Anda di halaman 1dari 24

Tersedia online di:http://journal.poltekkp-bitung.ac.

id
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 2023, App. 1 - 24

Karakteristik Mutu, Rendemen dan Sanitasi


Pengolahan Abon Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
di Unit Mikro Kecil Menengah (UMKM) Rumah Abon
Madiun, Kabupaten Madiun
Yuliati H. Sipahutar1, Iqfani Wahyu Agustin1*,Galih Anugrah Firman Arif2
1
Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, Politeknik Ahli Usaha
Perikanan, Jl. AUP Pasar Minggu, Jakarta Selatan
2
Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung
*Corresponding Author, email : iqfaniwahyu.aup54@gmail.com

Abstrak
Abon merupakan suatu produk perikanan yang sudah dikenal sejak dulu oleh
masyarakat, karena rasanya gurih dan mudah untuk membuatnya. Penelitian ini
dilakukan dengan mengamati proses pembuatan abon ikan lele, mulai dari
penerimanan bahan baku dan produk abon ikan lele, suhu pada setiap alur proses,
nilai rendemen dan sanitasi lingkungan pengolahan. Penelitian dilakukan dengan
observasi dan survei pada Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Rumah Abon
Madiun, mulai dari penerimaan bahan baku, pengolahan produk sampai pada abon
ikan lele. Pengukuran mutu dilakukan dengan uji organoleptik, uji sensori dan suhu.
Parameter uji organoleptik ikan lele segar dilakukan sesuai SNI 2729 : 2013,
dengan parameter kenampakan, daging, bau dan tekstur. Parameter sensori dengan
parameter kenampakan bau, rasa dan tekstur sesuai SNI 7690 : 2013, pengukuran
suhu menggunakan thermometer. Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan
proses pengolahan abon ikan lele telah dilakukan sesuai SNI. Nilai organoleptic
bahan baku rata-rata 8. 54 ± 0.54 dan nilai produk akhir rata-rata 8. 07 ± 0.81, telah
memenuhi standard SNI. Pengukuran suhu bahan baku rata-rata 24.54°C dan suhu
penggorengan 126.18°C. Rendemen hasil penyiangan 68.45 % pada pencabikan
61.10 % dan produk akhir sebesar 28.14 %. Pengamatan sanitasi menunjukkan
masih layak untuk digunakaan sebagai unit pengolahan.

Kata kunci: abon; ikan lele; sanitasi; suhu; rendemen


Abstract
Shredded fish is one of the fisheries products that has been known by the
community for a long time, because it tastes delicious and is easy to make , because
it tastes delicious and is easy to make. This research was conducted by observing the
process of making catfish shredded, starting from the receipt of raw materials to the
shredded catfish product, observing the temperature in each process, the yield value
and the sanitation of the processing environment. The research was conducted by
observing and surveying Micro Small and Medium Enterprises (MSMEs) Rumah
Abon Madiun, starting from receiving raw materials, processing products to shredded
catfish. Quality measurement is done by organoleptic test, sensory test and
temperature. Organoleptic test parameters for fresh catfish were carried out
according to SNI 2729: 2013 with parameters of appearance, flesh, smell and texture.
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 2

Sensory parameters with parameters of smell appearance, taste and texture with SNI
7690: 2013. Temperature measurement using a thermometer. The results showed that
the processing of shredded catfish was carried out in accordance with SNI. The
average organoleptic value of fresh catfish raw materials was 8.54 ± 0.54 and the
average value of shredded catfish final product was 8.07 ± 0.81, which met SNI
standards. Measuring the average temperature of fresh catfish raw materials is
24.54°C and frying temperature is 126.18°C. The yield of weeding results was 68.45%
at 61.10% shredding and the final product of shredded catfish was 28.14%. Sanitation
observations show that it is still feasible to use as a processing unit.

Keywords : shredded, catfish, sanitation, temperature, yield

1. Pendahuluan Hal ini membuat masyarakat


Komoditas perikanan yang paling mendirikan usaha untuk membuat
sering dikomsumsi masyarakat, salah produk olahan ikan, diantaranya abon
satunya adalah ikan lele, karena ikan lele, Diversifikasi abon ikan ini
harganya terjangkau dan rasanya lezat. digunakan oleh pengolah rumah tangga
Hal itu membuat produksi lele di dalam dan atau usaha kecil menengah untuk
negeri cukup besar. Pada tahun 2021, membuat produk bernilai tambah dari
Kementerian Kelautan dan Perikanan ikan lele menjadi abon ikan dan menjadi
(KKP) mencatat produksi lele di produk olahan yang bernilai ekonomis.
Indonesia mencapai 1,06 juta ton dengan Proses pembuatan abon ikan adalah ikan
nilai Rp18,93 triliun. Produksi ikan lele lele dimatikan, disiangi dicuci
di Jawa Timur sebesar 164.608,29 ton kemudian dikukus, di cabik-cabik,
dan 137.196,1 ton. Pada masa ikan diberi bumbu, digoreng dan dipres untuk
banyak melimpah dan tidak habis terjual, mengeluarkan minyak yang terdapat
maka mengolah ikan menjadi abon pada daging ikan. Abon ikan dapat
menjadi suatu pilihan diversifikasi dipakai sebagai pilihan lain untuk teman
produk. Pengolahan abon ini mencegah makan, dapat ditambahkan pada produk
terjadinya pembusukan ikan, dan produk lain seperti isi lemper, isi roti (panada).
mempunyai umur simpang yang lama. Abon ikan praktis dalam penyajiannya
Pengolahan ikan lele menjadi abon disukai masyarakat dengan berbagai
menjadi salah satu cara untuk pilihan rasa (Bawole et al., 2017)
meningkatkan nilai ekonomisnya dan Hampir semua macam ikan dapat
juga untuk mencegah terjadinya dibuat menjadi abon ikan, karena mudah
pembusukan ikan ketika over produksi mengolahnya dan sebagai pilihan
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 3

pendapatan sumber keuangan keluarga. sanitasi di pengolahan Rumah Abon


Berbagai olahan diproduksi oleh Madiun.
masyarakat, untuk menaikan tingkat
penerimaan konsumen terhadap produk 2. Bahan dan Metode
berbahan baku ikan lele seperti abon lele Penelitian dilakukan bulan Maret
kremes (Sipahutar et al., 2017), otak- 2021 sampai April 2021. Lokasi
otak lele (Saputro et al., 2018), nuget dilakukan di di UMKM Rumah Abon
lele (Mursali & Yusuf, 2021), abon ikan Madiun, Kecamatan Jiwan, Kabupaten
lele (Setiawati & Ningsih, 2018; Saputro, Madiun, Jawa Timur. Pengujian mutu
et al, 2020). kimia dilakukan di Politeknik Ahli
Ikan lele adalah satu diantara sumber Usaha Perikanan Jakarta.
pangan sebagai sumber protein yang Bahan baku dan bahan tambahan
mempunya komposisi protein antara yang digunakan adalah sebagai berikut:
22,0-46,6%. Diversifikasi olahan bahan Tabel 1. Jenis Bahan Baku dan Bahan
Tambahan Yang Digunakan pada Abon
baku dari ikan lele dapat menjadi pilihan
Lele
sebagai pangan sumber protein. Abon Jenis bahan baku Jumlah Satuan
dan bahan
ikan banyak disukai masyarakat dan
tambahan
mudah dalam memasarkannya. Banyak Ikan lele 1 kg
kelompok masyarakat bisa membuat Garam halus 25 gram
Cabe bubuk 30 gram
abon ikan. Abon lele banyak disukai Bawang merah 25 gram
anak-anak dan lansia (Sleman, 2014). Bawang putih 25 gram
Bubuk 5 gram
Penelitian Sipahutar, et al., (2017) Ketumbar
bahwa pada abon ikan lele kremes Bubuk Merica 15 gram
Serai 5 batang
mengandung kadar air 8,71%, dan kadar Lengkuas 10 gram
protein 31.86%. sesuai dengan Kunyit 10 gram
Daun salam 10 lembar
Musyaddad et al., (2019) abon ikan lele Daun jeruk 10 lembar
mengandung air, 7,71%, protein 26,50%, Gula merah 300 gram
Asam jawa 10 gram
lemak 24,12%. Berdasarkan hal itu , (rebus
maka penelitian ini bertujuan untuk dgn 200
cc air,
mengamati tahapan proses pembuatan saring)
abon ikan lele, mutu, rendemen dan Santan kental 200 ml
Air 200 ml
Minyak goreng 1 kg
curah
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 4

Alat yang digunakan adalah pisau pengolahan abon lele tentangn sanitasi
besar dan pisau kecil, talenan, baskon, pengolahan. Pengukuran suhu dilakukan
timbangan, cobek, wajan, sendok, menggunakan thermometer tusuk atau
kompor, garpu, dandang/kukusan, digital.
spinner/penirisan, tabung gas, serok, Pengujian rendemen sebanyak 15
sealer. kali dilakukan penimbangan pada proses
Penelitian dilakukan dengan metode pengolahan abon ikan pada tahap awal
observasi dan survei pada UMKM hingga pada tahap penyimpanan.
Rumah Abon Madiun, diawali Menghitung rendemen dengan cara,
melakukan partisipasi langsung berat akhir dibagi berat awal dikali
mengikuti setiap kegiatan pengolahan 100%. (Zaelani et al., 2013)
abon ikan lele dimulai dari penerimaan 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑘ℎ𝑖𝑟
Rendemen (%) = 𝑥 100 %
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑤𝑎𝑙
bahan baku ikan lele, penimbangan,
pembersihan ikan lele, pencucian, Uji organoleptik ikan lele hidup
pengukusan, penghalusan daging dilakukan dengan scoresheet SNI 2729 :
(pencabikan), peracikan bumbu, 2013 ikan segar (Badan Standardisasi
penggorengan, pengepresan, penirisan, Nasional, 2013), scoresheet sensori
pengemasan dan penyimpanan. abon ikan dalam SNI 7690 : 2013
Pengujian organoleptik, dilakukan (Badan Standarisasi Nasional, 2013).
12 kali pengamatan menggunaka Kuisioner penilaian SSOP unit
scoresheet SNI 2729 : 2013 ikan segar. pengolahan dilakukan dengan Permen
Pengujian sensoria abon ikan dilakukan KP Nomor 17/PERMEN-KP/2019
12 kali penganatan menggunakan score (KKP, 2019).
sheet SNI 7690 : 2013 abon ikan.
Pengujian kimia yaitu kadar air dan
protein dilakukan enam kali. Pengukuran
suhu dilakukan enamkali dan
pengamatan delapan kunci sanitasi esuai
permen KP no 17 tahun 2019 dilakukan
duakali. Pengumpulan data dilakukan
menggunakan kuisioner dan
wawancara kepada pengelola
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 5

Alur proses pengolahan abon ikan dari beberapa tahapan proses sebagai
berikut :
Penerimaan bahan baku
(ikan lele segar)

Penyiangan

Pencucian

Pengukusan (suhu 65°C)

Pencabikan

Pembuatan bumbu
(Garam, Cabe, Bawang merah, Bawang
Pencampuran
putih, Ketumbar, Merica, Serai, Lengkuas, bumbu
Kunyit, Daun salam, Daun jeruk Gula Penggorengan (126°C)
merah, Asam jawa, Santan kental)

Pengepresan (spinner)

Penirisan dan pendinginan

Pengemasan

Penyimpanan
(Suhu ruang 28° C)

Gambar 1. Proses Pengolahan Abon

3. Hasil dan Pembahasan Bahan baku ikan lele diterima


3.1 Alur Proses Pengolahan Abon dengan keadaan hidup dengan berat ±
Proses pengolahan abon ikan sesuai 0,5 kg -1 kg, dengan harga 26.000,-/kg.
SNI 7690:2013 yaitu penerimaan ikan Jumlah ikan lele yang digunakan sekali
lele hidup, penyiangan, pencucian, produksi ± 30 kg/produksi. Pada
pengukusan pencabikan, pencampuran, penerimaan bahan baku ikan lele,
penggorengan, pengepresan, dilakukan pengujian mutu organoleptik
pengemasan, dan penyimpanan. dan sortir. Penanganan bahan baku ikan
3.1.1 Penerimaan Bahan Baku lele dilakukan sampai saat proses
pengolahan abon selesai. Ikan yang mati
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 6

tidak diterima, dikembalikan ke dan lendir yang masih menempel. dan


pengepul, sedangkan ikan yang hidup dicuci dalam bak pencucian untuk
disimpan di kolam penyimpanan, menghilangkan darah, kotoran dan
menunggu produksi berlangsung. lendir yang masih menempel. Air
Menurut Irianto & Giyatmi, (2015) pencucian menggunakan air tanah,
semakin tinggi mutu ikan yang dengan pengukuran suhu air
digunakan dapat diperkirakan bahwa menunjukkan 27°C. Suhu air pencucian
proses pengolahan akan berjalan ini sama dengan penelitian Sirait et al.,
semakin lancar dan peluang untuk (2022) yaitu sekitar 28°C pada
menghasilkan produk bermutu tinggi pencucian ikan. Ikan dicuci di dalam bak
akan semakin besar. pencucian, untuk membersihkan sisa–
3.1.2 Proses Penyiangan sisa kotoran dan darah yang masih
Ikan lele yang telah dimatikan menempel pada tubuh ikan. Menurut
kemudian disiangi. Penyiangan Utomo (2018) bahwa air yang berada di
dilakukan dengan membersihkan isi permukaan tanah disebut dengan air
perut, menghilangkan bagian kepala, tanah. Air ini telah melalui proses
insang dan kulit lele. Untuk presipitasi yang terjadi secara alami,
mempercepat pekerjaan, maka bagian dengan proses penguapan dan
ekor tidak dipotong Limbah hasil perembesan ke bawah permukaan
pembersihan ikan, berupa darah dan isi (Ramla & Sumihardi, 2018). Air
perut segera dibuang, agar tidak permukaan dapat dikatakan sebagai air
tercampur ke yang bersih. Hal ini untuk bersih, bila jalur perembesan yang
melindungi ikan dari bakteri, serangga dilewati bebas dari kontaminasi.
atau hewan penggerat. Tahap 3.1.4 Proses Pengukusan
penyiangan dilakukan dengan cepat dan Pengukusan dilakukan menggunakan
sanitasi. Ikan segar di pertahankan pada dandang dengan menambahkan air
dengan suhu 0-4,4°C (Suryaningrum et sebatas tinggi dari tinggi dandang
al., 2017) pengukus (±20 liter). Pengukusan
3.1.3 Proses Pencucian dilakukan selama 1 jam pada suhu ±
Ikan lele yang telah disiangi 63,16°C. Pengamatan suhu
kemudian dicuci dalam bak pencucian dilaksanakan dengan menggunakan
untuk menghilangkan darah, kotoran thermometer. Thermometer ditusukkan
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 7

pada bagian punggung ikan atau bagian terdalam dan sisa lemak yang
teratas dari tumpukan ikan. Daging ikan mengumpal putih-putih, serta
dinyatakan telah masak dilihat dari mendapatkan tekstur yang homogen dan
daging yang terpisah dengan kulit secara halus. Proses dilakukan dengan cepat,
jelas, dengan warna daging agak kuning cermat, dan saniter. Pencabikan
kecoklatan. Bila ikan kurang masak, mempengaruhi waktu penggorengan
akan sulit untuk memisahkan durinya. dari abon (Setiawati & Ningsih, 2018).
Pengamatan fisik ikan selama Pencabikan daging ikan dilakukan
pengukusan dilakukan setiap jam agar berulang-ulang sampai tekstur daging
memperoleh hasil yang terbaik sesuai ikan berbentuk kapas, lembut dan
dengan kematangan daging ikan. Jika seragam (Angwar & Rahayu, 2015).
ikan kurang matang akan sulit 3.1.6 Proses Pencampuran Bumbu
melakukan pemisahan antara kulit, duri Daging ikan lele yang sudah di
dan daging. Pada ikan yang cabik-cabik dimasukkan bumbu telah
kematangannya terlalu lama akan dibersihkan, dicuci dan di giling halus.
mengakibatkan tekstur daging akan Bumbu yang telah bercampur rata
lembek. Sesuai Sulthoniyah et al., (2013) dengan serat daging ikan, dicampurkan
pada suhu pengukusan pada 60°C kedalam santan kelapa kemudian di
perlakuan terbaik pada parameter nilai diamkan 15 menit hingga bumbu
organoleptik aroma 8,73; rasa 8,61; meresap dalam daging ikan, dilanjutkan
warna 8,92 dan tekstur 8,40. Suhu dengan penggorengan.
pengukusan ini menghasilkan tekstur 3.1.7 Proses Penggorengan
yang mudah ditelan, karena tekstur yang Pengorengan daging ikan lele
lembut, keadaan daging masih agak dilakukan dengan api sedang pada suhu
basah dan tidak terlalu kering. minyak ±126,18°C selama 40 menit atau
Pengukusan dilakukan untuk sampai kering dan berwarna coklat.
mendapatkan daging ikan yang matang Penggorengan dilakukan dengan cara
sesuai spesifikasi (BSN, 2013) seluruh daging ikan dimasukkan ke
3.1.5 Proses Pencabikan dalam minyak (deep frying). Proses ini
Pencabikan daging ikan lele membuat abon mengandung banyak
dilakukan setelah pengukusan, dengan minyak. Selama menggoreng dilakukan
memisahkan daging dari duri ikan lele mengaduk dan membalik daging ikan
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 8

agar matang merata serta bumbu dapat Abon ikan yang sudah digoreng,
meresap dengan baik. Minyak goreng dimasukkan kedalam alat pengepresan
yang telah dipakai tiga kali (spinner) secara cepat dan bersih.
penggorengan, diganti dengan minyak Pengepresan ini bertujuan untuk
baru karena kualitas minyak yang memisahkan minyak yang terkandung
menurun. Penelitian Siahaan et al., pada daging ikan, yang terjadi pada
(2020) menyatakan bahwa minyak yang proses penggorengan, yang menjadikan
dipakai untuk menggoreng belut diganti tekstur abon menjadi kering. Hal ini
setelah 3 kali penggorengan. Hal ini sesuai dengan Aditya et al., (2016) abon
sesuai Sipahutar et al., (2017) bahwa ikan yang telah digoreng selanjutnya
penggantian minyak utk menggoreng dilakukan proses pengepresan minyak
udang diganti setelah 3 kali dipakai dengan alat spinner, sampai abon
untuk menggoreng. menjadi kering. Proses pengepresan
Menurut Ketaren (2008) kandungan dilakukan dalam waktu 10-30 menit,
air pada bahan yang digoreng sampai kandungan minyak menjadi
mempengaruhi tingginya suhu sedikit.
penggorengan. Pengurangan kadar air 3.1.9 Proses Penirisan
pada bahan dan digantikan dengan Abon ikan yang telah selesai dipres
minyak terjadi karena adanya proses di dalam mesin spinner kemudian
penggorengan. Proses ini akan dilakukan penirisan pendinginan dengan
menimbulkan perubahan pada tekstur, cara abon lele tersebut dituangkan ke
warna, aroma serta rasa, dan akan wadah yang datar yang sudah dilapisi
terbentuknya senyawa volatile, yang plastik. Pendinginan ini berlangsung
berasal dari senyawa aromatic yang selama 30-45 menit. Selama
terkandung pada bahan. Proses pendinginan berlangsung dilakukan
penggorengan menjadikan tekstur proses pemilihan duri dan penyuiran
renyah, karena adanya pemanasan yang daging yang masih menggumpal
disertai dengan pengeringan dan (Agustin & Sipahutar, 2022). Abon ikan
penguapan, mengakibatkan keluarnya yang sudah ditiriskan menghasilkan
lebih banyak air dari bahan pangan. tekstur yang kering, akan memperlambat
3.1.8 Proses pengresan dengan proses ketengikan. Menurut Riana (2013)
spinner untuk mempercepat proses produksi
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 9

dilakukan dengan mesin pengresan dan untuk melindungi dari kontaminasi,


penirisan, agar abon lebih cepat kering mencegah kerusakan dan
dan sisa minyak penggorengan yang memperpanjang masa simpan (Sucipta
melekat pada abon dapat dikeluarkan. et al., 2017).
Hal ini sesuai dengan Musyaddad et al., 3.1.11 Proses Penyimpanan
(2019) bahwa pada abon ikan yang Proses penyimpanan abon
sudah matang dilakukan penirisan dan dilakukan setelah dipres dengan mesin
pengeresan, sehingga kandungan kemudian dimasukkan pada kemasan
minyak berkurang dan menghasilkan dan ditempatkan di lemari penyimpanan.
abon kering dan tahan lama. Sesuai Suhu penyimpanan abon ikan lele
Jayadi et al., (2016) agar abon kering mencapai 28.9°C. Pertumbuhan bakteri
dan tahan lama, abon yang telah matang perusak ataupun bakteri pathogen
dipress dan ditiriskan sehingga tergantung dari suhu penyimpanan.
minyaknya keluar dan kandungan Menurut Azara & Agustini,
minyak menjadi sedikit. (2015) bahwa pertumbuhan bakteri
3.1.10 Proses Pengemasan mesofilik (bakteri patogen dan non
Abon ikan kemudian dikemas patogen) pada suhu optimum yaitu suhu
dengan menimbang abon dan 30- 40°C, juga merupakan suhu
dimasukkan kedalam kemasan ukuran minimum untuk pertumbuhan bakteri
besar dan kecil yang sudah diberi label, termofilik (bakteri pembentuk spora dari
kemudian dipres untuk memperkuat tanah dan air). Pertumbuhan spora
kemasan dengan alat heatsealer. Tipe sangat dipengaruhi oleh kelembaban
kemasan HDPE dengan ukuran kemasan udara atau Relative Humidity (RH) yang
besar berisi 100 gram dan 50 gram abon berkisar antara 25-75%. Makanan kering
untuk kemasan yang kecil. Setiap sebaiknya disimpan dengan
kemasan produk abon ikan yang akan memperhatikan kelembaban udara dan
diperdagangkan diberi label dengan menjaga suhu <22ºC. Makanan kering
benar dan mudah dibaca, menggunakan disimpan di dalam lemari penyimpanan,
bahasa yang dipersyaratkan sesuai tidak diletakkan diatas lantai atau tempat
dengan ketentuan label dan iklan pangan sembarangan, untuk menghidari tikus
sesuai SNI 7690.3:2013 (BSN, 2013). dan serangga lainnya (Sucipto, 2015).
Produk bahan pangan diberi kemasan Menurut Ashar (2020) kontaminasi
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 10

produk yang tidak dikemas dapat berasal Harianti & Tanberika, (2018) daya awet
dari debu biogenic, yaitu debu-debu abon ikan relatif lama mencapai lebih
yang mengandung parasit yang berupa dari enam bulan
tungau, jamur dan bakteri. Menurut

3.2 Pengujian Mutu


3.2.1 Pengujian Organoleptik dan Sensori
Hasil uji organoleptik bahan baku dan produk akhir

Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Bahan Baku Ikan Lele Segar SNI 2729:2013
Pengamatan Kenampakan Daging Bau Tekstur Rata-rata Stdev
1 8 9 9 8 8.50 0.58
2 9 8 9 9 8.75 0.50
3 9 9 8 9 8.75 0.50
4 9 9 9 8 8.75 0.50
5 8 9 9 9 8.75 0.50
6 9 9 9 8 8.75 0.50
7 9 9 8 9 8.75 0.50
8 9 8 8 8 8.25 0.50
9 9 8 8 8 8.25 0.50
10 9 9 8 8 8.50 0.58
11 8 9 8 7 8.00 0.82
12 9 9 8 8 8.50 0.58
Rata-rata 8.54 0.55

Tabel 3. Hasil Uji Sensori Abon Ikan Lele SNI 7690:2019


Pengamatan Kenampakan Bau Rasa Tekstur Rata-rata Stdev
1 8 7 9 9 8.25 0.96
2 9 8 8 9 8.50 0.58
3 8 7 9 7 7.75 0.96
4 7 8 7 8 7.50 0.58
5 8 7 8 7 7.50 0.58
6 7 9 9 8 8.25 0.96
7 9 7 9 9 8.50 1.00
8 8 8 9 9 8.50 0.58
9 7 8 9 8 8.00 0.82
10 7 7 9 8 7.75 0.96
11 8 8 9 7 8.00 0.82
12 9 7 9 8 8.25 0.96
Rata-rata 8.06 0.81
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 11

Pada Tabel 2. dapat dilihat bahwa abon lele terpilih berwarna coklat
nilai organoleptik bahan baku ikan lele kekuningan. Pada proses penggorengan,
segar yaitu 8,54 ± 0,55. Nilai akan terjadi reaksi maillard yang
organoleptik bahan baku ini sesuai SNI menghasilkan senyawa melanoidin,
2729:2013 minimal 7 untuk ikan segar. akibat adanya reaksi protein dan gula
Nilai organoleptik ini menunjukkan pereduksi atau glukosa dari produk
bahan baku pengolahan produk abon (Ketaren, 2008). Menurut Buckle et al.,
ikan lele diterima dalam keadaan hidup, (2009) bahan pangan yang mengandung
memiliki bau spesifik ikan lele hidup. kadar lemak akan terasa gurih dan enak,
Hal ini sesuai (Sipahutar, et al., 2017) biasanya mengandung protein yang
bahwa ikan lele hidup meghasilkan nilai tinggi. Penambahan gula merah pada
organoleptik 9. Bahan baku yaitu ikan abon ikan menjadikan rasa abon menjadi
lele hidup diterima masih dalam keadaan lebih gurih dan manis. Reaksi antara
hidup. Kemudian ikan lele dimatikan dan komponen protein ikan lele dengan gula
dilakukan penanganan dengan baik dan pereduksi polifenol dan lemak
benar sebelum dilakukan ketahap menghasilkan rasa gurih, yang
selanjutnya. Pengangkutan bahan baku didapatkan dari proses penggorengan
ikan lele hidup ke tempat pengolahan (Yuliani et al., 2021).
atau UMKM dilakukan dengan pick up.
Ikan lele dimasukkan ke dalam wadah 3.2.2 Pengujian Kimia
plastic, setelah sampai ditempat Tabel 4. Kandungan gizi abon lele
pengolahan dilakukan pembongkaran Parameter Hasil SNI
dengan cepat dan hati-hati. 7690.1:2013
Pada Tabel 3. dapat dilihat nilai Air % 9,46 % Maks 18
organoleptik produk akhir abon ikan Protein % 35,74% Min - 30
diperoleh nilai 8,27 dengan spesifikasi
warna coklat terang. Hal ini Pada Tabel 4 diatas menunjukkan
menunjukkan abon ikan sudah sesuai hasil pengujian kimia abon ikan lele
standar SNI 7690:2019, yaitu masih sesuai dengan standar SNI
organoleptik minimal 7. Sesuai 7690.1:2013 tentang abon ikan. Hal ini
penelitian Harianti & Tanberika (2018) menunjukkan bahwa abon ikan lele pada
Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa UMKM Rumag Abon Madiun sesuai
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 12

dengan SNI dan layak di komsumsi dan mengandung kadar air 7,71%. Hal ini
di edarkan di pasar. sesuai dengan Sulthoniyah et al., (2013)
3.2.2.1 Kadar air hasil uji kadar air pada abon ikan gabus
Kadar air sangat berpengaruh berkisar antara 4,29% sampai dengan
terhadap mutu bahan pangan sehingga 5,61%.
dalam proses pengolahan dan 3.2.2.2 Kadar Protein
penyimpanan bahan pangan, air perlu Kadar protein abon ikan lele
dikeluarkan, salah satunya dengan cara menunjukkan hasil 35,74%. Kadar
pengeringan. Pengukuran kadar air protein ini masih sesuai dengan
sangat penting pada abon ikan untuk persyaratan SNI 7690.1:2013 yaitu
mengetahui batas kadar air yang sesuai, minimum 30%. Pada penelitian
sehingga produk memiliki daya simpan Sipahutar et al., (2017) hasil uji protein
yang tinggi. Kadar air abon ikan lele rata-rata abon lele kremes didapatkan
menunjukkan hasil 9,46% artinya pada 13,73% sampai 30,86%. Berbeda
9,46 gram air pada 100 g produk abon dengan hasil penelitian Zulistina (2019)
ikan lele. Kadar air ini masih sesuai hasil pengujian protein berkisar 7,36% -
dengan persyaratan SNI 7690.1:2013 7,91%. Hal ini tidak sesuai dengan SNI,
yaitu maks 18%. Menurut Harianti & dimana kadar protein abon ikan minimal
Tanberika, (2018) abon ikan lele 30 %.
3.3 Pengukuran Suhu
Tabel 5. Pengukuran suhu rata-rata selama produksi.
Tahapan Proses Produk °C Media °C
Penerimaan bahan baku 24,54±0.64 28,4±0.72
Penyiangan dan 21,38±036 28,7±0.48
pencucian
Perebusan 73,16±054 80,88±0.56
Pencabikan 37,4±028 -
Pencampuran bumbu 30,0±1.18 -
Penggorengan - 126,18±0.82
Penirisan 38,7±0.58 -
Pengemasan 28.9±0.36 -
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 13

Berdasarkan Tabel 5. diatas, sampai suhu ±100°C. Ikan yang sudah


diketahui bahwa suhu setiap proses dicampur dengan bumbu dimasukkan
pengolahan di UMKM Rumah Abon perlahan pada minyak panas dengan cara
Madiun belum cukup baik. Untuk suhu memasukkan seluruh bahan pangan ke
pada proses penyiangan dan pencucian dalam minyak (deep frying). Cara
rata-ratanya yaitu 21,38. Suhu penggorengan ini menyebabakan daging
penyiangan ini ini lebih tinggi dari dari ikan mengandung banyak minyak. Suhu
suhu standar yaitu ≤ 5 ℃ . Untuk penggorengan ini lebih rendah dari pada
mencapai suhu standar, maka pada suhu normal yaitu 145-196°C. Karena
penyiangan dan pencucian ikan harus jika suhu terlalu tinggi maka proses
diberi dengan es. Sesuai dengan penggorengan akan semakin cepat dan
Suryanto & Sipahutar (2020) selama akan mengakibatkan degradasi minyak
proses penyiangan, dilakukan dan penurunan titik asap (Sipahutar, et
penambahan es pada wadah ikan agar al., 2017). Menurut Ketaren (2008)
suhu tetap <5°C. Suhu penyiangan yang lapisan luar atau kulit permukaan bahan
lebih tinggi dari suhu standar akan pangan pada proses penggorengan akan
mengakibatkan ikan akan cepat berubah menjadi coklat, diakibatkan
mengalami kemunduran mutu. adanya proses maillard,
Pengamatan suhu perebusan rata- Pengamatan suhu pengemasan rata
rata 63,16°C. Suhu pengukusan yaitu 28.9 ℃ . Pengemasan abon ikan
berpengaruh terhadap kadar protein. dilakukan pada suhu kamar, kemudian
Sulthoniyah et al., (2013) meyatakan disimpan pada lemari. Pengemasan abon
bahwa semakin tinggi suhu pengukusan ikan dilakukan pada ruang pengemasan
yang digunakan mengakibatkan kadar dengan suhu kamar, kemudian disimpan
protein pada abon ikan semakin pada lemari. Makanan kering sebaiknya
menurun. Sebaliknya semakin rendah disimpan dengan memperhatikan
suhu pengukusan yang digunakan maka kelembaban udara dan menjaga suhu
kadar protein pada abon ikan semakin <22ºC.
tinggi. 3.4 Rendemen
Pengamatan suhu penggorengan Hasil rata-rata pengamatan
yaitu 126,16°C. Proses penggorengan rendemen diamati dari proses
dimulai dengan memanaskan minyak penerimaan bahan baku ikan lele hidup
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 14

sampai produk akhir abon ikan lele


dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil rata-rata pengamatan
rendemen
Rendemen Rendemen Faktor-faktor yang memperngaruhi
Tahapan (kg) (%)
hasil rendemen diantaranya mutu bahan
Berat awal 565.13±69.62 100.00
Penyiangan 381.13±36.62 68.45 baku yaitu kesegaran ikan, penanganan
Pencabikan 342.07±37.97 61.10 dan pengolahan, keahlian pekerja.
Abon ikan 154.87±19.18 28.14 Berdasarkan hasil pengamatan Hafina et
al., (2021) rendemen dapat dipengaruhi
Pada Tabel 6, dapat dilihat rendemen
beberapa faktor pengalaman dan
dapat dilihat dari rata-rata berat ikan
ketrampilan kerja yang berpengaruh
565.13 kg, rendemen yang dihasilkan
terhadap besar dan kecilnya rendemen
proses penyiangan adalah 68.45%,
yang dihasilkan. Perhitungan rendemen
pencabikan adalah 61.103% dan produk
digunakan untuk memperkirakan berapa
akhir abon ikan sebesar 28.14 %.
banyak dari tubuh ikan yang dapat
Hasil rendemen proses penyiangan
digunakan sebagai bahan makanan
sebesar 68.24 %. Hasil ini didapatkan
(Masengi & Sipahutar, 2016). Hasil
setelah melakukan penyiangan dengan
rendemen dipengaruhi oleh keahlian
membuang isi perut, memotong kepala,
pekerja, tingkat kesegaran ikan, cara
membuang insang dan kulit lele. Hasil
penanganan dan pengolahan, dan
rendemen pada pencabikan adalah
sebagainya. Faktor lain yang
61.10%. Hasil ini didapatkan setelah
mempengaruhi proses rendemen pada
pengukusan dengan memisahkan daging
proses penggorengann adalah suhu yang
dari duri ikan lele terdalam dan sisa
dipakai pada saat menggoreng abon.
lemak yang mengumpal putih-putih,
Perhitungan rendemen untuk
serta mendapatkan tekstur yang
mengetahui berapa banyak abon ikan
homogen dan halus, yang tersisa hanya
yang dihasilkan dari berat awal mula-
dagingnya saja. Hasil rendemen pada
mula, sehingga dapat dihitung berapa
abon ikan adalah 28.14 %. Banyaknya
banyak bahan baku yang akan
rendemen pada produk akhir adalah
digunakan dalam proses produksi
hasil akhir setelah penggorengan
selanjutnya.
menjadi produk abon ikan.
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 15

3.5 Standard Sanitation Operating persyaratan sanitasi higenie yakni tidak


Procedure (SSOP) mengandung bahan kimia apapun dan
Sanitasi adalah proses dapat diterima secara bakteriologi
pengolahan pangan yang dilakukan sehingga tidak menyebabkan kebusukan
dengan memperhatikan kebersihan produk dan menyebabkan penyakit pada
dengan tujuan untuk menjamin cara kerja konsumen (Azhari et al., 2023)
secara efisien mengendalikan bahaya 3.5.2 Peralatan dan Pakaian Kerja
keamanan pada produk jadi. Sanitasi Peralatan yanng digunakan untuk
pangan ditujukan untuk menjaga proses produksi terbuat dari bahan yang tidak
produksi agar tetap bersih, mudah berkarat dan mudah dibersihkan.
mempersiapkan lingkungan bahan baku, Peralatan yang kontak dengan produk
penyimpanan bahan baku dan produk dijaga dengan baik kebersihannya.
akhir, melakukan proses produksi Semua peralatan yang dipakai, harus
(Sipahutar et al., 2019). Persyaratan 8 dicuci dan dibersihkan setiap selesai
(delapan) Prosedur Operasi Standar produksi. Pencucian dilakukan dengan
Sanitasi (Sanitation Standard Operating air mengalir menggunakan pembersih
Procedure) sesuai dengan Permen KP khusus untuk perlatan pengolahan.
no17 tahun 2019 yang dilakukan di Penyimpanan perlatan diletakklan pada
UMKM, yaitu tempat yang sudah disediakan. Sanitasi
3.5.1 Pasokan Air dan Es pada proses produksi bertujuan
Air untuk proses produksi di menghambat pertumbuhan
Rumah Abon Madiun merupakan air mikroorganisme dengan menghilangkan
yang bersumber dari air jetpump yang di media tumbuh mikrorganisme
wadahi dalam tandon besar ± 11 Liter. (Wayansari et al., 2018). Alat yang
Ciri-ciri air yang dipakai yaitu air jernih dipakai untuk sanitasi adalah yang tahan
transparan, tidak berwarna, tidak berbau korosi sehingga tidak terjadi
dan tidak berasa. Hal ini sesuai dengan pengkaratan, mudah dibersihkan.
Permen KP no17 tahun 2019 bahwa Peralatan sanitasi dicuci dengan sabun
untuk UPI skala mikro kecil adalah air khusus untuk menjaga kebersihannya.
tidak berbau, tidak berwarna dan tidak Pada awal pengolahan dan selesai
berasa. Air yang diperuntukkan selama pengolahan, semua peralatan
proses pengolahan harus memenuhi
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 16

dibersihkan (Putrisila & Sipahutar, akan menghasilkan produk akhir yang


2021). aman.
3.5.3 Mencegah Kontaminasi Silang 3.5.4 Ruang Istirahat dan Toilet
Tata letak Rumah Abon Madiun Pada Rumah Abon Madiun hanya
untuk pintu masuk bahan baku berbeda terdapat 1 ruang kamar kecil atau toilet.
dengan pintu keluar produk yang sudah Wastafel atau tepat cuci tangan berada
jadi. Ruang preparasi berbeda dengan dalam toilet. Ada juga tempat cuci
ruang pengolahan, ruang pengemasan tangan didalan ruangan produksi, yang
dan ruang penyimpanan. Hal ini digunakan untuk mencuci tangan dan
dilakukan untuk mencegah agar bahan mencuci peralatan. Hal ini tidak sesuai
baku yang kotor tidak mengkontaminasi dengan Permen KP no 17 tahun 2019
produk abon lele. Pencegahan bahwa ruang toilet letaknya harus
kontaminasi silang dilakukan untuk berbeda dengan ruang produksi serta
mengantisipasi adanya kontaminasi wastafel atau tempat cuci tangan berada
silang selama proses produksi dengan diluar toilet. Hal ini diperlukan untuk
cara mengatur lay out ruangan. untuk mengantisiapai terjadinya
Peralatan pengolahan di Rumah kontaminasi silang yang dilakukan oleh
Abon Madiun masih menggunakan karyawan, karena toilet merupakan
peralatan yang sederhana. Peralatan sumber dari bakteri. Menurut
untuk proses yang kotor dipisahkan Qurrohman & Nugroho (2015) bahwa
dengan peralatan untuk proses yang lingkungan di sekitar toilet, sumber air
bersih.. Karyawan tidak memakai dan perilaku pengguna dapat menjadi
penutup kepala, hanya memakai sarung sarana kontaminasi utama
tangan dan masker pada saat produksi. mikroorganisme.
Hal ini dapat menyebabkan 3.5.5 Bahan Kimia, Pembersih dan
mengkontaminasi produk. Karyawan Saniter
mencuci tangan sebelum masuk keruang Bahan kimia, pembersih dan saniter
produksi, setelah keluar dari ruang yang digunakan di Rumah Abon Madiun
produksi. Menurut Sipahutar et al., yaitu antiseptik (sabun cuci tangan),
(2022) sanitasi lingkungan dan perilaku pembersih (deterjen dan sabun cair
karyawan sangat diperlukan untuk suatu untuk pencuci peralatan), dan
unit pengolahan, karyawan yang aman disenfectan untuk pembersih lantai
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 17

ruangan. Bahan kimia, pembersih dan tahun 2019 bahwa bahan kimia
saniter ini disimpan ditempat khusus, berbahaya diberi label yang jelas dan
dan hanya pemilik Rumah Abon Madiun disimpan secara terpisah dan aman.
yang dapat mempergunakan bahan Penggunaan bahan kimia yang
kimia tersebut. Ruang penyimpanan digunakan harus yang diizinkan dan
bahan kimia letaknya terpisah dan diberi penggunaannya sesuai dengan ketentuan
tanda. Pada pintu ruangan diberikan yang dipersyaratkan. Menurut Harjanto
petunjuk cara menggunakannya. Hal ini et al., (2011) bahwa pelaksanaan setiap
sudah sesuai dengan permen KP no 17 kegiatan mulai dari pengelolaan
tahun 2019 bahwa label harus berisi (penyimpanan), pemakaian dan
informasi nama bahan dan pengawasan harus sesuai dengan
konsentrasinya serta petunjuk prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur
penggunaannya. Penyimpanan bahan yang telah ditetapkan harus telah teruji
kimia, pembersih dan disinfektan dan mengacu pada informasi yang telah
dilakukan dalam ruang khusus atau ada pada setiap bahan kimia.
tempat khusus dan terpisah dari ruang 3.5.7 Pengawasan Kondisi Kesehatan
proses dan penyimpanan produk serta Dan Kebersihan Karyawan
diberi tanda tempat penyimpanan bahan Karyawan Rumah Abon Madiun
kimia (KKP, 2019) yang memasuki ruang proses diwajibkan
3.5.6 Pelabelan, Penyimpanan dan untuk mencuci tangan menggunakan
Penggunaan Bahan Kimia Berbahaya sabun cuci tangan food grade yang
Bahan kimia berbahaya yang sudah disediakan. Pengawasan
digunakan di Rumah Abon Madiun yaitu karyawan ini dilakukan setiap hari pada
disenfektan (klorin), insektisida saat karyawan masuk ke ruang kerja.
(pembunuh serangga) , rodentisida Karyawan sakit flu, batuk, diare segera
(racun tikus), diberi label yang jelas dan disuruh periksa ke Puskesmas. Hal ini
disimpan secara terpisah dan aman. dilakukan agar karyawan yang sakit flu
Bahan kimia berbahaya ini tidak boleh atau batuk tersebut tidak akan
diambil oleh karyawan, hanya pemilik mengkontaminasi produk yang sedang
Rumah Abon Madiun yang dapat dibuat. Rumah Abon Madiun
mengambil bahan kimia tersebut. Hal ini memeriksakan kesehatan karyawannya
sudah sesuai dengan Permen KP no 17 sekali dalam 6 bulan ke Puskemas, untuk
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 18

memantau kesehatan karyawannya. lalat nyamuk, kecoa dan tikus. Rumah


Rumah Abon Madiun juga menyediakan Abon Madiun menyediakan obat
kotak P3K diruang istirahat dan ruang nyamuk untuk mengusir serangga.
produksi. Hal ini sesuai dengan Permen KP no
Karyawan adalah unsur yang 17 tahun 2019 bahwa fasilitas
memegang peranan dalam pengendalian serangga, tikus, hewan
melaksanakan proses produksi. peliharaan, dan binatang lainnya yang
Pimpinan dapat mengarahkan motivasi berfungsi dengan efektif. Rumah Abon
akan menciptakan kondisi sehat dimana Madun menyediakan fasilitas
karyawan merasa nyaman untuk bekerja. pencegahan binatang pengganggu.
Hal ini karena karyawan merupakan Binatang pengerat dan serangga
pengelola dalam suatu industry yang merupakan salah satu potensial
merencanakan, melaksanakan dan kontaminasi penyebar bakteri sehingga
mengelola jalannya suatu industry keberadaannya di dalam ruang
(Sipahutar et al., 2020). Pekerja harus pengolahan sangat tidak diharapkan dan
memiliki sikap yang positif sehingga dilakukan berbagai upaya untuk
pekerjaan dapat diselesaikan. Karyawan mencegahnya
yang bersentuhan dengan obyek-obyek Obat nyamuk ini ditempatkan
yang tidak bersih harus membersihkan sedikit jauh untuk menjaga agar tidak
dan mensanitasi tangan serta memakai terkontaminasi dengan produk.
sarung tangan sebelum memegang Pengamanan yang dijalankan adalah
produk (Markenih, 2016). semua pintu masuk ruang pengolahan
3.5.8 Pengendalian Binatang dilengkapi dengan tirai plastik,
Pengganggu penempatan perangkap hama seperti
Karyawan di Rumah Abon Madiun tikus, serangga dan lainnya disetiap
diwajibkan menjaga kebersihan di tempat-tempat tertentu, dan lubang yang
lingkungan unit pengolahan, yaitu memungkinkan masuknya binatang
dengan membuang sampah ke tempat pengerat ditutup. Hal ini sesuai dengan
yang telah disediakan sebelum sampah Permen KP no 17 tahun 2019 bahwa
diangkat oleh petugas kebersihan fasilitas pengendalian serangga, tikus,
lingkungan. Sekitar lingkungan Rumah hewan peliharaan, dan binatang lainnya
Abon Madiun banyak serangga ataupun yang berfungsi dengan efektif. Rumah
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 19

Abon Madun menyediakan fasilitas 5. Daftar Pustaka


pencegahan binatang pengganggu. Aditya, H. P., Herpandi, & Lestari, S.
Binatang pengerat dan serangga (2016). Karakteristik Fisik, Kimia
merupakan salah satu potensial dan Sensoris Abon Ikan dari
kontaminasi penyebar bakteri sehingga Berbagai Ikan Ekonomis Rendah.
keberadaannya di dalam ruang Jurnal Teknologi Hasil Perikanan,
pengolahan sangat tidak diharapkan dan 5(1), 61–72.
dilakukan berbagai upaya untuk Agustin, I. W., & Sipahutar, Y. H.
mencegahnya. Sesuai Friska et al., (2022). Analisis Kelayakan Usaha
(2021) pencegahan yang dilakukan oleh Pembuatan Abon Ikan Lele Dumbo
pihak perusahaan adalah dengan (Clarias gariepinus). In Prosiding
memasang penyaring pada saluran Simposium Nasional IX Kelautan
pembuangan yang terbuat dari besi. Dan Perikanan Fakultas Ilmu
Bagian yang berhubungan dengan luar Kelautan Dan Perikanan,
ruang pengolahan dilengkapi tirai Universitas Hasanuddin, Makassar,
plastik, alat pengendali anti serangga 4 Juni 2022 115, 115–126.
(insect killer). Angwar, M., & Rahayu, E. (2015).
Modul Pelatihan Pembuatan Abon
4. Kesimpulan Ikan Lele untuk UKM. LIPI Press.
Tahapan pengolahan abon ikan lele Ashar, Y. K. (2020). Dasar Kesehatan
meliputi: penerimaan ikan lele segar, Lingkungan. Universitas Islam
penyiangan, pengukusan, pencabikan, Negeri Sumatera Utara.
pencampuran bumbu, penggorengan, http://repository.uinsu.ac.id/8798/1
pengepresan, dan pengemasan. Hasil /DIKTAT.pdf
pengujian organoleptik bahan baku ikan Azara, R., & Agustini, I. (2015).
lele sesuai dengan SNI. Pengujian Mikrobiologi Pangan, (buku Ajar)
sensori untuk produk akhir abon lele (A. E. Prihatiningrum & Sutarman
sudah sesuai dengan SNI. Rendemen (eds.)). Umsida Press.
produk akhir abon lele sebesar 28.14%. Azhari, Z. R., Sipahutar, Y. H., &
Sanitasi di Rumah Abon Madiun layak Siregar, A. N. (2023). Kelayakan
untuk digunakaan sebagai unit dasar pengolahan Gurita (Octopus
pengolahan. sp.) Ball Type Beku di PT ABS
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 20

Muara Angke, Jakarta. Jurnal Penerapan GMP dan SSOP pada


Airaha, 12(01), 429–444. Pengolahan Cumi-Cumi (Loligo
Badan Standardisasi Nasional. (2013). sp.) Kupas Beku. In Seminar
Ikan segar - Bagian 3: Penanganan Nasional Tahunan XVIII Hasil
dan pengolahan (SNI-01-2729.3- Penelitian Perikanan Dan Kelautan,
2013). BSN. UGM, 933–946.
Badan Standarisasi Nasional. (2013). Hafina, A., Sipahutar, Y. H., & Siregar,
Abon ikan – Bagian 1 : Spesifikasi A. N. (2021). Penerapan GMP dan
SNI 7690.1:2013 (SNI SSOP pada Pengolahan Udang
7690.1:2013). BSN. Vannamei (Litopenaeus vannamei)
Bawole, C. S. F., Mentang, F., & Dien, Kupas Mentah Beku Peeled
H. A. (2017). Penerapan Deveined (PD). Jurnal Aurelia,
Pengasapan Cair pada Pengolahan 2(3457), 117–131.
Abon Roa (Hemirhamphus sp.) dan Harianti, R., & Tanberika, F. S. (2018).
Pampis Ikan Cakalang Pemberdayaan wanita tani melalui
(Katsuwonus pelamis L) dan Mutu produksi abon ikan lele. JPPM
Mikrobiologis produk yang (Jurnal Pendidikan Dan
dikemas Modified Atmosphirec Pemberdayaan Masyarakat), 5(2),
Packaging (MAP). Media 167–180.
Teknologi Hasil Perikanan, 5(1), 8. https://doi.org/10.21831/jppm.v5i2
https://doi.org/10.35800/mthp.5.1. .21071
2017.14903 Harjanto, N. T., Suliyanto, & Sukesi, E.
Buckle, K. A., Edward, R. A., Fleet, G. (2011). Manajemen Bahan Kimia
H., & Wooton, M. (2009). Ilmu Berbahaya Dan Beracun Sebagai
Pangan. In UI Press. UI Press. Upaya Keselamatan Dan
Edahwati, L., Sutiyono, & Asrori, M. K. Kesehatan Kerja Serta
(2020). Usaha Peningkatan Nilai Perlindungan Lingkungan. Jurnal
Jual Ikan Lele (Claria gariepinus) Pusat Teknologi Bahan Bakar
menjadi Abon. Jurnal Abdimas Nuklir, 04(08), 54–67.
Teknik Kimia, 01(1), 6–11. http://jurnal.batan.go.id/index.php/
Friska, N., Sumiyanto, W., Mulyani, H., pin/article/download/1126/1079
& Sipahutar, Y. H. (2021). Irianto, H. E., & Giyatmi, S. (2015).
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 21

Teknologi Pengolahan Hasil Karakteristik Mutu Hedonik Dan


Perikanan. In Universitas Terbuka, Kimia Nugget Ikan Lele Dumbo
Tangerang Selatan. Universitas (Clarias gariepinus) Menggunakan
Terbuka. Tepung Biji Durian (Durio
Kementrian Kelautan dan Perikanan. Zibethinus murr). Jambura Fish
(2019). Peraturan Menteri Kelautan Processing Journal, 3(1), 38–45.
dan Perikanan RI No 17/PERMEN- https://doi.org/10.37905/jfpj.v3i1.
KP/2019 tentang Persyaratan dan 9758
Tata Cara Penerbitan Sertifikat Musyaddad, A., Ramadhani, A.,
Kelayakan Pengolahan (Nomor Pratama, M. A., Juliyanto, Safitri, I.,
17/PERMEN-KP/2019). KKP. & Fitri, N. (2019). Produksi Abon
https://oss.kkp.go.id/download/e07 Ikan Lele Sebagai Alternatif Usaha
da-17-permen-kp-2019-ttg- untuk Meningkatkan
persyaratan-tata-cara- Perekonomian Masyarakat Desa
penerbitan....pdf Pelutan. Asian Journal of
Ketaren, S. (2008). Pengantar Teknologi Innovation and Entrepreneurship,
Minyak dan Lemak Pangan. UI 04(September), 199–206.
Press. Putrisila, A., & Sipahutar, Y. H. (2021).
Markenih, E. (2016). Sanitasi dan Kelayakan Dasar Pengolahan
Higienitas serta Pengaruhnya Udang Vannamei (Litopenaeus
terhadap Kualitas Ikan yang vannamei) Nobashi Ebi. Jurnal
Didaratkan di Pelabuhan Perikanan Airaha, 10(1), 10–23.
Pantai Blanakan, Subang. Institut Qurrohman, M. T., & Nugroho, R. W.
Pertanian Bogor. (2015). Pengaruh Frekuensi
Masengi, S., & Sipahutar, Y. H. (2016). Menguras Terhadap Jumlah
Produktivitas tenaga kerja pada Candida sp. Pada Air Bak Toilet
pengolahan Tuna Loin Mentah Wanita di SPBU Surakarta.
Beku PT Lautan Niaga Jaya, Muara Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi,
Baru, Jakarta Utara. Jurnal 3(1), 23–27.
STP(Teknologi Dan Penelitian https://doi.org/10.24252/bio.v3i1.5
Terapan), 2, 28–39. 62
Mursali, F., & Yusuf, N. (2021). Ramla, J., & Sumihardi. (2018). Sanitasi
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 22

Lingkungan dan K3 (1st ed.). Jannah, R. (2020). Pengaruh


Kementrian Kesehatan. Penggunaan Minyak Goreng
Riana, A. (2013). Penerapan Alat Peniris Berulang terhadap Perubahan Nilai
Abon Lele Sistim Sentrifugal Gizi Mutu Keripik Belut. Seminar
dengan Pengatur Waktu dan Nasional Tahunan XVII Hasil
Putaran pada Industri Kecil Rumah Penelitian Perikanan Dan
Tangga. Pekan Ilmiah Mahasiswa Kelautan,Departemen Perikanan,
Nasional Program Kreativitas …. Fakultas Pertanian, Universitas
https://www.neliti.com/publication Gajah Mada Tahun 2020, 501–507.
s/169772/penerapan-alat-peniris- Sipahutar, Y. H., Rahmayanti, H.,
abon-lele-sistim-sentrifugal- Achmad, R., & Sitorus, R. (2022).
dengan-pengatur-waktu-dan-pu Increased Effectiveness of
Saputro, D., Agustini, T. W., & Conservation the Coastal
Rianingsih, L. (2018). Pengaruh Environment through Cleaner
Penggunaan Karagenan terhadap Production and Work Motivation
Sifat Fisikokimia Otak-otak Ikan of Fish Processors. IOP Conference
Lele Dumbo (Clarias gariepinus). Series: Earth and Environmental
Jurnal Ilmu Pangan Dan Hasil Science, 950(1).
Pertanian, 2(1), 25–33. https://doi.org/10.1088/1755-
https://doi.org/10.26877/jiphp.v2i1 1315/950/1/012050
.2262 Sipahutar, Y.H., Napitupulu, R. J., &
Setiawati, I. T., & Ningsih, S. (2018). Susanto, W. P. (2017). Pengaruh
Manajemen Usaha Pengolahan Penambahan Kentang Solanum
Abon Ikan Lele (Clarias gariepinus) Tuberosum Terhadap Mutu
di P2MKP Jaya Mandiri Kesukaan Konsumen Abon Lele
Kecamatan Bulu, Kabupaten Kremes. In Seminar Nasional
Temanggung. Jurnal Penyuluhan Kelautan XII, Fakutas Teknik Dan
Perikanan Dan Kelautan, 12(2), Ilmu Kelautan Universitas Hang
95–110. Tuah, Surabaya 20 JUli 2017, 89–
https://doi.org/10.33378/jppik.v12i 98.
2.103 Sipahutar, Y.H, Rahmayanti, H.,
Siahaan, I. C. M., Sipahutar, Y. H., & Achmad, R., Suryanto, M. R.,
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 23

Ramandeka, R. R., Syalim, M. R., Women’s Leadership. IOP


Pratama, R. B., Rahmi, A. N., Conference Series: Earth and
Astrianti, P., & Mila, G. (2020). Environmental Science, Volume
The Influence of Women’s 399, Issue 1, Pp. 012119 (2019),
Leadership in the Fishery and 399. https://doi.org/10.1088/1755-
Cleaner Production of Fish 1315/399/1/012119
Processing Industry on the Sirait, J., Hairuddin, T. A. N., &
Effectiveness of Coastal Sipahutar, Y. H. (2022).
Preservation Program in Tangerang. Pengolahan Ikan Asar Di UMKM
In IOP Conference Series: Earth Totabuan Papua , Kota Jayapura.
and Environmental Science, Jurnal Bluefin Fisheries, 4(1), 1–16.
Volume 404, Issue 1, Pp. 012061. Sleman, M. center. (2014, August 5).
https://doi.org/10.1088/1755- Abon lele disukai anak-anak dan
1315/404/1/012061 lansia. Media Center Sleman.
Sipahutar, Yuliati H., Napitupulu, R. J., https://mediacenter.slemankab.go.i
& Wicaksono, A. T. (2017). d/2014/08/05/abon-lele-disukai-
Pengaruh Penggunaan Minyak anak-anak-dan-lansia/
Goreng Berulang Terhadap Sucipta, I. N., Suriasih, K., & Kencana,
Perubahan Nilai Gizi Mutu P. K. D. (2017). Pengemasan
Hedonik Udang Goreng Tepung. In Pangan, Kajian Pengemasan yang
Prosiding Seminar Nasional Aman, Nyaman, Efektif Dan
Kelautan XII, Fakultas Teknik Dan Efisien. In Udayana University
Ilmu Kelautan Universitas Hang Press. Udayana University Press.
Tuah, Surabaya 20 Juli 2017, 45– Sucipto, C. (2015). Keamanan Pangan
57. untuk Manusia. Gosyen Publishing.
Sipahutar, Yuliati H., Rahmayanti, H., Sulthoniyah, S. T. M., Sulistiyati, T. D.,
Achmad, R., Ramli, H. K., & Suprayitno, E. (2013). Pengaruh
Suryanto, M. R., & Pratama, R. B. Suhu Pengukusan Terhadap
(2019). Increase in Cleaner Kandungan Gizi dan Organoleptik
Production Environment in the Fish Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus
Processing Industry Through Work striatus). THPi Student Journal,
Motivation and Fisherman Universitas Brawijaya, 1(1).
Jurnal Bluefin Fisheries, 5 (1), 24

https://doi.org/10.21608/egjec.201 Karakteristik organoleptik dan


3.94997 kadar serat kasar abon dari
Suryaningrum, T. D., Ikasari, D., & formulasi daging ikan patin dan
Octavini, H. (2017). Evaluasi Mutu jantung pisang kepok. Journal of
Tuna Loin Segar untuk Sashimi Tropical AgriFood, 3(1), 23–30.
yang diolah diatas perahu selama https://doi.org/10.35941/jtaf.3.1.20
penanganan dan distribusi di 21.5485.23-30
Ambon. JPB Kelautan Dan Zaelani, K., Yahya, Sukoso, & Firdaus.
Perikanan, 12(2), 165–180. (2013). Panduan Praktek dan
Suryanto, M. R., & Sipahutar, Y. H. Laporan Praktikum Penanganan
(2020). Penerapan GMP dan SSOP Hasil Perikanan. Universitas
pada Pengolahan Udang Putih Brawijaya Press.
(Litopenaeus vannamei) Peeled Zulistina, M. (2019). Mutu Organoleptik
Deveined Tail On (PDTO) Masak dan Kandungan Gizi Abon Ikan
Beku di Unit Pengolahan Ikan Tuna (Thunnus Sp) yang
Banyuwangi. In Prosiding Seminar ditambahkan Pakis (Pteridophyta).
Kelautan Dan Perikanan Ke VII , Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Fakultas Kelautan Dan Perikanan, Perintis PADANG.
Universitas Nusa Cendana, 18-20
November 2020, 204–222.
Utomo, S. W. (2018). Konsep Ekologi
dan Implementasi dalam
Pembangungan (Studi Kasus
Sektor Pertanian). Universitas
Indonesia.
Wayansari, L., Anwar, I. Z., & Amri, Z.
(2018). Manajemen sistem
Penyelenggaraan Makanan
Institusi. Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia kesehatan.
Yuliani, Y., Septiansyah, A., &
Emmawati, A. (2021).

Anda mungkin juga menyukai