Anda di halaman 1dari 11

PENANGANAN KERANG HIJAU

Potensi Kerang Hijau

Kerang Hijau (Perna viridis) memiliki kandungan gizi yang baik. Daging Kerang hijau
kaya asam amino esensial arginin, leusin, lisin, kalsium, fosfat, yodium, tembaga sedangkan
cangkang kerang hijau tersusun atas kalsium karbonat, kalsium fosfat, Ca(HCO3)2, Ca3S, dan
kalsium non-organik calcite dan aragonite. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
karakteristik fisik, kimia dan mikrobiologi dari daging dan tepung cangkang kerang hijau dan
produk olahan pangan yang disubtitusi, mencari komposisi yang pas dari subtitusi tepung
cangkang dalam produk olahan pangan, untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap produk.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental laborator, desain penelitian
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktor tunggal.Analisis karakteristik fisika dengan parameter
warna, rasa, bau, dan uji kekerasan produk. Analisis kimiawi, meliputi kadar abu, protein, lemak
dan karbohidrat serta kalsium (Ca).

Analisis mikrobiologi dilakukan dengan metode TPC dan MPN. Uji organoleptik dengan
preference test kemudian diuji statistik dengan ANOVA. Hasil penelitian menunjukan bahwa
secara fisik daging kerang hijau yang segar tampak berwarna orange kehijauan, beraroma bau
amis yang khas, basah dan kenyal seedangkan tepung cangkang memiliki warna kuning
kecoklatan, lembut dan agak mengkilat. Hasil Uji kimiawi komposisi gizi yang terdapat pada
daging kerang hijau, terdiri dari 40,8 % air, 21,9 % protein, 14,5 % lemak, 18,5 % karbohidrat
dan 4,3 % abu serta kandungan Calsium pada cangkang sebesar 0.1- 1.0%. Uji mikrobiologi
pada daging diperoleh jumlah total koloni bakteri sebanyak 10 koloni/100ml dan tepung
cangkang kerang hijau sebanyak 3 koloni/100ml sedangkan pada produk olahan pangan tidak
ditemukan bakteri. Hasil pengembangan produk mpek-mpek, nuget, baso, krupuk, cookies dan es
krim terdapat komposisi yang pas sebanyak 5% - 10 % subtitusi dari total bahan resep setiap
produk. Hasil uji organoleptik dari seluruh produk disubtitusi tepung cangkang, tingkat kesukaan
baik terdapat pada produk kerupuk, cookies dan es krim. Berdasarkan hasil penelitian maka
produk olahan pangan yang disubstitusi tepung kerang hijau layak untuk dikonsumsi
Kerang hijau merupakan salah satu komoditas dari kelompok kekerangan (shellfish) yang
sudah dikenal masyarakat, selain kerang darah (Anadara granosa), kijing Taiwan (Anodonta sp),
dan kerang bulu (Anadara inflata). Kerang hijau telah berhasil dibudidayakan dan dapat dipanen
setelah 6–7 bulan. Potensi kerang hijau di Indonesia cukup tinggi dan tersebar di beberapa
perairan di Indonesia. Kerang hijau mengandung protein sekitar 16,7–21,9%, kaya akan asam
amino esensial (arginin, leusin, lisin) dan mengandung mineral kalsium, fosfat, yodium,
tembaga. Kerang hijau mengandung daging sekitar 30% dari bobot keseluruhan dan mempunyai
nilai gizi yang tinggi, dengan demikian kerang hijau berpotensi sebagai sumber protein hewani
yang relatif murah dibanding ikan. Penanganan terhadap kerang hijau agar aman dikonsumsi
dapat dilakukan dengan cara pengurangan kandungan logam berat dengan perendaman dalam
larutan kitosan 1,5% selama 3 jam dan teknik depurasi untuk menurunkan kandungan bakteri
kerang hijau. Diversifikasi produk olahan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
konsumsi kerang hijau di masyarakat dalam rangka meningkatkan asupan protein dan
meningkatkan pendayagunaan hasil perikanan untuk diolah menjadi produk baru sebagai
makanan bernilai gizi tinggi, enak, murah, dan mudah didapat. Produk inovatif olahan kerang
hijau diantaranya kamaboko, kerupuk, kerang rebus dengan pewarna alami, hidrolisat protein,
dan pasta condiment. Produk inovatif kerang hijau tersebut mempunyai peluang dikembangkan
menjadi komoditi ekspor.

Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai potensi yang besar pada sumberdaya
kekerangan (Dharma, 1988; Arifin & Setyono, 1992). Namun demikian potensi sumberdaya
kekerangan yang besar tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Mengingat
kandungan gizinya yang sangat tinggi, sudah saatnya sumberdaya kekerangan ini dikelola dan
dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia (Dody, 2004). Perubahan pola makan
masyarakat dunia dari mengkonsumsi daging merah (ayam, sapi, babi) ke daging putih (produk
perikanan) juga memberikan peluang yang sangat baik untuk mengembangkan usaha di bidang
perikanan khususnya budidaya kekerangan. Produksi kekerangan di Indonesia masih didominasi
oleh hasil tangkapan alam, dan jenis kerang darah (Anadara sp) masih menduduki rangking
pertama (73%) dari total produksi kekerangan di Indonesia (FAO, 1996).

Di Indonesia beberapa jenis kekerangan telah berhasil dibudidayakan, baik dalam skala
rumah tangga (kecil), maupun skala industri (besar). Budidaya skala rumah tangga pada
umumnya dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal, misalnya budidaya kerang
darah dan kerang hijau. Sedangkan budidaya skala industri biasanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan ekspor, misalnya kerang mutiara, siput loka, dan abalon.Keberadaan kerang hijau
sebagai makanan yang lezat dan sehat telah lama dikenal sejak jaman Romawi dan Indian Maya.
Pemanfaatannya sebagai komoditas perdagangan mulai berkembang di awal abad ke-13 M, yaitu
sejak dimulainya budidaya kerang, antara lain di Cina dan Perancis. Perdagangan kerang di
negara Perancis sepanjang tahun 2004-2005 sudah menunjukkan peningkatan sebesar 30% (O
Sullivan, 2003). Potensi kerang hijau di Indonesia cukup tinggi sebagai sumber makanan
masyarakat. Cilincing sebagai salah satu kecamatan terluas di Kotamadya Jakarta Utara (27,6%
dari luas seluruh wilayah Jakarta Utara) telah berkembang menjadi sentra industri budidaya dan
pengolahan kerang. Tercatat 38 lapak (tempat pendaratan kerang), dengan volume produksi
sekitar 3–5 ton per bulan atau 100–150 kg per lapak per hari (Anon., 2006a).

Kerang hijau merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang berpotensi tinggi untuk
dikembangkan di Indonesia. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal
yang besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 sampai 7 bulan. Budidaya kerang hijau
berkembang pesat di pantai utara Pulau Jawa. Di Kabupaten Cirebon kini berkembang 645 unit
bagan untuk budidaya kerang hijau yang dimiliki oleh 538 nelayan (Anon., 2006b). Produksi
kerang hijau di Cirebon merupakan yang terbesar di Jawa Barat, hingga 90 persen dari total
produksi Jawa Barat. Adapun pertumbuhan produksi tahun 2006–2007 naik 15 persen dari
10.256 ton menjadi 11.859 ton (Anon., 2008). Di Propvinsi Banten sampai saat ini terdapat 208
unit bagan tancap di perairan Panimbang dengan kapasitas produksi sebesar 3.120 ton (Anon.,
2006c).

Daging kerang hijau merupakan sumber protein dan mineral. Daging kerang hijau sangat
lunak dan berair, dan daging yang segar umumnya berwarna putih atau orange mengkilap
(Asikin, 1982). Harga kerang hijau relatif lebih murah dari pada ikan, tetapi memiliki nilai gizi
yang tinggi. Dilihat dari sumber energi, kandungan protein kerang hijau 21,9%; lemak 14,5%;
dan karbohidrat 18,5%; ini setara dengan kandungan gizi daging sapi dan telur ayam. Jadi tidak
heran jika kerang hijau menjadi salah satu menu favorit restoran-restoran makanan laut (Anon.,
2009a). Kerang hijau dapat dimanfaatkan sebagai alternatif sumber protein hewani selain ikan-
ikan pelagis yang selama ini mendominasi dalam kegiatan ekspor perikanan Indonesia.
Pemanfaatan kerang hijau saat ini sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar atau
dikeringkan. Usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi kerang hijau belum banyak dilakukan,
padahal produksinya cukup tinggi. Diversifikasi pengolahan kerang hijau menjadi produk baru
yang bernilai gizi tinggi dan disukai konsumen merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
konsumsi kerang di masyarakat, dalam rangka meningkatkan asupan protein selain itu juga dapat
meningkatkan nilai tambah kerang hijau. Cara penanganan kerang hijau seperti metode
pengurangan kandungan logam berat dengan perlakuan asam, kitin/ kitosan, EDTA, dan teknik
depurasi untuk mengurangi jumlah bakteri dalam daging kerang telah banyak diteliti. Di samping
itu, pengembangan produk baru dari kerang hijau menjadi kamaboko, hidrolisat protein, pasta
condiment, kerupuk, dan kerang rebus dengan pewarna alami telah dilakukan untuk
meningkatkan pemanfaatan kerang hijau sebagai sumber protein. Produk inovatif olahan kerang
yang mulai banyak berkembang saat ini diharapkan dapat diterima oleh masyarakat dan dapat
digunakan sebagai sumber protein.

Penanganan Kerang Hijau

Pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk


hidup, zat energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan, atau berubahnya tatanan
lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam sehingga kualitas lingkungan turun sampai
tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi
sesuai peruntukannya (Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982).
Pencemaran ini dapat dihasilkan dari aktivitas manusia, baik pada proses industri ataupun
dihasilkan dari rumah tangga. Hasil buangan tersebut dapat masuk ke badan air sehingga
menyebabkan perubahan pada perairan, baik sungai, danau, air tanah, hingga air laut atau istilah
ini disebut sebagai pencemaran air.

Berkembangnya industrialisasi dan semakin padatnya perumahan penduduk, utamanya di


sepanjang aliran sungai dapat menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan, apalagi jika tidak
diiringin dengan upaya penanggulangannya. Limbah yang seringkali dikhawatirkan adalah
limbah buangan dari pabrik atau perindustrian yang banyak menggunakan bahan berbahaya.
Salah satu bahan berbahaya tersebut adalah logam berat. Logam berat ini dapat bersifat korosif,
sifat korosif limbah industri utamanya berasal dari pipa-pipa besar industri setempat yang
dialirkan ke sungai atau tempat pembuangan tanpa diolah terlebih dahulu [3]. Logam berat yang
bersifat toksik bagi manusia diantaranya adalah logam Hg, Pb, dan Cd. Keberadaan logam berat
ini pada suatu perairan dapat terakumulasi dalam rantai makanan biota perairan. Hal ini dapat
membahayakan bagi konsumen yang berada pada tingkat akhir dari rantai makanan.

Salah satu biota perairan yang diamati berkaitan dengan sifatnya sebagai feeding filter,
adalah kerang. Sebagai makanan, kerang dapat menjadi sumber protein. Namun demikian, hal ini
dapat bersifat racun jika kerang yang dikonsumsi mengandung sejumlah logam berat. Jika
kerang yang mengandung logam berat dikonsumsi oleh manusia, hal ini dapat berakibat racun
karena akumulasi logam dalam tubuh manusia.

Kerang hijau (Perna viridis) termasuk ke dalam kelas bivalvia atau pelecypoda. Biota laut
jenis ini dapat terhambat kelangsungan hidupnya jika terdapat pencemaran pada habitatnya.
Berdasarkan hasil pengukuran pada ketiga parameter logam, logam Hg dan Pb yang terdeteksi
secara rinci digambarkan dalam gambar 1 dan 2. Berdasarkan pada Standard Nasional Indonesia
(SNI) 7387; tahun 2009[5.], diketahui bahwa kadar maksimum logam merkuri dan timbal yang
diperbolehkan adalah sebesar 0.5 mg/kg untuk logam merkuri dan 1 mg/kg untuk logam timbal.
Kadar kedua jenis logam masih berada pada batas aman yang diperbolehkan.

Logam berat yang tak terurai oleh tubuh hasil penelitian sebelumnya oleh Winarno dkk
(2009) menyatakan bahwa pemasakan kerang hijau mampu mengurangi kadar merkuri dalam
daging kerang dengan kisaran 17,92 % - 44,82 %. Hal yang perlu diperhatikan adalah, sifat
logam berat sehingga masuknya sejumlah logam berat ke dalam tubuh dalam kadar minim pun
akan menimbulkan bahaya dalam jangka waktu tertentu, apalagi jika dikonsumsi secara rutin.

Logam berat merkuri, kadmium, dan timbal dapat menimbulkan efek toksik bagi tubuh
makhluk hidup. Toksisitas masingmasing unsur pada manusia akan dijelaskan secara lebih
terperinci. Logam merkuri bersifat toksik terhadap manusia pada tiga bentuk, yaitu merkuri
elemen (merkuri murni), bentuk garam inorganik dan bentuk mental, sakit kepala, dan
hipersalivasi. Tremor pada otot merupakan gejala awal dari toksisitas Hg, walaupun berat
ataupun ringannya toksisitas ini bergantung pada dietorganik per harinya, Unsur merkuri dapat
menyebabkan pengaruh toksik karena terjadinya proses presipitasi protein, sehingga
menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai bahan yang korosif. Logam ini dapat
menyebabkan gangguan saraf sensorik, gangguan saraf motorik, gangguan lama mengkonsumsi,
dan umur penderita [2].

Logam kadmium, jika terdapat di dalam makanan sehingga masuk ke dalam pencernaan
manusia dapat menyebabkan keracunan, diabsorpsi dalam ginjal, hati, dan sebagian lainnya akan
dibuang keluar melalui saluran pencernaan [2,7]. Logam timbal dapat ditemukan dalam bentuk
senyawa inorganik dan organik. Semua bentuk Pb bersifat toksik pada manusia. Walaupun
pengaruh toksisitas akut jarang ditemui, tetapi pengaruh kronis paling sering ditemukan.
Beberapa organ yang dipengaruhi oleh logam ini adalah; menghambat pembentukan
hemoglobin, gangguan ensefalopati, dan gejala gangguan saraf perifer. Selain efek tersebut,
timbal juga mengakibatkan kolik, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, kematian janin,
dan gangguan fungsi tiroid, gejala epilepsy, kerusakan otak besar, dan delirium [2,7].

Upaya Penurunan Kandungan Kadmium (Cd) Pada Daging Kerang Hijau

Kerang hijau merupakan salah satu hasil laut yang banyak dikonsumsi masyarakat
dan memiliki sifat menetap (filter feeders). Cara hidup dari kerang hijau yang menetap
menyebabkan banyaknya kandungan logam berat yang terdapat dalam tubuhnya. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan lama perendaman (15, 30 dan 45 Menit) daging
kerang hijau dalam larutan alginat 4,0% terhadap pengurangan kadar kadmium, kadar
protein, kadar air, pH dan nilai organoleptik. Rancangan percobaan yang digunakan
adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan perlakuan lama waktu perendaman daging
kerang hijau (0, 15, 30 dan 45 menit) dan larutan alginat 4,0% dengan pengulangan 3 kali.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman dalam larutan alginat memberikan
pengaruh nyata (p<0,05) terhadap kadar cadmium, penurunan kadar protein, dan kenaikan
kadar air. Namun tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH. Hasil uji
organoleptik memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap rasa dan tekstur, namun tidak
memberikan pengaruh nyata terhadap kenampakan dan bau. Berdasarkan hasil penelitian
dapat disimpulkan bahwa perendaman selama 30 menit dan konsentrasi larutan alginat 4,0%
pada kerang hijau merupakan pengaruh perlakuan yang paling efektif untuk kualitas organoleptik
kerang hijau.

Kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah satu jenis kerang yang digemari
masyarakat, memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang sangat baik untuk
dikonsumsi, terdiri dari 40,8% air, 21,9% protein, 14,5% lemak, 18,5%
karbohidrat dan 4,3% abu yang bermanfaat bagi tubuh. Produksi kerang hijau setiap
tahunnya juga terus mengalami kenaikan. Menurut Data Statistik Dirjen Perikanan Tangkap
(2012) produksi kerang hijau terus mengalami peningkatan pertahunnya, pada tahun 2010
mencapai 447 ton, pada tahun 2011 mencapai 2.867 ton dan tahun 2012 mencapai 3.353
ton.Kerang memiliki sifat filter feeder yaitu menyerap makanan dan akan di akumulasikan
di tubuh kerang tersebut. Pencemaran logam berat yang terjadi diduga terserap oleh
kerang dan membahayakan kesehatan manusia apabila dikonsumsi. Salah satu logam
berat yang membahayakan bagi tubuh adalah kadmium (Cd).

Kadmium (Cd) adalah salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini
beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Apabila Cd masuk ke dalam tubuh maka
sebagian besar akan terkumpul di dalam ginjal, hati dan sebagian yang dikeluarkan
lewat saluran pencernaan. Cd dapat mempengaruhi otot polos pembuluh darah secara
langsung maupun tidak langsung lewat ginjal, akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah.
Perairan Tambak Lorok tercemar logam kadmium secara tidak langsung dari aliran
sungai yang telah tercemar limbah-limbah industri. Menurut Badan Lingkungan Hidup
Kota Semarang (2016), dilakukan pengujian sampel air di sungai Banger, Banjir Kanal
Timur, Tenggang dan Sringin pada bulan Maret 2016. Hasil analisis kandungan logam
berat Cd pada sungai Banger Hilir, Banjir Kanal Timur, Tenggang Hilir dan Sringin
Hilir yaitu 0,0005 mg/l, 0,0079 mg/l, 0,0081 mg/l dan 0,0012 mg/l. Maka kandungan
logam berat Cd di perairan Tambak Lorok diatas ambang batas. Batas maksimum
cemaran Cd dalam air mencapai 0,001 mg/l (APHA 3500 – Cd, 1998).

Adanya kandungan logam berat kadmium di perairan dapat membahayakan biota


perairan. Pencemaran logam berat kadmium yang terjadi di perairan dimungkinkan terserap
oleh kerang dan membahayakan kesehatan manusia apabila dikonsumsi. Salah satu upaya
untuk menurunkan kandungan logam berat kadmium menggunakan bahan pereduksi yaitu
larutan alginat.

Alginat mempunyai asam karboksilat yang dapat mengikat ion-ion logam dengan
membentuk senyawa kompleks, sehingga dapat menghilangkan ion-ion logam yang
terakumulasi di dalam jaringan. Kadmium mempunyai rumus kimia Cd valensi 2+
membentuk Cd2+ dengan nomor atom 48 menjadikan Cd termasuk atom
membentuk karbonil monomer. Senyawa Cd memiliki inti atom yang kosong jika bertemu
dengan ligan seperti alginat inti atom Cd akan terisi oleh asam karbonil dari alginat
sehingga akan terbentuk senyawa komplek baru dan keluar dari jaringan tubuh (Khasanah,
2009).

Berdasar atas latar belakang tersebut maka penelitian ini dilakukan untuk
menganalisa sejauh mana penurunan kandungan kadmium (Cd) pada daging kerang hijau
yang direndam dalam larutan alginat dengan perbedaan lama waktu perendaman. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui pengaruh perendaman larutan alginat terhadap
penurunan kadar kadmium, kadar protein, kadar air, nilai pH dan nilai organoleptik serta
untuk mengetahui efektivitas lama waktu perendaman terhadap kadar kadmium pada daging
kerang hijau (P. viridis).

Uji Kadar Kadmium

Alginat mempunyai asam karboksilat yang dapat mengikat ion-ion logam dengan
membentuk senyawa kompleks, sehingga dapat menghilangkan ion-ion logam yang
terakumulasi didalam jaringan. Menurut Bachtiar (2007), larutan alginat mempunyai
kemampuan cukup tinggi dalam mengabsorpsi logam berat, karena di dalam alginat
terdapat gugus fungsi yang dapat melakukan pengikatan dengan ion logam.
Gugus fungsi tersebut terutama gugus karboksil, hidroksil, amina, sulfudril imadazol, sulfat
dan sulfonat dalam dinding sel dalam sitoplasma. Sedangkan menurut pendapat Khasanah
(2009), bahwa cara absorpsi ion alginat terhadap ion logam adalah dengan
menyumbangkan ion alginat kepada ion logam yang membutuhkan donor sehingga
membentuk OH pada gugus karbonil.

Uji Kadar Protein


Turunnya kadar protein disebabkan oleh efek samping penyerapan logam
kadmium oleh larutan alginat sehingga komponen mineral pada saat perendaman
terlarut bersamaan dengan terlarutnya logam berat. Menurut pendapat Nurjanah
(2005), bahwa penurunan kadar protein dan abu dapat disebabkan oleh terlarutnya
komponen tersebut pada saat direbus. Komponen tersebut terdiri dari protein yang
bersifat larut air terutama sarkoplasma. Sedangkan menurut pendapat Asrullah et al. (2012),
perbedaan volume dan lama pendiaman menyebabkan perbedaan kadar protein. Menurut
Salamah (2012), menyatakan bahwa pengolahan memberikan penurunan terhadap kadar
protein, hal ini disebabkan penggunaan suhu tinggi pada saat proses pengolahan
mengakibatkan protein terdenaturasi.

Uji Kadar Air

Lama perendaman berpengaruh terhadap kadar air dalam kerang hijau. Semakin
lama waktu perendaman dengan larutan alginat 4% semakin meningkatnya nilai kadar air
dalam daging kerang hijau. Naiknya kadar air dalam daging kerang hijau diduga karena air
masuk ke dalam daging kerang hijau menggantikan ion logam yang telah ditarik keluar
oleh gugus fungsi hidroksil alginat, dikarenakan kadar kadmium semakin menurun
dan gugus hidroksil alginat semakin banyak menggantikan posisi ion kadmium pada
daging kerang hijau. Hal ini diperkuat oleh Khasanah (2009), alginat menyumbangkan
gugus fungsinya untuk berikatan kompleks dengan kadmium sehingga terjadi
kekosongan dan digantikan gugus fungsi hidroksil. Menurut Leha (2014), suhu
merupakan faktor utama yang memberikan pengaruh pada kadar air dari suatu
bahan pangan. Hal ini disebabkan semakin tinggi suhu maka semakin tinggi pula bahan
pangan menyerap uap air dari lingkungan.

Uji Kadar PH

lama perendaman dengan larutan alginat tidak memberikan pengaruh nyata


(P>0,05) terhadap nilai pH semua perlakuan. Hal ini dikarenakan daging kerang hijau
sebagai bahan baku yang digunakan masih dalam keadaan segar. pH rendah (asam)
menjadikan unsur kation dari logam akan menghilang karena proses pelarutan. Pengaruh
kondisi asam erat hubungannya dengan perubahan anion dalam daging kerang. Larutan
asam yang berarti banyak H+, gugus amino yang netral akan menarik H+ untuk dikat
dengan gugus COO-sehingga memudahkan untuk melepaskan ion logam yang
bermuatan positif (Wahab, 2003). Sedangkan menurut Darmono (1995), menambahkan
bahwa jika terjadi penurunan pH, maka unsur kation dari logam akan menghilang karena
proses pelarutan. Pengaruh asam dalam kerang erat hubungannya perubahan anion dalam
kerang, juga dalam sistem pertukaran kation antara jaringan kerang dengan air rendaman.

Uji Organoleptik

Nilai kenampakan pada daging kerang hijau setelah perendaman larutan alginat 4%
selama 0 (kontrol), 15, 30 dan 45 menit masih memiliki kenampakan utuh, warna
daging spesifik jenis, cerah dan bersih. Nilai tersebut memenuhi nilai mutu daging
kerang hijau, menurut Badan Standardisasi Nasional (2009), yaitu nilai organoleptik
kerang yang masih layak dikonsumsi adalah minimal 7.

Bau daging kerang hijau setelah perendaman larutan alginat 4% selama 0 (kontrol), 15,
30 dan 45 menit masih memiliki bau sangat segar dan spesifik jenis, karena nilai organoleptiknya
lebih dari 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis menerima produk daging kerang
hijau setelah perendaman dengan larutan alginat 4% terutama perlakuan perendaman 15
menit dan 30 menit.

Rasa daging kerang hijau setelah perendaman larutan alginat 4% selama 0 (kontrol),
15, 30 dan 45 menit masih memiliki rasa agak manis, gurih dan tidak ada rasa pahit,
karena nilai organoleptiknya lebih dari 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis
menerima produk daging kerang hijau setelah perendaman alginat 4%. Diduga karena
alginat mengandung polysakarida menimbulkan rasa sedikit manis. Menurut Handayani
(2008), alginat merupakan suatu polisakarida yang diekstraksi dari ganggang coklat marga
Sargassum.

Tekstur daging kerang hijau setelah perendaman larutan alginat 4% selam 0


(kontrol), 15, 30 dan 45 menit masih memiliki tekstur cukup kenyal, kompak, rapi dan
elastis karena nilai organoleptiknya lebih dari 7. Hal tersebut menunjukkan bahwa
panelis menerima produk daging kerang hijau setelah perendaman dengan alginat 4%.
Nilai tekstur dari setiap lama perendaman mengalami penurunan dari mulai 8,60; 8,27;
8,13; dan 7,60. Penurunan ini berarti daging kerang hijau semakin kenyal, terjadi karena
daging kerang hijau direndam ke dalam larutan alginat sehingga menambah kadar air dalam
daging kerang hijau. Menurut Chusein dan Ibrahim (2012), konsitensi dan tekstur
dipengaruhi oleh tingginya kadar air yang terkandung dalam daging kerang. Semakin lama
waktu perendaman, maka air yang terserap semakin banyak sehingga konsistensi
daging menjadi kurang elastis dan cukup kenyal.

Dapat disimpulkan bahwa lama perendaman daging kerang hijau dengan larutan
alginat 4% dengan perbedaan lama waktu (0 (kontrol), 15, 30 dan 45 menit) dapat
memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kadmium, kadar protein dan kadar air,
tetapi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai pH dan memiliki nilai organoleptik
(>7) dimana daging kerang hijau yang dihasilkan masih diminati konsumen dan
lama perendaman yang paling efektif untuk mengurangi kandungan kadar
kadmium adalah pada perlakuan waktu 30 menit

Anda mungkin juga menyukai