Anda di halaman 1dari 15

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik

yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun

statis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan tawar,

payau, maupun asin (laut). Kualitas air adalah kondisi kualitatif air yang diukur

dan atau di uji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metode tertentu

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003). Kualitas air dapat

dinyatakan dengan parameter kualitas air. Parameter ini meliputi parameter fisik,

kimia, dan mikrobiologis (Masduqi, 2009).

Air pada umumnya banyak digunakan sebagai kebutuhan sehari-hari oleh

makhluk hidup mulai dari minum, mandi dan lainnya. Peranan air sangatlah vital

terutama bagi organisme perairan seperti ikan. Kualitas perairan baik atau

tidaknya mempengaruhi kinerja dan metabolism organisme perairan.

Penjernihan air merujuk ke sejumlah proses yang dijalankan demi membuat

air dapat diterima untuk penggunaan akhir tertentu. Ini mencakup penggunaan

seperti air minum, proses industri, medis dan banyak penggunaan lain. Tujuan

semua proses penjernihan air adalah menghilangkan pencemar yang ada dalam air

atau mengurangi kadarnya agar air menjadi layak untuk penggunaan akhirnya.

Salah satu penggunaan tersebut adalah mengembalikan ke lingkungan alami air

yang sudah digunakan tanpa berakibatkan dampak yang buruk atas lingkungan.
2

Ikan nila merupakan organisme yang bertulang belakang (vertebrata) yang

habitatnya di perairan, bernapas dengan insang, bergerak dan menjaga

keseimbangan tubuhnya dengan menggunakan sirip-sirip dan bersifat

poikilotermal. Ikan Nila juga merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan

bentuk tubuh memanjang dan pipih kesamping dengan warna putih kehitaman.

Ikan Nila Merah hasil pemuliaan oleh BPTKP Dinas Kelautan dan

Perikanan di Cangkringan melalui penyilangan empat strain tetuanya yaitu

Citralada, Filipin, Singapur dan Nifi. Ikan Nila Merah ini memiliki karakter

Tumbuh cepat dan telah dirilis oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan

Nomor : Kep.47/MEN/2012 , tanggal 27 Desember 2012. Jumlah induk Nilasa

yang telah diditribusikan kemasyarakat baik di DIY, Luar DIY dan luar Jawa,

setelah dirilis tahun 2012 sampai 2014 telah mencapai 140.400 ekor induk.

Pembenihan ikan nila merupakan peluang usaha yang sangat potensial

karena permintaan pasar yang meningkat baik untuk pasar lokal maupun pasar

ekspor, sehingga pembenihan menjadi langkah awal dalam mengembangkan

usaha-usaha dalam budidaya ikan nila. Pembenihan merupakan salah satu tahapan

dalam kegiatan on farm yang sangat menentukan tahap kegiatan berikutnya.

Kegiatan pembenihan meliputi pemeliharaan induk, pemijahan induk, penetasan

telur, pemeliharaan larva dan benih, serta kultur pakan alami.

1.2. Tujuan Praktek

Tujuan dari praktek magang ini adalah untuk mengetahui teknik dalam

penjernihan air pada kolam pembenihan Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus)

yang terdapat di Balai Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan

(BPTKP) Unit Kegiatan Cangkringan, Yogyakarta.


3

1.3. Manfaat Praktek

Manfaat dari kegiatan praktek magang diharapkan dapat menjadi informasi,

pengetahuan serta referensi dan tambahan wawasan sehingga dapat diterapkan

pada pembenihan Ikan khususnya pada Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus).
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Ikan Nila Merah

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan genus ikan yang dapat hidup

dalam kondisi lingkungan yang memiliki toleransi tinggi terhadap kualitas air

yang rendah, sering kali ditemukan hidup normal pada habitat-habitat yang ikan

dari jenis lain tidak dapat hidup. Bentuk dari ikan nila panjang dan ramping

berwarna kemerahan atau kuning keputih-putihan. Perbandingan antara panjang

total dan tinggi badan 3 : 1. Ikan nila merah memiliki rupa yang mirip dengan

ikan mujair, tetapi ikan ini berpunggung lebih tinggi dan lebih tebal, ciri khas lain

adalah garis-garis kearah vertikal disepanjang tubuh yang lebih jelas dibanding

badan sirip ekor dan sirip punggung. Mata kelihatan menonjol dan relatif besar

dengan tepi bagian mata berwarna putih (Sumantadinata, 1999).

Ikan nila merah mempunyai mulut yang letaknya terminal, garis rusuk

terputus menjadi 2 bagian dan letaknya memanjang dari atas sirip dan dada,

bentuk sisik stenoid, sirip kaudal rata dan terdapat garis-garis tegak lurus.

Mempunyai jumlah sisik pada gurat sisi 34 buah. Sebagian besar tubuh ikan

ditutupii oleh lapisan kulit dermis yang memiliki sisik. Sisik ini tersusun seperti

genteng rumah, bagian muka sisik menutupi oleh sisik yang lain (Santoso, 1996).

Nila merah mempunyai 4 warna yang membalut sekujur tubuh, antara lain

oranye, pink/albino, albino berbercak-bercak merah dan hitam serta oranye/albino

bercak merah (Santoso, 1996). Berdasarkan kebiasaan makannya ikan nila merah

termasuk pemangsa segala jenis makanan alam berupa lumutlumut, plankton dan
5

sisa-sisa bahan organik maupun makanan seperti dedak, bungkil kelapa, bungkil

kacang, ampas tahu dan lain-lain (Sugiarto, 1988).

2.2. Klasifikasi Ikan Nila Merah

Gambar 1. Ikan Nila Merah

Kedudukan taksonomi ikan nila merah :

Filum : Chordata

Sub-Filum : Vertebrata

Kelas : Osteichtyes

Sub-Kelas : Acanthopterigii

Ordo : Percomorphii

Sub-Ordo : Percoidea

Famil : Chiclidae

Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

(Saanin, 1968)
6

2.3. Habitat dan Perkembangbiakan Ikan Nila Merah

Ikan nila merah hidup dengan toleransi salinitas yang cukup besar yaitu

berkisar antara 6–8,5 namun pertumbuhannya akan optimal pada pH 7–8 dan suhu

25–300C (Suyanto, 2003).

Menurut Rukmana (1997), ikan nila hidup di perairan tawar seperti kolam,

sawah, sungai, waduk, rawa, dan genangan air lainnya. Disamping itu, ikan nila

dapat beradaptasi di perairan payau dan laut terutama dengan teknik adaptasi.

Ikan nila merupakan jenis ikan untuk konsumsi dan hidup di air tawar. Ikan

ini cenderung sangat mudah dikembangbiakkan serta sangat mudah dipasarkan

karena merupakan salah satu jenis iklan yang paling sering dikonsumsi sehari-hari

oleh Masyarakat. Dengan teknik budidaya yang sangat mudah, serta

pemasarannya yang cukup luas, sehingga budidaya ikan nila sangat layak

dilakukan, baik skala rumah tangga maupin skala besar atau perusahaan.

Nila merah mulai memijah pada umur 4 bulan atau panjang badan berkisar

9,5 cm. Pembiakan terjadi setiap tahun tanpa adanya musim tertentu dengan

interval waktu kematangan telur sekitar 2 bulan. Proses pemijahan alami pada

suhu air berkisar 25-30 derajat Celcius, keasaman (pH) 6,5-7,5, dan ketinggian air

0,6-1m. Pemasukan induk ikan ke dalam kolam dilakukan pada pagi dan sore hari

karena suhu tidak tinggi, dan untuk menjaga agar induk tidak stress, induk

dimasukkan satu persatu. Induk betina matang kelamin dapat menghasilkan telur

antara 250 - 1.100 butir (Sugiarto, 1988).

Nila merah termasuk ikan yang mudah berkembangbiak hampir di semua

perairan dibandingkan jenis ikan lainnya. Musim pemijahan terjadi sepanjang

tahun dan mencapai kematangan kelamin pada umur sekitar 4-5 bulan dengan
7

kisaran berat 120-180 g/ekor. Sesuai dengan sifat-sifat biologisnya, maka dalam

proses pemijahannya tidak diperlukan manipulasi lingkungan secara khusus

(Djajadireja dkk, 1990).

2.4. Penjernihan Air

Kualitas air adalah kadar unsur-unsur dari badan air yang di analisis metode

tertentu berdasarkan sifat-sifat fisik, kimia maupun bakteriologis sehingga

menunjukkan mutu air tersebut. Standar kualitas air merupaklan suatu persyaratan

kualitas air untuk perlindungan dan pemanfaatan air yang bersangkutan (Jati,

2006).

Pemakaian air secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat

golongan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu air untuk keperluan irigasi, air

untuk keperluan pembangkit energi, air untuk keperluan industri dan air untuk

keperluan publik. Air untuk keperluan publik dibedakan atas air konsumsi

domestic dan air untuk konsumsi sosial dan komersial (Dumairy, 1992).

Metode pengolahan fisik yang sering digunakan adalah :

a. Flokulasi

Flokulasi dilakukan dengan baik yang diberi pengaduk horizontal atau

partikel. Pengaduk ini berputar pelan yang tujuannya memperbesar ukuran flok,

tetapi juga mencegah jangan sampai endapan yang terbentuk mengendap

kebawah. Untuk memperbesar ukuran flok ini ditambahkan bahan – bahan

pengental kedalam air yang mengandung kekeruhan. Untuk membentuk kumpulan

partikel yang mengendap ini dilakukan pengadukan yang cepat selama 20 – 30

menit yang akan menyebabkan tumbukan partikel yang akan membentuk ukuran

partikel yang lebih besar.


8

b. Sedimentasi

Sedimentasi adalah salah satu cara penjernihan air,dimana dilewatkan pada

suatu bak,untuk jangka waktu tertentu. Dimana air mengalir pelan – pelan

(kecepatan rendah) sehingga partikel yang berat jenisnya lebih berat akan segera

mengendap.

c. Filtrasi

Filtrasi adalah suatu cara penjernihan air dengan cara penyaringan. Filter

biasanya terdiri dari berbagai macam lapisan pasir dan batu – batuan dengan

diameter yang bervariasi dari yang sangat halus hingga yang terkasar. Air akan

mengalir melalui filter sedangkan partikel – partikel yang tersuspensi didalamnya

akan melekat pada butiran pasir. Hal ini akan dapat memperkecil ukuran celah –

celah yang dapat dilalui air dan akan mengurangi daya penyaringan. Maka untuk

mengaktifkan kembali filter harus dicuci kembali dengan membuang bahan –

bahan yang aka melekat ini diperlukan pembilasan dengan arah aliran pembilas

berlawanan denganarah aliran air yang akan disaring, pembilas ini dinamakan

backwash (Sangsoko,2007).

2.5. Parameter Kualitas Air

Usaha budidaya tidak terlepas dari kebutuhan air sebagai media tempat

hidup hewan yang dipelihara. Debit dan kualitas air akan sangat berpengaruh

terhadap laju pertumbuhan hewan yang dipelihara (Setyono, 2004). Khusus untuk

"onland farming" atau budidaya sistim kolam dan bak yang dibangun di darat,

maka sumber air (kuantitas dan kualitas) harus mendapat perhatian utama.

Sedangkan untuk budidaya di dalam kurungan yang dibangun di laut, selain

kondisi air (kualitas) in situ juga perlu diperhatikan pola aliran air (arus),
9

gelombang dan angin, pasang-surut, kedalaman perairan, salinitas (kadar garam),

pH (keasaman), kandungan oksigen terlarut, dan kondisi dasar perairan (lumpur,

pasir, batu).

2.5.1. Suhu

Standar Nasional Indonesia (SNI 7644-2010), menyatakan bahwa suhu

adalah suatu besaran fisika yang menyatakan panas yang terkandung dalam air

laut. Suhu sendiri dipengaruhi oleh lingkungan dan cuaca dilokasi budidaya,

sehingga apabila suhu lingkungan tidak sesuai dengan hewan budidaya atau jika

suhu terus meningkat, ketahanan abalon akan dengan cepat mencapai batas

alaminya sehingga pertumbuhan akan berhenti dan dapat menyebabkan kematian

pada abalon (Fallu 1991).

2.5.2. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen)

Oksigen terlarut adalah jumlah milligram oksigen yang terlarut dalam 1 liter

air laut (SNI 7644-2010). Abalon menyukai daerah yang memiliki aliran arus

yang kuat, karena air daerah ini mengandung konsentrasi oksigen terlarut yang

tinggi (Fallu, 1991).

Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter penting dalam penentuan

kualitas air. oksigen terlarut akan langsung berpengaruh pada kemampuan

organisme untuk bertahan diperairan tercemar. Pada perairan yang jenuh biasanya

mengandung oksigen dalam rentang 8-15 mg/l. Tergantung pada salinitas dan

tempertur bagi organisme - organisme akuatik biasanya membutuhkan dengan

konsentrasi 5-8 mg/l untuk dapat hidup secara normal (Wibowo, 2001). Oksigen

terlarut untuk pembenihan nila merah sebesar 5-6 ppm.


10

2.5.3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) adalah suatu ukuran dari konsentrasi ion hydrogen

dan menunjukkan kualitas air tersebut bersifat asam atau basa. Skala pH 0-14 dan

pH 7 adalah netral berarti air tidak bersifat asam ataupun basa. Bila nilai pH diatas

7 berarti air tersebut basa dan bila nilai pH di bawah 7 berarti air tersebut asam

(Boyd dan Lichkoppler 1979).

Perairan yang terlalu asam akan kurang produktif dan dapat membunuh

ikan. Kandungan oksigen terlarut pada perairan yang pH-nya rendah (keasaman

yang tinggi) akan berkurang, akibatnya konsumsi oksigen ikan turut menurun,

aktivitas pernafasan naik dan selera makan akan berkurang, lebih mudah terkena

infeksi dan biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas tinggi. Hal sebaliknya

terjadi pada suasana basa (Ghufran, 2010). pH perairan untuk pembenihan nila

merah asalah sebesar 6 – 8.8


III. METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek Magang ini dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2016 – 18

Februari 2016 yang terletak di Balai Pengembangan Teknologi kelautan dan

Perikanan (BPTKP) Unit Kegiatan Cangkringan, Yogyakarya.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam teknik penjernihan air pada pengukuran

Oksigen terlarut adalah H2SO4 NaOH-KI, MnSO4, Amilum, dan Brucine.

Sedangkan alat yang digunakan pada penjernihan air pada pengukuran oksigen

terlarut adalah Erlenmeyer, pipet tetes, dan gelas ukur. Pada pengukuran suhu

menggunakan thermometer biasa atau thermometer digital. Pada pengukuran pH

digunakan pH-Meter atau pH Universal. Pada penyaringan air menggunakan pasir

berlapis, tawas dan kapur atau menggunakan penyaringan melalui bak-bak.

3.3. Metode Praktek

Metode yang digunakan pada pengukuran oksigen terlarut menggunakan

metode winkler, pada pengukuran suhu dan pengukuran pH serta penyaringan air

menggunakan metode langsung yang terletak di Balai Pengembangan Teknologi

Kelautan Perikanan UK Vangkringan, Yogyakarta. Adapun pada saat

pengumpulan data menggunakan pengumpulan data secara Primer dan

pngumpulan data secara sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dari

hasil pengamatan yang dilakukan di laboratorium dan dilapangan sedangan data

sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada pihak terkait
12

pengelola serta sarana dan prasarana guna memperkuat dara primer yang telah

diperoleh.

3.3.1. Metode Pengumpulan Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari hasil pengamatan di laboratorium dan

di lapangan dimana data tersebut adalah data dari hasil pelaksanaan pengukuran

kualitas air dan penjernihan air yang terletak di Balai Pengembangan Teknologi

Kelautan dan Perikanan UK cangkringan, Yogyakarta.

3.3.2. Metode Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari hasil kumpulan-kumpulan wawancara dari

berbagai pihak terkait pengelola atau petugas dan pekerja di lokasi tersebut serta

perolehan data dari sarana-prasarana yang diamati secara langsung di Balai

Pengembangan Teknologi Kelautan dan Perikanan UK Cangkringan, Yogyakarta.

3.4. Prosedur Pelaksanaan

Prosedur Pekasanaan di BPTKP UK Cangkringan diawali dengan

mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan sebagai penunjang pelaksanaan

kegiatan dengan sesuai standar prosedur Laboratorium di lokasi setempat sertia

dilengkapi dengan perlengkapan pribadi seperti pena, catatan kecil dan kamera

guna untuk memperkuat data yang diperoleh serta pelengkap dari data yang akan

disimpulkan nanti.

3.5. Analisis Data

Data primer dan data sekunder dari hasil pengamatan dan perhitungan

selanjutnya dikumpulkan, dikelompokkan dan ditabulasi dalam bentuk tabel dan

digambarkan dalam bentuk grafik guna untuk mempermudah pembacaan data


13

secara ringkas. Data yang telah ditabulasi secara table dan grafik tersebut

kemudian di analisa secara deskriptif untuk mengetahui aspek-aspek pengolahan

air serta diketahui permasalahannya, kemudian dibahas berdasarkan literatur yang

ada dan dikaitkan dengan spesifikasi minimum dari pembibitan nila merah yang

silakukan selama kegiatan prakter berlangsung sehingga dapat diambil

kesimpulannya.
DAFTAR PUSTAKA

http://theoceanandmariner.blogspot.co.id/2012/04/pembenihan-ikan-nila.html
(6.1.2015 - 23.16)
http://pramukaria.blogspot.co.id/2014/01/sku-teknik-penjernihan-penyaringan-
air.html (5.1.2016 - 10.11)
https://mitharahayu.wordpress.com/2009/03/18/penjernihan-air/ (7.1.2016 -
11.42)
http://bptkp-diy.com/?menu=info&id=23 (8.1.2016 - 21.32)
Boyd, E. C., dan F. Lichkoppler. 1979. Water Quality Management in Pond Fish
Culture / Pengelolaan Kualitas Air Kolam. Alih Bahasa : Artati, F. Cholik,
dan R. Arifudin. 1986. Dirjen Perikanan, Jakarta. 52 hlm.
Djajadireja. Rustami. S. Hatima dan Z. Arifin. 1990. Buku Pedoman Pengenalan
Sumber Perikanan Air Tawar (Jenis-jenis Ikan Ekonomi Penting),
Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta, 75.
Dumairy, 1992. Ekonomika Sumberdaya Air. BPFE, Yogyakarta.
Fallu Ric. 1991. Abalone Farming. First published. Fishing News Books :
London.
Ghufran, M. H. 2010. Pemeliharaan Ikan Napoleon di Keramba Jaring Apung.
Akademia. Jakarta.
Masduqi, E. Soedjono, N.Endah, W.Hadi, (2009), Prediction Of Rural Water
Supply System Sustainability Using A Mathematical Model, Jurnal
Purifikasi, Jurnal Teknoogi Dan Manajemen Lingkungan, Volume 10
No.2, Desember 2009.
Rukmana R.1997.Ikan Nila. Budidaya dan Prospek Agribisnis. Kanisius.
Yogyakarta.
Saanin H. 1968. Taksonomi dan Kuntji Indentifikasi Ikan. Bandung: Binatjipta.
Santoso, U,.1996. Budidaya Ikan Nila. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sasongko, Wahyu, 2007, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan
Konsumen, Universitas Lampung, Bandar Lampung
Setiyono, 2004. Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 4-10.
Sugiarto, 1988. Teknik Pembenihan Ikan Mujair dan Ikan Nila. CV. Simplex.
Jakarta.
Sumantadinata, K. 1999. Program Penelitian Genetika Ikan. INFIGRAD. Jakarta
2 hlm.
15

Suyanto, R. 2003. Nila. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta


Wibowo,Ham.200l.Tingkat Eutrofikasi Rawa pening dalam Rangka Kajian
produktivitas Primer Fitoplankton.Universitas Diponegoro. semarang.

Anda mungkin juga menyukai