Anda di halaman 1dari 12

Kajian Literatur Hari/Tanggal : Rabu/ 5 Mei 2021

m.k Budidaya Ikan Hias Kelas : P2


Waktu : 09.00 s.d. 14.40 WIB
Dosen : Ir. Cecilia Eny Indriastuti M.Si.
Asisten : DindaWahyu Rezki, A.Md
Radin Wicaksana, A.Md

PENGARUH MACAM-MACAM PERLAKUAN PAKAN TERHADAP


INTENSITAS WARNA PADA IKAN NEMO (Amphipriion ocellaris)

Disusun oleh:

Ahmad Hafizh J3H219094

PROGAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI DAN


MANAJEMEN PERIKANAN BUDIDAYA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
1 PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Ikan hias merupakan salah satu komoditas yang memiliki daya tarik tersendiri
untuk para penggemarnya. Nilai ekonomi ikan hias diketahui cukup tinggi.
Berdasarkan data Kementrian Kelautan dan Perikanan bahwa perdagangan ikan
hias pada tahun 2011 sebesar Rp 565 miliar dari target Rp 350 miliar, tahun 2012
sebesar Rp 1,4 triliun dari target Rp 1,5 triliun, tahun 2013 sebesar Rp 1,7 triliun
dari target Rp 1,5 triliun (Manik 2016).
Salah satu ikan hias yang sering dijumpai adalah ikan nemo atau ikan badut
(Amphiprion ocellaris). Ikan nemomerupakan ikan hias yang mempunyai corak
warna merah putih, merah hitam, hitam kuning putih. Ikan nemo memiliki pasar
yang cukup luas sehingga berpotensi untuk dikembangkan melalui kegiatan
budidaya. Harga ikan nemo dengan ukuran 3-5 cm di pasaran saat ini berkisar Rp
5.000 sampai Rp 10.000 per ekor (Zulfikar 2018).
Salah satu permasalahan yang ditemukan pada ikan hias adalah warna. Warna
merupakan salah satu faktor dalam menentukan nilai ikan hias. Hal ini
dikarenakan warna yang cerah merupakan daya tarik utama pada ikan hias
sehingga sangat mempengaruhi tingkat kegemaran masyarakat dan nilai jual.
Pudarnya warna pada ikan hias dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu genetik, jenis kelamin,
dan umur. Sedangkan faktor eksternal yaitu berupa lingkungan tempat
pemeliharaan, kondisi kesehatan ikan dan kandungan pigmen dalam pakan.
Warna pada ikan hias dapat ditingkatkan kualitasnya dengan berbagai upaya
seperti menjaga kualitas air, pemberian pakan sumber karoten dan suplemen
warna (Safrida 2007).
Warna ikan disebabkan oleh adanya sel pigmen yang ada pada tubuh ikan
hias. Pigmen dapat mempengaruhi tingkat kecerahan warna pada ikan. Ikan hanya
dapat mensintesis pigmen warna hitam dan putih, sedangkan warna merah, orange
dan kuning tidak dapat disintesis secara langsung tanpa adanya pemberian
tambahan berupa karotenoid. Pembentukan warna pada ikan hias dapat
dipengaruhi oleh jumlah karotenoid yang terdapat dalam pakan (Yasir 2010).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan warna pada ikan hias yaitu dengan penambahan bahan alternatif
yang mengandung karotenoid dalam pakan baik dari buah-buahan, sayuran,
maupun hewan. Karotenoid merupakan sumber utama yang dapat memicu proses
pigmentasi pada ikan hias (Malini et al. 2018). Beberapa sumber karotenoid yang
dapat diperoleh dengan mudah yaitu kulit pisang, kulit buah naga, kulit manggis,
wortel, labu kuning, dan spirulina (Aprilia 2016).
Beberapa sumber karotenoid alami untuk meningkatkan warna pada ikan hias
yang dapat diperoleh dengan mudah yaitu berasal dari buah-buahan, sayuran-
sayuran dan hewan. Diantara karotenoid alami tersebut telah dilakukan beberapa
penelitian yang menggunakan kulit buah naga, kulit manggis, wortel, labu kuning,
paprika merah, bayam merah, udang, astaxanthin dan spirulina dengan tujuan
pencerahan warna pada ikan hias. Penggunaan sumber karotenoid tersebut mampu
meningkatkan kecerahan warna pada ikan hias (Husna et al. 2013).
I.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menganalisa macam macam pengaruh
pemberian pakan terhadap intensitas warna pada ikan nemo.
2 HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Pengaruh Penambahan Pemberian Astaxanthin pada Pakan Ikan Nemo


2.1.1. Metodologi Penelitian
Penelitian penambahan Astaxanthin pada pakan ikan Nemo dilaksanakan dari
Juni sampai Agustus 2013, bertempat di Balai Besar Pengembangan Budidaya
Laut (BBPBL) Lampung. Bahan yang digunakan adalah ikan badut dengan
ukuran 2–3 cm, pakan buatan, astaxanthin, dan akuades. Rancangan acak lengkap
dengan 4 perlakuan dan 3 kali ulangan dengan dosis A (0 mg), B (20 mg), C (30
mg) dan D (40 mg) yang diencerkan menggunakan akuades. Pada penelitian ini
menggunakan metode spray (penyemprotan). Data yang dipoleh dianalisis
menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dan dilanjutkan uji Duncan (Steel
dan Torrie 1991). Metode yang digunakan dalam penentuan intensitas warna
menggunakan metode M-TCF (Modifed Toca Color Finder) (Indarti et al. 2012).
Warna ikan diamati oleh 3 panelis yang tidak buta warna, kemudian penentuan
skor warna menggunakan kertas MTCF pada setiap ikan. Pakan diberikan pada
ikan badut secara ad libitum. Pengamatan intensitas warna ikan dilakukan setiap
10 hari sekali selama 60 hari masa penelitian. Parameter yang diamati dalam
penelitian ini adalah intensitas warna ikan.

2.1.2. Hasil
Peningkatan intensitas warna pada ikan badut menunjukkan bahwa pemberian
astaxanthin sebanyak 30 mg (perlakuan C) dan 40 mg (perlakuan D) kedalam
pakan memberikan pengaruh terhadap perubahan warna, hal ini diduga dosis
astaxanthin yang diberikan tepat (Gambar 1).

Gambar 1. Intensitas perubahan warna pada ikan badut (Amphiprion ocellaris)


2.1.3. Pembahasan
Peningkatan intensitas warna terjadi karena adanya penambahan sumber
karotenoid dalam pakan berupa astaxanthin. Secara umum ikan badut akan
menyerap sumber karotenoid yang ada didalam pakan secara langsung dan
menggunakannya sebagai pigmen untuk meningkatkan intensitas warna pada
tubuhnya. Sesuai dengan pernyataan Meiyana dan Minjoyo (2011) bahwa
penggunaan bubuk astaxanthin harus memperhatikan dosis yang digunakan,
karena dosis astaxanthin yang berlebihan dapat menurunkan daya tahan tubuh dan
pewarnaan pada tubuh ikan. Pemberian astaxanthin yang kurang baik
mengakibatkan warna pada tubuh ikan badut tidak maksimal, maka dibutuhkan
dosis yang efektif untuk meningkatkan intensitas warna ikan.
Sumber karotenoid untuk ikan badut dapat dihasilkan dari pakan alami
maupun bahan tambahan dalam pakan buatan. Pakan alami berupa fitoplankton
yang dihasilkan dari proses fotosintesis bentik. Pakan buatan tidak mengandung
karotenoid sebagai sumber kecerahan warna ikan, namun dapat dihasilkan dari
bahan tambahan lain berupa astaxanthin (Wahyuni et al. 2008).
Peningkatan intensitas warna pada ikan badut menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan pada setiap perlakuannya. Peningkatan intesitas warna pada
penelitian berbeda-beda. Peningkatan terbaik terdpat pada perlakuan C (30 mg)
dan perlakuan D (40 mg). Pada perlakuan D (40 mg) terjadi eningkatn hanya
sampai hari ke-40 setelah itupeningkatan menjadi konstan, hal ini diduga dosis
pemberian astaxanthin lebih cocok pada umur ikan yang lebih dewasa yaitu umur
3–4 bulan dengan panjang 5 – 6 cm. Menurut Satyani dan Sugito (1997), semakin
dewasa ikan intensitas kecerahan tubuh ikan semakin meningkat pada umur
tertentu intensitas warna akan kembali turun sehingga dibutuhkan sumber
karetenoid yang lebih tinggi.

2.2. Pengaruh Penambahan Pemberian Bubuk Kulit Pisang pada Pakan Ikan
Nemo
2.2.1. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 30 hari pada Bulan Juli-Agustus 2019,
bertempat di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok Sekotong
Kabupaten Lombok Barat Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan
dengan metode eksperimental menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Aspek yang diteliti adalah efektivitas penambahan bubuk kulit pisang kepok
dengan konsentrasi yang berbeda pada pakan komersil dengan 5 perlakuan dan 3
kali ulangan, sehingga diperoleh 15unit percobaan. Penempatan setiap unit
percobaan dilakukan secara acak. P0 (tanpa penambahan bubuk kulit pisang), P1
(bubuk kulit pisang 5%) P2 (bubuk kulit pisang 10%), P3 (bubuk kulit pisang
15%), P4 (bubuk kulit pisang 20%).
Wadah yang digunakan dalam penelitian ini berupa toples berjumlah 15
toples dengan volume 9L dan Setiap toples diisi dengan 18 ekor ikan nemo
ukuran 2-2.5 cm. Sebelum diberi perlakuan, ikan uji diadaptasikan terlebih dahulu
dan dipuasakan selama satu hari sebelum dilakukan penimbangan awal. Pada tiap
toples pemeliharaan di sampling sebanyak 5 ekor untuk ditimbang dan diukur
panjang awalnya sebelum proses pemeliharaan.
Sebelum digunakan terlebih dahulu limbah kulit pisang dikeringkan lebih
kurang 7 hari dibawah sinar matahari, agar memudahkan selama proses
pembuatan tepung limbah kulit pisang benar-benar harus kering. Limbah kulit
pisang yang sudah kering lalu dihaluskan dengan mengunakan blender, hasil dari
blender tersebut siap digunakan.Pakan yang digunakan merupakan pakan ikan
hias merek cayo. Pakan tersebut dicampurkan dengan tepung kulit pisang yang
telah dihaluskan, dalam memudah proses pencampuran antaran bubuk kulit pisang
dan pakan maka digunakan progol sebagai perekat antara bubuk kulit pisang
dengan pakan.
Pemeliharaan ikan nemo akan dilakukan selama 30 hari dibalai perikanan
sekotong, selama masa pemeliharaan dilakukan pula proses pemberian pakan,
penyiponan, penimbangan, pengukuran kualitas air dan pengukuran tingkat
kecerahan warna. Pakan yang diberikan pakan pellet ikan hias sebanyak 5% dari
bobot biomasa ikan uji. Pemberian pakan diberikan 2 kali sehari yakni pagi hari
jam 08.00 dan sore hari jam 17.00. Proses penyiponan pada air pemeliharaan
dilakukan setiap hari pada pagi hari sebelum pemberian pakan. Pengukuran
terhadap tingkat kecerahan warna pada ikan nemo dilakukan secara visual pada
awal penelitian dan akhir penelitian mengunakan kolorimeter yang telah
dikalibrasi terhadap warna putih.

2.2.2. Hasil
Penambahan bubuk kulit pisang dalam pakan berpengaruh nyata (P< 0,05)
terhadap kecerahan warna.

Tabel 1. Hasil Pengamatan


Perlakuan
Parameter
P0 P1 P2 P3 P4
s
Kecerahan Warna (%) 9,81±1,56 18,53±4,08ab
a
20,61±2,64 ab
26,30±1,54 16,99±1,05ab
b

Total Karotenoid (%) 0,03 0,08 0,16 0,18 0,16


Keterangan:
s (significant): Berpengaruh nyata.
P0: Pellet + Tanpa penambahan bubuk kulit pisang (kontrol)
P1: Pellet + Penambahan bubuk kulit pisang 5%
P2: Pellet + Penambahan bubuk kulit pisang 10%
P3: Pellet + Penambahan bubuk kulit pisang 15%
P4: Pellet + Penambahan bubuk kulit pisang 20%

2.2.3. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data menggunkan One-Way ANOVA diketahui
bahwa penambahan bubuk kulit pisang pada pakan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap kecerahan warna ikan nemo (P< 0,05). Hasil uji lanjut Tukey
menunjukkan bahwa perlakuan P0 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1, P2
dan P4, namun berbeda nyata dengan perlakuan P3. Hasil analisis disajikan pada
Gambar 2.
Gambar 2. Intensitas Kecerahan warna pada ikan badut (Amphiprion ocellaris)

Pengukuran tingkat kecerahan warna pada ikan nemo menujukkan adanya


peningkatan warna ketika ditambahkan bubuk kulit pisang dalam pakan.
Peningkatan warna yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 dengan
(penambahan bubuk kulit pisang pada pakan sebanyak 15%) dengan nilai 26,30,
selanjutnya pada perlakuan P2 dengan (dosis bubuk kulit pisang sebanyak 10%)
dengan nilai 20,61, selanjutnya pada perlakuan P1 (dengan dosis 5%) dengan nilai
18,53, selanjutnya pada perlakuan P4 dengan (dosis 20%) dengan nilai 16,99 dan
yang terendahpada perlakuan P0 tanpa penambahan bubuk kulit pisang kedalam
pakan dengan nilai 9,81.Tingginya penyerapan warna pada perlakuan P3 dengan
dosis bubuk kulit pisang 15% diduga karna dosis yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan ikan untuk meningkatkan warna.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Azuri (2018) bahwa penambahan
karotenoid dalam pakan dengan jumlah berlebih tidak akan memberikan
perubahan warna yang lebih baik bahkan menurunkan nilai warna ikan.
Rendahnya peningkatan warna pada perlakuan P4 dengan penambahan bubuk
kulit pisang yang lebih besar yaitu 20% diduga karna dosis yang terlalu tinggi
sehingga ikan akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memanfaatkan
sumber karotenoid yang diberikan tersebut dibandingkan dengan dosis yang lebih
sedikit. Hal ini sesuai pernyataan Hulu (2014) yang menyatakan bahwa ikan akan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk memecahkan bahan karotenoid
menjadi pigmen warna apabila jumlah pigmen yang terkandung dalam pakan
semakin banyak.
Pemberian dosis karotenoid yang cukup dapat meningkatkan kecerahan
warna ikan sehingga tubuh memberikan ekspresi warna yang lebih baik.
Terjadinya peningkatan warna pada perlakuan P0 tanpa penambahan bubuk kulit
pisang dalam pakan diduga karna pakan yang diberikan pada ikan nemo sudah
terdapat kandungan karotenoid. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hulu (2014)
bahwa terjadinya peningkatan warna pada perlakuan kontrol diduga karna dalam
pakan sudah terdapat karotenoid.
2.3. Pengaruh Penambahan Pemberian Tepung Kulit Buah Manggis
(Garcinia mangostana L.) pada Pakan Ikan Nemo
2.3.1. Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yakni November 2017 sampai
Januari 2018, bertempat di Laboratorium Unit Pembenihan dan Produksi, dan Lab
Nutrisi Pakan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Halu Oleo,
Kendari.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain bak/akuarium, aerator,
selang aerasi, batu aerasi, selang, ember, timbangan digital, mistar, hand
refractometer, thermometer, M- TCF, kertas lakmus, seser, mesin pencetak pellet.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain ikan nemo
(Amphiprion percula), tepung kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.),
tepung ikan, tepung kedelai, tepung dedak halus, tepung sagu, tepung terigu,
tepung jagung, minyak jagung, minyak ikan, minyak cumi dan top mix.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), terdiri dari 4
perlakuan dan 3 ulangan, yakni dosis tepung kulit buah manggis pada pakan,
yaitu: Perlakuan A: Pakan Komersil, Perlakuan B: 5% TKBMg, Perlakuan C:10
% TKBMg dan Perlakuan D:15% TKBMg.
Metode yang digunakan dalam penentuan intensitas warna menggunakan
metode M-TCF (Modifed Toca Color Finder) (Indarti et al. 2012). Dalam
penilaian performa warna menggunakan responden kuisioner (panelis) untuk
menilai kecerahan warna ikan nemo panelis sebanyak 10 orang yang terdiri dari 2
orang dosen, 8 orang mahasiswa, kemudian penentuan skor warna menggunakan
kertas M-TCF pada setiap ikan.
Penggunaan M-TCF diamati dari awal pertama penelitian dan akhir penelitian
selama 45 hari, panelis ini merupakan seorang yang sudah terlatih dan terbiasa
melihat bentuk dan warna ikan. Pengamatan dilakukan secara visual dengan cara
membandingkan warna asli ikan dengan warna yang ada di setiap warna M-TCF,
yang masing-masing diberi nilai 1-7 dibuat dengan menggunakan aplikasi
Photoshop. Mengacu dari metode M-TCF (Modified Toca Colour Finder)
penilaian yang digunakan, maka dalam penelitian performa warna ikan nemo
dibuat tingkat skor kecerahan warna.
2.3.2. Hasil
Gambar 3 menunjukan bahwa nilai rata-rata kecerahan warna pada ikan nemo
yang tertinggi pada perlakuan D yakni 5,34. Hasil analisa ragam menunjukan
bahwa, pakan uji memberi pengaruh nyata terhadap tingkat kecerahan warna
hitam ikan nemo (P<0,05) pada akhir penelitian.

Gambar 3. Intensitas Kecerahan warna pada ikan badut (Amphiprion ocellaris)

2.3.3. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tingkat kecerahan warna orange
pada ikan nemo berbanding lurus dengan banyaknya pemberian tepung kulit buah
manggis pada pakan. Semakin tinggi jumlah dosis tepung kulit buah manggis
yang diberikan dapat meningkatkan kecerahan warna ikan nemo. Tingginya nilai
kecerahan pada perlakuan D yakni 5.34 yang diberikan 15% TKBMg diasumsikan
karena tingginya dosis pemberian tepung kulit buah manggis. Pada tepung kulit
buah manggis terdapat senyawa yang dapat meningkatkan kecerahan warna ikan
nemo.
Peningkatan kecerahan warna yang diperoleh ini sejalan dengan pernyataan
Hermani dan Rahardjo (2005) kulit buah manggis mengandung senyawa bioaktif
seperti fenolik dan senyawa senyawa turunannya yaitu flavonoid, golongan
fenolik, flavonoid, beta-karoten, vitamin C dan E merupakan senyawa kimia yang
tergolong dalam kelompok antioksida. Dengan demikian, Pemberian dosis tepung
kulit buah manggis terbaik dapat dilakukan hingga 15% yang dapat meningkatkan
kecerahan warna
3 KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan studi literatur mengenai pengaruh macam macam perlakuan
pakan terhadap intensitas warna, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan
penambahan bahan pakan yang mengandung karoten dapat menigkatkan
kecerahan warna pada Ikan Nemo (Amphipriion ocellaris) dengan intensitas
peningkatan yang berbeda tergantung kepada jumlah kandungan karoten pada
bahan pakan tersebut.

3.2. Saran
Praktikan disarankan dalam membuat studi literatur untuk menerapkan sikap
ketelitian dan kecermatan untuk menghindari penyampaian informasi yang kurang
tepat. Dalam mendapatkan data dengan akurat, Praktikan disarankan untuk
melakukakan kajian terhadap banyak jurnal yang telah direkomendasikan agar
pengetahuan dan wawasan dapat bertambah dan keakuratan data menjadi lebih
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia A, Kurniawati E. 2016. Pengaruh beta karoten pada kulit pisang kepok
dalam mencegah infark miokard akut. Majority 5 (4): 1.
Azuri R. 2018. Pengaruh penambahan tepung labu kuning (Cucurbita sp) pada
pakan dengan dosis yang berbeda terhadap kecerahan warna ikan botia
(Chromobotia macracanthus) [Skripsi]. Pekanbaru: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Universitas Riau.
Hulu EA, Usman S, Nurmatias. 2014. Penambahan berbagai sumber beta karoten
alami dalam pakan terhadap peningkatan kecerahan warna ikan koi
(Cyprinus carpio). Jurnal Universita Sumatera Utara. 1(1): 1.
Husna NE, Melly N, Syarifah R. 2013. Kandungan antosianin dan aktivitas
antioksidan Ubi Jalar Ungu segar dan produk olahannya. Jurnal Agritech
33 (3): 1.
Indarti S, Muhaemin M, Hudaidah S. 2012. Modified Toca Colour Finder (M-
TCF) dan Kromatofor sebagai penduga tingkat kecerahan warna ikan
komet (Carasius auratus auratus) yang diberi pakan dengan proporsi
tepung kepala udang (TKU) yang berbeda. eJRTBP. 1 (1): 9-16.
Malini DM, Dewi T, Agustin R. 2018 Pengaruh penambahan tepung spirulina
fusiformis pada pakan terhadap tingkat kecerahan warna ikan koi
(Cyprinus carpio L.) [Skripsi]. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Manik L. 2016. Induksi pematangan gonad ikan badut (Amphiprion percula)
menggunakan Hormon OODEV melalui pakan [Skripsi]. Bogor:
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor.
Meiyana M, Minjoyo H. 2011. Pembesaran Clownfish (Amphiprion Ocellaris) Di
Bak Terkendali Dengan Penambahan Astaxanthin. Lampung: Balai
Besar Pengembangan Budidaya Laut.
Rahardjo M, Hernani. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Safrida NS, Sarong MA. 2017. Pengaruh penambahan tepung Labu Kuning
(Cucurbita Moschata) dalam pakan buatan terhadap kualitas warna ikan
maskoki (Carassius Auratus). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unsyiah. 2(2): 1.
Satyani D, Sugito S. 1997. Astaxanthin sebagai sumber pakan untuk peningkatan
warna ikan hias. Warta Penelitian Perikanan Indonesia 8 (1): 6-8.
Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wahyuni KA, Hermawan A, Suciantoro. 2008. Budidaya Ikan Nemo (Amphirion
ocellaris). Jakarta: Warta Budidaya.
Yasir I. 2010. Effect of dietary carotenoid on color and pigments of false
clowfish, Amphiprion Ocellaris. Cuvier.Journal of the World
Aquaculture Society. 41 (3): 308.
Zulfikar, Marzuki E, Erlangga. 2018. Pengaruh warna wadah terhadap
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan badut (Amphiprion ocellaris).
Journal Aquatic Sciences. 5: 88-92.

Anda mungkin juga menyukai