: Melly Anggraini
NIM
: 03111003005
Kelompok
I.
JUDUL PERCOBAAN
: PEMBUATAN CHITOSAN
II.
TUJUAN PERCOBAAN
DASAR TEORI
Udang adalah binatang yang hidup di perairan, khususnya sungai, laut, atau
danau. Udang dapat ditemukan di hampir semua "genangan" air yang berukuran
besar baik air tawar, air payau, maupun air asin pada kedalaman bervariasi, dari
dekat permukaan hingga beberapa ribu meter di bawah permukaan. Udang biasa
dijadikan makanan laut (seafood). Dalam bahasa Banjar disebut hundang.
Banyak crustaceae yang dikenal dengan nama "udang". Misalnya mantis
shrimp dan mysid shrimp, keduanya berasal dari kelas Malacostraca sebagai udang
sejati, tetapi berasal dari ordo berbeda, yaitu Stomatopoda dan Mysidaceae. Triops
longicaudatus dan Triops cancriformis juga merupakan hewan populer di air tawar,
dan sering disebut udang, walaupun mereka berasal dari Notostraca, kelompok
yang tidak berhubungan.
Badan udang terdiri atas kepala dan dada yang disebut Cephalothorax,
badan (abdomen), serta ekor (uropoda). Udang galah mempunyai ciri khusus
dibandingkan dengan udang jenis lainnya, yakni kedua kakinya tumbuh dominan.
Udang sangat bayak manfaatnya, seperti dapat disajikan sebagai makanan
Udang merupakan salah satu hewan yang mempunyai daur hidup berupa
metamorfosis.
Udang dapat dikatkan menjadi dewasa dan bertelur hanya di habitat air laut.
Betina mempunyai kemampuan menelurkan 50.000 hingga 1 juta telur, telur ini
yang akan menetas setelah 24 jam masuk tahap menjadi larva (nauplius). Nauplius
1
kemudian bermetamorfosis memasuki fase ke dua yaitu zoea (jamak zoeae). Zoea
memakan ganggang liar. Setelah beberapa hari bermetamorfosis lagi menjadi mysis
(jamak myses). Mysis memakan ganggang dan zooplankton. Setelah tiga sampai
empat hari kemudian mereka bermetamorfosis terakhir kali memasuki tahap pasca
larva: udang muda yang sudah memiliki ciri-ciri hewan dewasa. Seluruh proses
memakan waktu sekitar 12 hari dari pertama kali menetas.
Pada tahap ini, udang budidaya siap untuk diperdagangkan, dan disebut
sebagai benur. Di alam liar, postlarvae kemudian bermigrasi ke estuari, yang sangat
kaya akan nutrisi dan bersalinitas rendah. Di sana mereka tumbuh dan kadangkadang bermigrasi lagi ke perairan terbuka di mana mereka menjadi dewasa.
Udang dewasa merupakan hewan bentik yang utamanya tinggal di dasar laut.
Salah satu udang yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan chitosan yaitu
udang galah.
III.1.
Udang Galah
Populasi udang galah di Indonesia bersifat unik. Berdasarkan distribusi
: Arthropoda
Kelas
: Crustacea
2
Bangsa
: Decapoda
Suku
: Palaemonidae
Anak suku
: Palaemoninae
Marga
: Macrobrachium
Jenis
: Macrobrachium rosenbergii
20%, setelah 45 hari udang dapat hidup diperairan tawar, secara alami udang akan
berupaya ke perairan tawar.
Daerah penyebaran udang galah adalah daerah Indo-Pasifik, yait dari
bagian timur Benua Afrika sampai Semenanjung Malaka, termasuk Indonesia. Di
Indonesia, udang galah terdapaat di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, dan Irian.
III.1.4.Komposisi kimia yang terkandung dalam kulit udang
Kulit udang mempunyai tiga komponen besar yaitu protein, mineral, dan
chitin. Berikut adalah tabel komposisi umum kulit udang :
SENYAWA
PERSENTASE
Protein
Lemak
Chitin
Air
Abu
53,74
6,65
14,61
17,28
7,72
dianggap sebagai turunan selulosa dengan gugus hidroksil pada atom C-2 selulosa
digantikan oleh gugus asetamida dan amina bebas. Jika gugus hidroksi pada atom
C-2 selulosa digantikan oleh gugus asetamida, maka senyawa yang terbentuk
adalah kitin. Tetapi jika gugus hidroksi pada atom C-2 selulosa digantikan oleh
gugus amina bebas maka senyawa yang terbentuk adalah kitosan (Mia, 2007).
Kitosan yang memiliki gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat
reaktif dan bersifat basa. Prinsip koagulasi kitosan adalah penukar ion dimana
garam amina yang terbentuk karena reaksi amina dengan asam akan
mempertukarkan proton yang dimiliki logam pencemar dengan elektron yang
dimiliki oleh nitrogen (N).
Kitosan merupakan salah satu contoh dari polielektrolit. Polielektrolit
merupakan bagian dari polimer khusus yang dapat terionisasi dan mempunyai
kemampuan untuk membuat terjadinya suatu flokulasi dalam medium cair (Agus,
et al, tanpa tahun). Pemanfaatan kitosan didalam pengolaha air disebabkan
senyawa ini berperan sebagai senyawa pengkhelat untuk pemisahkan logam berat
dari larutannya (Muminah, 2008).Chitosan berasal dari limbah udang atau
cangkang udang yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak. Dahulu bahkan
hingga saat ini masih ada yang memanfaatkan limbah udang ini menjadi pakan
ternak. Karena limbah ini jika dibuang begitu saja dapat menimbulkan bau yang
amat sangat tidak enak. Oleh karena itu, biasanya limbah udang diolah menjadi
pakan.
Chitosan merupakan turunan dari chitin yang dideasetilasi dapat larut dalam
larutan asam seperti asam asetat atau asam format. Isolasi secara tradisional chitin
dari limbah udang melewati tiga tahapan yaitu demineralisasi, deproteinase dan
dekolorisasi. Tiga tahapan tersebut merupakan standard prosedur oada pembuatan
chitosan. Aplikasi chitosan sudah dilakukan di berbagai bidang, mulai dari
manajemen limbah, pembuatan makanan, obat-obatan dan bioteknologi. Dan
chitosan juga dapat diaplikasikan pada industri farmasi dan kosmetika karena sifat
biodegradabilitas dan biocompabilitas serta kemampuan toksik atau racun rendah.
Chitosan merupakan produk alamiah yang merupakan turunan dari polisakarida
chitin. Chitosan mempunyai nama kimia Poly D-glucosamine ( beta (1-4) 2-amino5
Karbohidrat
Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen dan oksigen yang
terdapat di alam. Karbohidrat mempunyai rumus empiris CH2. Senyawa ini pernah
disangka sebagai hidra dari karbon sehingga disebut karbohidrat.
Karbohidrat sangat beraneka ragam sifatnya. Salah satu perbedaan utama
antara berbagai tipe karbohidrat ialah ukuran molekulnya. Monosakarida adalah
polisakarida
adalah
suatu
senyawa
dalam
monomolekul-
Chitin mempunyai sifat yang tidak larut dalam air, asam encer, alkali
encer/pekat dan pelarut organic lain, tetapi larut dalam larutan pekat asam sulfat,
asam klorida, asam fosfat. Selain itu tahan terhadap hidrolisa menjadi komponen
sakaridanya.
Chitin pada umumnya sangat tahan terhadap hidrolisa, walau enzim kitinase
dapat melakukannya dengan mudah. Chitin membentuk zat dasar yang tahan lama
dari kulit spora lumut dan eksokerangka dari serangga, udang, dan kerangkerangan.
Chitin adalah polisakarida linier yang mengandung N-Asetil DGlukosamina terikat pada hidrolisa, chitin menghasilkan 2-Amino 2-Deoksin DGlukosa. Dalam alam chitin terikat pada protein dan lemak.
Chitin dapat dibentuk menjadi sustu bubuk (powder) apabila sudah
dipisahkan dari zat yang tercampur dengannya. Akan tetapi tidak dapat larut dalam
air. Reaksinya dalam asam-asam mineral dan alkali akan menghasilkan suatu zat
yang menyerupai selulosa. Pelarutan chitin tergantung dari konsentrasi asam
mineral dan temperatur.
Dinegara Jepang, chitin sudah lama dikomersialkan dengan cara
memintalnya menjadi benang yang berfungsi sebagai penutup luka sehabis operasi,
karena didukung oleh sifatnya yang non alergi dan juga menunjukkan aktifitas
penyembuhan luka.
Chitin pertama kali ditemukan oleh Odier pada tahun 1823 dan kemudian
dikembangkan oleh PR Austin pada tahun 1981. Akan tetapi perkembangan chitin
bergerak lamban dan kurang dimanfaatkan.
Salah satu turunan chitin yang luas pemakaiannya adalah chitosan.
Senyawa ini mudah didapat dari kitin dengan menambahkan NaOH dan pemanasan
sekitar 120o C. Proses ini menyebabkan lepasnya gugus asetil yang melekat pada
gugus amino dari molekul kitin dan selanjutnya akan membentuk chitosan.
Kelebihan lain dari chitosan yaitu padatan yang dikoagulasinya dapat
dimanfaatkan. Kekhawatiran terhadap kemungkinan khitosan mempuntai efek
beracun terhadap manusia telah dimentahkan oleh beberapa peneliti dengan
sejumlah bukti ilmiah.
9
IV.
Alat
Alat yang digunakan, yaitu:
1. Water bath
2. Neraca analitis
3. Corong dan kertas saring
4. Beker gelas
5. pHmeter
6. Pipet tetes
7. Oven
8. Spatula
IV.2. Bahan
Bahan yang digunakan, yaitu:
1.
2.
3.
4.
V.
Kulit udang
HCl
NaOH
Aquadest
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.
2. Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi
bubuk atau powder.
3. Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aqudest.
4. Kemudian masukkan HCl sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang tadi
dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.
5. Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan
dalam beker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.
6. Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest,direbus selama 2
menit, kemudian saring kembali.
7. Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur pH dengan
VI.
menggunakan pH meter.
8. Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.
Hasil Pengamatan
No
Pembuatan Chitosan
.
1.
Udang
dicuci,
Hasil Percobaan
dikeringkan
10
2.
ditambahkan
HCl
lalu
dipanaskan.
Kemudian lakmus.
lagi
dengan
300
lakmus.
Buang airnya hingga tersisa slurry Setelah dikeringkan dioven berat
udang tersebut, kemudian dikeringkan chitosan bersih menjadi 3,083 gr
di oven, dan timbang chitosan yang dengan warna chitosan adalah
terbentuk.
coklat muda seperti pasir.
Berat chitosan yang diperoleh adalah 4,883 gram. Berat kertas saring adalah 1,8
gram.
Berat bersih chitosan = 4,883 gram 1,8 gram
= 3,083 gram
100%
5gr
% Chitosan
61,66%
VII.
PEMBAHASAN
Pada percobaan pembuatan chitosan kali ini, digunakan bahan baku utama
berupa kulit udang. Dipilih bagian kulit karena pada kulit udang ini terkandung
chitin dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan bagian tubuh lainnya.
Sedangkan chitosan sendiri adalah salah satu turunan chitin. Mula-mula kulit udang
dipisahkan dari udangnya, lalu dicuci bersih. Pencucian ditujukan agar kulit udang
terbebas dari kotoran yang mungkin masih melekat pada kulitnya. Setelah
11
Tujuan dari
penggilingan ini adalah agar chitin yang terkandung dalam kulit udang bubuk dapat
lebih cepat bereaksi dengan zat kimia (HCl dan NaOH) dan lepas dari kandungan
chitin tersebut.
Berat kulit udang yang digunakan untuk pembuatan chitosan adalah
sebanyak 5 gram, lalu ditambahkan aquadest sebanyak 300 ml. Pencampuran ini
dilakukan dalam bekergelas. Walau telah dilakukan pencampuran, kedua bahan ini
tidak saling melarut. Pelarutan chitin sebenarnya tergantung dari konsentrasi asam
mineral dan temperatur. Karena itulah, pada saat proses pemanasan temperaturnya
tidak terlalu tinggi dan campuran tidak boleh diaduk terlalu sering karena
dikhawatirkan akan membuat kandungan chitin terlarut dalam aquadest. Proses
pemanasan hanya dilakukan selama 2 menit.
Setelah dipanaskan, larutan ini akan disaring. Slurry yang berupa kulit
udang kemudian dipanaskan kembali dengan ditambah aquadest sebanyak 300 ml.
Setelah itu, larutan ini diukur pH-nya. pH larutan sebesar 10, menunjukkan bahwa
bersifat basa.
Kemudian ditetesi HCl sebanyak 3 tetes hingga pH-nya menjadi 6. Larutan
ini disaring, kemudian ditambahkan dengan aqudest, dan dipanaskan kembali.
Kemudian diukur pH-nya agar menjadi basa dengan ditambah NaOH hingga pHnya menjadi 10. Setelah dilakukan penyaringan, chitosan yang diperoleh
dikeringkan di oven.
Chitosan dalam bentuk powder telah diperoleh. Tetapi, tingkat kemurnian
dari bubuk chitosan yang diperoleh masih diragukan karena dalam percobaan
pembuatan chitosan ini tidak diketahui parameter kimia zat chitosan. Chitosan
kering yang telah diperoleh yaitu sebanyak 3,083 gram. Terjadi penyusutan berat
dari yang awalnya kulit udang sebanyak 5 gram, menjadi 43,083 gram chitosan.
Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya kulit udang yang larut
dalam aquadest dan proses pencucian yang tidak bersih. Bisa juga dikarenakan
12
banyak powder kulit udang yang terbawa pada saat pencucian maupun penyaringan
menggunakan kertas saring. Hal ini bisa dilihat pada kertas saring dimana masih
terdapat slurry udang yang tak bisa diambil dan masih tertinggal. Selain itu, larutan
hasil dari proses penyaringan juga warnanya masih tampak keruh.
Sebagaimana kita ketahui, ada tiga rangkaian proses dalam pembuatan
chitosan dari chitin yaitu demineralisasi, deproteinasi dan terakhir adalah
deasetilasi. Bahan baku utama yang akan digunakan harus dihilangkan kandungan
mineral (demineralisasi) dengan cara dipanaskan pada pH yang asam. Untuk itu
pada percobaan ini ditambahkan senyawa asam pekat berupa Asam Klorida (HCl).
Karena organisme laut sangat kaya akan mineral maka kandungan mineral harus
dihilangkan terlebih dahulu. Proses selanjutnya ialah dihilangkan proteinnya
(deproteinasi) dengan cara dipanaskan pada tempat yang sama pada pH 11. Untuk
itu pada percobaan ini ditambahkan senyawa basa kuat yaitu Natrium Hidroksida
(NaOH). Hasilnya dari proses ini adalah diperoleh bahan yang disebut dengan
chitin yang masih harus diproses untuk mendapatkan chitosan yang lebih murni.
Proses berikutnya adalah deasetilasi. Proses ini diperlukan pada proses
pembuatan chitosan ini karena di dalam struktur chitin yang terkandung dalam kulit
udang, terdapat gugus asetil. Gugus ini harus dibuang dan digantikan dengan gugus
NH2.
Setelah
proses
deasetilasi
dilakukan,
campuran
disaring
dengan
13
3.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Manfaat Enzim Papain Dalam Industri. http://www.bimbingan.
org/manfaat-enzim.htm. 4 Maret 2014
Anonim. 2013. Enzim Papin dan Fungsinya. http://indobeta.com/enzim-papaindan-fungsinya/13600/
14
Arsih,
Umi.
2013.
Pembuatan
VCO
secara
Enzimatis.
http://umiarsih.
wordpress.com/2013/10/08/pembuatan-vco-virgine-coconut-oil-secaraenzimatis-menggunakan-nanas/
Prawirahartono, S. 2003. Pelajaran SMA Biologi. .Erlanga , Jakarta
Ratna,
Djuita.
Penuntun
parktikum
15
Mikrobiologi
.2000.
Laboratorium