PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat produksi merupakan tempat yang digunakan untuk kegiatan penanganan
dan tempat untuk memproses suatu produk, baik itu produk yang berasal dari hewan
maupun yang bukan berasal dari hewan seperti tumbuhan, dan lain-lain. Salah satu
tujuan dari penjaminan hygiene dan sanitasi di tempat produksi produk hewan yaitu
untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi, dengan memperhatikan aspek produk
yang aman, sehat, utuh, dan halal (asuh) dari produk hewan yang pangan maupun non
pangan. Produk hewan non pangan merupakan semua bahan pangan yang berasal dari
hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan dan
kegunaan lain untuk kebutuhan manusia.
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauaan terbesar di dunia yang
wilayah perairan lautnya meliputi 5,8 juta km 2 atau 70% dari wilayah territorialnya,
serta mempunyai panjang garis pantai sekitar 81.000 km (Dahuri et. al , 2001).
Dengan demikian, Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam laut baik hayati
maupun non hayati yang sangat besar. Salah satu potensi sumber daya alam laut yang
baik salah satunya yaitu mutiara. Mutiara merupakan suatu benda keras yang
diproduksi di dalam jaringan lunak (khususnya mantel) dari moluska hidup. Mutiara
yang ideal adalah yang berbentuk sempurna bulat dan halus. Mutiara alami
berkualitas terbaik telah sangat dihargai sebagai batu permata dan objek keindahan
selama berabad-abad. Dalam pengembangan budidaya mutiaara, salah satu syarat
utama yang sangat penting adalah kesesuaian lokasi budidaya. Lautan di NTT sangat
cocok sebagai tempat untuk membudidayakan mutiara tersebut. Oleh karena itu untuk
menjamin pemanfaatan sumber daya perairan pantai secara berkelanjutan bagi
pengembangan budidaya mutiara, maka perlu dilakukan penelitian tentang
penjaminan higiene dan sanitasi di tempat budidaya mutiara
Salah satu faktor penentu tingkat keberhasilan suatu usaha produksi produk
hewan non pangan seperti muatiara, sangan berhubungan erat dengan penjaminan
higiene dan sanitasi produk hasil hewan non pangan yang perlu di terapkan dalam
sebuah tempat budidaya. Hal hal yang berhubungan dengan penjaminan hygiene
1 | Page
dan sanitasi lingkungan yang perlu diperhatikan dalam sebuag tempat budidaya yaitu
praktek produksi dan cara produksi yang sesuai dengan standar untuk tingkat sanitasi
dan higiene mutu produk hewan, sumber dan tingkat kontaminasi pada tempat
produksi, pengelola atau pekerja yang mampu memahami dan mengikuti praktek
produksi yang distandarkan, kebersihan pekerja, fasilitas, dan peralatan yang sesuai,
dan kebersihan lingkungan dan penanganan limbah yang perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinyan pencemaran lingkungan disekitar tempat budidaya
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang penjaminan higiene dan sanitasi di
tempat produksi terutama produk hewan non pangan seperti di PT. Timor Otsuki
Mutiara.
1.3 Manfaat
1.3.1 Pembaca :
a) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi masyarakat dan
para pekerja di tempat budidaya, khususnya untuk pekerja di tempat
budidaya lainnya untuk selalu memperhatikan penjaminan higiene dan
sanitasi yang baik di lingkungan tempat produksi produk hewan non
1.3.2
: Animalia
: Mollusca
Klas
: Pellecypoda
Ordo
: Anysomyaria
Famili
: Pteridae
Genus
: Pinctada
maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada martensii. Sebagai jenis yang ukuran terbesar
adalah Pinctada maxima. Untuk membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan
pengamatan morfologi, seperti warna cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre),
ukuran serta bentuk.
2.1.2. Morfologi
Kulit mutiara (Pinctada maxima) ditutupi oleh sepasang kulit tiram (Shell,
cangkan), yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan kulit
sebelah kiri agak cembung. Specie ini mempunyai diameter dorsal-ventral dan anteriorposterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan
panjang semacam engsel berwarna hitam. Yang berfungsi untuk membuka dan menutup
cangkang. (Winarto, 2004).
Cangkang tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar
ini juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (Ca CO3) dalam bentuk kristal argonit
yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit yang merupakan pembentuk
lapisan seperti prisma pada cangkang.
2.1.3. Anatomi
Tubuh tiram mutiara terbagi atas tiga bagian yaitu : Bagian kaki, mantel, dan
organ dalam. Kaki merupakan salah satu bagian tubuh yang bersifat elastis terdiri dari
susunan jaringan otot yang dapat merenggang/memanjang sampai tiga kali dari keadaan
normal. Kaki ini berfungsi sebagai alat bergerak hanya pada masa mudanya sebelum hidup
menetap pada substrat (Mulyanto,1987) dan juga sebagai alat pembersih. Pada bagian kaki
terdapat bysus, yaitu suatu bagian tubuh yang bentuknya seperti rambut atau serat,
berwarna hitam dan berfungsi sebagai alat untuk menempel pada suatu substrat yang di
sukai.
2.2 Lokasi Usaha
Ketepatan pemilihan lokasi merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tiram
mutiara. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
budidaya, yaitu :
4 | Page
2.2.1.4 Salinitas
Dilihat dari habitatnya, tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang
tinggi. Tiram mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt untuk jangka waktu yang
pendek, yaitu 2-3 hari. Pemilihan lokasi sebaiknya di perairan yang memiliki salinitas
5 | Page
antara 32-35 ppt. Kondisi ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram
mutiara.
2.2.1.5 Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di
dalam air. Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar 25-30
0C. Suhu air pada kisaran 27 31 0C juga dianggap layak untuk tiram mutiara.
2.2.1.6 Kecerahan
Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air.
Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang
(Winanto, et. al. 1988). Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan
terbuka lebar apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk pemeliharaan tiram
mutiara sebaiknya kecerahan air antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut,
maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk tiram harus
dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada.
2.2.1.7 pH
Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan tiram pinctada maxima berkisar
antara 7,8- 8,6 pH agar tiram mutiara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada
prinsipnya, habitat tiram mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram
tidak akan dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas tiram akan
meningkat pada pH 6,75 pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5.
2.2.1.8 Oksigen
Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan
perkembangannya. Tiram mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan
oksigen terlarut berkisar 5,2-6,6 ppm. Pinctada maxima untuk ukuran 40-50 mm
mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50 60 mm mengkonsumsi oksigen
sebanyak 1,650 l/l, untuk ukuran 60 70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.
2.2.1.9 Parameter lain
6 | Page
1) Fosfat Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari batas toleransi akan mengakibatkan
tiram mutiara mengalami hambatan pertumbuhan. Fosfat pada kisaran 0,1001-0,1615 g/l
merupakan batasan yang layak untuk normalitas hidup dan pertumbuhan organisme
budidaya. Lokasi budidaya dengan fosfat berkisar antara 0,16-0,27 g/l merupakan
kandungan fosfat yang baik untuk budidaya mutiara.
2) Nitrat Kisaran nitrat yang layak untuk organisme yang dibudidayakan sekitar 0,25250,6645 mg/l dan nitrit sekitar 0,5-5 mg/l. Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat mengakibatkan
stres dan bahkan kematian pada organisme yang dipelihara.
3) Amoniak Batas toleransi organisma akuatik terhadap amoniak berkisar antara 0,4-3,1
g/l. Pada kisaran yang lebih tinggi dari angka tersebut dapat mengakibatkan gangguan
pernafasan dan akhirnya mengakibatkan kematian pada organisme. Pemilihan lokasi juga
harus terhindar dari polusi dan pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal dari
limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Pencemaran air akan
mengakibatkan kematian, baik spat maupun induk tiram mutiara. Selain itu kegiatan mulai
dari pembenihan sampai dengan budidaya induk tiram dapat dipilih lokasi di sekitar pantai
yang berdekatan dengan lokasi tempat tinggal pengelola usaha budidaya. Hal ini untuk
kemudahan dalam pengangkutan dan pemindahan induk tiram mutiara, sehingga
mengurangi risiko kerugian akibat kematian.
2.2.2 Faktor Risiko
2.2.2.1 Pencemaran
Lokasi budidaya tiram mutiara harus berada di lokasi yang bebas dari
pencemaran, misalnya limbah rumah tangga, pertanian, maupun industri. Limbah rumah
tangga dapat berupa deterjen, zat padat, berbagai zat beracun, dan patogen yang
menghasilkan berbagai zat beracun. Pencemaran yang berasal dari kegiatan pertanian
berupa kotoran hewan, insektisida, dan herbisida akan membahayakan kelangsungan hidup
tiram mutiara.
2.2.2.2 Manusia
7 | Page
Pencurian dan sabotase merupakan faktor yang juga perlu dipertimbangkan dalam
menentukan lokasi budidaya mutiara. Risiko ini terutama pada saat akan panen atau setelah
satu tahun penyuntikan inti mutiara bulat (nucleus).
2.3. Siklus Hidup dan Reproduksi
Tiram mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus
tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel
reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal
perkembangan gonad. Fenomena sex reversal pada tiram mutiara (Pinctada maxima)
menunjukan bahwa jenis kelamin pada tiram teryata tidak tetap.
Bentuk gonad tebal menggembung pada kondisi matang penuh, gonat menutupi
organ dalam (seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali bagian kaki pada fase awal, gonad
jantan dan betina secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna krem
kekuningan. Namun, setelah fase matang penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada maxima)
jantan berwarna putih krem, sedangkan betina berwarna kuning tua. Pada tiram Pinctada
fucata warna gonad ini terjadi sebaliknya.
Menurut Winanto (2004) bahwa, Tingkat kematangan gonad tiram mutiara
dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :
berwarna oranye pucat. Rongga kosong, sel berwarna kekuningan (lemak). Pada fase
ini sangat sulit untuk dibedakan.
8 | Page
gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan inti
belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60 m x 47,5 m.
Pada musim tertentu, induk tiram mutiara di alam yang telah dewasa akan bertelur.
Kemudian, telur-telur tersebut akan di buahi oleh sel kelamin jantan (sperma). Pembuhan
terjadi secara eksternal didalam air. Telur yang telah di buahi akan mengalami perubahan
bentuk. Mula-mula terjadi penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan
awal proses pembelahan sel, dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase
trocofor. Dengan bantuan bulu-bulu getar, trocofor akan berkembang menjadi veliger (larva
berbentuk D) yang ditandai dengan tumbuhnya organ mulut dan pencernaan. Pada tahap ini
larva sudah mulai makan dan tubuhnya telah di tutupi cangkang tipis. Perkembangan
selanjutnya adalah tumbuh vilum, pada fase ini biasanya larva sangat sensitif terhadap
cahaya dan sering dipermukaan air. Selama fase planktonis, larva biasanya berenang
dengan menggunakan bulu-bulu getar atau hanyut dalam arus air.
Dengan tumbuhnya vilum larva memasuki stadia umbo, kemudian secara bertahap
cangkang juga ikut berkembang. Bentuk cangkangnya sama mantel sudah berfungsi secara
permanen. Kemudian selanjutnya menjadi podifeliger yang di ikuti tumbuhnya kaki
9 | Page
10 | P a g e
Isocrysis galbanai dan Pavlova lutheri dapat dipelihara 5-10 hari dan Chaetoseros sp dapat
dipelihara selama 5-12 hari.
Pemeliharaan berikut masih dalam skala laboratorium pada volume 3-5 liter dengan
waktu pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana 4-6 hari untuk Chaetoceros sedangkan
untuk Pavlova lutheri sama dengan Isocrysis galbana. Kultur skala laboratorium ini
dimaksudkan untuk menyediakan inokulum untuk pembenihan skala semi-masal atau skala
30-80 liter.
Berikut ini adalah kepadatan optimum beberapa jenis plankton :
a. Isocrysis galbana
b. Pavlova lutheri
c. Tetraselmis tetrathele
d. Chaetoceros sp.
11 | P a g e
a) Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga
kesehatan tiram,
b) Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan tiram
tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin,
c) Lokasi bodi daya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan
d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.
2.6 Sterilisasi Alat dan Bahan
2.6.1 Sterilisasi Alat dan Bahan Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Dalam keberhasilan usaha budidaya salah satu hal yang tidah dapat diabaikan adalah
kebersihan wadah yang digunakan. Sterilisasi wadah yang akan digunakan baik wadah
pemijahan, penetesan telur serta pemeliharaan larva dan spat. Alat dan bahan ini dicuci
sampai benar-benar bersih, baik kotoran yang menempel berbentuk fisik maupun
organisme jenis hama penempel pada wadah pemeliharaan. Kegiatan pencucian wadah ini
dengan tujuan untuk membersihkan semua jenis pathogen. Pencucian ini dengan
menggunakan air laut dengan cara menyiram secara merata pada seluruh wadah
pembenihan, kemudian menggosok seluruh bagian wadah tersebut dengan menggunakan
spon, setelah itu dibilas dengan air laut. Cara mencuci wadah yang dianggap adanya
organisme penempel dilakukan dengan menaburkan secara merata garam yodium kedalam
wadah, ini hanya dilakukan pada bak pemeliharaan larva dan spat yang bervolume 5 ton
Setelah beberapa menit baru kembali dibilas dengan air laut.
2.6.2 Sterilisasi Alat dan Bahan Kultur Pakan Alami
Sterilisasi alat dan bahan untuk media tumbuh kultur phytoplankton ini dilakukan
dengan cara menggunakan air panas dengan autoclave, bahan kimia dan dengan
menggunakan oven (hotplate). Dalam hal ini menurut Isnasetyo dan Kurniastuty (1995)
bahwa, sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain: sterilisasi dengan
autoclave, sterilisasi basah, sterilisasi dengan bahan kimia, sterilisasi dengan penyaringan
dan sterilisasi dengan sinar ultra violet. Di CV. Duta Aru Indah, sterilisasi ini hanya
digunakan tiga metode karena proses dan hasilnya tidak berbeda jauh dengan metode
sterilisasi lainnya.
12 | P a g e
melewati filterisasi, selanjutnya air laut ini disterilisasi dengan cara direbus sampai
mendidih (sterilisasi basah). Kemudian air laut tersebut di tampung dalam sebuah wadah
tertutup dan didinginkan. Setelah air media tersebut dingin, lalu disaring dengan
menggunakan saringan kertas saring atau tissue sebelum digunakan sebagai media kultur
phytoplankton. Sterilisasi alat dan bahan ini dimaksudkan agar supaya membunuh bakteri,
protozoa ataupun organisme lain yang dapat menggagu pertumbuhan phytoplankton
nantinya serta untuk mencega terjadinya kontaminasi antara jenis phytoplankton.
BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Survei Penjaminan Higiene dan Sanitasi :
Tempat
: PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang di Bolok
14 | P a g e
Waktu
: Sabtu, 5 Maret 2016 Pukul 09.30 11.00 WITA
3.2 Materi :
Surat Pengantar Izin Survei di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang
Anggota Kelompok :
1. Maria Asti S. R Rafe
2. Annania K. G Medja
3. Ervin Elmavudz
Narasumber :
1. Pak Makri
2. Petugas laboratorium
3. Pekerja PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang
Peralatan tulis
Kamera ( Dokumentasi )
Kendaraan
3.3 Metode :
1. Metode survei yang dilakukan di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang tentang
penjaminan higiene dan sanitasi di tempat produksi adalah wawancara
narasumber dan observasi disertai dokumentasi lokasi tersebut.
2. Wawancara dilakukan pada narasumber dengan daftar pertanyaan yang telah
disiapkan anggota kelompok berdasarkan kriteria penilaian
3. Observasi di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang
4. Dokumentasi dilakukan menggunakan kamera setelah mendapat izin dari petugas
yang bersangkutan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kriteria penilaian Penjaminan Higiene dan Sanitasi di PT. Timor Otsuki
1.
a.
b.
Mutiara Kupang :
PRAKTEK PRODUKSI
Manusia / Pengelolah Produksi / Pekerja
Sebelum melakukan pekerjaannya, petugas laboratorium wajib mencuci
Pekerja menggunakan masker
Fasilitas
Sumber air
Air Laut
tangan
15 | P a g e
Air yang berasal dari laut disaring pada filter pasir. Filter pasir
yang digunakan berukuran 5 mikron, 1 mikron, dan 0.2 mikron.
Air Tawar
Air tawar yang digunakan disimpan dalam tank.
Kebersihan toilet yang dijaga dengan baik oleh para pekerja
Sarana cuci tangan untuk pekerja
c. Peralatan
Peralatan pekerja sebelum dan setelah digunakan dicuci dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk. Selain itu batang pengaduk juga dipanaskan dengan
air panas untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan peralatan juga
ditutup dengan alumanium foil. Sedangkan wadah budidaya kerang dicuci
menggunakan bayclin 5-10 ml (2-3 tutup botol), spons pencuci dan disikat hingga
bersih. Penggunaan alkohol untuk desinfektan alat setelah peralatan tersebut
dicuci.
d. Lingkungan
Lokasi PT. Timor Otsuki Mutiara yang jauh dari pemukiman penduduk dan
pengolahan limbah cair yaitu air laut yang dialirkan melalui selokan menuju ke
bak penampungan.
2. CARA PRODUKSI
Proses Alur Produksi
o Pemilihan bahan baku
Pemilihan kerang yang digunakan sebagai indukan melalui seleksi dengan
identifikasi sperma dan ovum yang unggul kemudian dilakukan fertilisasi.
o Penggunaan bahan tambahan pangan
Plankton yang digunakan untuk pakan kerang. Selain itu juga
ditambahkan ampicillin sebagai antibiotic, vitamin mix dan air gelas untuk
pakan kerang.
o Pengolahan
Setelah difertilisasi, kerang yang dibudidayakan disimpan pada
wadah budidaya selama 1,5 bulan kemudian dilepas dilautan sehingga dapat
menghasilkan mutiara. Kerang yang dibudidaya di laut akan menghasilkan
mutiara selama kurun waktu 3 tahun. Jenis mutiara yang dihasilkan PT.
Timor Otsuki Mutiara yaitu mutiara silver dan mutiara golden. Setiap panen
kerang dengan jumlah 50.000 ekor akan menghasilkan mutiara 50.000 butir.
16 | P a g e
o Pengangkutan
Mutiara yang dihasilkan oleh PT.Timor Otsuki Mutiara kemudian
dikirim ke kantor pusat di Jakarta dan selanjutnya diekspor ke Jepang. Tidak
semua bibit kerang dibudidaya di laut Timor, sebagian bibit kerang dikirim
ke Sulawesi ( Palu ) , Bali, dan Flores ( Alor dan Flores Timur ). Sebelum
dikirim wadah budidaya dalam bentuk kolektor dilakukan pengemasan dalam
kotak yang didalamnya terdapat handuk, es batu, dan plastik untuk menjaga
kelembapan. Mobil pengangkutan digunakan untuk mengirim kerang
budidaya tersebut melalui kargo khusus pengangkutan.
4.2 Pembahasan
Tempat produksi merupakan tempat yang dikhususkan untuk kegiatan
penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap produk hewan yang
ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi, dengan memperhatikan
aspek produk yang aman, sehat, utuh, dan halal (asuh).
Produk Hewan non Pangan merupakan semua bahan pangan yang berasal
dari hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan,
farmakoseutika, pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan
dan kemaslahatan manusia.
Kriteria penilaian Penjaminan Higiene dan Sanitasi di PT. Timor Otsuki
Mutiara Kupang :
1. PRAKTEK PRODUKSI
Praktek produksi yang tidak sesuai standar dapat menurunkan tingkat
sanitasi dan higiene mutu produk hewan rendah
Kasus keracunan/gangguan konsumen
Penurunan kualitas
Pengaruh masa simpan
Kerugian
Diagram alir yang jelas berupa penerimaan, penyimpanan, penyiapan,
pengolahan, dan penyajian. Di setiap tahap pada diagram alir memungkinkan
terjadinya kontaminasi. Sumber Kontaminasi pada Tempat Produksi :
a) Manusia/ Pengolah/ Pekerja
Memahami dan mengikuti praktek produksi yang distandarkan
17 | P a g e
b)
lingkungan pekerja.
Peralatan
Peralatan harus bersih dan higienis setiap kali akan digunakan
Proses pembersihan sebelum dan setelah produksi
Bahan sanitizer dan desinfektan yang aman
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara
Kupang, peralatan pekerja sebelum dan setelah digunakan dicuci dengan
sabun dan dikeringkan dengan handuk. Selain itu batang pengaduk juga
18 | P a g e
proses alur produksi mutiara di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang adalah :
o Pemilihan bahan baku
Pemilihan kerang yang digunakan sebagai indukan melalui seleksi dengan
identifikasi sperma dan ovum yang unggul kemudian dilakukan fertilisasi.
o Penggunaan bahan tambahan pangan
Plankton yang digunakan untuk pakan kerang. Selain itu juga
ditambahkan ampicillin sebagai antibiotic, vitamin mix dan air gelas untuk
pakan kerang.
o Pengolahan
19 | P a g e
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
20 | P a g e
Effendi, Hefni. 2000. Telaah Kualitas Air. Bogor: Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Mulyanto. 1970. Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia. Jakarta : Diklat Ahli
Usaha Perikanan.
Noriwari, Yohanes. 2004. Manajemen Usaha Pembenihan Tiram Mutiara. Jakarta : PSTA STP.
Nurhijriani. 2005. Teknik dan Manajemen Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima) di
LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat (NTB). Jakarta : PSTA.
Poto, L, M,. 2002. Studi. Teknis Budidaya dan Kajian Penanganan Inti Mutiara Bulat pada
Tiram Mutiara. Jakarta : PSTA STP.
Sutaman, 1992. Teknik Budidaya Mutiara, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Winanto, 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Depok.: Penebar Swadaya.
LAMPIRAN FOTO
No
Gambar
Keterangan
22 | P a g e
1.
2.
23 | P a g e
2.
3.
3. Desinfektan untuk
peralatan pekerja
4. Sabun cair
yangdigunakan untuk
mencuci peralatan
pekerja
5. Handuk yang digunakan
untuk mengeringkan
tangan pekerja
24 | P a g e
4.
5.
Sikat
Spons
Ruangan Pemeriksaan
Kerang Jantan dan Betina
unggul untuk dibudidayakan
sehingga dapat menghasilkan
mutiara
25 | P a g e
6.
7.
8.
9.
26 | P a g e
10.
Sumber Air
6. Air Laut
7. Air Tawar
11.
12.
27 | P a g e
13.
14.
Ampicillin digunakan
sebagai antibiotic yang
dimasukkan dalam plankton
28 | P a g e
15.
16.
Thermometer yang
digunakan untuk mengukur
suhu ruangan
17.
29 | P a g e
18.
Mobil pengangkutan
30 | P a g e
19.
Kotak Penyimpanan
Kerang hasil
budidaya yang akan
dikirim ke Bali,
Sulawesi, dan
Adonara
Plastik dan Es batu
juga digunakan untuk
bahan packing kerang
untuk menjaga
kelembapan.
31 | P a g e
20.
21.
32 | P a g e
22.
Golden
Silver
33 | P a g e