Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki kekayaan laut yang
sangat besar, diperkirakan mencapai 6,4 juta ton pertahunnya. Sumber daya laut
yang sangat melimpah dapat dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kersejahteraan
masyarakat. Hasil laut seperti ikan, udang, ketam, kerang dan rajungan
merupakan hasil laut yang memiliki nilai ekonomis tinggi, namun ada
permasalah dalam pengolahannya, yakni menyisakan limbah. Limbah yang
dihasilkan oleh pabrik yang masih belum bisa diolah dengan maksimal berupa
limbah padat dari hasil laut tersebut, hal ini dapat menyebabkan tercemarnya
lingkungan.
Rajungan merupakan salah satu dari hasil laut yang memiliki nilai
ekonomis tinggi namun pengolahannya masih menyisakan limbah berupa kulit
(cangkang) yang beratnya hampir setengah dari berat keseluruhan rajungan. Jika
dilihat dari sudut pandang yang berbeda, kulit (cangkang) rajungan memiliki
kandungan protein, mineral dan kitin dalam jumlah yang cukup banyak.
Beberapa penelitian yang terkait ini menyebutkan bahwa cangkang kulit
golongan hewan kepiting termasuk didalamnya rajungan mengandung kitin yang
dapat dikonversi menjadi kitosan melalui reaksi deasetilasi .
Cangkang rajungan merupakan bagian terkeras dari semua komponen
rajungan dan selama ini baru dimangaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk
organic mengingat kandungan mineral, terutama kalsiumnya cukup tinggi.
Kandungan kitin ataupun kitosan dalam cangkang rajungan bisa mencapai sekitar
22,66%, dengan ini maka limbah cangkang rajungan seharusnya dapat diolah
menjadi barang atau produk yang lebih berguna. Data Sanford tahun 2003
menyatakan bahwa pada tahun 2002 bahwa 10.000 ton kitin di produksi secara
komersil oleh perusahan kelautan, dan sekita 25% dibuat kitosan dengan harga
pasaran dunia mencapai 10.000 USD/ ton.
Kitin merupakan senyawa karbohidrat yang termasuk dalam polisakarida
tersusun atas monomer-monomer asetil glukosamin yang saling berikatan. Kitin
merupakan bahan organik utama terdapat pada kelompok hewan seperti,
crustaceae, insekta, fungi, mollusca dan arthropoda. Struktur kitin tersusun atas
2000- 3000 satuan monomer N-asetil D-Glukosamin yang saling berikatan
melalui 1,4-glikosidik.
Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa
merupakan turunan dari kitin melalui proses deasetilasi. Kitosan adalah
biopolymer sejenis selulosa yang ditemukan terutama di tulang luar dari hewan
laut seperti udang, kepiting atau lobster. Kitosan juga ditemukan dalam jamur
dan ragi. Kitosan juga merupakan suatu polimer multifungsi karena mengandung
tiga jenis gugus fungsi yaitu asamamino. Kitosan digunakan untuk mengatasi
obesitas, kolesterol tinggi dan penyakit chorn. Herbal ini juga digunakan untuk
mengatasi komplikasi pada pasien gagal ginjal yang sering menjalani dialisis,
termasuk kolesterol tinggi, kurang darah (anemia), kehilangan kekuatan dan
nafsu makan dan susah tidur (insomnia).
Tahu merupakan suatu produk makanan berupa padatan lunak yang dibuat
melalui proses pengolahan kedelai (Glycine sp.) dengan cara pengendapan
proteinnya, dengan atau tidak ditambah bahan lain yang diizinkan (Badan
Standarisasi Nasional, 1998). Bahan – bahan dasar pembuatan tahu antara lain
kedelai, bahan penggumpal dan pewarna (jika perlu). Kedelai yang dipakai harus
bermutu tinggi (kandungan gizi memenuhi standar), utuh dan bersih dari segala
kotoran. Senyawa penggumpal yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat
(CaSO4), asam cuka, dan biang tahu, sedangkan zat pewarna yang dianjurkan
dipakai adalah kunyit. Tahu merupakan bahan makanan yang tidak tahan lama,
oleh karena itu bahan pengawet sangat diperlukan agar tahu tetap dapat
dikonsumsi, namun bahan pengawet yang digunakan haruslah pengawet alami
agar tidak membahayakan kesehatan.
Pemilihan rajungan sebagai bahan baku pembuatan kitosan di dasarkan
pada kadar kitin yang tinggi yakni berkisar antara 20-30% dan bahan yang
mudah di dapat karena banyak di konsumsi masyarakat, sedangkan pemilihan
aplikasi sebagai pengawetan tahu di karenakan oleh produksi serta penjualan
tahu merupakan salah satu bahan makanan yang sangat rawan menggunakan
pengawet buatan yang berbahaya bagi kesehatan.

B. Rumusan Masalah
Dari paparan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah apakah efektif penggunaan kitosan kulit rajungan sebagai pengawet
alami tahu?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui efektifitas penggunaan kitosan kulit rajungan sebagai
pengawet alami tahu.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dosis yang paling efektif dari kulit ranjungan
(Portunidae) sebagai pengawetan alami tahu
b. Untuk mengetahui daya awet tahu setelah diberikan citosan kulit rajungan
(Portunidae)
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan mengenai tranformasi kitin menjadi kitosan
sebagai bahan pengawet alami tahu, serta dapat dijadikan informasi lebih
mendalam mengenai bahan pengawet alami tahu yang lebih baik bagi
kesehatan.
2. Bagi Instansi
Dapat menjadi bahan informasi dan bacaan serta referensi yang dapat
digunakan untuk penelitian selanjutnya.

3. Bagi Masyarakat
Lebih menambah wawasan dan kesadaran masyarakat tentang bahan alami
yang dapat digunakan sebagai bahan pengawet tahu dari kitosan dari kulit
(cangkang) rajungan.

Anda mungkin juga menyukai