Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tempat produksi merupakan tempat yang digunakan untuk kegiatan penanganan
dan tempat untuk memproses suatu produk, baik itu produk yang berasal dari hewan
maupun yang bukan berasal dari hewan seperti tumbuhan, dan lain-lain. Salah satu
tujuan dari penjaminan hygiene dan sanitasi di tempat produksi produk hewan yaitu
untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi, dengan memperhatikan aspek produk
yang aman, sehat, utuh, dan halal (asuh) dari produk hewan yang pangan maupun non
pangan. Produk hewan non pangan merupakan semua bahan pangan yang berasal dari
hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan dan
kegunaan lain untuk kebutuhan manusia.
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauaan terbesar di dunia yang
wilayah perairan lautnya meliputi 5,8 juta km 2 atau 70% dari wilayah territorialnya,
serta mempunyai panjang garis pantai sekitar 81.000 km (Dahuri et. al , 2001).
Dengan demikian, Indonesia mempunyai potensi sumber daya alam laut baik hayati
maupun non hayati yang sangat besar. Salah satu potensi sumber daya alam laut yang
baik salah satunya yaitu mutiara. Mutiara merupakan suatu benda keras yang
diproduksi di dalam jaringan lunak (khususnya mantel) dari moluska hidup. Mutiara
yang ideal adalah yang berbentuk sempurna bulat dan halus. Mutiara alami
berkualitas terbaik telah sangat dihargai sebagai batu permata dan objek keindahan
selama berabad-abad. Dalam pengembangan budidaya mutiaara, salah satu syarat
utama yang sangat penting adalah kesesuaian lokasi budidaya. Lautan di NTT sangat
cocok sebagai tempat untuk membudidayakan mutiara tersebut. Oleh karena itu untuk
menjamin pemanfaatan sumber daya perairan pantai secara berkelanjutan bagi
pengembangan budidaya mutiara, maka perlu dilakukan penelitian tentang
penjaminan higiene dan sanitasi di tempat budidaya mutiara
Salah satu faktor penentu tingkat keberhasilan suatu usaha produksi produk
hewan non pangan seperti muatiara, sangan berhubungan erat dengan penjaminan
higiene dan sanitasi produk hasil hewan non pangan yang perlu di terapkan dalam
sebuah tempat budidaya. Hal hal yang berhubungan dengan penjaminan hygiene
1 | Page

dan sanitasi lingkungan yang perlu diperhatikan dalam sebuag tempat budidaya yaitu
praktek produksi dan cara produksi yang sesuai dengan standar untuk tingkat sanitasi
dan higiene mutu produk hewan, sumber dan tingkat kontaminasi pada tempat
produksi, pengelola atau pekerja yang mampu memahami dan mengikuti praktek
produksi yang distandarkan, kebersihan pekerja, fasilitas, dan peralatan yang sesuai,
dan kebersihan lingkungan dan penanganan limbah yang perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinyan pencemaran lingkungan disekitar tempat budidaya
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui dan memahami tentang penjaminan higiene dan sanitasi di
tempat produksi terutama produk hewan non pangan seperti di PT. Timor Otsuki
Mutiara.
1.3 Manfaat
1.3.1 Pembaca :
a) Penelitian ini diharapkan menjadi bahan informasi bagi masyarakat dan
para pekerja di tempat budidaya, khususnya untuk pekerja di tempat
budidaya lainnya untuk selalu memperhatikan penjaminan higiene dan
sanitasi yang baik di lingkungan tempat produksi produk hewan non
1.3.2

pangan, khususnya pada tempat budidaya mutiara.


Penulis :
a) Sebagai salah satu tugas mata kuliah kesehatan masyarakat veteriner dan
sebagai salah satu syarat untuk mengikuti praktikum Kesehatan
Masyarakat Veteriner selanjutnya.
b) Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penjaminan higiene
dan sanitasi di tempat produksi produk hewan non pangan, khususnya
ditempat budidaya mutiara.
c) Untuk mengetahui informasi seputar lokasi di tempat produksi budidaya
mutiara di PT Timor Otsuki Mutiara (PT. TOM) yang berhubungan dengan
penjaminan higiene, dan sanitasi di tempat produksi tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tiram Mutiara (Pinctada maxima)


2 | Page

Mengetahui tentang biologi reproduksi tiram mutiara sangat dibutuhkan untuk


mengembangkan industri budidaya. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk
mengembangkan teknik pembenihan dan perbaikan teknik penempatan inti mutiara bulat.
Selain itu, dapat mengenal jenis tiram mutiara yang berkualitas baik, memahami siklus
serta reproduksi dari tiram mutiara (Pinctada maxima) tersebut.
2.1.1 Klasifikasi
Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum ini terdiri atas 6 klas yaitu:
Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau Pellecypoda,
seaphopoda, dan Cephalopoda (Mulyanto, 1987). Tiram merupakan hewan yang
mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris. Hewan ini tidak bertulang
belakang dan bertubuh lunak (Philum mollusca).
Klasifikasi tiram mutiara menurut mulyanto (1987) dan Sutaman(1993) adalah
sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Sub kingdom : Invertebrata


Philum

: Mollusca

Klas

: Pellecypoda

Ordo

: Anysomyaria

Famili

: Pteridae

Genus

: Pinctada

Spesies : Pinctada maxima (Jameson 1901)


Menurut Dwiponggo (1976), jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia
adalah: Pintada maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada chimnitzii, dan
Pteria penguin. Di beberapa daerah Pinctada fucata dikenal juga sebagai Pinctada
martensii. Sebagai penghasil mutiara terpenting adalah tiga spesies, yaitu, Pinctada
3 | Page

maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada martensii. Sebagai jenis yang ukuran terbesar
adalah Pinctada maxima. Untuk membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan
pengamatan morfologi, seperti warna cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre),
ukuran serta bentuk.
2.1.2. Morfologi
Kulit mutiara (Pinctada maxima) ditutupi oleh sepasang kulit tiram (Shell,
cangkan), yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan kulit
sebelah kiri agak cembung. Specie ini mempunyai diameter dorsal-ventral dan anteriorposterior hampir sama sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan
panjang semacam engsel berwarna hitam. Yang berfungsi untuk membuka dan menutup
cangkang. (Winarto, 2004).
Cangkang tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar
ini juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (Ca CO3) dalam bentuk kristal argonit
yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit yang merupakan pembentuk
lapisan seperti prisma pada cangkang.
2.1.3. Anatomi
Tubuh tiram mutiara terbagi atas tiga bagian yaitu : Bagian kaki, mantel, dan
organ dalam. Kaki merupakan salah satu bagian tubuh yang bersifat elastis terdiri dari
susunan jaringan otot yang dapat merenggang/memanjang sampai tiga kali dari keadaan
normal. Kaki ini berfungsi sebagai alat bergerak hanya pada masa mudanya sebelum hidup
menetap pada substrat (Mulyanto,1987) dan juga sebagai alat pembersih. Pada bagian kaki
terdapat bysus, yaitu suatu bagian tubuh yang bentuknya seperti rambut atau serat,
berwarna hitam dan berfungsi sebagai alat untuk menempel pada suatu substrat yang di
sukai.
2.2 Lokasi Usaha
Ketepatan pemilihan lokasi merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tiram
mutiara. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi
budidaya, yaitu :
4 | Page

2.2.1. Faktor Ekologi


Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram,
diantaranya kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme. Batasan faktor ekologi
yang dapat digunakan untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah :
2.2.1.1 Lokasi
Lokasi usaha untuk budidaya tiram mutiara ini berada di perairan laut yang tenang.
Pemilihan lokasi pembenihan maupun budidaya berada dekat pantai dan terlindung dari
pengaruh angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi dengan arus tenang dan
gelombang kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan air dan stress fisiologis yang
akan mengganggu kerang mutiara, terutama induk.
2.2.1.2 Dasar
Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir. Lokasi yang terdapat
pecahan-pecahan karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai untuk melakukan
budidaya tiram mutiara.
2.2.1.3 Arus
Arus tenang merupakan tempat yang paling baik, hal ini bertujuan untuk
menghindari teraduknya pasir perairan yang masuk ke dalam tiram dan mengganggu
kualitas mutiara yang dihasilkan. Pasang surut air juga perlu diperhatikan karena pasang
surut air laut dapat menggantikan air secara total dan terus-menerus sehingga perairan
terhindar dari kemungkinan adanya limbah dan pencemaran lain.

2.2.1.4 Salinitas
Dilihat dari habitatnya, tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang
tinggi. Tiram mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt untuk jangka waktu yang
pendek, yaitu 2-3 hari. Pemilihan lokasi sebaiknya di perairan yang memiliki salinitas
5 | Page

antara 32-35 ppt. Kondisi ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram
mutiara.
2.2.1.5 Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di
dalam air. Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar 25-30
0C. Suhu air pada kisaran 27 31 0C juga dianggap layak untuk tiram mutiara.
2.2.1.6 Kecerahan
Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air.
Lama penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang
(Winanto, et. al. 1988). Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan
terbuka lebar apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk pemeliharaan tiram
mutiara sebaiknya kecerahan air antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut,
maka proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk tiram harus
dipelihara di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada.
2.2.1.7 pH
Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan tiram pinctada maxima berkisar
antara 7,8- 8,6 pH agar tiram mutiara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada
prinsipnya, habitat tiram mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram
tidak akan dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas tiram akan
meningkat pada pH 6,75 pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5.
2.2.1.8 Oksigen
Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan
perkembangannya. Tiram mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan
oksigen terlarut berkisar 5,2-6,6 ppm. Pinctada maxima untuk ukuran 40-50 mm
mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50 60 mm mengkonsumsi oksigen
sebanyak 1,650 l/l, untuk ukuran 60 70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.
2.2.1.9 Parameter lain
6 | Page

1) Fosfat Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari batas toleransi akan mengakibatkan
tiram mutiara mengalami hambatan pertumbuhan. Fosfat pada kisaran 0,1001-0,1615 g/l
merupakan batasan yang layak untuk normalitas hidup dan pertumbuhan organisme
budidaya. Lokasi budidaya dengan fosfat berkisar antara 0,16-0,27 g/l merupakan
kandungan fosfat yang baik untuk budidaya mutiara.
2) Nitrat Kisaran nitrat yang layak untuk organisme yang dibudidayakan sekitar 0,25250,6645 mg/l dan nitrit sekitar 0,5-5 mg/l. Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat mengakibatkan
stres dan bahkan kematian pada organisme yang dipelihara.
3) Amoniak Batas toleransi organisma akuatik terhadap amoniak berkisar antara 0,4-3,1
g/l. Pada kisaran yang lebih tinggi dari angka tersebut dapat mengakibatkan gangguan
pernafasan dan akhirnya mengakibatkan kematian pada organisme. Pemilihan lokasi juga
harus terhindar dari polusi dan pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal dari
limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Pencemaran air akan
mengakibatkan kematian, baik spat maupun induk tiram mutiara. Selain itu kegiatan mulai
dari pembenihan sampai dengan budidaya induk tiram dapat dipilih lokasi di sekitar pantai
yang berdekatan dengan lokasi tempat tinggal pengelola usaha budidaya. Hal ini untuk
kemudahan dalam pengangkutan dan pemindahan induk tiram mutiara, sehingga
mengurangi risiko kerugian akibat kematian.
2.2.2 Faktor Risiko
2.2.2.1 Pencemaran
Lokasi budidaya tiram mutiara harus berada di lokasi yang bebas dari
pencemaran, misalnya limbah rumah tangga, pertanian, maupun industri. Limbah rumah
tangga dapat berupa deterjen, zat padat, berbagai zat beracun, dan patogen yang
menghasilkan berbagai zat beracun. Pencemaran yang berasal dari kegiatan pertanian
berupa kotoran hewan, insektisida, dan herbisida akan membahayakan kelangsungan hidup
tiram mutiara.
2.2.2.2 Manusia

7 | Page

Pencurian dan sabotase merupakan faktor yang juga perlu dipertimbangkan dalam
menentukan lokasi budidaya mutiara. Risiko ini terutama pada saat akan panen atau setelah
satu tahun penyuntikan inti mutiara bulat (nucleus).
2.3. Siklus Hidup dan Reproduksi
Tiram mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus
tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel
reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal
perkembangan gonad. Fenomena sex reversal pada tiram mutiara (Pinctada maxima)
menunjukan bahwa jenis kelamin pada tiram teryata tidak tetap.
Bentuk gonad tebal menggembung pada kondisi matang penuh, gonat menutupi
organ dalam (seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali bagian kaki pada fase awal, gonad
jantan dan betina secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna krem
kekuningan. Namun, setelah fase matang penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada maxima)
jantan berwarna putih krem, sedangkan betina berwarna kuning tua. Pada tiram Pinctada
fucata warna gonad ini terjadi sebaliknya.
Menurut Winanto (2004) bahwa, Tingkat kematangan gonad tiram mutiara
dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :

Fase I : Tahap tidak aktif/salin/istrahat (Inactife/spent/resting)


Kondisi gonad mengecil dan bening transparan dalam beberapa kasus, gonad

berwarna oranye pucat. Rongga kosong, sel berwarna kekuningan (lemak). Pada fase
ini sangat sulit untuk dibedakan.

Fase II : Perkembangan/pematangan (Developing/maturing)


Warna transparan hanya terdapat pada bagian tertentu, material gametogenetik
(sel kelamin) mulai ada dalam gonad sampai mencapai fase lanjut, gonad mulai
menyebar di sepanjang bagian posterior disekitar otot refraktor dan lebih jelas lagi
dibagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang disepanjang dinding katong

8 | Page

gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan inti
belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60 m x 47,5 m.

Fase III : Matang (Mature)


Gonad tersebar merata hampir keseluruh jaringan organ, biasanya
berwarna krem kekuningan. Oocyt berbentuk seperti buah pir dengan ukuran 68 x

50 m dan inti berukuran 25 m.


Fase IV : Matang penuh/memijah sebagian (Fully maturation/partially spawned)
Gonad menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar
dengan sendirinya atau jika ada sedikit-sedikit trigger (getaran). oosyt bebas dan
terdapat diseluruh dinding kantong. Hampir semua oosyt berbentuk bulat dan

berinti, ukuran oosyt rata-rata 51,7 m.


Fase V : Salin (Spent)
Bagian permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan sedikit
gonad (kelebihan gamet) tertinggal didalam lumen (saluran-saluran didalam organ
reproduksi) pada kantong. Jika ada oosyt maka jumlahnya hanya sedikit dan
bentuknya bulat, ukuran rata-rata oosyt 54,4 m.

Pada musim tertentu, induk tiram mutiara di alam yang telah dewasa akan bertelur.
Kemudian, telur-telur tersebut akan di buahi oleh sel kelamin jantan (sperma). Pembuhan
terjadi secara eksternal didalam air. Telur yang telah di buahi akan mengalami perubahan
bentuk. Mula-mula terjadi penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan
awal proses pembelahan sel, dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase
trocofor. Dengan bantuan bulu-bulu getar, trocofor akan berkembang menjadi veliger (larva
berbentuk D) yang ditandai dengan tumbuhnya organ mulut dan pencernaan. Pada tahap ini
larva sudah mulai makan dan tubuhnya telah di tutupi cangkang tipis. Perkembangan
selanjutnya adalah tumbuh vilum, pada fase ini biasanya larva sangat sensitif terhadap
cahaya dan sering dipermukaan air. Selama fase planktonis, larva biasanya berenang
dengan menggunakan bulu-bulu getar atau hanyut dalam arus air.
Dengan tumbuhnya vilum larva memasuki stadia umbo, kemudian secara bertahap
cangkang juga ikut berkembang. Bentuk cangkangnya sama mantel sudah berfungsi secara
permanen. Kemudian selanjutnya menjadi podifeliger yang di ikuti tumbuhnya kaki
9 | Page

sebagai akhir stadium planktonis. Gerakan-gerakannya sederhana dari berenang sampai


berputar-putar dilakukan dengan vilum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik velum
akan menghilang, lembar-lembar insang mulai tampak jelas. Perkembangan akhir larva
yaitu perubahan fase plantigrade menjadi spat (bibit) dan akan menetap. Selanjutnya akan
tumbuh berkembang menjadi tiram mutiara dewasa dan dapat beruba kelaminnya. Banyak
ahli yang sependapat bahwa Pinctada maxima terjadi perubahan kelamin yang bertepatan
dengan musim pemijahan setelah telur atau sperma habis di seburkan keluar, (Mulyanto,
1987).
2.4 Manajemen pakan (Kultur Phytoplankton)
Pakan alami untuk tiram mutiara yaitu jenis-jenis flagelata berukuran 10 .
Beberapa jenis mikroalga yang umum di berikan untuk larva tiram mutiara yaitu : Isocrysis
galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis. Sp, dan Tetraselmis chuii.
Pemeliharaan pakan alami ini dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menjaga
kualitas, kuantitas serta kemurnian pakan alami tersebut. Yang dilakukan dengan
menggunakan media agar, setelah terbentuk koloni baru dipindahkan ke dalam tabung
reaksi. Secara bertahap, koleksi, isolasi dan perbanyakan meliputi kultur murni, semi masal
dan masal (Winanto, 2004). Air laut yang digunakan sebagai media pemeliharaan harus
melewati saringan ukuran mikro dan saringan kapas, selanjutnya disterilisasi dengan
Autoclav. Komposisi pupuk yang di gunakan adalah sebagai berikut :
Makanan utama larva tiram mutiara adalah jenis alga Isocrysis galbana dan
Monocrysis lutheri, sehingga pakan ini perlu disiapkan sebagai makanan awal dari larva
dan harus dilakukan tiga hari sebelum larva menetas.
Inokulum di dalam tabung reaksi dapat diperbanyak secara bertahap sampai
mencapai pertumbuhan puncak (blooming). Mulai dipelihara 100 cc, kemudian
diperbanyak lagi ke 200 cc, 300 cc, 500 cc dan 1000 cc. Lama pemeliharaan tergantung
pada jenis dan tingkat kepadatan inokulum. Jika tujuan kultur untuk stok dan
mempertahankan kemurnian, dapat dilakukan kultur tanpa pengudaraan selama 2-3 bulan
untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi. Pada skala laboratorium jenis

10 | P a g e

Isocrysis galbanai dan Pavlova lutheri dapat dipelihara 5-10 hari dan Chaetoseros sp dapat
dipelihara selama 5-12 hari.
Pemeliharaan berikut masih dalam skala laboratorium pada volume 3-5 liter dengan
waktu pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana 4-6 hari untuk Chaetoceros sedangkan
untuk Pavlova lutheri sama dengan Isocrysis galbana. Kultur skala laboratorium ini
dimaksudkan untuk menyediakan inokulum untuk pembenihan skala semi-masal atau skala
30-80 liter.
Berikut ini adalah kepadatan optimum beberapa jenis plankton :
a. Isocrysis galbana

: 9-10 juta sel/cc

b. Pavlova lutheri

: 11-2 juta sel/cc

c. Tetraselmis tetrathele

: 5-8 juta sel/cc

d. Chaetoceros sp.

: 4-6 juta sel/cc

2.5 Manajemen kesehatan


Manajemen Kesehatan /Hama dan Penyakit Hama dan penyakit dapat menyebabkan
proses budidaya menjadi gagal, pertumbuhan tiram dapat terganggu bahkan dapat
mematikan tiram, untuk itu perlu dilakukan pengendalian. Hama umumnya menyerang
bagian cangkang. Hama tersebut berupa jenis teritip, racing, dan polichaeta yang mampu
mengebor cangkang tiram. Hama yang lain berupa hewan predator, seperti gurita, bintang
laut, rajungan, kerang hijau, teritip, golongan rumpu laut dan ikan sidat. Upaya pencegahan
dengan cara membersihkan hama-hama tersebut dengan manual pada periode waktu
tertentu. Penyakit tiram mutiara umumnya disebabkan parasit, bakteri, dan virus. Parasit
yang sering ditemukan adalah Haplosporidium nelsoni. Bakteri yang sering menjadi
masalah antara lain Pseudomonas enalia, Vibrio anguillarum, dan Achromobacter sp.
Sementara itu, jenis virus yang biasanya menginfeksi tiram mutiara adalah virus herpes.
Upaya untuk mengurangi serangan penyakit pada tiram mutiara antara lain :

11 | P a g e

a) Selalu memonitor salinitas agar dalam kisaran yang dibutuhkan untuk menjaga
kesehatan tiram,
b) Menjaga agar fluktuasi suhu air tidak terlalu tinggi, seperti pemeliharaan tiram
tidak terlalu dekat kepermukaan air pada musim dingin,
c) Lokasi bodi daya dipilih dengan kecerahan yang cukup bagus, dan
d) Tidak memilih lokasi pada perairan dengan dasar pasir berlumpur.
2.6 Sterilisasi Alat dan Bahan
2.6.1 Sterilisasi Alat dan Bahan Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Dalam keberhasilan usaha budidaya salah satu hal yang tidah dapat diabaikan adalah
kebersihan wadah yang digunakan. Sterilisasi wadah yang akan digunakan baik wadah
pemijahan, penetesan telur serta pemeliharaan larva dan spat. Alat dan bahan ini dicuci
sampai benar-benar bersih, baik kotoran yang menempel berbentuk fisik maupun
organisme jenis hama penempel pada wadah pemeliharaan. Kegiatan pencucian wadah ini
dengan tujuan untuk membersihkan semua jenis pathogen. Pencucian ini dengan
menggunakan air laut dengan cara menyiram secara merata pada seluruh wadah
pembenihan, kemudian menggosok seluruh bagian wadah tersebut dengan menggunakan
spon, setelah itu dibilas dengan air laut. Cara mencuci wadah yang dianggap adanya
organisme penempel dilakukan dengan menaburkan secara merata garam yodium kedalam
wadah, ini hanya dilakukan pada bak pemeliharaan larva dan spat yang bervolume 5 ton
Setelah beberapa menit baru kembali dibilas dengan air laut.
2.6.2 Sterilisasi Alat dan Bahan Kultur Pakan Alami
Sterilisasi alat dan bahan untuk media tumbuh kultur phytoplankton ini dilakukan
dengan cara menggunakan air panas dengan autoclave, bahan kimia dan dengan
menggunakan oven (hotplate). Dalam hal ini menurut Isnasetyo dan Kurniastuty (1995)
bahwa, sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain: sterilisasi dengan
autoclave, sterilisasi basah, sterilisasi dengan bahan kimia, sterilisasi dengan penyaringan
dan sterilisasi dengan sinar ultra violet. Di CV. Duta Aru Indah, sterilisasi ini hanya
digunakan tiga metode karena proses dan hasilnya tidak berbeda jauh dengan metode
sterilisasi lainnya.

12 | P a g e

2.6.2.1 Sterilisasi dengan Autoclave


Proses sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan autoclave bersuhu 121C
dengan tekanan 1 kg/cm selama 45 menit. Sterilisasi ini dilakukan untuk peralatan gelas
seperti tabung reaksi, cawan petri, pipet, Erlenmeyer, corong, gelas kimia dan gelas ukur.
Paralatan ini sebelum dimasukkan kedalam autoclave untuk di sterilisasi, terlebih dahulu
dibungkus dengan menggunakan kertas aluminium foil. Setelah proses sterilisasi selesai,
semua peralatan in diletakkan dalam ruangan yang bersih dan dalam kondisi tetap
terbungkus sampai akan digunakan.
2.6.2.2 Sterilisasi dengan Bahan Kimia
Sterilisasi ini dilakukan hanya untuk selang aerasi yang digunakan dalam wadah
kultur phytoplankton dengan cara selang ini direndam kedalam larutan Hidrochloric Acid
(HCL) 10% selama 24 jam kemudian dicuci bersih dan direbus kembali dalam toples
plastik vol 30 liter dengan menggunakan heater. Sterilisasi dengan bahan kimia ini
bertujuan untuk melarutkan sisa phytoplankton yang menempel pada ujung selang untuk
menghindari terjadinya kontaminasi antara jenis phytoplankton serta membunuh organisme
lain yang dapat mengganggu pertumbuhan phytoplankton.
2.6.2.3 Sterilisasi dengan Oven (hotplate)
Untuk cara sterilisasi peralatan metode ketiga ini dengan menggunaka oven
(hotplate) yaitu untuk semua peralatan yang bisa dimasukkan kedalam ruang oven, ini bisa
langsung disterilisasi dengan oven selama 30 menit. Sedangkan untuk peralatan yang
tidak bisa dimasukkan kedalam oven karena ukurannya besar, ini bisa cukup disterilisasi
dengan autoclave atau dengan bahan kimia sesuai dengan keperluan untuk sterilisasi.

2.7 Sterilasi air laut


Air laut juga harus disterilisasi yang nantinya akan digunakan sebagai media
pemeliharaan kultur phytoplankton. Air laut ini dialirkan melewati saringan filterisasi untuk
mendapatkan air laut yang berkualitas sebagai media kultur phytoplankton. Setelah
13 | P a g e

melewati filterisasi, selanjutnya air laut ini disterilisasi dengan cara direbus sampai
mendidih (sterilisasi basah). Kemudian air laut tersebut di tampung dalam sebuah wadah
tertutup dan didinginkan. Setelah air media tersebut dingin, lalu disaring dengan
menggunakan saringan kertas saring atau tissue sebelum digunakan sebagai media kultur
phytoplankton. Sterilisasi alat dan bahan ini dimaksudkan agar supaya membunuh bakteri,
protozoa ataupun organisme lain yang dapat menggagu pertumbuhan phytoplankton
nantinya serta untuk mencega terjadinya kontaminasi antara jenis phytoplankton.

BAB III
MATERI DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Survei Penjaminan Higiene dan Sanitasi :
Tempat
: PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang di Bolok
14 | P a g e

Waktu
: Sabtu, 5 Maret 2016 Pukul 09.30 11.00 WITA
3.2 Materi :
Surat Pengantar Izin Survei di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang
Anggota Kelompok :
1. Maria Asti S. R Rafe
2. Annania K. G Medja
3. Ervin Elmavudz
Narasumber :
1. Pak Makri
2. Petugas laboratorium
3. Pekerja PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang
Peralatan tulis
Kamera ( Dokumentasi )
Kendaraan
3.3 Metode :
1. Metode survei yang dilakukan di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang tentang
penjaminan higiene dan sanitasi di tempat produksi adalah wawancara
narasumber dan observasi disertai dokumentasi lokasi tersebut.
2. Wawancara dilakukan pada narasumber dengan daftar pertanyaan yang telah
disiapkan anggota kelompok berdasarkan kriteria penilaian
3. Observasi di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang
4. Dokumentasi dilakukan menggunakan kamera setelah mendapat izin dari petugas
yang bersangkutan

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kriteria penilaian Penjaminan Higiene dan Sanitasi di PT. Timor Otsuki
1.
a.

b.

Mutiara Kupang :
PRAKTEK PRODUKSI
Manusia / Pengelolah Produksi / Pekerja
Sebelum melakukan pekerjaannya, petugas laboratorium wajib mencuci
Pekerja menggunakan masker
Fasilitas
Sumber air
Air Laut

tangan

15 | P a g e

Air yang berasal dari laut disaring pada filter pasir. Filter pasir
yang digunakan berukuran 5 mikron, 1 mikron, dan 0.2 mikron.
Air Tawar
Air tawar yang digunakan disimpan dalam tank.
Kebersihan toilet yang dijaga dengan baik oleh para pekerja
Sarana cuci tangan untuk pekerja
c. Peralatan
Peralatan pekerja sebelum dan setelah digunakan dicuci dengan sabun dan
dikeringkan dengan handuk. Selain itu batang pengaduk juga dipanaskan dengan
air panas untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan peralatan juga
ditutup dengan alumanium foil. Sedangkan wadah budidaya kerang dicuci
menggunakan bayclin 5-10 ml (2-3 tutup botol), spons pencuci dan disikat hingga
bersih. Penggunaan alkohol untuk desinfektan alat setelah peralatan tersebut
dicuci.

d. Lingkungan
Lokasi PT. Timor Otsuki Mutiara yang jauh dari pemukiman penduduk dan
pengolahan limbah cair yaitu air laut yang dialirkan melalui selokan menuju ke
bak penampungan.
2. CARA PRODUKSI
Proses Alur Produksi
o Pemilihan bahan baku
Pemilihan kerang yang digunakan sebagai indukan melalui seleksi dengan
identifikasi sperma dan ovum yang unggul kemudian dilakukan fertilisasi.
o Penggunaan bahan tambahan pangan
Plankton yang digunakan untuk pakan kerang. Selain itu juga
ditambahkan ampicillin sebagai antibiotic, vitamin mix dan air gelas untuk
pakan kerang.
o Pengolahan
Setelah difertilisasi, kerang yang dibudidayakan disimpan pada
wadah budidaya selama 1,5 bulan kemudian dilepas dilautan sehingga dapat
menghasilkan mutiara. Kerang yang dibudidaya di laut akan menghasilkan
mutiara selama kurun waktu 3 tahun. Jenis mutiara yang dihasilkan PT.
Timor Otsuki Mutiara yaitu mutiara silver dan mutiara golden. Setiap panen
kerang dengan jumlah 50.000 ekor akan menghasilkan mutiara 50.000 butir.
16 | P a g e

o Pengangkutan
Mutiara yang dihasilkan oleh PT.Timor Otsuki Mutiara kemudian
dikirim ke kantor pusat di Jakarta dan selanjutnya diekspor ke Jepang. Tidak
semua bibit kerang dibudidaya di laut Timor, sebagian bibit kerang dikirim
ke Sulawesi ( Palu ) , Bali, dan Flores ( Alor dan Flores Timur ). Sebelum
dikirim wadah budidaya dalam bentuk kolektor dilakukan pengemasan dalam
kotak yang didalamnya terdapat handuk, es batu, dan plastik untuk menjaga
kelembapan. Mobil pengangkutan digunakan untuk mengirim kerang
budidaya tersebut melalui kargo khusus pengangkutan.
4.2 Pembahasan
Tempat produksi merupakan tempat yang dikhususkan untuk kegiatan
penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap produk hewan yang
ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi, dengan memperhatikan
aspek produk yang aman, sehat, utuh, dan halal (asuh).
Produk Hewan non Pangan merupakan semua bahan pangan yang berasal
dari hewan yang masih segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan,
farmakoseutika, pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan
dan kemaslahatan manusia.
Kriteria penilaian Penjaminan Higiene dan Sanitasi di PT. Timor Otsuki
Mutiara Kupang :
1. PRAKTEK PRODUKSI
Praktek produksi yang tidak sesuai standar dapat menurunkan tingkat
sanitasi dan higiene mutu produk hewan rendah
Kasus keracunan/gangguan konsumen
Penurunan kualitas
Pengaruh masa simpan
Kerugian
Diagram alir yang jelas berupa penerimaan, penyimpanan, penyiapan,
pengolahan, dan penyajian. Di setiap tahap pada diagram alir memungkinkan
terjadinya kontaminasi. Sumber Kontaminasi pada Tempat Produksi :
a) Manusia/ Pengolah/ Pekerja
Memahami dan mengikuti praktek produksi yang distandarkan

17 | P a g e

Pengetahuan yang cukup mengenai sifat produk hewan yang ditangani,


terlebih jika bahan pangan yang ditangani termasuk bahan pangan dengan

kategori risiko yang tinggi, seperti daging, susu, ikan, telur.


Faktor kurangnya pengetahuan karyawan pengolahan produk asal hewan
pangan mengenai pentingnya praktik higiene dan sanitasi turut

mempengaruhi keberhasilan praktik higiene


Pentingnya pelatihan bagi pekerja
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara
Kupang, jumlah pekerja 350 orang dengan pembagian area kantor PT.
Timor Otsuki Mutiara, laboratorium, penjagaan, driver, dan lain-lain.
Pengetahuan pekerja tentang cara budidaya kerang untuk menghasilkan
mutiara. Kebersihan pekerja sangat diperhatikan dengan wajib mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaannya, serta pekerja wajib

b)

menggunakan masker selama bekerja.


Fasilitas
Air yang dipergunakan memenuhi persyaratan baku mutu air (SNI)
Kebersihan toilet
Sarana cuci tangan
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara
Kupang, sumber air yang digunakan berupa air laut dan air tawar.
Kebersihan toilet yang dijaga dengan baik oleh para pekerja dan sarana

cuci tangan untuk pekerja sebelum dan sesudah bekerja.


c) Hewan / Serangga
Salah satu sumber kontaminasi yaitu anjing, kucing, tikus, lalat,
kecoak, serangga lainnya dan banyak patogen yang dapat dibawa oleh
hewan/serangga pengganggu.
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara
Kupang, tidak ditemukan adanya hewan/ serangga pengganggu disekitar
d)

lingkungan pekerja.
Peralatan
Peralatan harus bersih dan higienis setiap kali akan digunakan
Proses pembersihan sebelum dan setelah produksi
Bahan sanitizer dan desinfektan yang aman
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara
Kupang, peralatan pekerja sebelum dan setelah digunakan dicuci dengan
sabun dan dikeringkan dengan handuk. Selain itu batang pengaduk juga
18 | P a g e

dipanaskan dengan air panas untuk mencegah pertumbuhan


mikroorganisme dan peralatan juga ditutup dengan alumanium foil.
Sedangkan wadah budidaya kerang dicuci menggunakan bayclin 5-10 ml
(2-3 tutup botol), spons pencuci dan disikat hingga bersih. Penggunaan
alkohol sebagai desinfektan peralatan setelah dicuci.
e) Lingkungan
Pengolahan limbah
Ada usaha/aktivitas penanganan limbah yang baik
Jauh dari pemukiman
Tidak mengganggu ekosistem dan konservasi sumber daya alam
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara
Kupang, Lokasi PT. Timor Otsuki Mutiara yang jauh dari pemukiman
penduduk dan pengolahan limbah cair yaitu air laut yang dialirkan melalui
selokan menuju ke bak penampungan.
2. CARA PRODUKSI
Mencegah cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan
Menghambat atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi

jumlah jasad renik lainnya


Mengendalikan proses alur produksi
Pemilihan bahan baku
Penggunaan bahan tambahan pangan
Pengolahan
Pengemasan
Penyimpanan
Pengangkutan
Penerapan higiene dan sanitasi.
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang,

proses alur produksi mutiara di PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang adalah :
o Pemilihan bahan baku
Pemilihan kerang yang digunakan sebagai indukan melalui seleksi dengan
identifikasi sperma dan ovum yang unggul kemudian dilakukan fertilisasi.
o Penggunaan bahan tambahan pangan
Plankton yang digunakan untuk pakan kerang. Selain itu juga
ditambahkan ampicillin sebagai antibiotic, vitamin mix dan air gelas untuk
pakan kerang.
o Pengolahan

19 | P a g e

Setelah difertilisasi, kerang yang dibudidayakan disimpan pada


wadah budidaya selama 1,5 bulan kemudian dilepas dilautan sehingga dapat
menghasilkan mutiara. Kerang yang dibudidaya di laut akan menghasilkan
mutiara selama kurun waktu 3 tahun. Jenis mutiara yang dihasilkan PT.
Timor Otsuki Mutiara yaitu mutiara silver dan mutiara golden. Setiap panen
kerang dengan jumlah 50.000 ekor akan menghasilkan mutiara 50.000 butir.
o Pengangkutan
Mutiara yang dihasilkan oleh PT.Timor Otsuki Mutiara kemudian
dikirim ke kantor pusat di Jakarta dan selanjutnya diekspor ke Jepang. Tidak
semua bibit kerang dibudidaya di laut Timor, sebagian bibit kerang dikirim ke
Sulawesi ( Palu ) , Bali, dan Flores ( Alor dan Flores Timur ). Sebelum dikirim
wadah budidaya dalam bentuk kolektor dilakukan pengemasan dalam kotak
yang didalamnya terdapat handuk, es batu, dan plastik untuk menjaga
kelembapan. Mobil pengangkutan digunakan untuk mengirim kerang
budidaya tersebut melalui kargo khusus pengangkutan.

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

20 | P a g e

Tempat produksi merupakan tempat yang dikhususkan untuk kegiatan


penanganan dan pemrosesan yang dilakukan terhadap produk hewan yang
ditujukan untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi, dengan memperhatikan
aspek produk yang aman, sehat, utuh, dan halal (asuh). Produk Hewan non
Pangan merupakan semua bahan pangan yang berasal dari hewan yang masih
segar dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan, farmakoseutika,
pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan
manusia.
Berdasarkan hasil pengamatan tentang penjaminan higiene dan sanitasi di
PT. Timor Otsuki Mutiara Kupang sebagian besar memenuhi kriteria penilaian
penjaminan higiene dan sanitasi di tempat produksi seperti pengetahuan pekerja
tentang cara budidaya kerang untuk menghasilkan mutiara, kebersihan pekerja
sangat diperhatikan dengan wajib mencuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan pekerjaannya, serta wajib menggunakan masker untuk mencegah
kontaminasi, sumber air yang digunakan berupa air laut dan air tawar, kebersihan
toilet yang dijaga dengan baik oleh para pekerja dan sarana cuci tangan untuk
pekerja sebelum dan sesudah bekerja, peralatan harus bersih dan higienis setiap
kali akan digunakan, proses pembersihan sebelum dan setelah produksi, bahan
sanitizer dan desinfektan yang aman, dan lokasi PT. Timor Otsuki Mutiara yang
jauh dari pemukiman penduduk dan pengolahan limbah cair yaitu air laut yang
dialirkan melalui selokan menuju ke bak penampungan.
Penerapan higiene dan sanitasi yang baik di tempat produksi dapat
mencegah cemaran biologis, kimia dan benda lain yang mengganggu, merugikan
dan membahayakan kesehatan. Praktek produksi yang tidak sesuai standar dapat
menurunkan tingkt sanitasi dan higiene mutu produk hewan rendah seperti kasus
keracunan/gangguan konsumen, penurunan kualitas, pengaruh masa simpan, dan
kerugian.
DAFTAR PUSTAKA
Arika, LT. 2004. Kultur Pakan Alami pada Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima) di
LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat (NTB). Jakarta : PSTA STP.
Dwiponggo, A. 1976. Mutiara. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Laut.
21 | P a g e

Effendi, Hefni. 2000. Telaah Kualitas Air. Bogor: Fak. Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Mulyanto. 1970. Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia. Jakarta : Diklat Ahli
Usaha Perikanan.
Noriwari, Yohanes. 2004. Manajemen Usaha Pembenihan Tiram Mutiara. Jakarta : PSTA STP.
Nurhijriani. 2005. Teknik dan Manajemen Pembenihan Tiram Mutiara (Pinctada maxima) di
LBL Lombok Setasiun Sekotong Lombok Barat (NTB). Jakarta : PSTA.
Poto, L, M,. 2002. Studi. Teknis Budidaya dan Kajian Penanganan Inti Mutiara Bulat pada
Tiram Mutiara. Jakarta : PSTA STP.
Sutaman, 1992. Teknik Budidaya Mutiara, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Winanto, 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Depok.: Penebar Swadaya.

LAMPIRAN FOTO
No

Gambar

Keterangan

22 | P a g e

1.

Pekerja yang selalu


menggunakan masker dan
mencuci tangan sebelum
bekerja

2.

Sarana cuci tangan untuk


pekerja

23 | P a g e

2.

Kebersihan Toilet di PT.


Timor Otsuki Mutiara
Kupang

3.

3. Desinfektan untuk
peralatan pekerja
4. Sabun cair
yangdigunakan untuk
mencuci peralatan
pekerja
5. Handuk yang digunakan
untuk mengeringkan
tangan pekerja

24 | P a g e

4.

Alat pembersih peralatan


pekerja :

5.

Sikat
Spons

Ruangan Pemeriksaan
Kerang Jantan dan Betina
unggul untuk dibudidayakan
sehingga dapat menghasilkan
mutiara

25 | P a g e

6.

Mikroskop digunakan untuk


mengamati sperma dan ovum
yang unggul untuk
difertilisasi

7.

Ruang penyiapan pakan


untuk kerang yaitu plankton,
obat-obatan, dan vitamin

8.

Ruangan Plankton untuk


makanan kerang

9.

Ruangan Budidaya Kerang

26 | P a g e

10.

Sumber Air
6. Air Laut
7. Air Tawar

11.

Pipa yang digunakan untuk


mengalirkan air laut untuk
ditampung diwadah
pengembangbiakan

12.

Wadah yang digunakan


untuk pengembangbiakan
kerang sebelum
dikembangbiakan untuk
dihasilkan mutiara di laut

27 | P a g e

13.

Peralatan yang digunakan


untuk membuat pakan untuk
kerang

14.

Ampicillin digunakan
sebagai antibiotic yang
dimasukkan dalam plankton

28 | P a g e

15.

Vitamin dan Air Gelas untuk


kerang

16.

Thermometer yang
digunakan untuk mengukur
suhu ruangan

17.

Pengolahan limbah cair yaitu


air laut yang digunakan
untuk perkembangbiakan
kerang di wadah

29 | P a g e

18.

Mobil pengangkutan

30 | P a g e

19.

Kotak Penyimpanan
Kerang hasil
budidaya yang akan
dikirim ke Bali,
Sulawesi, dan

Adonara
Plastik dan Es batu
juga digunakan untuk
bahan packing kerang
untuk menjaga
kelembapan.

31 | P a g e

20.

Peralatan Budidaya Kerang


di Laut

21.

Budidaya Kerang di Laut


untuk menhasilkan mutiara

32 | P a g e

22.

Mutiara yang dihasilkan PT.


Timor Otsuki Mutiara
Kupang yaitu

Golden
Silver

33 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai