1
Wayan Kantun*, 2Andi Adam Malik, 1Harianti
1
Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan Balik Diwa Makassar, Jalan Perintis Kemerdekaan
VIII No. 8 Makassar, Telepon: 0411-590841 Sulawesi Selatan.
2
Universitas Muhamadyah Pare-Pare, Jalan Jenderal Ahmad Yani Km. 6 Parepare.
Telepon 0421-25524 Faks. 22757 Sulawesi Selatan.
*Korespodensi: aryakantun@yahoo.co.id
Diterima: 22 Oktober 2015 / Disetujui: 20 Desember 2015
Abstrak
Indonesia adalah salah satu negara eksportir tuna di dunia baik dalam bentuk segar, beku,
maupun olahan. Tuna yang diekspor dalam bentuk olahan meninggalkan limbah yang cukup
besar bagi perusahaan pengekspor. Peneltian ini bertujuan untuk menentukan kelayakan limbah
padat tuna loin yang diekspor untuk bahan pangan diversifikasi. Pengambilan sampel dilakukan di
pengolahan tuna loin segar yang berlokasi di Majene Sulawesi Barat. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode eksploratif deskriptif dengan mengambil sampel sebanyak 3 kali dan setiap
sampel diuji sebanyak 3 kali sehingga terjadi 9 kali pengujian untuk peubah yang diamati. Uji
kimia meliputi kadar air, protein lemak, abu, karbohidrat, dan histamin. Uji mikrobiologi meliputi
E.coli, Salmonella dan jumlah total bakteri. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif
kualitatif dan kuantitatif dengan menampilkan melalui Tabel, Grafik dan Gambar dalam bentuk
nilai rataan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara kimia limbah padat tuna loin memiliki
kandungan kadar air berkisar 78,34-78,78%, protein berkisar 14,32-16,41%, lemak berkisar 1,56-
1,66% kadar abu berkisar 5,18-5,58%, karbohidrat 1,29-1,34%, dan histamin berkisar 2,08-3,21
mg/kg. Secara mikrobiologis limbah padat tuna loin memiliki kandungan E.coli berkisar 1,2-1,9
(<2), Salmonella negatif dan TPC berkisar 1,4-1,8 x 105 koloni/g. Hasil uji kimia dan mikrobiologis
menunjukkan limbah padat tuna loin masih layak untuk dijadikan bahan pangan diversifikasi.
Kata kunci: Kelayakan, limbah padat, loin, produk diversifikasi, tuna madidihang
Abstract
Indonesia is one country in the world exporters of tuna in the form of fresh, frozen and
processed. Tuna exported in processed form large enough to leave waste for exporting companies.
The purpose of this study was to determine a feasibility study on solid waste exported tuna loin for
raw material diversification. This research was conducted in Majene Makassar Strait. The study was
conducted using descriptive exploratory method by taking a sample of 3 times and each sample
was tested 3 times resulting in 9 times of testing for each of the observed variables. Chemical test
which includes moisture, protein, fat, ash, carbohydrates, and histamine. Microbiological test that
is E. coli, Salmonella and the total number of bacteria. Data were analyzed by descriptive qualitative
and quantitative display via Tables, Graphics and Image in the form of average value. The results
showed that the chemical solid waste tuna loin has a water content ranged from 78.34 to 78.78%,
protein content ranged from 14.32 to 16.41%, fat ranged from 1.56 to 1.66%, ash content ranged
from 5.18 to 5. 58%, carbohydrate content ranged from 1.29 to 1.34%, and histamine ranged from
2.08 to 3.21 mg / kg. Solid waste microbiologically tuna loin contains E.coli range from 1.2 to 1.9
(<2), Salmonella negative and TPC ranged from 1.4 to 1.8 x 105 kol/g. The results of chemical and
microbiological testing showed solid waste tuna loin still suitable as raw material diversification
products.
Keywords: Feasibility, solid waste, loin, product diversification and yellowfin tuna
79,00
78,80
78,60
Kadar air (%)
78,40
78,20
78,00
77,80
Gambar 1 Nilai rata-rata kandungan air pada limbah padat loin tuna madidihang
dipengaruhi oleh jarak tempuh daerah Hasil penelitian yang lain, kandungan
penangkapan dengan pelabuhan kadar air tuna madidihang pada daging
pendaratan ikan (jarak >90-100 mil) dalam keadaan segar sebesar 74,0%
atau berkisar 160-185 km dan lamanya Wahyuni (2011) dan 56,43% Wellyana
waktu operasi yang sebenarnya (actual et al. (2013), serta 12.57% pada bagian
fishing day) sekitar 10-11 hari. Keadaan tulang (Nurilmala et al. 2006). Suzuki
ini menyebabkan tingkat penyerapan air (1991) berpendapat bahwa kadar air
oleh daging ikan tuna selama berada di mempunyai hubungan yang berlawanan
palka kapal semakin meningkat. Penataan dengan kadar lemak yakni semakin
ikan dipalka dan tidak adanya saluran tinggi kadar air dalam ikan maka
pembuangan sisa darah, lendir dan es kadar lemaknya akan semakin rendah.
yang mencair akan berpeluang merendam Masuknya air kedalam ruang-ruang antar
ikan sehingga dapat menyebabkan sel dan plasma. Umumnya, daging ikan
meningkatnya kandungan kadar air pada yang berwarna merah mempunyai kadar
ikan tuna. Jika penanganan dianggap protein yang rendah, tetapi kadar airnya
sama dengan jumlah perbandingan antara lebih tinggi. Daging ikan yang berwarna
ikan dan es adalah sama, maka yang dapat putih mempunyai kadar protein tinggi
menyebabkan peningkatan kadar air dan kadar airnya rendah.
selain beberapa faktor di atas adalah suhu
luar palka atau suhu lingkungan. Hafiludin Kadar Protein
(2011) berpendapat bahwa ikan mudah Kandungan kadar protein tuna tuna
mengalami proses kemunduran mutu, madidihang pada pada penelitian rata-
terutama ikan laut disebabkan waktu rata berkisar 14,32-16,41% (Gambar 2)
melaut yang cukup lama ditambah dengan dan cenderung tidak jauh mengalami
kondisi pendinginan atau penanganan perbedaan antara waktu pengambilan
yang tidak baik memungkinkan kerusakan sampel. Gambar 2 menunjukkan bahwa
oleh aktivitas bakteri dan enzim terus kadar protein pada limbah padat
berlangsung selama proses penangkapan, kepala tuna menunjukkan pola terbalik
pendaratan, pelelangan maupun selama dengan kadar lemak. Protein mengalami
pemasaran ikan segar tersebut. penurunan ketika kadar lemak meningkat
18,00
16,00
14,00
atau sebaliknya. Semakin jauh jarak lemak rendah (<5%) (Wahyuni 2011)
pengambilan sampel semakin memberi sedangkan Wellyana et al. (2013)
peran terhadap perubahan kondisi warna memperoleh kandungan lemak lemak
dan rasa pada daging ikan. Kandungan 1,6% serta Nurilmala et al. (2006)
protein yang tinggi disebabkan karena memperoleh 8,01% pada bagian tulang
faktor makanan, musim serta pergerakan tuna. Penelitian ini diperoleh kandungan
ikan, sedangkan rendahnya kadar protein lemak rata-rata berkisar 1,59-1,61%
dipengaruhi oleh lingkungan, suhu dan (Gambar 3) atau lebih rendah dari standar
umur ikan. Peneliti lain memperoleh lemak pada pada daging tuna segar siap
kandungan protein pada bagian daging komsumsi. Kandungan lemak pada
dalam keadaan segar sebesar 23,2% masing-masing spesies ikan tidaklah
Wahyuni (2011), Wellyana et al. (2013) sama sehingga sering kita jumpai adanya
memperoleh 20,64%, Nurilmala et al. ikan berlemak tinggi dan ikan berlemak
(2006) memperoleh 26,02% pada bagian rendah. Ikan dikategorikan berlemak
tulang tuna. tinggi apabila kandungan lemaknya
Komposisi gizi ikan tuna bervariasi lebih dari 4%, sedangkan sebaliknya ikan
tergantung spesies, jenis, umur, musim, dikategorikan berlemak rendah apabila
laju metabolisme, aktivitas pergerakan, kandungan lemaknya kurang dari 4%
dan tingkat kematangan gonad (Hadiwiyoto 1993).
(Wahyuni 2011). Buckle et al. (1987) Hasil pengujian menunjukkan bahwa
menyatakan bahwa kadar protein ikan kadar lemak tertinggi diperoleh pada
dipengaruhi oleh kadar air dan kadar sampel yang diambil pada bulan Maret
lemak, bahwa terdapat hubungan terbalik dan terendah pada sampel yang diambil
antara protein dan kadar air pada bagian pada bulan Mei. Kecenderungan rata-
yang dapat dimakan. Semakin tinggi rata kandungan kadar lemak mulai Maret
kadar protein maka akan semakin rendah sampai Mei mengalami penurunan yang
kadar airnya. diprediksi disebabkan oleh faktor umur,
lingkungan dan variasi makanan. Pada
Kadar Lemak bulan Maret merupakan musim pancaroba
Ikan tuna madidihang dalam kondisi pertama dari musim penghujan menuju
segar dan siap konsumsi mengandung musim kemarau dan pada bulan tersebut
1,75
1,70
Kadar air (%)
1,65
1,60
1,55
1,50
1,45
lemak disebabkan oleh proses autolisis. pada bagian daging dalam keadaan segar
Enzim yang berperan dalam autolisis sebesar 1,3% (Wahyuni, 2011) dan 1.01%
yaitu enzim liposis (pengurai lemak). Wellyana et al. (2013), Nurilmala et al.
Penurunan mutu ditandai dengan rasa, (2006) memperoleh 52,36% pada bagian
warna, tekstur, dan kenampakan yang tulang tuna. Produk perikanan memiliki
berubah. Penurunan mutu secara autolisis kadar abu yang berbeda-beda. Standar
berlangsung sebagai aksi kegiatan enzim mutu ikan segar berdasar SNI 01-2354.1-
yang merupakan proses penguraian 2006, adalah memiliki kadar abu kurang
pertama setelah ikan tuna mati. Kecepatan dari 2%. Produk olahan hasil diversifikasi
autolisis sangat tergantung pada suhu, dari jelly fish product (otak-otak, bakso
bahwa semakin rendah suhu semakin dan kaki naga) yang tidak diolah menjadi
lambat kecepatan autolisis. Kecepatan surimi memiliki standar kadar abu antara
autolisis tidak dapat dihentikan namun 0,44-0,69% menurut SNI 01-2693-1992.
hanya dapat memperlambat laju proses Kadar abu merupakan campuran
autolisis. Kegiatan enzim dapat direduksi dari komponen anorganik atau mineral
dan dikontrol dengan cara pendinginan, yang terdapat pada suatu bahan pangan.
penggaraman, pengeringan, dan Bahan pangan terdiri dari 96% bahan
pengasaman atau dapat dihentikan dengan anorganik dan air, sedangkan sisanya
cara pemasakan ikan (Ilyas 1983). merupakan unsur-unsur mineral. Unsur
mineral juga dikenal sebagai zat organik
Kadar Abu atau kadar abu. Kadar abu tersebut
Kandungan kadar abu yang diperoleh dapat menunjukan total mineral dalam
pada penelitian ini berkisar 5,34-5,60% suatu bahan pangan. Arias et al. (2004)
(Gambar 4) atau 2 kali lipat di atas menjelaskan bahwa kandungan kadar
standard dan 4 kali lebih tinggi dibanding abu pada ikan bergantung juga pada
kadar abu pada daging ikan segar. Hal jenis daging ikannya. Daging berwarna
ini terjadi wajar terjadi karena kadar abu putih memiliiki kadar abu lebih rendah
pada limbah padat tuna loin khususnya disbanding daging merah disebabkan
pada bagian kepala kemungkinan pada daging merah terdapat banyak
memang berbeda dengan bagian tubuh mineral yang terbawa oleh mioglobin dan
lainnya. Kandungan kadar abu tuna tersimpan dalam daging merah.
5,80
5,60
Kadar abu (%)
5,40
5,20
5,00
4,80
4,60
1,36
Kadar karbohidrat (%)
1,34
1,32
1,30
1,28
1,26
1,24
1,22
yang terlalu lama dan jarak penangkapan Tenaga kerja, peralatan atau lingkungan
yang jauh akan menyebabkan terjadinya yang terkontaminasi dengan bakteri
penyusutan bahan pendingin, sehingga E. coli. Jenis bakteri memerlukan suhu
sangat sulit menjaga stabilitas suhu dalam tertentu untuk dapat hidup dengan baik.
palka. Ketidakstabilan suhu tersebut akan Escherechia coli merupakan jenis bakteri
menstimulasi meningkatnya histamin. mesophylic yang mampu hidup pada suhu
Penanganan tanpa melakukan penyiangan minimum 5-25oC dan optimum pada
dilaut akan lebih mempercepat suhu 25-37oC. Pencegahan yang dapat
meningkatnya histamin. Hasil penelitian dilakukan untuk menghambat aktivitas
Nento et al. (2014) menunjukkan bahwa bakteri yaitu dengan menurunkan suhu
semakin lama ikan tuna disimpan, maka sampai di bawah 0oC atau menaikkan di
kadar histamin akan semakin meningkat atas 100oC. Jumlah bakteri E. coli dari
dan peningkatan kadar histamine ini hasil uji menunjukkan kurang dari 3
signifikan dengan pertambahan waktu yang berarti hasil uji memenuhi standar
penyimpanan, sedangkan Silva et al. persyaratan SNI.
(2010) melaporkan hasil kajiannya bahwa
kadar histamin tuna segar bervariasi antara Salmonella
0,071 mg/100 g hingga 0,530 mg/100 g. Salmonella yang diperoleh pada
Kandungan maksimum histamin yang penelitian limbah padat tuna loin ini sebesar
diperbolehkan pada daging ikan untuk 0,5 neg/25 g. Hasil ini menunjukkan bahwa
dikatakan layak dan aman konsumsi sesuai ada cara penanganan yang kurang tepat
standar SNI 01-2729.1-2006 adalah 100 selama penanganan di laut, didarat atau
mg/kg (BSN 2006a). Dengan demikian selama proses pengolahan tuna loin. Faktor
kandungan histamine limbah padat tuna utama yang diduga dapat memungkinkan
loin segar masih layak untuk konsumsi. terjadinya cemaran Salmonella adalah
kontaminasi Salmonella dari manusia, air
Komposisi Mikrobiologis atau es, peralatan kerja dan lingkungan
E.coli kerja, hal tersebut terjadi kemungkinan
Jumlah bakteri E.coli yang diperoleh berkaitan dengan penanganan yang
pada penelitian ini berkisar 1,2-2,3 APM/g kurang memperhatikan aspek sanitasi
atau rata-rata <2 APM/g dari standar yang dan higienis, seperti peralatan kerja yang
ditentukan (SNI No 01-2332.3 - 2006) (BSN tidak steril. Status produk dinyatakan
2006b). Kandungan E. coli kemungkinan layak untuk konsumsi jika jumlah bakteri
disebabkan karena air yang digunakan Salmonella dalam kondisi negatif.
untuk pencucian kemungkinan sudah
tercemar dan wadah penyimpana sampel Total Bakteri (TPC)
yang digunakan kurang bersih dan steril. Total bakteri yang diperoleh pada
Padina sp. Selama penyimpanan Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna
suhu kamar. Jurnal Pengolahan Hasil (Thunnus sp.) melalui proses asam.
Perikanan Indonesia 18(1):1-10. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
Ilyas. 1983. Teknologi refrigrasi hasil 4(2):3-12.
perikanan. Jakarta : CV. Paripurna. Silva TM, Sabaini PS, Evangelista WP,
Laismina, Montolalu LADY AN, Gloria MBA. 2010. Occurrence of
Mentang F. 2014. Kajian mutu ikan histamine in brazilian fresh and
tuna (Thunnus albacares) segar di canned tuna. Food Control 22(2):323-
pasar bersehati kelurahan Calaca 327.
Manado. Jurnal Media Teknologi Hasil Suzuki T. 1991 Fish and Krill Protein:
Perikanan 2(2):15-19. Processing Technology. Aplied
Maulana, Afrianto HE , Rustikawati I. 2012. Science. London : Publishers Ltd.
Analisis bahaya dan penentuan titik Trilaksani W, Salamah E, Nabil M. 2006.
pengendalian kritis pada penanganan Pemanfaatan limbah tulang ikan tuna
tuna segar utuh di PT Balia Ocean (Thunnus sp.) sebagai sumber kalsium
Anugrah Linger Indonesia Benoa dengan metode hidrolisis protein.
Bali. Jurnal Perikanan dan Kelautan Buletin Teknologi Hasil Perikanan 9
3(4):1-5. (2):34-43.
Nento WR, Nurhayati T, Suwandi R. 2014. Wahyuni S. 2011. Histamin Tuna
Perubahan Mutu Daging Terang Ikan (Thunnus sp.) dan identifikasi bakteri
Tuna Yellowfin Di Perairan Teluk pembentuknya pada kondisi suhu
Tomini Propinsi Gorontalo. Jurnal penyimpanan standard. [Skripsi].
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia Bogor: Teknologi Hasi Perikanan IPB.
17(3):225-232. Wellyalina, Azima F, Aisman. 2013.
Nurilmala, M., M. Wahyuni dan Pengaruh perbandingan tetelan tuna
H.Wiratmaja, 2006. Perbaikan nilai dan tepung maizena terhadap mutu
tambah limbah tulang ikan tuna nugget. Jurnal Aplikasi Teknologi
(Thunnus sp.) menjadi gelatin serta Pangan 2(1): 9-17.
analisis fisika-kimia. Buletin Teknologi Widiastuti I, Putro S. 2010. Analisis mutu
Hasil Perikanan 9(2):22-31. Ikan Tuna selama lepas tangkap.
Pelu H, Herawati S, Chasanah E. 1998. Jurnal Maspari 1(1):22-29.