalah kerupuk

yang bahannya terdiri dari adonan tepung dan ikan. Kerupuk ikan mempunyai

beberapa kualitas bergantung pada komposisi banyaknya ikan yang terkandung

dalam kerupuk. Semakin banyak jumlah ikan yang terkandung dalam krupuk

maka semakin baik kualitasnya. Macam-macam Kerupuk Ikan Masyarakat

Indonesia telah lama mengenal kerupuk ikan sebagai makanan. Kerupuk ikan

pada umumnya dikonsumsi sebagai makanan yang mampu membangkitkan selera

makan atau sekedar dikonsumsi sebagai makanan kecil. Banyak jenis kerupuk

yang telah dibuat orang, mulai dari kerupuk yang dibuat dari beras, tepung terigu,
atau tepung tapioka. Bahan-bahan tersebut dapat diramu dengan bahan tambahan

seperti udang, ikan tengiri, ikan patin, lele dan sebagainya sehingga menjadi

krupuk ikan dengan rasa sesuai ikan yang ditambahkan. Macam-macam ikan

misalnya: kerupuk ikan tengiri, kerupuk ikan tongkol, kerupuk udang, dan masih

banyak lainnya. (Wahyono & Marzuki, 2010).

Berikut syarat baku mutu kerupuk ikan menurut SNI 01-2713-1999

Tabel 1. SNI kerupuk ikan

Jenis uji Satuan Persyaratan


Rasa dan aroma Khas kerupuk ikan

Serangga dalam bentuk Tidak ternyata


stadia dan potong-potongan
serta benda-benda sing

Kapang Tidak ternyata

Air % Maks. 11

Abu tanpa garam % Maks. 1

Protein % Maks. 6

Lemak % Maks. 0,5

Serat kasar % Maks. 1

Bahan tambahan makanan tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang
berlaku

Cemaran logam (pb, cu hg). tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang
berlaku

Cemaran arsan tidak ternyata atau sesuai dengan peraturan yang


berlaku

Sumber : SNI 01-2713-1999


B. IKAN PATIN

1. Klasifikasi

Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Famili : Pangasidae

Genus : Pangasius

Spesies : Pangasius hypophthlamus

2. Morfologi

Morfologi Ikan patin memiliki tubuh yang memanjang dan berwarna putih

keperak-perakan dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Tubuh ikan ini

memiliki panjang hingga mencapai 120 cm, bentuk kepala yang relatif kecil,

mulut terletak di ujung kepala bagian bawah, pada kedua sudut mulutnya terdapat

dua pasang kumis yang berfungsi sebagai alat peraba yang merupakan ciri khas

ikan golongan catfish, dan memiliki sirip ekor berbentuk cagak dan simetris, Ikan

patin siam merupakan hewan yang melakukan aktivitas di malam hari (nocturnal)

dan termasuk jenis ikan pemakan segala (omnivora). (Djariah, 2001)


Gambar 1 Ikan Patin
Sumber : Dokumen pribadi, (2021)
C. BUNGA TELANG

1. Klasifikasi

Klasifikasi bunga telang menurut Michael dan kalamani, (2003) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Fabales

Suku : Fabaceae

Marga : Clitoria

Spesies : Clitoria ternatea Linn


Nama daerah: bunga biru, bunga telang (Sumatera); kembang telang

(Sunda); kembang telang (Jawa); bunga telang (Sulawesi); bisi sayama gulele

(Maluku); dan bunga teman raleng (Bugis) (Utami, 2008)

2. Morfologi

Ciri-ciri umum: merupakan tanaman perdu yang merambat. Batang

berambut halus, pangkal batang berkayu, batang muda berwarna hijau, dan batang

tua berwarna putih kusam. Daun majemuk dengan pertulangan menyirip ganjil.

Anak daun berjumlah 3-9 lembar, berwarna hijau, bertangkai pendek, berbentuk

oval atau elips, pangkal daun runcing, sedangkan ujung tumpul. Diketiak daun

terdapat daun penumpu yang berbentuk garis. Bunga tunggal, muncul dari ketiak

daun, dan bentuknya menyerupai kupu-kupu. Kelopak bunga berwarna hijau,

sedangkan mahkota bunga berwarna biru nila dengan warna putih ditengahnya.

Buah polong, bentuk pipih memanjang. Polong muda bewarna hijau, dan polong

matang berwarna kecoklatan (Utami, 2008).

Gambar 2 Bunga Telang ( clitoria ternatea Linn )


Sumber : (Michael dan kalamani 2003
3. Ekologi
Lokasi tumbuh yang sering dijumpai dan tumbuh subur yaitu didaerah

basah, berpasir dengan ketinggian 700 meter diatas permukaan laut. Tanaman ini

dapat tumbuh subur dalam medium yang agak lembab atau tanah yanag

mempunyai kandungan humus yang tinggi. Tanaman ini dapat membiakan dengan

cara stek batang atau biji. Tanaman telang tegolong terna menahun karena

pangkal tanamannya berkayu, batangnya merambat dengan pola membelit ke kiri.

Tanaman rambat ini bisa digunakan sebagai tanaman penghias pagar. Bunganya

yang berwarna biru keunguan akan mekar sepanjang tahun seperti terlihat pada

Gambar 2 (Michael dan kalamani, 2003)

4. Kimia dan manfaat

Al Sanafi (2016) menyatakan bunga telang mengandung senyawa kimia

seperti tanin, karbohidrat, saponin, triterpenoid, fenol, flavonoid, glikosida

flavonol, protein, alkoloid, antarakuinon, antosianin, glikosida jantung, stigmast-

4-ene-3,6-dione, minyak atsiri dan steroid. Dimana kandungan senyawa tersebut

memiliki khasiat sebagai antimikroba, obat cacing atau agen antioksidan, penurun

kadar gula darah, penyakit Alzheimer’s, antiulcer, antikolesterol, antialergi,

imuomodulator dan dapat digunakan dalam pengobatan luka.


BAB III
METODOLOGI

A. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2021 sampai Agustus 2021 di
Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan Dan Kelautan
Universitas PGRI Palembang dan untuk pengujian kima di Laboratorium Balai
Riset Dan Standarisasi Industri (Baristand industri) Palembang.

2. Alat dan bahan


a. Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini pada tabel:

Tabel 2. Alat yang digunakan dalam penelitian

N Alat Spesifikasi Kegunaan


o
1. Mesin penggiling Mesin sealer horizontal, Untuk menggiling fillet
ikan kapasitas speed 0,12m-min ikan patin
2. Baskom Kapasitas 1 kg Tempat perendaman,
tempat penghomogenan
3. Kompor Kompor gas Alat untuk memasak
4. Sendok Sendok teh Alat untuk
menambahkan bahan
5. Pisau Ideal Memotong, memfillet
6. Timbangan Digital kapasitas 5 kg Untuk menimbang berat
bahan
7. Pengaduk Bahan kayu, ukuran Alat untuk
panjang 35 cm, lebar menghomogenkan
penyendok 6 cm, tebal 1
cm.
8. Penyaring Diameter 7 cm, panjang 19 Untuk memisahkan
cm, tinggi 5 cm. ampas dan sari bunga
telang.
9. Blender Blender dengan kapasiatas Untuk menghaluskan
1,2 liter. bunga telang

b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini pada tabel :

Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam penelitian

N Bahan Kegunaan
o
1. Bunga telang (Clitoria Ternatea) Subyek penelitian
2. Fillet ikan patin (Pangasius Hypophthlamus) Subyek penelitian
3. Tepung tapioca Untuk bahan pengisi
4. Bawang putih Untuk bumbu
5. Merica Untuk bumbu
6. Garam Memberi rasa gurih
7. Bahan kimia untuk analisis proksimat Untuk analisis kadar air,
kadar abu, protein,
lemak, dan karbohidrat.
8. Minyak goreng Untuk menggoreng
bahan

3. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan merupakan metode eksperimen dengan
menggunakan teknik Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakauan 3
ulangan.

Adapun taraf perlakuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Matriks model rancangan acak lengkap 4 x 3.


Konsentrasi sari Ulangan
Bunga Telang (P)
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
P1 = 0% P1 P1 P3
P2 = 0,5 % P3 P4 P2
P3 = 0,10 % P2 P4 P4
P4 = 0,15 % P3 P2 P1

Keterangan :

P1= Perlakuan perbandingan konsentrasi sari bunga telang yang digunakan dalam
adonan kerupuk ikan patin (0%) dari berat bahan baku.

P2= Perlakuan perbandingan konsentrasi bunga telang yang digunakan dalam


adonan kerupuk ikan patin (0,5%) dari berat bahan baku.

P3= Perlakuan perbandingan konsentrasi. bunga telang yang digunakan dalam


adonan kerupuk ikan patin (0,10%) dari berat bahan baku.

P4= Perlakuan perbandingan konsentrasi bunga telang yang digunakan dalam


adonan kerupuk ikan patin (0,15%) dari berat bahan baku.

4. Prosedur penelitian
a. Pembuatan sari bunga telang
Pembuatan sari bunga telang pada penelitian ini berdasarkan cara kerja
pembuatan sari kulit buah naga dalam Suwoto, (2017), dengan bahan baku
bunga telang. Proses pembuatan sari bunga telang adalah sebagai berikut :

1. Bahan baku bunga telang disortasi dan dipilih yang bagus.


2. Kemudian bunga telang diiris tipis-tipis.
3. Bunga telang yang telah diiris tipis-tipis kemudian dihancurkan menggunakan
blender dengan perbandingan sampel :air (1:5).
4. Penyaringan untuk memisahkan ampas dan sari bunga telang.

b. Pembuatan kerupuk ikan patin


Pembuatan kerupuk ikan patin pada penelitian ini berdasarkan proses
pembuatan kerupuk ikan patin dalam Ariyani (2011) yang telah dimodifikasi,
bahan baku yang digunakan adalah ikan patin (Pangasius Hypophthlamus).

Tahapan pengolahan kerupuk kemplang ikan adalah sebagai berikut :

1. Bahan baku ikan seluang dengan berat 1 kg, disiangi (dibersihkan sisik, isi

perut, kepala dan ekor), kemudian dicuci bersih.

2. Kemudian dilakukan penggilingan daging ikan menggunakan mesin

penggiling.

3. Campur ikan segar yang sudah digiling halus kedalam bahan tambahan

garam 12 gram, kemudian aduk sampai merata.

4. Langkah selanjutnya penambahan sari bunga telang dengan sesuai perlakuan

penelitian.

5. Campurkan adonan dengan tepung tapioka diaduk rata hingga kalis.

6. Adonan yang telah kalis dan tidak lengket dibentuk menjadi dodolan bulat

panjang berdiameter 3 cm dengan panjang 15 cm.

7. Adonan yang telah berbentuk dodolan tersebut kemudian direbus selama 45

menit sampai adonan matang.

8. Setelah matang dodolan didinginkan atau diangin-anginkan dengan suhu

ruang selama 24 jam.

9. Dodolan yang sudah didinginkan diiris tipis mengunakan pisau dengan

ketebalan 1-2 mm.

10. Selanjutnya irisan kemplang disusun di nampan untuk dijemur dengan

cahaya matahari.

11. Setelah kering kerupuk di goreng dalam minyak panas pada suhu 180 oc

sampai mengembang.
Tabel 4. Komposisi campuran pengolahan kemplang

Perlakuan Bahan Pendukung/Bahan Baku Ikan

Ikan Patin Tepung Bunga Garam Air


Tapioka telang

P0 (0%) 250 gr 250 gr 0 ml 12 gr 250 ml

P1 (5%) 250 gr 250 gr 25 ml 12 gr 225 ml

P2 (10%) 250 gr 250 gr 50 ml 12 gr 200 ml

P3 (15%) 250 gr 250 gr 75 ml 12 gr 175 ml

Ikan patin Segar

Penyiangan dan pencucian

Penggilingan Daging
Ikan
Pencampuran Ikan Giling dengan bahan
tambahan, garam 12 gram,

Penambahan Sari bunga telang

Perlakuan 0% Perlakuan 5% Perlakuan 10% Perlakuan 15%

Pencampuran adonan dengan tepung tapioka diulen


sampai kalis

Dibentuk silinder bulat memanjang lebar 3, panjang 15


cm
Direbus selama 45 menit

Didinginkan pada suhu ruang 24 jam

Dodolan diiris menggunakan pisau dengan ketebalan 1-2 mm

Pengeringan menggunakan dengan cahaya matahari 2- 3 hari

Setelah kering kemplang digoreng dalam minyak panas dengan suhu 1800C

Tiriskan dan dinginkan

Kerupuk ikan patin dengan penambahan sari bunga telang

Gambar 3. proses pembuata kerupuk ikan patin


Sumber : (Ariyani 2011)

5. Parameter yang diamati


a. Analisis kimia (AOAC,2005)
Analisis kimia yang dilakukan meliputi kadar air dan kadar abu dengan
metode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar
protein menggunakan metode kjeldahl.

1. Analisis kadar air (AOAC 2005)


Prinsip analisis kadar air adalah proses penguapan air dari suatu
bahan dengan cara pemanasan. Penentuan kadar air menggunakan metode
gravimetric didasarkan pada perbedaan berat sempel sebelum maupun
sesudah dikeringkan.
B−C
% kadar air= ×100 %
B− A
Keterangan :
A = berat cawan kosong
B = Berat cawan yang diisi sampel sebelum dikeringkan (gram)
C = Berat cawan yang diisi sampel setelah dikeringkan (gram)

2. Analisis kadar abu (A0AC 2005)


Prinsip kadar abu adalah proses pembakaran senyawa organic
sehingga didapatkan residu anorganik yang disebut abu. Penentuan kadar
abu dengan menggunakan metode gravimetri.
B2−B 1
% kadar abu= × 100 %
B
Keterangan :
B = Berat sampel (gram )
B1 = Berat cawan porselen kosong ( gram )
B2 = Berat cawan dengan abu ( gram )
3. Analisis kadar lemak (AOAC 2005)
Prinsip analisis kadar lemak adalah ekstraksi yaitu pemisahan dari
sampel dengan cara mensirkulasikan pelarut lemak ke dalam sampel,
sehingga senyawa-senyawa lain tidak dapat larut dalam pelarut.
Penentuan total analisis kadar lemak menggunakan metode sokhlet.
C−B
% kadar lemak = ×100 %
A
Keterangan :
A = Bobot contoh
B = Bobot labu lemak dan labu didih
C = Bobot labu lemak, batu didih dan lemak

4. Analisis kadar protein ( AOAC, 2005 )


Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode
total nitrogen yang didasarkan pada reaksi penetralan asam basa. Kadar
protein dihitung berdasarkan kestimbangan reaksi kimia.
( ( mLHCL ) × ( NHCL ) × ( 14,008 ) )
%N= ×100 %
mg Sampel
% Protein = % N Faktor Konversi (6,25)
5. Analisis kadar karbohidrat ( AOAC, 2005 )
Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan menggunakan metode by
difference yaitu pengurangan 100% dengan jumlah dari hasil keempat
komponen yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein.
Perhitungannya sebagai berikut : % Karbohidrat = 100% - (% air + % abu
+ % lemak + % protein).
b. Analisa Fisik
Daya Kembang
Pengembangan kemplang merupakan salah satu faktor mutu kemplang
yang sangat penting karena menentukan penerimaan untuk konsumen. Pada
dasarnya fenomena pengembangan kemplang disebabkan oleh tekanan uap yang
terbentuk dari pemanasan kandungan air bahan sehingga mendesak struktur
bahan membentuk produk yang mengembang.
Salah satu penentu mutu kemplang yang baik adalah daya kembang
karena penentu penerimaan konsumen (Susanti, 2007), pengembangan dapat
terjadi karena disebabkan oleh terbentuknya rongga-rongga udara yang
dipengaruhi pada mutu, sehingga menyebabkan air yang terikat dalam gel
menjadi uap. Kandungan air yang terikat pada gel pati merupakan hasil dari
proses gelatinisasi. Gelatinisasi adalah peristiwa pembengkakan granula pati
sedemikian rupa sehingga granula tersebut tidak dapat kembali kepada kondisi
semua. Pada peristiwa ini molekul air akan menyusup bagian-bagian pati yang
akan membentuk ikatan-ikatan gel pati. Untuk mendapatkan pengembangan
volume kemplang yang maksimum, kadar air yang terikat harus menyebar
merata. Hal ini dapat dilakuakan dengan menghomogenkan adonan sehingga
proses gelatinisasi terjadi secara sempurna dan kandungan air tersebar secara
merata. Berdasarkan pengamatan, pengembangan kemplang yang mksimum
terjadi pada daerah air ikatan sekunder, pada tingkat kadar air sekitar 9% b.k.
karena pada daerah air ikatan sekunder dihasilkan ketusan yang maksimum
selama penggorengan sehingga diperoleh volume dan ratio pengembangan
kemplang goreng mkasimum.
c. Uji organoleptik
Parameter sensori dalam penelitian ini menggunakan uji rangking dapat
digunakan untuk mengurutka serangkaian dua sampel atau lebih sesuai intensitas
mutu dan kesukaan konsumen dan dalam rangka memilih yang terbaik dan
menghilangkan yang terjelek. Uji rangking memungkinkan pengujian sampel
lebih dari satu, mudah untuk mengelola, dan cocok untuk penggunaan skala tetap
dengan sampel kontrol atau referensi. Penggunaan uji rangking ini memiliki
keuntungan yaitu petunjuk yang sederhana sehingga mudah dimengerti oleh
panelis, kesederhanaan dalam penanganan data, dan minimal asusmsi tetang
tingkat pengukuran, karena data diperakukan secara urut. Uji rangking sering
digunakan untuk uji hedonik ( Lawless dan Heymann, 2013).

d. Analisis data
Analisis data yang digunakan dalam penelitan ini adalah menggunakan
analisis sidik ragam atau Analisis of Varience (ANOVA). Jika F hitung ˂ F tabel
(ɑ=5%) berarti perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon
yang diamati, artinya H0 diterima pada level nyata (ɑ) 5%. Jika F hitung ˃ F tabel
(ɑ= 5%) berarti perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap respon yang
diamati, artinya H1 diterima pada level nyata (ɑ) 5%. Selanjutnya, jika F hitung ˃
F tabel (ɑ=1%)berarti perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata
terhadap respon yang diamati, artinya H1diterima pada level nyata (ɑ) 1%.

Jika uji pada (ANOVA) perlakuan dalam penelitian memberikan pengarh


yang nyata/sangat nyata, maka untuk mengetahui pengaruh perbedaan yang
nyata/sangat nyata antara perlakuan maka dilakukan uji lanjut dengan
menggunakan uji lanjut yang akan ditentukan oleh Koefisien Keragaman (KK).

Adapun uji lanjut tersebut adalah sebagai berikut :

1. Uji beda nyata jujur (BNJ)


uji beda nyata jujur (BNJ) digunakan apabila F hitung tidak nyata dan
dapat digunakan untuk membandingkan semua pasangan perlakuan yang
ada, dengan Koefisien Keragaman (KK) 5-10%.
2. Uji beda nyata terkecil (BNT)
Uji beda nyata terkecil (BNT) digunakan apabila F hitung nyata dan tidak
dianjurkan untuk membandingkan semua pasang perlakuan yang mungkin,
dengan Koefisien Keragaman (KK) 5%.
3. Uji Duncan
Uji duncandilakukan apabila F hitung nyata tetapi dapat dilakukan untuk
membandingkan semua pasang perlakuan yang ada dengan Koefisien
Keragaman (KK) 10%.
DAFTAR PUSTKA

Al-Snafi, A.E. (2016). Pharmacological Importance of Clitoria ternatea. IOSR


journal of pharmacy, 6(3):57-67.
Apriani, Ria. (2018). Karakteristik Bakso Ikan Bloso (Sanrida Tumbil) Yang
Disubstitusikan Jamur Tiram Putih ( Pleurotus Ostreatus). Fakultas
Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Ariyani, Lella. (2011). Analisis Prospek Industri Pengolahan Kerupuk Ikan
Patin “INTAN SARI’’ Dimartapura Kabupaten Banjar. Program Studi
Agrobisnis Perikanan. FPIK Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru. Jurnal Fish Scientiae Volume 1 No 2 hal 146-160.

Badan Standarisasi Nasional. (1999). Kerupuk ikan. Badan Standarisasi SNI No


01-2713-1999. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Djariah, A.S. (2001). Budidaya Ikan Patin. Konisius.Yogyakarta.
Ghufran, M. (2010). Budidaya Ikan patin Dikolam Terpal. Andi Offset.
Yogyakarta.
Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2018. Industri Patin Indonesia Rebut Pasar
Global. https://kkp.go.id/artikel/3163-industri-patin-indonesiarebut-
pasar-global. 24 maret 2021.
Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2021. Total produksi ikan patin.
https://statistikkkp.go.id/home.php?m=total&i=2#panel-footer. 31
maret 2021.
Lee, M. P., Abdullah, R., dan Hung, K. L. (2011).Thermal Degradation of Blue
Anthocyanin Extract of Clitoria ternatea Flower.International Conference
on Biotechnology and Food Science IPCBEE. 7:49-53.

Leza, A. (2020). Analisis Budidaya Pembesaran Ikan Patin (Pangasius Sp.)


Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin. Fakultas Perikanan.
Universitas PGRI Palembang. Palembang.
Martha, R. (2006). Analisa Kelayakan Industry Fillet Ikan Patin Beku (Pangasius
Hypophthalmus) Di Kabupaten Bogor. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Michael, S, G., Kalamani, A. (2003), Butterfly Pea (clitorea ternatea): A
Nutritive Multipurpose forage Legume For The Tropics-An Overview,
Pakistan J. of Nutri., 2:374-379.
Muchsiri, 2018. Penambahan tepung daun kelor pada pembuatan kerupuk ikan
sepat siam. Fakultas pertanian program studi ilmu dan teknologi
pangan. Universitas muhammadiyah Palembang. EDIBLE VII-1:49-63.
ISSN 2301-4199.
Saanin H. (1984). Taksonomi dan Kunci Indentifikasi Ikan. Binacipta, Jakarta.
Sari, N, E. (2013). Pembuatan kerupuk ikan bandeng dengan substitusi duri ikan
bandeng. Skripsi Jurusan Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang.
Sindi. (2020). Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Cilok Dengan Penambahan
Daging Ikan Patin (Pangasius Pangasius). Fakultas Pertanian.
Universitas Sriwijaya. Palembang.
Suebkhampet, A., dan Sotthibandhu, P. (2011). Effect of Using Aqueous Crude
Extract From Butterfly Pea Flowers (Clitoria ternatea L.) As a Dye on
Animal Blood Smear Staining. Suranaree Journal of Science Technology.
19(1):15-19.

Susanti.2007. Pengaruh Variasi Bentuk dan Ketebalan Terhadap Daya Kembang


Kerupuk Ikan Tongkol.SAPTUNSRAT-Universitas Komputer Indonesia.

Suwoto,et.all“EkstraksiPektin Pada Kulit Buah Naga Super Merah ( Hylocereus


Costaricencis) dengan Variasi Suhu Ekstrasi dan Jenis Pelarut”. Jurnal
Ilmiah Teknik Kimia UNPAM.Vol.1 No.2 ISSN 2549-0699. (Juli 2017)
Utami, P. (2008). Buku pintar tanaman obat. Jakarta. PT Agromedia Pustaka. 139.
Wahyono, Rudi dan Marzuki. (2010). Pembuatan Aneka Krupuk. Jakarta :
Penebar Swadaya.
Widyaningrum, (2014). Pengaruh peambahan puree Bit (beta vulgaris) terhadap
sifat organoleptik kerupuk. Prodi s1 pendidikan tata boga fakultas
teknik universitas negeri Surabaya. e-journal Boga. Vol 03, no 1 edisi
yudisium periode februari 2014. 233-238.
Yuliati, (2012). Rancang Bangun Sistem Pengering untuk Pengrajin Krupuk Ikan
di Kenjeran. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi
(SNAST) Periode III Yogyakarta. ISSN: 1979-911X.

Anda mungkin juga menyukai