Anda di halaman 1dari 38

BUDIDAYA TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi laut yang sangat besar dalam usaha budidaya. Potensi ini di dukung
oleh tersediannya bahan dasar yang cukup banyak, persyaratan lingkungan yang baik, serta
kondisi musim yang menguntungkan untuk berbagai jenis komoditas laut yang akan
dibudidayakan. Sala satu potensi laut dari non ikan yang dapat di budidayakan adalah tiram
mutiara (Pinctada maxima) yang pada intinya akan menghasilkan mutiara.
Di Indonesia kegiatan budidaya tiram mutiara sudah cukup lama berkembang. Bahkan sampai
pada saat ini ada lebih 65 perusahan, baik dalam bentuk modal asing maupun dalam bentuk
modal dalam negeri. Tuntutan utama dalam budidaya mutiara adalah tersedianya tiram mutiara
ukuran operasi dalam jumlah yang cukup, tepat waktu, dan berkesenambungan. Namun,
keuntungan penyediaan tiram tidak mungkin hanya mengandalkan hasil penyelaman di alam,
apalagi hasil penyelaman di alam sangat fluktuatif, tergantung musim, dan ukurannya tidak
seragam. Mutiara yang ukurannya di bawah standar harus dipelihara sampai besar sehingga
diperlukan waktu dan tambahan biaya yang tidak sedikit.

Menghadapi situasi yang demikian sangat perlu diusahakan kegiatan yang mengarah pada
kegiatan penyediaan benih melalui pembenihan buatan di hatchery. Sehingga dapat menjadi
suatu unit budidaya tiram yang akan menghasilkan produksi mutiara yang jauh lebih besar. Akibat
dari keterbatasan ini maka dalam usaha budidaya tiram mutiara, perlu melakukan kegiatan untuk
mempelajari sifat dan kebiasan hidup tiram mutiara, baik dari persyaratan lingkungan
pemeliharaan, metode atau cara pemeliharaan dan peralatan yang digunakan untuk
memproduksi mutiara yang berkualitas. Mengingat lokasi budidaya di laut yang dipengaruhi oleh
alam dan sekitarnya, sehingga membudidayakan tiram mutiara haruslah menyesuaikan dengan
kondisi alam atau perairan sekitarnya sebagai tempat hidupnya dengan kehidupan biologis dan
fisiologis dari tiram mutiara yang dipelihara, dengan tujuan agar tiram hidup dengan baik.

Salah satu kendala dalam mengembangkan usaha budidaya tiram mutiara untuk menghasilkan
mutiara bulat di Indonesia adalah umunya teknologi budidaya masih di kuasai oleh tenaga kerja
asing, terutama Jepang dan sangat sedikit atau terbatas tenaga ahli dari Indonesia. Perusahan
Swasta maupun Nasional yang mengembangkan budidaya tiram mutiara masih mengandalkan
tenaga ahli dari Jepang/asing.

Di daerah Wakatobi sampai saat ini belum terdapat pembudidayaan tiram mutiara. Tiram ini
merupakan salah satu produksi perikanan yang penting yang dapat dibudidayakan bukan semata-
mata untuk pengambilan dagingnya sebagai bahan makanan direstoran, akan tetapi yang lebih
diutamakan adalah pengambilan mutiara yang terdapat didalamnya. Bisa berasal dari mutiara
alam (preparat yang tidak sengaja masuk kedalamnya), atau mutiara buatan (preparat yang
sengaja dimasukkan/dioperasikan kedalam cangkang mutiara tersebut). Disamping itu
kulitnyapun dapat dipasarkan ke luar negeri.

Dilihat dari data tersebut di atas dapat digambarkan bahwa lokasi kepulauan Wakatobi
merupakan daerah yang cocok dan sesuai untuk kegiatan budidaya tiram mutiara di daerah
Sulawesi Tenggara, CV. Duta Aru Indah, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara merupakan
salah satu industri yang bergerak di bidang perikanan yang mempunyai unit usaha pebenihan
tiram mutiara (Pinctada maxima). Unit pembenihan tiram mutiara memanfaatkan beberapa jenis
phytoplankton sebagai pakan larva tiram mutiara. Mengingat jenis dan jumlah pakan alami yang
tersedia di alam kurang mencukupi maka diperlukan teknik yang baik untuk mengkultur
phytoplankton pada skala laboratorium (kultur murni) maupun semi masal. Tujuannya adalah
untuk memenuhi pakan alami yang mencukupi baik kualitas maupun kwantitas bagi larva tiram
mutiara sehingga mendukung keberhasilan usaha pembenihan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Mengenal Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
Mengetahui tentang biologi reproduksi tiram mutiara sangat dibutuhkan untuk mengembangkan
industri budidaya. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengembangkan teknik pembenihan
dan perbaikan teknik penempatan inti mutiara bulat. Selain itu, dapat mengenal jenis tiram
mutiara yang berkualitas baik, memahami siklus serta reproduksi dari tiram mutiara (Pinctada
maxima) tersebut.

1. Klasifikasi
Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum ini terdiri atas 6 klas yaitu:
Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau Pellecypoda, seaphopoda, dan
Cephalopoda (Mulyanto, 1987). Tiram merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat
keras dan tidak simetris. Hewan ini tidak bertulang belakang dan bertubuh lunak (Philum
mollusca).

Klasifikasi tiram mutiara menurut mulyanto (1987) dan Sutaman(1993) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Invertebrata
Philum : Mollusca
Klas : Pellecypoda
Ordo : Anysomyaria
Famili : Pteridae
Genus : Pinctada
Spesies : Pinctada maxima (Jameson 1901)

Menurut Dwiponggo (1976), jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia adalah: Pintada
maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada chimnitzii, dan Pteria penguin. Di
beberapa daerah Pinctada fucata dikenal juga sebagai Pinctada martensii. Sebagai penghasil
mutiara terpenting adalah tiga spesies, yaitu, Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan
Pinctada martensii. Sebagai jenis yang ukuran terbesar adalah Pinctada maxima. Untuk
membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan pengamatan morfologi, seperti warna
cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre), ukuran serta bentuk:


Tabel 1. Perbandingan dari tiga jenis Pinctada penghasil mutiara yang terpenting
SIFAT-SIFAT P. Martensii P. Margaritifera P. Maxima
Ukuran Dewasa Penuh 4 inchi 7 inchi 12 inchi
Rata-rata 3 inchi 6 inchi 8 inchi
Cangkang Kecembungan Cembung Agak cembung Rata
Warna Luar Abu-abu kuning Coklat kehijauan Coklat kuning
Garis Cangkang k. 1.7 coklat ungu Baris titik-titik Pucat hanya
suatu jejak
Nacre
(interior)
Nacre Perak kehijauan Warna baja Putih perak
Pinggiran Jingga kuning Hijau metalik Kuning emas
Garis engsel Panjangnya Sedang Pendek Sedang
Berat 60-100 cangkang
tiap kan
15 cangkang tiap
kan
9-10 cangkang
tiap kan
Sumber: Forek Indonesia 2001-2004. Catatan : 1 kan = 8,267 pon
1 kg = 2,205 pon

2. Morfologi
Kulit mutiara (Pinctada maxima) ditutupi oleh sepasang kulit tiram (Shell, cangkan), yang tidak
sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan kulit sebelah kiri agak cembung.
Specie ini mempunyai diameter dorsal-ventral dan anterior-posterior hampir sama sehingga
bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam engsel berwarna
hitam. Yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang. (Winarto, 2004).
Cangkang tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar ini juga
menghasilkan kristal kalsium karbonat (Ca CO
3
) dalam bentuk kristal argonit yang lebih dikenal
sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit yang merupakan pembentuk lapisan seperti prisma
pada cangkang.

3. Anatomi.
Tubuh tiram mutiara terbagi atas tiga bagian yaitu : Bagian kaki, mantel, dan organ dalam. Kaki
merupakan salah satu bagian tubuh yang bersifat elastis terdiri dari susunan jaringan otot yang
dapat merenggang/memanjang sampai tiga kali dari keadaan normal. Kaki ini berfungsi sebagai
alat bergerak hanya pada masa mudanya sebelum hidup menetap pada substrat (Mulyanto,1987)
dan juga sebagai alat pembersih. Pada bagian kaki terdapat bysus, yaitu suatu bagian tubuh yang
bentuknya seperti rambut atau serat, berwarna hitam dan berfungsi sebagai alat untuk
menempel pada suatu substrat yang di sukai.

B. Siklus Hidup dan Reproduksi
Tiram mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu
ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel reversal) biasanya
terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal perkembangan gonad.
Fenomena sex reversal pada tiram mutiara (Pinctada maxima) menunjukan bahwa jenis kelamin
pada tiram teryata tidak tetap.

Bentuk gonad tebal menggembung pada kondisi matang penuh, gonat menutupi organ dalam
(seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali bagian kaki pada fase awal, gonad jantan dan betina
secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna krem kekuningan. Namun, setelah
fase matang penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada maxima) jantan berwarna putih krem,
sedangkan betina berwarna kuning tua. Pada tiram Pinctada fucata warna gonad ini terjadi
sebaliknya.

C. Teknik Produksi
Dalam kegiatan untuk memproduksi spat dapat dimulai jika semua sarana operasional telah
tersedia, terutama pakan hidup dan induk. Hal ini yang perlu disiapkan lebih dahulu jauh hari
sebelum pembangunan fisik dimulai. Kegiatan pembenihan ini diawali dengan kultur pakan hidup,
dalam arti bahwa jumlah pakan yang dikulturkan harus cukup untuk pakan induk, larva, dan spat.
Kegiatan selanjutnya adalah seleksi induk, pemijahan, pemeliharaan larva, pemeliharaan spat,
dan pendederan.

1. Seleksi induk
Dalam kegiatan seleksi induk tiram mutiara dapat dilakukan di atas rakit apung di laut atau di
laboratorium. Induk-induk yang akan diseleksi dengan posisi berdiri atau bagian dorsal di bawah.
Kemudian, biasanya induk akan membuka cangkang karena kekurangan oksigen. Proses
pembukaan cangkang hendaknya jangan dipaksakan karena dapat menyebabkan cangkang pecah.
Setelah cangkang terbuka sebagian , segera digunakan alat pembuka cangkang (shell opener) agar
cangkang terbuka. Selanjutnya, pada cangkang segera dipasang baji dari kayu sebagai pangganjal
agar cangkang tetap terbuka sebagian.

Untuk melihat posisi gonad, digunakan alat spatula. Dengan spatula, insang di sibakkan sehingga
posisi gonad dapat terlihat dengan jelas dan secara visual tingkat kematangan dapat diketahui.
Secara morfologi, tiram mutiara dewasa dan telah mencapai matang gonad penuh yaitu (fase IV)
dapat diketahui, dengan kondisi gonad adalah seluruh permukaan organ bagian dalam tertutup
oleh gonad, kecuali bagian

Klasifikasi tiram mutiara yang memenuhi syarat untuk dijadikan induk berukuran antara 17-20 cm
(DVM). Persyaratan yang paling penting adalah tingkat kematangan gonad. Induk yang berasal
dari hatchery, khususnya induk jantan, ada kalanya berukuran 15 cm (DVM) sudah matang gonad
penuh. Induk-induk yang sudah diseleksi atau sudah memenuhi syarat segera dibawa ke
laboratorium untuk dipijahkan.
Pengelolaan induk di laboratorium dalam kondisi terkendali telah dilakukan oleh para ahli. Para
ahli tersebut memelihara induk Pinctada maxima di laboratorium dilakukan di dalam bak
fiberglass kapasitas 1 ton. Selama pemeliharaan digunakan sistem air mengalir dan diberi pakan
tambahan fitoplankton. Aplikasi pakan hidup diberikan dengan variasi komposisi Isocrysis
galbana dan atau Pavlova luthri dengan Tetraselmis tetrathele atau Chaetoceros sp. dengan
perbandingan 1:1. jumlah pakan yang diberikan antara 25.000- 30.000 sel/cc/hari.

2. Pemijahan
Pemijahan tiram mutiara secara alami sering terjadi pada tiram yang telah dewasa. Dalam kondisi
gonad matang penuh, tiram akan segera memijah jika terjadi perubahan lingkungan perairan
walaupun sedikit. Kemungkinan lain adalah shock mekanik yang terjadi karena perlakuan kasar
pada saat cangkang dibersihkan atau akibat perbedaan tekanan. Lalu dibawah ke tempat
budidaya yang relatif dangkal sehingga memacu tiram untuk memijah.

Menurut Winanto (2004) rekayasa pemijahan perlu dilakukan jika secara alami tiram tidak mau
memijah di dalam bak pemijahan. Ada dua metode yang digunakan dalam perlakuan pemijahan,
yaitu metode manipulasi lingkungan dan metode rangsangan kimia.

a. Metode manipulasi Lingkungan
Metode pertama manipulasi lingkungan yang biasa di gunakan dan resiko kegagalannya relatif
kecil adalah metode kejut suhu (thermal shock), fluktuasi suhu, dan ekspose. Metode kejut suhu
dilakukan dengan cara, jika suhu air di tempat pemijahan mulanya sekitar 28C di tinggikan
menjadi 35C, ini di naikkan secara bertahap dengan bantuan alat pemanas (heater). Induk-induk
akan memijah setelah 60-90 menit dari perlakuan. Biasanya yang lebih dulu memijah adalah
induk jantan dan di susul oleh induk betina. Sperma yang keluar seperti asap berwarna putih.

Metode yang ke dua adalah fluktuasi suhu, jika suhu awal tempat pemijahan sekitar 28C di
tinggikan menjadi 33-45C . jika induk belum memijah setelah 60-90 menit maka suhu di
turunkan kembali ke suhu awal, perlakuan ini di lakukan terus-menerus sampai induk memijah.
Metode yang ketiga yaitu metode ekspose juga sering di lakukan dan ada kalanya di
kombinasikan dengan metode kejut suhu. Induk di letakkan di tempat teduh, lalu di biarkan
selama 30-45 menit, pada kondisi tertentu, misalnya induk belum mencapai fase matang gonad
(fase III) maka perlu di lakukan ekspose lebih lama, bisa mencapai 1-2 jam. Setelah masa ekspose,
induk di kembalikan lagi ke tempat bak pemijahan. Pada kasus ini bisa di kombinasi antara
metode ekspose dengan metode kejut suhu atau fluktuasi suhu.

b. Rangsangan kimia
Dalam pemijahan dengan menggunakan bahan kimia juga sering di lakukan, tetapi hasil
pembuahan (fertilisasi) biasannya kurang baik. Seperti halnya manipulasi lingkungan, dengan
bahan kimia juga bertujuan untuk merubah lingkungan mikro tempat pemijahan. Secara ekstrim
bahan kimia dapat dengan segera merubah lingkungan pH air menjadi asam atau basa, yamg
bertujuan memberikan shock fisiologis pada induk sehingga terpaksa mengeluarkan sel-sel
gonadnya. Jenis bahan kimia yang umum di gunakan antara lain hydrogen peroksida (H
2
O
2
),
natrium hidroksida (NaOH), ammonium hidroksida (NH
4
OH), amoniak (NH
4
), dan larutan tris
(trace buffer).

Tabel 2. Perkembangan Pinctada maxima setelah telur di buahi.
Waktu setelah
Pembuahan
Temperature air (C) Perkembangan
15 menit 28 Penonjolan polar body I
25 menit 28 Penonjolan polar body II
40 menit 9 Penonjolan polar lobe I, permulaan
cleavage
45 menit 30 Stage 2 sel
1 jam 30 Stage 4 sel
1 jam-3 jam 28-30 Stage 8 sel
2 jam-3 jam 27-30 Stage morula
3 jam-4 jam 27-31 Blastula mulai megadakan rotasi
permulaan gastrula5 jam28-30Perkembangan flagelata apical7 jam28-30Kulit tiram hampir menutupi
tubuh18 jam-19 jam26-30 (D shape)

D. Kultur Phytoplankton
Pakan alami untuk tiram mutiara yaitu jenis-jenis flagelata berukuran 10 . Beberapa jenis
mikroalga yang umum di berikan untuk larva tiram mutiara yaitu : Isocrysis galbana, Pavlova
lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis. Sp, dan Tetraselmis chuii.

Pemeliharaan pakan alami ini dilakukan secara bertahap, hal ini untuk menjaga kualitas, kuantitas
serta kemurnian pakan alami tersebut. Yang dilakukan dengan menggunakan media agar, setelah
terbentuk koloni baru dipindahkan ke dalam tabung reaksi. Secara bertahap, koleksi, isolasi dan
perbanyakan meliputi kultur murni, semi masal dan masal. Air laut yang digunakan sebagai media
pemeliharaan harus melewati saringan ukuran mikro dan saringan kapas, selanjutnya disterilisasi
dengan Autoclav. Komposisi pupuk yang di gunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 3. Komposisi pupuk untuk kultur plankton.
No Jenis pupuk Dosis (conway) Dosis (guillard)
1 EDTA 45 gram 10 gram
2 NaH
2
PO
4
2H
2
O 20 gram 10 gram
3 F
e
CI
3
6H
2
O 1,5 gram 2,9 gram
4 H
3
BO
3
33,6 gram 3,6 gram
5 MnCI2 0,36 gram -
6 NaNO3 100 gram 3,6 gram
7 Na
2
SiO
3
9H
2
O - 100 gram
8 Trace Matel Solution 1 ml 5 gram/30 ml
9 Vitamin 1 ml 1 ml
10 Aquades sampar 1000 ml 1000 ml
Sumber : Ditjenkan, 2002
Makanan utama larva tiram mutiara adalah jenis alga Isocrysis galbana dan Monocrysis lutheri, sehingga
pakan ini perlu disiapkan sebagai makanan awal dari larva dan harus dilakukan tiga hari sebelum larva
menetas.

1. Kultur murni
Kultur murni pada skala laboratorium dapat menggunakan pupuk atau media Guillard Conway.
Pemeliharaan plankton pada skala laboratorium dilakukan secara bertahap. Hal ini untuk menjaga
kemurnian dan kualitas stok.

Untuk kultur murni dapat digunakan cawan Petri dengan media agar. Setelah berbentuk koloni,
diamati dengan mikroskop untuk mengetahui apakah terjadi kontaminsi dengan jenis lain atau
tidak. Jika masih terkontaminasi maka harus dilakukan pemurnian ulang sehingga didapatkan
koloni satu spesies atau jenis Phytoplankton yang diinginkan selanjutnya, dilakukan pemindahan
untuk di ukur dalam tabung reaksi dengan menggunakan tabung reaksi Ose.

Inokulum di dalam tabung reaksi dapat diperbanyak secara bertahap sampai mencapai
pertumbuhan puncak (blooming). Mulai dipelihara 100 cc, kemudian diperbanyak lagi ke 200 cc,
300 cc, 500 cc dan 1000 cc. Lama pemeliharaan tergantung pada jenis dan tingkat kepadatan
inokulum. Jika tujuan kultur untuk stok dan mempertahankan kemurnian, dapat dilakukan kultur
tanpa pengudaraan selama 2-3 bulan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi.
Pada skala laboratorium jenis Isocrysis galbanai dan Pavlova lutheri dapat dipelihara 5-10 hari
dan Chaetoseros sp dapat dipelihara selama 5-12 hari.

Pemeliharaan berikut masih dalam skala laboratorium pada volume 3-5 liter dengan waktu
pemeliharaan 5-7 hari untuk Isocrysis galbana 4-6 hari untuk Chaetoceros sedangkan untuk
Pavlova lutheri sama dengan Isocrysis galbana. Kultur skala laboratorium ini dimaksudkan untuk
menyediakan inokulum untuk pembenihan skala semi-masal atau skala 30-80 liter.

2. Kultur semi masal
Pada prinsipnya kultur semi masal dan masal sama dengan kultur dalam skala laboratorium,
hanya volumenya lebih besar. Untuk kultur semi masal dan masal, air laut yang digunakan cukup
disaring dengan kantong saringan 60-80 mikron. Setelah media air laut disiapkan pupuk
dimasukan kemudian diaduk secara merata atau diberi pengudaraan. Setelah itu, bibit dimasukan
ke dalam media.

Untuk jenis Isocrysis galbana dan Pavlova luthery yang dipelihara dalam skala laboratorium dan
semi masal akan capai kepadatan optimum setelah 4-6 hari. Kepadatan plankto yang baik
diberikan sebagai pakan, biasanya pada fase pertumbuhan optimum, awal fase pertumbuhan
tetap, atau setelah mencapai kepadatan optimum. Untuk mengetahui setiap fase pertumbuhan
tersebut perlu dilakukan pengamatan setiap hari, caranya dengan pengambilan sample dan dapat
dihitung kepadatannya dengan menggunakan haemocytometer.

Pemanenan phytoplankton dapat dilakukan 3 cara yaitu sebagai berkut :
1. Penyaringan dengan plankton net.
2. Pemanenan dengan memindahkan langsung bersama media kultur.
3. Cara pengendapan menggunakan bahan kimia, seperti : Sodium hidroksida dan NaOH.

3. Penyimpanan bibit murni
Guna untuk kesinambungan kultur phytoplankton maka perlu dilakukan pemeliharaan stok bibit
murni. Untuk menyimpan bibit phytoplankton lebih lama, dapat disimpan dalam kulkas (< 10 C)
dengan syarat diperiksa setiap minggu atau bulan untuk menjaga mutu phytoplankton tersebut.
Kultur tidak perlu diberi aerasi karena hanya menjadi sumber kontaminasi.

Kultur phytoplankton dapat di pelihara dengan beberapa cara sebagai berikut
1. Disimpan dalam media agar pada cawan Petri.
2. Disimpan pada media agar miring pada tabung reaksi.
3. Disimpan dalam media cair pada tabung reaksi.
4. Disimpan dalam media cair pada Erlenmeyer.

Penyimpanan stok bibit murni dalam media agar dapat bertahan sampai 6 bulan. Penyimpanan
stok murni dalam media cair dilakukan dalam tabung reaksi volume 10 ml, diberi pupuk dan tanpa
aerasi tetapi harus dilakukan pengocokan setiap hari. Biakan stok murni ini diletakkan pada rak
kulkas dengan pencahayaan lampu TL. Penyimpanan stok murni dalam kulkas dapat bertahan
selama 1 bulan dan sebiknya segra digunakan dan diganti dengan stok baru.

Kendala yang umum ditemukan dalam kultur phytoplankton adalah kontaminasi oleh
mikroorganisme lain seperti : Protozoa, bakteri, dan jenis phytoplankton lainnya. Kontaminasi ini
dapat bersumber dari medium (air laut, pupuk, udara atau aerasi, wadah kultur serta inokulum)

E. Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva hingga spat dapat berhasil apabila di perhatikan terjadinnya stadia-stadia
kritis. Selama pertumbuhan, larva mengalami tiga masa krisis. Pertama, pada fase D, yaitu
pertama kali larva mulai makan sehingga perlu di sediakan pakan yang ukurannya sesuai dengan
bukaan mulut larva. Kritis kedua, terjadi pada fase umbo. Kondisi larva sangat sensitif karena
mengalami metamorfosis. Tandanya adalah terdapat penonjolan umbo, terutama fase umbo
akhir atau fase bintik hitam (eye spot) atau fase pedifeliger. Fase kritis yang terakhir adalah fase
pantigride, larva mengalami perubahan kebiasaan hidup dari sifat plantonis (spatfal) menjadi spat
yang hidupnya menetap (sesil bentik) di dasar.

Larva tiram lebih menyukai tempat yang gelap atau remang-remang daripada yang terang, untuk
itu tempat pemeliharaan di tutup dengan plastik gelap. Kepadatan yang baik 200 ekor/liter,
kepadatan yang tinggi akan berpengaruh pada pertumbuhan normal, bahkan dapat menimbulkan
kematian (Sutaman, 1993). Selama pemeliharaan pergantian air sebanyak 50-100 %, setiap 2-3
hari atau sesuai kebutuhan


F. Lokasi Usaha
Ketepatan pemilihan lokasi merupakan salah satu syarat keberhasilan budidaya tiram mutiara.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi budidaya, yaitu :

1. Faktor Ekologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram, diantaranya
kualitas air, pakan, dan kondisi fisiologis organisme. Batasan faktor ekologi yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi lokasi budidaya adalah :
a. Lokasi
Lokasi usaha untuk budidaya tiram mutiara ini berada di perairan laut yang tenang. Pemilihan
lokasi pembenihan maupun budidaya berada dekat pantai dan terlindung dari pengaruh
angin musim dan tidak terdapat gelombang besar. Lokasi dengan arus tenang dan gelombang
kecil dibutuhkan untuk menghindari kekeruhan air dan stress fisiologis yang akan
mengganggu kerang mutiara, terutama induk.
b. Dasar
Dasar perairan sebaiknya dipilih yang berkarang dan berpasir. Lokasi yang terdapat pecahan-
pecahan karang juga merupakan alternatif tempat yang sesuai untuk melakukan budidaya
tiram mutiara.
c. Arus
Arus tenang merupakan tempat yang paling baik, hal ini bertujuan untuk menghindari
teraduknya pasir perairan yang masuk ke dalam tiram dan mengganggu kualitas mutiara yang
dihasilkan. Pasang surut air juga perlu diperhatikan karena pasang surut air laut dapat
menggantikan air secara total dan terus-menerus sehingga perairan terhindar dari
kemungkinan adanya limbah dan pencemaran lain.
d. Salinitas
Dilihat dari habitatnya, tiram mutiara lebih menyukai hidup pada salinitas yang tinggi. Tiram
mutiara dapat hidup pada salinitas 24 ppt dan 50 ppt untuk jangka waktu yang pendek, yaitu
2-3 hari. Pemilihan lokasi sebaiknya di perairan yang memiliki salinitas antara 32-35 ppt.
Kondisi ini baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup tiram mutiara.
e. Suhu
Perubahan suhu memegang peranan penting dalam aktivitas biofisiologi tiram di dalam air.
Suhu yang baik untuk kelangsungan hidup tiram mutiara adalah berkisar 25-30
0
C. Suhu air
pada kisaran 27 31
0
C juga dianggap layak untuk tiram mutiara.
f. Kecerahan
Kecerahan air akan berpengaruh pada fungsi dan struktur invertebrata dalam air. Lama
penyinaran akan berpengaruh pada proses pembukaan dan penutupan cangkang (Winanto,
et. al. 1988). Cangkang tiram akan terbuka sedikit apabila ada cahaya dan terbuka lebar
apabila keadaan gelap. Menurut Sutaman (1993), untuk pemeliharaan tiram mutiara
sebaiknya kecerahan air antara 4,5-6,5 meter. Jika kisaran melebihi batas tersebut, maka
proses pemeliharaan akan sulit dilakukan. Untuk kenyamanan, induk tiram harus dipelihara
di kedalaman melebihi tingkat kecerahan yang ada.
g. pH
Derajat keasaman air yang layak untuk kehidupan tiram pinctada maxima berkisar antara
7,8- 8,6 pH agar tiram mutiara dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Pada prinsipnya,
habitat tiram mutiara di perairan adalah dengan pH lebih tinggi dari 6,75. Tiram tidak akan
dapat berproduksi lagi apabila pH melebihi 9,00. Aktivitas tiram akan meningkat pada pH
6,75 pH 7,00 dan menurun pada pH 4,0-6,5.
h. Oksigen
Oksigen terlarut dapat menjadi faktor pembatas kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Tiram mutiara akan dapat hidup baik pada perairan dengan kandungan oksigen terlarut
berkisar 5,2-6,6 ppm. Pinctada maxima untuk ukuran 40-50 mm mengkonsumsi oksigen
sebanyak 1,339 l/l, ukuran 50 60 mm mengkonsumsi oksigen sebanyak 1,650 l/l, untuk
ukuran 60 70 mm mengkonsumsi sebanyak 1,810 l/l.
i. Parameter lain
1) Fosfat Kandungan fosfat yang lebih tinggi dari batas toleransi akan mengakibatkan
tiram mutiara mengalami hambatan pertumbuhan. Fosfat pada kisaran 0,1001-0,1615 g/l
merupakan batasan yang layak untuk normalitas hidup dan pertumbuhan organisme
budidaya. Lokasi budidaya dengan fosfat berkisar antara 0,16-0,27 g/l merupakan
kandungan fosfat yang baik untuk budidaya mutiara.
2) Nitrat Kisaran nitrat yang layak untuk organisme yang dibudidayakan sekitar 0,2525-
0,6645 mg/l dan nitrit sekitar 0,5-5 mg/l. Konsentrasi nitrit 0,25 mg/l dapat mengakibatkan
stres dan bahkan kematian pada organisme yang dipelihara.
3) Amoniak Batas toleransi organisma akuatik terhadap amoniak berkisar antara 0,4-3,1
g/l. Pada kisaran yang lebih tinggi dari angka tersebut dapat mengakibatkan gangguan
pernafasan dan akhirnya mengakibatkan kematian pada organisme. Pemilihan lokasi juga
harus terhindar dari polusi dan pencemaran air, misalnya pencemaran yang berasal dari
limbah rumah tangga, limbah pertanian, dan limbah industri. Pencemaran air akan
mengakibatkan kematian, baik spat maupun induk tiram mutiara. Selain itu kegiatan mulai
dari pembenihan sampai dengan budidaya induk tiram dapat dipilih lokasi di sekitar pantai
yang berdekatan dengan lokasi tempat tinggal pengelola usaha budidaya. Hal ini untuk
kemudahan dalam pengangkutan dan pemindahan induk tiram mutiara, sehingga
mengurangi risiko kerugian akibat kematian.

2. Faktor Risiko
a. Pencemaran
Lokasi budidaya tiram mutiara harus berada di lokasi yang bebas dari pencemaran, misalnya
limbah rumah tangga, pertanian, maupun industri. Limbah rumah tangga dapat berupa deterjen,
zat padat, berbagai zat beracun, dan patogen yang menghasilkan berbagai zat beracun.
Pencemaran yang berasal dari kegiatan pertanian berupa kotoran hewan, insektisida, dan
herbisida akan membahayakan kelangsungan hidup tiram mutiara.
b. Manusia
Pencurian dan sabotase merupakan faktor yang juga perlu dipertimbangkan dalam menentukan
lokasi budidaya mutiara. Risiko ini terutama pada saat akan panen atau setelah satu tahun
penyuntikan inti mutiara bulat (nucleus).
G. Metode Pemeliharaan Tiram Mutiara
Sarana pemeliharaan tiram mutiara pada umumnya dilakukan dengan metode
pemeliharaan gantungan (hanging culture method), pada prinsipnya metode ini terdiri dari alat
gantungan dan tempat untuk meletakkan gantungan. Metode pemeliharaan gantungan dibagi
lagi menjadi dua metode yaitu, metode rakit terapung (floating raft method) dan metode tali
rentang (long line method).
1. Metode Rakit Apung (floating raft method)
Rakit apung selain berfungsi sebagai pemeliharaan induk, pendederan, dan pembesaran, juga
berfungsi sebagai aklimatisasi (beradaptasi) induk pasca pengangkutan. Menurut Priyono (1981),
pemeliharaan mutiara umumnya dilakukan dengan metode rakit apung. Cara ini banyak
digunakan karena lebih mudah dalam pengawasan serta hasilnya lebih baik dari pada cara
pemeliharaan dasar (botton culture method). Bahan utama metode ini adalah kayu rakit (kayu
atau bambu), pelampung (drum minyak, fiber glass, styrofoam), tali-tali dan jangkar (Mulyanto,
1987).

2. Metode Tali Rentang (long line method)
Menurut Winanto, et. al. (1988), bahwa pelampung yang digunakan adalah pelampung dari
plastik, styrofoam, dan fiberglass. Tali rentang yang digunakan adalah dari bahan polyethelen
atau sejenisnya dipasang diantara tali yang satu dengan yang lainnya yang diberi jarak 5 meter
dan panjang tali rentang tergantung dari luas budidaya. Metode tali rentang dapat diterapkan
pada perairan yang dasarnya agak dalam atau dasar perairan agak keras.

H. Teknis Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada maxima)
Pada prinsipnya, untuk dalam keberhasilan pemeliharaan tiram mutiara untuk menghasilkan
mutiara bulat baik kualitas maupun kuantitas sangat ditentukan oleh proses penanganan tiram
sebelum operasi pemasangan inti, saat pelaksanaan operasi, pasca operasi dan ketrampilan dari
teknisi serta sarana pembenihan tiram yang memadai. Pada umumnya tiram mutiara yang akan
dioperasi inti mutiara bundar berasal dari hasil penangkapan dialam yang dikumpulkan dari
kolektor dan nelayan. Namun ukuran cangkang mutiara terdiri dari macam-macam ukuran yang
nantinya disortir menurut ukuran besarnya mutiara, hal inilah yang menjadi penyebab sehingga
tidak dapat melaksanakan operasi dalam jumlah yang banyak. Sedangkan hasil pembenihan dari
hatchery dapat diperoleh ukuran yang relatif seragam ukurannya sehingga dapat dilakukan
operasi pemasangan inti mutiara dalam jumlah yang banyak. Namun produksi benih belum dapat
dikembangkan secara masal. Pemeliharaan spat tiram disesuaikan dengan kondisi perairan
disekitarnya. Pemeliharaan benih (spat) yang masih kecil berukuran dibawah 5 cm dipelihara
pada kedalaman 2-3 cm sedangkan spat dengan ukuran di atas 5 cm dipelihara pada kedalaman
lebih dari 4 cm (Sutaman, 1993).

1. Penanganan Tiram Sebelum Operasi Pemasangan Inti Mutiara
Dengan demikian kalau kita tinjau mengenai terjadinya mutiara, untuk saat ini dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
Mutiara asli yang terdiri dari mutiara alam (natural pearl) dan mutiara pemeliharaan
(cultured pearl).
Mutiara tiruan/imitasi (imitation pearl) (Dwiponggo, 1976).
Mutiara pemeliharaan
Sebelum proses penanganan tiram mutiara (Pinctada maxima) untuk pemasangan inti mutiara,
harus dilakukan beberapa proses yaitu sebagai berikut:
1. a. Seleksi bibit
Benih tiram mutiara dari hasil penyelaman (natural) maupun dari hasil pembenihan (breeding)
diseleksi untuk mencari tiram yang telah siap untuk dioperasi pemasangan inti. Menurut
Sutaman (1993), bahwa benih siap operasi adalah tiram yang kondisinya sehat, tidak cacat, telah
berumur 2-3 tahun jika benih itu di dapat dari usaha budidaya dan berukuran diatas 15 cm jika
benih tersebut didapat dari hasil penangkapan. Benih tiram mutiara yang telah terkumpul dari
hasil seleksi untuk dioperasi harus dipelihara dalam rakit pemeliharaan khusus supaya
memudahkan dalam penanganan saat operasi akan berlangsung.
1. b. Ovulasi buatan
Ovulasi buatan bertujuan agar pada saat operasi tiram mutiara tidak sedang dalam keadaan
matang telur, karena tiram yang matang telur jaringan tubuhnya sangat peka terhadap
rangsangan dari luar, sehingga inti yang di pasang akan dimuntahkan kembali. Ovulasi buatan ini
merupakan kegiatan yang sengaja dilakukan untuk memaksa tiram mutiara agar mengeluarkan
telur atau spermanya. Menurut Mulyanto (1987), bahwa cara ovulasi buatan yaitu dengan menaik
turunkan keranjang pemeiharaan kedalam air dengan cepat sampai telur atau sperma keluar dari
tiram.
Selain dari perlakuan menaik turunkan keranjang pemeliharaan tiram, kegiatan lain yang
dilakukan yaitu masa pelemasan tiram (yukuesey) dimana tiram mutiara yang siap operasi di
kurangi jatah pakannya dan membatasi ruang geraknya sehingga tiram menjadi lemah dan
kepekaannnya menjadi berkurang pada saat inti dimasukkan (Mulyanto, 1987).
1. c. Pembukaan cangkang
Setelah tiram mutiara diistrahatkan selama 1 hari setelah proses ovulasi buatan selanjutnya
dlakukan proses pembukaan cangkang tiram mutiara. Dalam kegiatan ini ada 3 cara yang sering
digunakan untuk memaksa tiram secara alami membuka cangkangnya yaitu dengan
merendamnya dalam air dengan kepadatan yang tinggi, sirkulasi air dan cara yang terakhir yaitu
pengeringan (Winanto, et. al. 1988).
Setelah cangkang terbuka akibat dari perlakuan ini, cangkang tersebut segera ditahan dengan
forsep dan di pasang baji pada mulut tiram supaya cangkang selalu dalam keadaan terbuka.
Selanjutnya 1 jam sebelum operasi, tiram-tiram tersebut diletakkan didalam dulang dengan
bagian engsel atau dorsal disebelah bawah (Sutaman, 1993).

2. Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat
Untuk menghasilkan mutiara pada tiram ada dua cara yang umum di lakukan dalam
operasi pemasangan inti mutiara yaitu:
a. Pemasangan inti mutiara bulat
b. pemasangan inti mutiara setengah bulat (blister).
Operasi pemasangan inti mutiara bulat merupakan bagian terpenting dalam menentukan
keberhasilan pembuatan mutiara bulat. Ada beberapa cara yang perlu dilakukan dalam operasi
pemasangan inti mutiara bulat adalah sebagai berikut:
1) Sebelum pemasangan inti, tiram siap operasi di kumpulkan diatas meja operasi.
2) Membuat potongan mantel dengan pengambilan mantel dari tiram donor dan
mengguntingnya sekitar lebar 5 mm dan panjang 4 cm. kemudian mantel dipotong membentuk
bujur sangkar dengan sisi-sisi 4 mm (Sutaman, 1993). Menurut Tun dan Winanto (1988), mantel
yang diambil hendaknya dipilih tiram yang mudah dan aktif.
3)Pemasangan inti mutiara bulat.
Dalam pemasangan inti perlu diperhatikan ukuran inti yang akan dipasang. Umumnya ukuran inti
mutiara yang dimasukkan kedalam gonad tiram mutiara jenis Pinctada maxima yaitu berkisar
antara 3,03-9,09 mm (Mulyanto, 1987).

Table 4. Daftar ukuran inti mutiara bundar yang digunakan untuk operasi tiram mutiara (Pinctada
maxima) (Mulyanto, 1987).
Diameter
(mm)
Nomor Bobot 1000 butir
(gram)
3,03 1,0 41,32
3,33 1,1 55,01
3,63 1,2 53,68
3,93 1,3 90,82
4,24 1,4 113,40
4,54 1,5 139,50
4,84 1,6 169,30
5,15 1,7 203,06
5,45 1,8 241,38
5,75 1,9 283,50
6,06 2,0 330,67
6,36 2,1 382,76
6,66 2,2 440,10
6,96 2,3 502,87
7,27 2,4 571,3
7,57 2,5 645,82
7,87 2,6 726,65
8,18 2,7 813,56
8,48 2,8 907,31
8,78 2,9 1008,07
9,09 3,0 1015,96
Cara pemasangan inti yang perlu diperhatikan yaitu peralatan operasi lebih terdahulu disterilkan
atau dibersihkan, pembuatan sayatan yang baik dan penempatan inti yang tepat didalam organ
dalam tiram, mantel dan inti (nukleus) yang ada didalam gonad bersinggungan langsung dan
operasi dilakukan dengan cepat sehingga tiram mutiara tidak stress atau mati, karena lamanya
saat operasi pemasangan inti mutiara.
3. Penangannan Tiram Pasca Operasi
Menurut Mulyanto (1987), mengemukakan bahwa pemeliharaan tiram mutiara pasca
operasi sangat menentukan penyembuhan dan pembentukan mutiara yang dihasilkan. Setelah
tiram dioperasi, dengan cepat dan hati-hati dimasukkan kembali kedalam air dan digantung pada
rakit pemeliharaan yang letaknya paling dekat rumah operasi dan pada tempat yang pergerakan
airnya paling kecil. Tiram memerlukan waktu istrahat yang cukup 1-3 bulan untuk
menyembuhkan luka shock akibat dari operasi pemasangan inti.
Setelah masa penyembuhan, dilakukan pemeriksaan terhadap tiram untuk mengetahui apakah
inti yang telah dipasang masih dalam posisi semula atau dimuntahkan. Tiram yang akan diperiksa
di tahan dengan baji lalu diletakkan pada shell holder dan diperiksa. Apabila inti masih berada
didalam, maka bagian tersebut akan kelihatan sedikit menonjol (Winanto, et. al., 1988)
Pemeriksaan inti mutiara yang dilakukan oleh perusahan-perusahan yang berskala besar
dilakukan dengan cara menggunakan alat rontgen. Pemeriksaan dengan alat ini dilakukan sekitar
45 hari setelah masa tento terakhir atau kurang lebih 3 bulan setelah pemasangan inti. Tiram
yang masih terdapat inti didalam cangkangnya dalam posisi semula dipelihara kembali hingga
waktu panen tiba. Tiram yang memuntahkan intinya dan kondisi tubuhnya masih baik dapat
diulangi pemasangan inti mutiara bulat atau setengah bulat (blister) (Mulyanto, 1987).

4. Panen
Menurut Mulyanto (1987), bahwa setelah masa pemeliharaan 1,5-2 tahun sejak operasi
pemasangan inti maka tiram dapat dipanen dengan kecermatan dan ketepatan yang benar agar
hasil mutiara dapat berkualitas baik. Menurut Tun dan Winanto (1988), di Indonesia panen akan
lebih baik menguntungkan apabila dilakukan pada saat musim hujan, karena untuk mengurangi
mortalitas pada waktu pemasangan inti mutiara bulat kedua. Tekanan tinggi, suhu rendah dan
relatif konstan serta suasana remang-remang dapat menyebabkan sel penghasil nacre lebih aktif
mensekresikan nacre, sehingga kilau dan warnanya lebih baik walaupun pelapisan nacrenya
berlangsung lebih lambat.
Cara pemanenan dapat dilakukan sebagai berikut : tiram yang sudah dipanen diletakkan di atas
meja operasi. Kemudian bagian mantel dan insang yang menutupi gonad disisihkan sehingga
mutiara akan kelihatan dan tampak menonjol dengan sedikit bercahaya. Lalu dibuat sayatan pada
organ tersebut seperti pada saat pemasangan inti itiara bulat, maka mutiara dengan mudah dapat
dikeluarkan dari gonad tiram.














BAB III
HASIL MAGANG


1. A. Pelaksanaan Magang
Magang industri dilaksanakan pada tanggal 24 November 2005-20 Pebuaari 2006, dengan lokasi
praktek di CV. Duta Aru Indah, Pulau Garaga, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera selatan,
Propinsi Maluku Utara. Dilokasi praktek ada beberapa kegiatan yang dilakukan yaitu:

1. Orientasi
Kegiatan orientasi dilaksanakan untuk lebih mengenal lokasi magang industri sebagai tempat
pelaksanaan magang kegiatan. Hal ini meliputi konsultasi dengan pihak industri, pengarahan,
survey, pencarian data dan hal-hal lain yang dapat menunjang pelaksanaan magang seperti
sarana dan prasarana dalam budidaya tiram mutiara yang ada di industri CV. Duta Aru Indah.

2. Penyusunan Rencana Magang Industri
Pelaksanaan magang para mahasiswa di CV. Duta Aru Indah dibagi menjadi beberapa tahap,
disesuaikan dengan jadwal kegiatan mahasiswa praktek kerja magang yang telah dibuat dan
disesuaikan dengan kegiatan pada industri budidaya tiram mutiara.
Sesuai dengan acuan pada jadwal kegiatan mahasiswa, praktek kerja magang di CV. Duta Aru
Indah, dalam pelaksanaan di lapangan selama waktu yang telah diberikan tersebut para
mahasiswa melaksanakan kegiatan magang dibeberapa bagian diantaranya kegiatan pembesaran
tiram mutiara, pembenihan dan kultur pakan phytoplankton untuk tiram mutiara (Pinctada
maxima).

3. Keadaan Umum Tempat Magang
a. Kondisi Geografis
Industri CV. Duta Aru Indah terletak di Pulau Garaga Desa Kampung Baru Kecamatan Obi
Kabupaten Halmahera Selatan Propinsi Maluku Utara. Tata letak industri ini berada pada sebuah
teluk yang jauh dari aktifitas masyarakat sehari-hari dan jauh dari lalulalang transportasi laut.
Lokasi industri ini hanya dapat dijangkau dengan menggunakan alat transportasi laut kurang lebih
12 jam dari ibukota propinsi, dari ibukota kabupaten kurang lebih 6 jam serta dari ibukota
kecamatan kurang lebih 1-2 jam.
Lokasi ini memiliki bata-batas wilayah sebagai berikut :
Timur : Tanjung Merah
Barat : Tanjung Palem
Selatan : Gunung, serta
Utara : Laut
Gambar 2. Tempat lokasi magang di CV. Duta Aru Indah
b. Sejarah Industri
CV. Duta Aru Indah merupakan sala satu perusahan yang bergerak di bidang perikanan
yaitu budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) dengan sumber modal swasta nasional serta
produksi yang dihasilkan oleh industri ini seluruhnya diekspor keluar negeri, dengan negara
tujuan Jepang. Pemasaran yang hanya terbatas atau dimonopoli oleh Jepang ini mungkin karena
keterkaitan tenaga teknisi Jepang yang berada pada perusahan ini, sekalipun pemilik perusahan
ini adalah milik orang cina. Selain dari produksi mutiara tersebut, produksi kulit tiram mutiara ini
di ekspor juga, sebahagian lagi dipasarkan ke Pulau Jawa terutama Surabaya. Berdirinya industri
ini pada tahun 1997 Ruang lingkup kegiatan budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) di industri
ini meliputi: Kultur phytoplankton, pemijahan, pemeliharaan spat sampai ukuran siap operasi,
operasi pemasangan inti, pemeliharaan pasca operasi, pemanenan dan pemasaran. CV. Duta Aru
Indah dalam melakukan usaha budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) memiliki lima lokasi
yaitu lokasi budidaya CV. Duta Aru Indah Unit Pulau Garaga, Unit Tiga Raja, Unit Pulau Damar,
Unit Selat Mas dan Unit Dowora.
c. Struktur Organisasi Industri
Kegiatan ini bertujuan agar dapat mengetahui fungsi dan manfaat pelaksanaan administrasi
industri budidaya tiram mutiara. Hal ini dilaksanakan dengan cara diskusi dengan pihak industri,
baik teknisi maupun karyawan serta mempelajari sarana dan prasarana yang ada tentang industri
tiram mutiara. Sehingga dengan kegiatan administrasi industri ini terwujud suatu hubungan kerja
yang baik dan teratur.
CV. Duta Aru Indah ini dipimpin oleh seorang Manager (kepala perusahaan) dan dibantu oleh
kepala-kepala seksi diantaranya : Kepala seksi administrasi umum, seksi logistik, seksi budidaya,
seksi mekanik, seksi keamanan dan seksi keuangan. Dalam menjaga kemanan disekitar lokasi
perusahaan kepala seksi kemanan dibantu oleh 6 orang aparat keamanan, sedangkan kepala seksi
budidaya dalam memonitoring kegiatan budidaya berkoordinasi dengan 3 orang teknisi dan
dibantu oleh kepala bagian siput kecil, siput praoperasi dan siput pasca operasi. Para tenaga
kerja karyawan/karyawati yang ada di CV. Duta Aru Indah mempunyai dua tipe yaitu, tenaga
kerja bulanan dan tenaga kerja harian.
d. Unit Usaha Budidaya
Lingkup usaha budidaya yang dilaksanakan di CV. Duta Aru Indah merupakan kegiatan
pemeliharaan tiram mutiara dari ukuran spat, pembesaran, pelaksanaa operasi pemasangan inti
mutiara bulat sampai pelaksanaan pemanenan setelah pemeliharaan 1-1,5 bulan yang di
laksanakan di CV. Duta Aru Indah Pulau Garaga serta kegiatan kultur phytoplankton di
laboratorium. Sedangkan untuk pembenihan yaitu di CV. Duta Aru Indah unit Pulau Garaga, unit
Tiga raja, unit Pulau Damar, unit Selat mas dan unit dowora.
e. Dampak Terhadap Masyarakat
Berdirinya CV. Duta Aru Indah Pulau Garaga yang bergerak dibidang perikanan dalam
usaha budidaya tiram mutiara telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan masyarakat
disekitar wilayah Propinsi Maluku Utara terutama masyarakat kec. Obi dan Maluku Tenggara
pada umumnya. Adapun dampak positif tersebut antara lain adalah:
1) Terbukanya lapangan kerja bagi masyarakat yang bekerja baik sebagai tenaga pemeliharaan,
tenaga harian atau bulanan serta tenaga borongan.
2) Menarik para investor lain untuk menanam modalnya dibidang budidaya tiram mutiara pada
khususnya maupun dibidang usaha budidaya perikanan pada umumnya.
3) Meningkatkan pendapatan daerah setempat dengan adanya usaha ini.
4) Terbukanya kesempatan bagi para pelajar, mahasiswa dan peneliti untuk mengadakan
praktek atau penelitian tentang manajemen budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima).
4. Sarana dan Prasarana Budidaya Tiram mutiara
CV. Duta Aru Indah dalam pelaksanaan usaha budidaya tiram mutiara, ada beberapa
sarana dan prasarana yang di gunakan yang terdiri dari sarana pembenihan (hatchery) dan sarana
pembesaran, sarana penunjang. Sedangkan bahan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan
budidaya adalah peralatan operasi pemasangan inti mutiara bulat, paralatan pembersian tiram
dan panen mutiara serta bahan dan alat yang digunakan dalam hatchery.
a. Sarana Pembenihan
Kelengkapan utama dalam kegiatan pembenihan antara lain harus tersedia ruang pembenihan
(bangunan); suplai air laut; ruang aklimatitasi; tempat pemijahan; tempat pemeliharaan untuk
larva; spat, dan induk; sarana kultur pakan alami; dan peralatan lainnya yang menunjang kegiatan
pembenihan.
1)Bangunan
Pada prinsipnaya, bangunan ini harus memenuhi persyaratan teknis operasional yang terdiri dari
ruang kultur alga, ruang aklimatisasi, ruang pemijahan, ruang pemeliharaan larva dan spat, serta
ruang staf. Dalam kegiatan tata letak bangunan sedapat mungkun jauh dari aktifitas sehari-hari
sehingga organisme yang dipelihara selalu dalam suasana terang. Hal ini di sesuaikan
dengan habitat dari organisme pemeliharan tersebut.
Tabel 5. Alat dan bahan yang digunakan dalam kultur phytoplankton di
CV. Duta Aru Indah adalah sebagai berikut.
No Alat dan bahan Fungsi
1 Tabung Erlenmeyer Wadah kultur phytoplankton
2 Tabung Reaksi Wadah kultur phytoplankton
3 Cawan Petri Wadah kultur phytoplankton
4 Toples 5 ltr dan 10 ltr Wadah kultur phytoplankton
5 Wadah 15 dan 30 liter Wadah kultur phytoplankton (kultur semi massal)
6 Mikroskop Menghitung kepadatan phytoplankton
7 Haemacytometer dan

Cover glassMenghitung densitas Phytoplankton dan Tempat peletakan
sample plankton8TermometerPengukur suhu ruangan kultur phytoplankton9CaterPenghitung
phytoplankton10PipetPengambilan sample plankton11PupukSebagai
pengkaya12AquadesPembilasan peralatan13Larutan HCLSterilisasi peralatan14Air panasSterilisasi
peralatan15Oven/autoklavSterilisasi peralatan16PlanktonPakan alami tiram
mutiara17FormalinBahan pencampur dalam pengamatan kepadatan
plankton18AerasiPenambahan oksigen19Air lautMedia kultur20BecerglassWadah untuk
pengambilan sample plankton21TisuPembersih21ACPengatur suhu ruangan plankton
2). Suplai Air Laut
Penyediaaan air laut yang bersih merupakan salah satu faktor penting, karena air laut merupakan
media tumbuh dan berkembangnya plankton dan larva tiram mutiara. Pengambilan air laut
dibantu dengan mesin pompa air 2-2,5 inci dan pipa PVC. Air yang digunakan telah melalui
beberapa proses fertilisasi, antara lain melewati saringan pasir (sand filter) dan bak pengendapan.
Untuk pemeliharaan larva khususnya, air laut melalui beberapa perlakuan, seperti cartage atau
saringan bertingkat dari 15 mm, 10 mm, dan 5 mm; sterilisasi dengan autoclav; dan saringan
kapas (cotton filter).
3). Bak Pemijahan Induk
Bak ini terbuat dari fiberglass bervolume 3 ton menyerupai bentuk tabung serta berwarna bening
transpran. Bak ini berfungsi sebagai tempat tempat memijahnya induk tiram mutiara dengan
jumlah 3 buah.
4). Bak telur
Sebagai tempat meletakkan telur hasil pemijahan dari induk tiram. Ini digunakan wadah toples
plastik dengan volume 30 liter sebanyak 20 buah.
5). Bak pemeliharaan larva dan spat
Bak ini terbuat dari polikarbinat atau juga fiber glaas dengan volume 5 ton warna bak ini hitam,
dilengkapi dengan pintu pemasukan dan pengeluaran air.

6). Bak penjarangan dan penempelan spat.
Terbuat dari fiberglaas, ukuran bak ini tidak menentu tergantung dari ukuran kolektor. Tetapi
pada umumnya bak ini berukuran 90 cm x 60 cm x 50 cm. warna bak ini gelap agar kontras
dengan warna spat yang putih transparan, sehingga spat yang menempel pada kolektor dan jatuh
didasar bak bisa terlihat dan diambil kembali.
7). Spat kolektor
Merupakan tempat menempelnya tiram mudah atau spat. Spat kolektor ini terbuat dari bahan
paranet. Wadah yang digunakan sebagai wadah kolektor adalah keranjang jaring dengan ukuran
40cm x 60cm.
8). Tempat kutur pakan alami
Tempat kultur pakan alami digunakan rak yang terbuat dari kerangka kayu dan besi siku. Untuk
penerangan setiap rak dilengkapi dengan 4 lampu TL 40 wat. Ukuran rak di sesuaikan dengan
ukuran ruangan dan kapasitas produksi yang diinginkan.
9). Rumah pompa
Sebagai tempat meletakkan mesin pompa untuk penyedotan air laut ke ruang laboratorium.
10). Rumah genset
Tempat untuk meletakkan genset, yang berfungsi sebagai listrik listrik.
11). Tower air tawar
Berfungsi untuk menampung air tawar sebelum digunakan ke rumah karyawan, kantor dan
hatchery.
12). Bak penampung air laut.
Mempunyai fungsi sebagai penampung air laut sebelum digunakan dalam kegiatan kultur pakan
alami dan pembenihan dihatchery.
Tabel 6. Alat dan bahan pemijahan, penetesan dan pemeliharaan larva
No Alat dan bahan Fungsi
1 Bak pemeliharaan Pelihara induk
2 Toples plastic Sebagai wadah peletakan telur
3 Bak induk Penyimpanan induk
4 Bak pemijahan Tempat pemijahan
5 Bak penetasan telur Sebagai bak penetasan dan pemeliharaan larva
6 Larva Tiram budidaya
7 Mikroskop Untuk mengamati kondisi larva
8 Thermometer Mengukur suhu
9 Saringan plankton Menyaring telur dan kotoran
10 Suplai air laut Media hidup tiram
11 Bak penampung Menampung air laut
12 Mesin pompa Penyedot air laut
Pipet Pengambilan cantoh telur

b. Sarana Pembesaran
Bahan-bahan pembuatan sarana pembesaran sangat penting dalam pemeliharaan tiram
dari ukuran spat sampai ukuran siap operasi dan pemanenan. Bahan-bahan ini digunakan untuk
sarana rakit apung, bahan sarana pembuatan tali rentang (long line) dan pembuatan keranjang
pemeliharaan.
1). Bahan Sarana Rakit Apung
Bahan-bahan yang digunakan dalam kontruksi rakit apung tersebut adalah sebagai berikut :
Kerangka rakit, terbuat dari kayu bakau yang berdiameter 10-15 cm dan panjang 9 meter.
Pelampung, berbentuk silinder dengan diameter 60 cm dan panjang 1 meter yang terbuat
dari bahan drum plastik atau styrofoam yang di lapisi plastik berwarna kuning/biru yang
tahan bocor.
Pengikat rakit, digunakan kawat dengan berdiameter 3 mm.
Tali jangkar dan jangkar, terbuat dari tali polyethelen dengan berdiameter 5 cm dengan
panjang 2-3 kali kedalaman air. Untuk menahan rakit agar tidak terbawa arus digunakan
jangkar yang terbuat dari besi/blok semen.
Tali gantung keranjang, terbuat dari polyethelen berwarna hitam atau biru. Tali untuk
gantungan keranjangan siput ini dengan diameter 8 mm dan panjang 5 meter.
Rakit digunakan sebagai tempat pemeliharaan tiram mutiara, baik tiram sebelum operasi maupun
pasca operasi. Dalam satu unit rakit apung terdiri dari 6 rakit kecil dengan ukuran 9 x 9 m per rakit
dan mampu menampung 100 keranjang yang masing-masing berisi 8 ekor tiram. Sehingga dalam
satu rakit kecil sebanyak 800 atau 4.800.ekor tiram mutiara dalam 1 unit rakit apung.
2). Bahan Sarana Tali Rentang (Long line)
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan satu unit tali rentang (long line) tersebut adalah:
Tali rentang, tali ini terbuat dari tali polyethelen yang berwarna biru atau hitam dengan
diameter 3 cm dan panjang 102 m.
Bola pelampung, terbuat dari plastik berwarna biru atau hitam dengan diameter 30 cm,
bola pelampung diikat dengan tali polyethelen pada tali rentang.
Pemberat, bahan pembuatnya dari blok semen (beton).
Dalam setiap tali rentang dipasang 25 buah pelampung dengan jarak antara pelampung dapat
diikat 4 buah tali gantung keranjang, jarak antara tali gantung pocket net 80 cm. Sehingga setiap
satu tali rentang dapat menampung 100 buah pocket net dan setiap pocket net berisi 8 tiram
mutiara. Jadi setiap tali rentang dapat memuat 800 ekor tiram atau satu unit tali rentang yang
memiliki 10 tali rentang dapat memuat 8000 ekor tiram mutiara.
3). Keranjang Pemeliharaan
Ada beberapa kategori keranjang yang digunakan dalam pemeliharaan tiram mutiara, tergantung
dari ukuran dan usia tiram mutiara.
Pocket net atau Keranjang jaring
Ukuran keranjang pemeliharaan tiram ini sangat bervariasi tergantung ukuran tiram mutiara.
Untuk pemeliharaan tiram kecil (spat) digunakan Keranjang ukuran mata jaring 0,3 m dengan 12
kamar ini ada yang terdiri dari 8 kamar, 9 kamar dan 24 kamar. Untuk yang 8 kamar dan 9 kamar
diguakan untuk tiram mutiara yang berukuran 4-7 cm. Sedangkan yang 24 kamar digunakan tiram
mutiara masa pendederan.
Keranjang plastik
Keranjang ini terbuat dari bahan plastik yang berwarna hitam dengan ukuran panjang 92 cm,
tinggi 16 cm dan luas 16 cm serta terdiri dari 20 kamar yang disekat-sekat. Biasa keranjang
digunakan pada tiram selesai operasi dan memasuki masa bottom serta panen. Dengan ukuran
tiram mutiara 8-12 cm.
Waring.
Waring ini berukuran 0,3 cm digunakan untuk membungkus Keranjang kawat yang mempunyai 10
kamar. Keranjang ini digunakan pada tiram mutiara yang memasuki masa pelemasan tiram
(yokusey). Keranjang ini berukuran panjang 74 cm, tinggi 23 cm dan lebar 23 cm.
Gambar 3a. Pocket net atau keranjang jaring untuk budidaya tiram mutiara
3b. Keranjang plastik digunakan pada saat tiram selesai operasi,
masa bottom dan Panen.
3a 3b

c. Sarana Penunjang Budidaya
Sarana penunjang yang digunakan dalam budidaya tiram mutiara yaitu antara lain sebagai
berikut:
1). Rumah Rakit
Rumah rakit terdiri dari 3 buah bangunan terapung (floating raft house) yang dapat dipindah-
pindahkan dengan speed boat. Rumah rakit ini terbuat dari kayu yang tahan terhadap arus air dan
pelampung Styrofoam untuk mengapungkan rumah rakit tersebut. Ini digunakan untuk kegiatan
pembersihan keranjang dan tiram serta perbaikan sarana budidaya lainnya.
2). Speed Boat
Speed boat terdiri dari 12 buah unit, terbuat dari bahan fiberglass yang dilengkapi
dengan motor tempel berkekuatan 40 PK dan 80 PK. Speed boat digunakan untuk mengangkut
tiram mutiara, memindahkan rumah rakit, kegiatan keamanan dilokasi budidaya serta kegiatan
pemeliharaan mutiara.
3). Kapal Motor
Kapal motor terdiri dari 3 buah unit, yang terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan mesin
dalam. Kapal motor ini digunakan untuk mengangkut tiram mutiara dari lokasi unit cabang
pembenihan ke lokasi pembesaran CV. Duta Aru Indah, sarana transportasi karyawan/karyawati,
pengangkutan air bersih untuk kegiatan budidaya maupun ke rumah karyawan.

5. Bahan Sarana Operasi Pemasangan Inti mutiara Bulat dan Panen
Bahan sarana operasi sangat mempengaruhi dalam kegiatan pemasangan inti mutiara
bulat dan saat pelaksanaan pemanenan dilakukan. Bahan sanana operasi dan pemanenan yang
dibutuhkan tersebut adalah:
1. Rumah operasi, terbuat dari kayu yang ditanam dan tahan terhadap gelombang serta
terletak dekat dengan rakit apung (tempat tiram akan dioperasi).
2. Meja operasi, terbuat dari kayu dengan sekat-sekat pada bagian kiri, kanan dan depan
untuk melindungi dari sinar matahari secara langsung.
3. Meja tiram, terbuat dari kayu dan letaknya harus berdekatan dengan meja operasi, yang
berfungsi sebagai tempat meletakkan tiram yang akan dioperasi pemasangan inti mutiara
bulat dan pemanenan.
6. Peralatan Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat dan Panen
Peralatan operasi pemasangan inti mutiara dan pemanenan yang digunakan pada CV.
Duta aru Indah adalah sebagai berikut:
1. Forsep (pembuka cangkang), alat ini digunakan untuk membuka/memperbesar bukaan
mulut cangkang tiran sebelum dipasang baji dan untuk mepertahankan bukaan cangkang
pada saat operasi atau panen berlangsung.
2. Baji, erbuat dari kayu membentuk segi tiga siku-siku yang digunakan untuk
mempertahankan bukaan cangkang sebalum operasi atau pada saat panen.
3. Gunting, digunakan untuk memotong mantel dari organ tubuh tiram donor.
4. d. Tweezer, digunakan untuk mengangkat potongan mantel dari dalam cangkang tiram
donor.
5. Spon mantel, digunakan untuk tempat memotong mantel menjadi bagian-bagian tekecil,
spon ini berfungsi menahan lender hitam pada lapisan luar mantel sehingga pada saat
mantel dimasukkan ke dalam organ tiram lapisan mantel berwarna putih (tidak bernoda)
serta dapat menyerap air .
6. Pisau pemotong (graff cutter), Ini digunakan untuk memotong potongan mantel menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil.
7. Graft cutting block, digunakan sebagai landasan spons untuk memotong mantel Pinset,
digunakan untuk menyingkir dan mengangkat hama yang ada dalam tubuh tiram.
8. Standar dengan penjepit (shell holder), digunakan untuk meletakkan tiram yang akan
dioperasi.
9. Pinset, digunakan untuk menyingkir dan mengangkat hama yang ada dalam tubuh tiram.
10. Spatula, digunakan untuk menyibak mantel dan insang yang menghalangi tempat
penorehan.
11. Kait (hock), digunakan untuk menahan kaki sewaktu membuat irisan/saluran dan saat
pemasukan inti (nukleus) mutiara.
12. Incision knife, digunakan untuk menorah gonad tiram mutiara.
13. Probe, digunakan untuk membuat saluran pemasukan mantel dan inti serta saluran
keluarnya mutiara pada saat pemanenan.
14. Pemasukan mantel (graft currier), digunakan untuk memasukkan potongan mantel
kedalam organ tiram melalui saluran yang telah dibuat.
15. Nukleus carrier, digunakan untuk memasukkan inti (nukleus) kedalam gonad melalui
saluran dan untuk mengambil mutiara serta untuk mengambil mutiara dari dalam gonad
pada saat panen.
16. Gelas berisi air, digunakan untuk membersihkan alat pada setiap pengoprasian satu buah
tiram dan membasahi nucleus carrier agar inti mutiara dapat menempel.
q. Wadah kecil, digunakan untuk menampung inti (nukleus) dan mutiara dari hasil panen.

7. Peralatan Pembersih Tiram Mutiara
Salah satu peralatan yang tidak kalah penting dalam budidaya tiram mutiara (Pincata maxima)
adalah alat pembersih tiram dari organisme penempel dan kotoran yang mengganggu
kehidupan/pertumbuhan dari tiram mutiara. Adapun peralatan pembersih yang digunakan di CV.
Duta Aru Indah Pulau Garaga dalah sebagai berikut :
1. Mesin pencuci, alat ini digerakkan oleh mesin diesel yang diset diatas rumah rakit dan
speed boat. Mesin pencuci uni digunakan untuk membersihkan keranjang pemeliharan
dan membersihkan tiram dari organisme penempel pada cangkang sebelum dan sesudah
dibersihkan dengan pisau atau parang kecil.
2. Pisau dan parang kecil, ini digunakan untuk membersihkan tiram setelah melalui proses
pembersihan pada mesin diesel.
B. Pembahasan

1. Sarana dan Prasarana Budidaya
Salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam keberhasilan untuk usaha budidaya
tiram mutiara (Pinctada maxima) adalah sarana dan prasarana yang digunakan. Adapun sarana
dan prasarana yang ada pada CV. Duta Aru Indah adalah: Sarana dan prasarana pembenihan dan
pembesaran.
a. Sarana dan Prasarana Pembenihan
1). Ruang Pembenihan (hatchery)
Tempat operasional hathery di CV. Duta Aru Indah ini merupakan ruang pembenihan tiram
mutiara yang mencangkup ruang kultur fitoplankton, ruang penyimpanan alat dan sarana
operasional, ruang staf serta ruang pemeliharaan larva dan spat hasil pemijahan dari tiram
mutiara. Ruang pemijahan serta pemeliharaan larva dan spat di satukan. Hal ini sesuai dengan
apa yang dikemukakan oleh Winanto et al., (2001), bahwa tempat operasional hatchery tidak
harus berupa bangunan permannen, tetapi bisa disesuaikan dengan kondisi dan dana yang
tersedia pada perusahan tersebut.
Gambar 4. Tata letak ruang pembenihan (hatchery) di CV. Duta Aru Indah
Ket: A: Ruang kultur pakan alami
B: Ruang sterilisasi peralatan
C: Bak pemeliharaan larva dan spat
D: Bak pemijahan induk tiram
E: Ruang staf + tempat penyimpanan alat
F1:Bak penampungan (dengan saringan 0,3 mikron)
F2: Bak sand filter (saringan pasir)
F3: Bak sand filter (saringan kerikil)
F4: Bak pengendapan (pada pipa outlet dilapisi spon dan waring)
Fasilitas ruangan pembenihan dan kultur phytoplankton yang ada di CV. Duta Aru Indah ini
letaknya sedikit jauh dari aktifitas sehari-hari, sehingga organisme yang dipelihara mendapat
suasana yang tenang. Ruang tempat pemeliharaan larva dan spat suasanannya gelap atau cahaya
yang masuk dapat diatur. Hal ini disesuaikan dengan habitat tiram mutiara (Pinctada maxima)
didalam perairan air laut. Sedangkan ruangan tempat kultur phytoplankton suasananya terang
yang pencahayaannya diatur dengan menggunakan lampu TL 40 watt sebanyak 4 buah dan AC
250 Vol. 2 buah untuk mengatur suhu, sehinggga kondisi suhu ruangan phytoplankton tetap
terkontrol.
2). Sistem Suplai Air Laut Untuk Pambenihan Tiram Mutiara
Sistem penyedian air laut yang bersih dan berkualitas untuk pemeliharaan larva tiram mutiara
harus diperhatikan karena air merupakan media hidup dan berkembangnya tiram mutiara. Air
media yang digunakan untuk kegiatan pembenihan air laut yang diambil dari sekitar lokasi CV.
Duta Aru Indah dengan menggunakan mesin pompa kemudian dialirkan melalui pipa PVC 6 inchi
sebanyak 3 buah ke bak pengendapan, kemudian dilanjutkan sampai ke bak penampungan
melalui beberapa filterisasi secara gravitasi. Air laut diambil langsung dari permukaan dasar laut
dengan jarak 250 meter ke mesin pompa, kemudian dari mesin pompa ke bak pengendapan
100 meter. Ujung pipa PVC yang digunakan untuk mengalirkan air laut dari mesin pompa ke bak
pengendapan ini digunakan spon dan waring, yang selanjutnya dialirkan terus ke saringan kerikil
dan sand filter (saringan pasir) dan selanjutnya dialirkan ke bak penampungan. Dari bak
penampungan inilah air laut yang sudah melalui filterisasi ini di alirkan ke ruang kultur
phytoplankton dan ruang pemijahan atau pemeliharaan larva. Air yang masuk ke bak pemijahan
dan pemeliharaan larva disaring dengan sariangan 5 mikron, sedangkan yang masuk kedalam
ruang kultur pakan alami disaring dengan saringan 2 mikron dan 3 mikron.
3). Sterilisasi Alat dan Bahan
a). Sterilisasi Alat dan Bahan Pemijahan dan Pemeliharaan Larva
Wadah pemeliharaan ini terdiri atas Bak pemijahan yang terdiri atas 3 buah dengan volume 3 ton,
berbentuk tabung dengan warna bening transparan. Untuk wadah penetesan telur terdiri dari 20
buah dengan volume 30 liter dan berwarna bening transparan. Sedangkan bak pemeliharaan
larva terdiri dari 8 buah dengan volume 5 ton berwarna hitam (gelap) dan berbentuk persegi
panjang, terbuat dari bahan polikarbonat.
Dalam keberhasilan usaha budidaya salah satu hal yang tidah dapat diabaikan adalah kebersihan
wadah yang digunakan. Pengalaman yang dilakukan oleh teknisi di CV. Duta Aru Indah dalam
sterilisasi wadah yang akan digunakan baik wadah pemijahan, penetesan telur serta
pemeliharaan larva dan spat. Alat dan bahan ini dicuci sampai benar-benar bersih, baik kotoran
yang menempel berbentuk fisik maupun organisme jenis hama penempel pada wadah
pemeliharaan. Kegiatan pencucian wadah ini dengan tujuan untuk membersihkan semua jenis
pathogen. Pencucian ini dengan menggunakan air laut dengan cara menyiram secara merata pada
seluruh wadah pembenihan, kemudian menggosok seluruh bagian wadah tersebut dengan
menggunakan spon, setelah itu dibilas dengan air laut. Cara mencucu wadah yang dianggap
adanya organisme penempel dilakukan dengan menaburkan secara merata garam yodium
kedalam wadah, ini hanya dilakukan pada bak pemeliharaan larva dan spat yang bervolume 5 ton
Setelah beberapa menit baru kembali dibilas dengan air laut.
b). Sterilisasi Alat dan Bahan Kultur Pakan Alami
Menurut pengamatan yang dilakukan oleh para teknisi di CV. Duta Aru Indah dalam sterilisasi alat
dan bahan untuk media tumbuh kultur phytoplankton ini dilakukan dengan cara menggunakan air
panas dengan autoclave, bahan kimia dan dengan menggunakan oven (hotplate). Dalam hal ini
menurut Isnasetyo dan Kurniastuty (1995) bahwa, sterilisasi dapat dilakukan dengan beberapa
metode antara lain: sterilisasi dengan autoclave, sterilisasi basah, sterilisasi dengan bahan kimia,
sterilisasi dengan penyaringan dan sterilisasi dengan sinar ultra violet. Di CV. Duta Aru Indah,
sterilisasi ini hanya digunakan tiga metode karena proses dan hasilnya tidak berbeda jauh dengan
metode sterilisasi lainnya.
Sterilisasi dengan Autoclave
Proses sterilisasi ini dilakukan dengan menggunakan autoclave bersuhu 121C dengan tekanan 1
kg/cm selama 45 menit. Sterilisasi ini dilakukan untuk peralatan gelas seperti tabung reaksi,
cawan petri, pipet, Erlenmeyer, corong, gelas kimia dan gelas ukur. Paralatan ini sebelum
dimasukkan kedalam autoclave untuk di sterilisasi, terlebih dahulu dibungkus dengan
menggunakan kertas aluminium foil. Setelah proses sterilisasi selesai, semua peralatan in
diletakkan dalam ruangan yang bersih dan dalam kondisi tetap terbungkus sampai akan
digunakan.
Sterilisasi dengan Bahan Kimia
Sterilisasi ini dilakukan hanya untuk selang aerasi yang digunakan dalam wadah kultur
phytoplankton dengan cara selang ini direndam kedalam larutan Hidrochloric Acid (HCL) 10%
selama 24 jam kemudian dicuci bersih dan direbus kembali dalam toples plastik vol 30 liter
dengan menggunakan heater. Sterilisasi dengan bahan kimia ini bertujuan untuk melarutkan sisa
phytoplankton yang menempel pada ujung selang untuk menghindari terjadinya kontaminasi
antara jenis phytoplankton serta membunuh organisme lain yang dapat mengganggu
pertumbuhan phytoplankton.
Sterilisasi dengan Oven (hotplate)
Untuk cara sterilisasi peralatan metode ketiga ini dengan menggunaka oven (hotplate)
yaitu untuk semua peralatan yang bisa dimasukkan kedalam ruang oven, ini bisa langsung
disterilisasi dengan oven selama 30 menit. Sedangkan untuk peralatan yang tidak bisa
dimasukkan kedalam oven karena ukurannya besar, ini bisa cukup disterilisasi dengan autoclave
atau dengan bahan kimia sesuai dengan keperluan untuk sterilisasi.
Selain dari peralatan tersebut, air laut juga harus disterilisasi yang nantinya akan digunakan
sebagai media pemeliharaan kultur phytoplankton. Air laut ini dialirkan melewati saringan
filterisasi untuk mendapatkan air laut yang berkualitas sebagai media kultur phytoplankton.
Setelah melewati filterisasi, selanjutnya air laut ini disterilisasi dengan cara direbus sampai
mendidi (sterilisasi basah). Kemudian air laut tersebut di tampung dalam sebuah wadah tertutup
dan didinginkan. Setelah air media tersebut dingin, lalu disaring dengan menggunakan saringan
kertas saring atau tissue sebelum digunakan sebagai media kultur phytoplankton.
Sterilisasi alat dan bahan ini dimaksudkan agar supaya membunuh bakteri, protozoa ataupun
organisme lain yang dapat menggagu pertumbuhan phytoplankton nantinya serta untuk mencega
terjadinya kontaminasi antara jenis phytoplankton.
4). Jenis-Jenis Phytoplankton Pakan Larva Tiram Mutiara
Didalam unit pembenihan tiram mutiara di CV. Duta Aru Indah,
menggunakan/memanfaatkan 5 jenis phytoplankton sebagai pakan larva tiram mutiara, pakan
alami larva tersebut adalah: Isocrysis galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp,
Nannoclorophysis. Sp, dan Tetra selmis chuii. Dilihat dari bentuk dan ukuran phytoplankton yang
dikultur di CV. Duta Aru Indah, sebagai pakan larva tiram mutiara. Dalam pemberian pakan alami
ini disesuaikan dengan umur larva. Pakan alami ini apabila dilihat secara visual, terlihat bahwa
ukuran tetrasilmis chuii yang paling besar diantara jenis lainnya. Sedangkan Pavlova lutheri,
Isochrysis galbana dan Nannochloropsis sp. ukurannya lebih besar dibandingkan
dengan Chaetocheros amami. Pakan alami jenis Pavlova lutheri, Isochrysis galbana dan
Nannochloropsis sp. lebih baik digunakan untuk diberikan pada larva yaitu periode awal dalam
pemeliharaan larva tiram mutiara. Hal ini disebabkan karena jenis pakan alami ini ukurannya lebih
kecil dibandingkan dengan jenis lainnya sehingga sesuai dengan bukaan mulut larva tiram
mutiara.
Menurut hasil pengalaman para teknisi di CV. Duta Aru Indah, bahwa dengan pemberian pakan
alami jenis Pavlova lutheri, isochrysis galbana dan Nannochloropsis sp. pada periode awal
pertumbuhan larva memberikan pengaruh sehingga menunjukkan hasil yang baik. Hal ini sejalan
dengan pandapat Winanto et al. (2001) bahwa, pada stadia awal larva yaitu stadia bentuk D,
tiram mutiara mulai diberikan makanan mikro alga berupa Pavlova sp. dan Isocrysis galbana.
Sedangkan jenis Chaetoceros amami dan Tetraselmis chuii diberikan seterlah larva tiram mutiara
menempel pada spat kolektor.
Bibit (inokulum) phytoplankton yang digunakan sebagai pakan larva tiram mutiara berasal dari
panti benih lain, yaitu dari daerah dobo propinsi maluku tenggara. Tahapan kultur phytoplankton
yang dilakukan pada laboratorium pakan alami CV. Duta Aru Indah adalah stok awetan kultur dan
perbanyakan untuk mendapatkan kualitas dan kuantitas inokulum phytoplankton yang baik
sebelum diberikan pada larva tiram mutiara dengan teknik kultur murni dan semi massal.
Menurut Umebayshi dalam Winanto et. al (2001) bahwa, mikro alga yang digunakan sebagai
pakan larva tiram mutiara adalah memiliki ukuran yang sesuai dengan bukaan mulut larva, cepat
tumbuh dengan kepadatan yang tinggi dan tidak menghasilkan substrat yang beracun. Pendapat
ini searah dengan apa yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah yaitu kultur phytoplankton jenis
Pavlova lutheri sp. Isochysis galbana, Chaetocheros amami dan Tetraselmis chuii dipilih sebagai
pakan larva tiram mutiara karena memiliki ukuran 10 m, mengandung nutrisi (protein,
karbohidrat, lemak dan abu) yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva tiram mutiara, cepat
berkembang biak dalam waktu 4-6 hari dan tidak menimbulkan racun terhadap larva.
5). Kultur Pakan Hidup
CV. Duta Aru Indah dalam kegiatan kultur pakan hidup ini dilakukan hanya pada skala
kultur murni dan kultur semi masal. Karena pakan merupakan salah satu faktor penentu dalam
keberhasilan kegiatan pembenihan tiram mutiara, sehingga CV. Duta Aru Indah perlu melakukan
kultur phytoplankton demi ketersedian pakan yang tepat waktu, jumlah, dan jenisnya akan sangat
mendukung keberhasilan produksi masal spat nanti.
a). Kultur Murni
Kultur murni pada skala laboratorium dapat menggunakan pupuk atau media Guillard, Conway,
atau Walnes (Lampiran 1). Disini mahasiswa sedikit menemui kendala dimana pupuk yang
digunakan hanya mendapat keterangan saja, sedangkan untuk kegiatan dalam kultur
phytoplankton ini dirahasiakan oleh bagian teknisi dilaboratorium pakan alami ini, sehingga
mahasiswa hanya berpatokan pada buku-buku referensi tentang pupuk yang digunakan untuk
kultur pakan alami. Pemeliharaan plankton pada sakala laboratorium di CV. Duta Aru Indah ini
dilakukan secara bertahap. Hal ini dilakukan hanya karena untuk menjaga kualitas dan kemurnian
inokulum dari stok phytoplankton untuk skala semi massal.
Kultur murni dimulai dengan menyiapkan media/peralatan kultur yang telah disterilisasi dan
diperkaya dengan larutan pupuk. Selanjutnya phytoplankton tersebut dimasukkan kedalam
cawan petri dengan media agar. Setelah terbentuk koloni, dilakukan pengamatan dengan
mikroskop untuk mengetahui apakah terjadi kontaminasi antara jenis phytoplankton yang satu
dengan lain atau tidak. Apabila tidak terjadi kontaminasi maka phytoplankton tersebut segera
dipindahkan kedalam tabung reaksi dengan menggunakan jarum Ose, tabung reaksi ini dengan
volume 50 cc. Dalam kultur phytoplankton, air laut yang digunakan ini terlebih dahulu disterilisasi
dan sebelum inokulum dimasukkan 1/3 bagian, media kultur dipupuk terlebih dahulu.
Pupuk yang digunakan dalam kultur murni untuk jenis phytoplankton Diatomae (Isochrysis
galbana, Pavlova lutheri, dan Chaetocheros amami) adalah pupuk Na Medium, sedangkan untuk
jenis phytoplankton Chlophyceae (Tetraselmis chuii dan Nannochloropsis sp.) adalah
menggunakan pupuk Conwy/Walnes dengan dosis penggunaan 1,0 ml/l.
Biakan murni atau inokulum didalam tabung reaksi ini segera diperbanyak secara bertahap
setelah mencapai puncak (blooming) ini dengan megunakan peralatan gelas, antara lain; tabung
carbouy, volume 5 liter dan 8 liter, toples kaca, dan erlenmeyer volume, 50 ml, 100 ml, 500 ml,
1000 ml, 2000 ml. Lama pemeliharaan tergantung jenis dan tingkat kepadatan inokulum, tetapi
menurut pengalaman yang di lakukan di CV. Duta Aru Indah, dengan selang waktu pemindahan
kultur murni phytoplankton ini setelah 5 hari pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Winanto, Tjahjo (2004) bahwa, untuk jenis Isochrysis galbana dan Pavlova lutheri
yang dipelihara pada skala laboratorium dan semi masal, akan dicapai kepadatan optimum
setelah 4-6 hari. Kultur phytoplankton ini dimulai dari inokulum dalam tabung reaksi yang telah
padat kemudian dikultur secara bertingkat dari tabung reaksi sampai ke dalam erlenmeyer,
tabung carbouy dan toples kaca. dalam tabung reaksi dilakukan tanpa pemberian aerasi
sedangkan kultur murni dengan erlenmeyer, tabung carbouy dan toples kaca sampai pada kultur
semi massal diberi aerasi (pengudaraan).
Untuk meletakkan peralatan gelas atau botol-botol tersebut digunakan rak yang terbuat dari besi
siku yang diletakkan saling berhadapan, ukuran rak ini disesuaikan dengan luas ruangan
laboratorium yang ada di CV. Duta Aru Indah dan kapasitas produksi kultur phytoplankton.
Phytoplankton yang dikultur dalam laboratorium tersebut mempunyai ruangan yang tertutup
dengan kisaran suhu 22-25C ini pengaturannya dengan menggunakan AC, salinitas 35, pH 7,8-
8,3 serta dengan penyinaran lampu TL 40 Watt sebanyak 4 buah.
b). Kultur Semi Masal
Pada prinsipnya kultur phytoplankton semi masal sama dengan kultur dalam skala
laboratorium (kultur murni), yang membedakan hanya volume wadah yang digunakan lebih
besar. Kultur murni dimulai dengan menyiapkan media/peralatan kultur yang telah disterilisasi.
Selanjutnya phytoplankton tersebut dimasukkan kedalam wadah yang lebih besar. Wadah yang
digunakan dalam kultur semi massal ini adalah toples plastik dengan volume 15-30 liter dengan
diberi selang aerasi (pengudaraan), setelah itu baru dimasukkan inokulum phytoplankton untuk
kultur. Rungan kultur semi massal ini, dilakukan dalam ruangan tertutup dan sama-sama dalam
ruang kultur sakala laboratorium dengan pengaturan kisaran suhu, salinitas, pH, serta
pencahayaan yang sama. Tujuan kultur dilakukan dalam ruangan tertutup yaitu untuk menjaga
kemurnian tiap jenis phytoplankton yang dikultur dari kontaminasi seperti protozoa, bakteri, dan
mikroorganisme lainnya. Sedangkan tujuan dari kultur dalam ruangan yang sama yaitu untuk
memudahkan pengontrolan phytoplankton serta mempermudah dalam pemindahannya.

Gambar 5. Ruang kultur pakan alami tiram mutiara (Pinctada maxima)
Menurut pendapat Winanto (2004) bahwa, kultur semi massal dimulai dari volume 40-80
liter dalam wadah aquarium yang diletakkan diluar laboratorium. Hal ini sedikit berbeda dengan
kultur phytoplankton yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah, karena kultur semi massal jenis
phytoplankton yang digunakan sebagai pakan larva tiram mutiara pada volume 15-30
liter. Pemberian phytoplankton sebagai pakan tiram mutiara ini bersamaan dengan
media/wadah kulturnya, sehingga kemurnian dari media kultur phytoplankton mutlak
diperhatikan.
6). Teknik Pembenihan
Kegiatan pembenihan spat bisa dilakukan jika semua sarana operasional telah tersedia,
terutama pakan hidup dan induk. Kegiatan pembenihan ini diawali dengan kultur pakan hidup.
Jumlah pakan yang dikulturnya harus cukup untuk pakan induk, larva, dan spat. Kegiatan
selanjutnya adalah seleksi induk, pemijahan, pemeliharaan larva, dan spat.
a). Seleksi Induk Tiram Mutiara
Seleksi induk tiram mutiara (Pinctada maxima) yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah
adalah merupakan tiram dari hasil pembenihan yang dilakukan di Daerah Dobo Propinsi Maluku
Tenggara yang kemudian diangkut ke CV. Duta Aru Indah untuk dipijahkan. Jumlah induk tiram
hasil seleksi untuk dipijahkan sebanyak 20 ekor yang terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor
betina. Induk-induk tiram mutiara ini rata-rata telah mencapai TKG III dan IV.
b). Pemijahan dan Proses Pembuahan
Lama pengangkutan induk ini selama tiga hari perjalan dari Daerah Dobo Maluku Tenggara
sampai ke lokasi CV. Duta Aru Indah Maluku Utara dengan kapal laut. Setelah sampai, induk ini
kemudian dibawah ke hathery untuk dimasukkan kedalam bak induk yang terbuat dari fiberglass
bervolume 1 ton, bak ini berwarna bening transparan. Bak ini berfungsi sebagai tempat
aklimatisasi sekaligus sebagai bak pemijahan. Proses aklimatisasi dilakukan selama satu hari.
Tindakan awal dalam kegiatan pemijahan di CV. Duta Aru Indah ini adalah induk dipuasakan
selama 24 jam, yang kedua induk diberi pakan phytoplankton dengan dosis tinggi, dan yang ketiga
adalah memberikan perangsangan dengan bahan kimia.
Induk dipuasakan selama 24 jam ini dengan tujuan untuk perbaikan kualitas sel gonad juga
sebagai salah satu manipulasi untuk perangsangan pemijahan terhadap induk tiram yang sedang
matang gonad. Tahap yang kedua adalah memberikan pakan dengan kepadatan tinggi, berupa
beberapa campuran jenis fitoplankton kedalam bak pemijahan degan volume 3 ton dengan berisi
air media penuh. Jenis phytoplankton yang diberikan ini adalah Isocrysis galbana sebanyak 25
liter, Chaetocheros sp. sebanyak 15 liter, dan Pavlova lutheri sebanyak 2 liter. Hal ini sesuai
dengan pendapat Winanto (2004) bahwa, pemeliharaan induk mutiara Pinctada maxima
dilaboratorium dilakukan didalam bak fiberglass kapasitas 1 ton. Aplikasi pakan hidup diberikan
dengan variasi komposisi Isocrysis galbana atau Pavlova lutheri dengan Tetraselmis tetrathele
atau Chaetocheros sp.
Rekayasa pemijahan yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah adalah metode rangsangan kimia
dengan larutan Amoniak (NH
4
) 25 % sebanyak 1,5 cc kedalam 15 liter air laut. Tehnik pemijahan
dengan metode rangsang ini dilakukan dengan cara mengambil 1 ekor tiram induk jantan dengan
fase matang gonad penuh. Kemudian cangkang dibuka dengan alat pembuka, lalu otot yang
menghubungkan kedua belah cangkang (otot edukator) dipotong dengan pisau. Secara hati-hati
dagingnya dikeluarkan. Mantel dan insang dibuang sehingga yang tersisa bagian yang terisi
gonad. Selanjutnya, bagian tersebut disayat-sayat dengan pisau, lalu dimasukkan kedalam wadah
yang telah terisi air laut bersih, kemudian diaduk-aduk sampai larut. Larutan sperma ini kemudian
disaring dan dimasukkan kedalam bak pemijahan untuk merangsang induk pemijahan. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Winanto (2004) bahwa, rekayasa pemijahan perlu dilakukan jika
secara alami induk tiram tidak mau memijah didalam bak pemijahan. Namun, induk yang akan
dipijahkan harus memenuhi persyaratan teknis. Induk tiram dapat dipijahkan dilaboratorium
dengan metode manipulasi lingkungan dan rangsangan kimia.
Setelah 1 jam kemudian setelah pemberian larutan amoniak induk ini segera dipindahkan
kedalam bak pemijahan yang berisi air laut bersih. Rungan pemijahan ini diatur sehingga
suasannya gelap sebelum induk tiram memijah. Hal ini disesuaikan dengan kehidupan tiram dilaut
untuk memudahkan proses pemijahan. Setelah 5 menit kemudian induk ini segera memijah.
Induk yang pertama kali memijah adalah induk jantan, kemudian disusul oleh induk betiana
setelah 3 menit kemudian. Induk jantan mengeluarkan sperma yang berwarna putih seperti asap
dengan ukuran 0,3 yang bergerak aktif, sedangkan induk betina mengeluarkan sel-sel telur
yang berwarna kekuning-kuningan dengan ukuran 6 yang bergerak pasif. Setelah semua isi
gonad induk tiram keluar, tiram induk ini segera diangkat dari bak pemijahan. Hal ini dilakukan
untuk menghindari agar supaya induk tiram tidak menyerap kembali telur yang sudah dikeluarkan
sehingga proses pembuahan dapat berlangsung dengan baik.
Dalam pemijahan ini, induk tiram mutiara (Pinctada maxima) yang digunakan sebanyak 20 ekor,
yang terdiri dari 10 ekor jantan dan 10 ekor betina. Dari 10 ekor induk jantan ini diambil 1 ekor
yang digunakan untuk diambil spermanya sebagai perangsang untuk proses pemijahan. Induk
tiram yang berhasil memijah adalah 9 ekor, yang terdiri dari 4 ekor jantan dan 5 ekor betina.






Gambar 6. Proses pemijahan tiram mutiara (Pinctada maxima)
Proses pembuahan terjadi diluar tubuh didalam media air. Proses pembuahan ini terjadi
segera setelah kedua induk jantan dan betina memijah. Telur-telur yang belum dibuahi berbentuk
agak lonjong menyerupai biji jeruk, sedangkan yang telah dibuahi berbentuk bulat dengan
diameter antara 48-55 . Hal ini tidak berbeda jauh apa yang dikemukakan oleh Winanto (2004)
bahwa, telur yang belum dibuahi bentuknya agak lonjong menyerupai biji jeruk. Sedangkan yang
telah dibuahi bentuknya bulat dengan diameter antara 56-65 .
Setelah proses pembuahan terjadi, pemanenan telur ini segera dilakukan. Sebelum pemanenan
telur, terlebih dahulu dilakukan pengambilan sempel untuk dilakukan pengamatan dengan
menggunakan mikroskop. Hal ini dengan tujuan untuk dapat mengetahui apakah semua telur
terbuahi serta mengecek kualitasnya telur. Pemanenan telur ini dengan cara penyifonan air yang
berisi telur untuk dipindahkan kedalam wadah volume 30 liter sebanyak 20 buah. Alat
penyaringan telur ini menggunakan saringan (planktonet) yang disusun bertingkat, dengan
ukuran 63 mikron dan 20 mikron. Saringan 63 mikron ini digunakan untuk menyaring kotoran,
termasuk feses dan isi perut yang kelur bersamaam dengan isi gonad pada saat pemijahan,
sedangkan saringan 20 mikron untuk menampung telur. Saringan ini diletakkan didalam wadah
peletakan telur dengan cara disusun, untuk saringan 63 berada dibagian atas dan saringan 20
mikron berada dibagian bawah untuk menyaring telur.
7). Pemeliharaan Larva
Pemeliharaan larva hingga spat akan berhasil jika memperhatikan terjadinya periode kritis.
Selama pertumbuhan, larva mengalami tiga kali periode kritis yaitu pada fase D, fase umbo dan
periode kritis yang ketiga yaitu pada fase plantigrade.
a). Perkembangan Awal
Perkembangan awal telur sampai larva yang terjadi pada pemijahan di CV. Duta Aru Indah ini
adalah, proses pembelahan sel yang terjadi setelah 50 menit pembuahan. 20 menit kemudian
sel membelah menjadi dua, lalu 35 menit berikutnya sel membelah menjadi 4 sel, 8sel, 16 sel, 32
sel sampai membelah menjadi multi sel. Fase morula dicapai setelah 3 jam. Fase blastula dicapai
setelah larva berumur 3,3 jam, pada fase ini gerakan larva mulai aktif berputar-putar, kemudian
fase selanjutnya adalah fase grastula. Pada fase grastula, larva ini mulai dipindahkan dari wadah
volume 30 liter kedalam bak penetasan dengan volume 5 ton sebanyak 8 buah. bak ini sekaligus
sebagai bak pemeliharaan larva.
b). Perkembangan Larva
Pada perkembangan larva terdapat beberapa masa kritis yang harus dilalui dari larva hingga
menjadi spat, yaitu:
Fase Veliger
Pada fase ini, wadah pemeliharaan mulai diberi aerasi yang kecil. Fase veliger atau larva bentuk D
(D-shape) dicapai setelah larva berumur 21,5 jam. Hal ini tidak jauh beda dengan apa yang
dikemukakan oleh Winanto (2004) bahwa, fase veliger atau larva bentuk D dicapai setelah larva
berumur antara 18-20 jam dan berukuran 70 x 80 . Pada fase ini larva mulai diberi pakan
mikroalga. Pada fase veliger, perkembangan larva mulai menyebar pada bagian pertengahan dan
permukaan media pemeliharaan. Hal yang sama apa yang diungkapkan oleh Winanto (2004)
bahwa, larva fase veliger bersifat fotopositif sehingga tampak berenang-renang dipermukaan air.
Pada fase ini ditandai dengan mulai tumbuhnya organ mulut, pencernaan, larva mulai makan dan
tubuhnya mulai ditutupi oleh cangkang tipis, serta secara bertahap cangkang ini akan
berkembang. Fase ini merupakan masa kritis yang pertama karena larva pada saat ini mulai
makan sehingga perlu penyesuaian dengan bukaan mulut larva
Fase Umbo
Setelah 12-15 hari, larva, larva mulai mengalami metamorfosis menjadi fase umbo dengan ukuran
130-136 yang ditandai dengan adanya tonjolan (umbo) pada bagian dorsal. Larva pada fase ini,
dicirikan oleh keadaan tubuh yang sehat, mempunyai aktifitas gerakan yang aktif dengan cara
berputar-putar menggunakan silianya serta menyebar merata pada lapisan permukaan dan
tengah air, serta mempunyai warna perut yang sesuai dengan pakan yang diberikan. Hal yang
sama juga dengan apa yang dikemukaan oleh Winanto (2004). Pakan yang dikonsumsi adalah
Isocrisis galbana dan Pavlova lutheri maka larva yang sehat akan banyak makan (kenyang)
sehingga perutnya berwarna kuning tua, larva yang cukup makan (sedang) bagian perutnya
berwarna kuning, dan yang tidak mau makan perutnya berwarna kuning mudah. Warna pada
bagian perut larva ini karena didominasi oleh warna jenis pakan yang dimakan serta jumlah yang
dikonsumsinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto (2004), bahwa warna perut larva dapat
bervariasi tergantung jenis pakan yang dikonsumsinya. Pemeriksaan warna pada bagian perut
larva ini dengan mengunakan mikroskop.
Fase Pediveliger
Perkembangan larva terjadi secara bertahap. Pada akhir masa umbo larva mengalami perubahan
menjadi fase pediveliger dengan ukuran antara 200-230 pada hari ke 16 dan 17. Fase ini
ditandai dengan timbulnya kaki (pedi), dan terlihat adanya bintik hitam (eye spot) yang berada
dibawah primordial kaki serta lembaran-lembaran insang. Fase ini merupakan masa kritis yang ke
dua karena larva mulai mencari tempat untuk menempel dan menetap, sehingga untuk keperluan
ini larva memerlukan energi ekstra.
Fase Plantigrade
Setelah larva berumur 19-22 hari larva mencapai fase pantigrade dengan ukuran 230-210 yang
ditandai dengan tumbuhnya cangkang baru dan tumbuhnya byssus untuk menempel pada
substrat. Byssus adalah organ tubuh yang bentuknya seperti rambut atau serat yang berwarna
hijau kehitaman. Byssus dihasilkan dari sekresi cairan benang byssus, yaitu proses gerakan
berenang dan kebiasaan berputar-putar sehingga cairan akan mengalir keluar dari lubang pada
kaki dan segera akan mengeras saat beraksi dengan air laut. Ini adalah masa kritis yang cukup
ekstrim pada larva, aksi penempelan ini diawali dengan gerakan menurun (fase planktonis),
kemudian menuju kedasar perairan dengan disertai gerakan berenang dan berputar-putar
akhirnya keluarnya benang byssus agar dapat menempel pada substrat. Inilah pertanda
dimulainya larva hidup menetap didasar. Jika tidak ditemukan substrat yang baik bagi
kehidupannya, maka biasanya larva akan cenderung menunda periode untuk menempel atau
menetap. Hal yang sama juga dengan pendapat yang dikumukakan oleh Winanto (2004).

Tabel 7. Tahapan waktu pada kegiatan pemijahan dan pembenihan larva di
CV. Duta Aru Indah
No Waktu (WIT) Kegiatan
1 09.00 Pemberian pakan pada induk
2 09.30 Perangsangan dengan larutan amoniak
3 10.30 Kelurnya sel sperma dari induk jantan
4 10.35 Kelurnya sel telur dari induk betina
5 11.05 Polar bodi I keluar
6 11.25 Pembelahan 2 sel
7 12.00 Pembelahan 4,8,16 sel dan seterusnya
8 15.00 Fase morula
9 17.30 Fase blastula
10 18.00 Fase gastrula (Pemindahan larva dari wadah 30 liter
ke bak penetasan Volume 5 ton)
11 18.40 Fase trocofor
12 8.30 Fase D

8). Pemberian Pakan Larva
Dalam pemberian pakan merupakan faktor penentu di dalam kegiatan pemeliharaan larva tiram
mutiara. Ketersediaan pakan yang tepat, jumlah, dan jenis pakan akan sangat mendukung
suksesnya produksi massal spat dalam laboratorium. Mikroalga yang di gunakan di CV. Duta aru
Indah sebagai pakan larva tiram adalah berukuran dari 10 atau disesuaikan dengan bukaan
mulutnya. Beberapa jenis alga yang di gunakan adalah jenis Isochrysis galbana, Pavlona lutheri,
Nannochloropis sp. Chorella sp. Tetraselmis chuii dan Chaetoseros sp.
Untuk larva tiram mutiara, di CV Duta Aru Indah, pakan yang diberikan adalah jenis
Nannochloropsis, Pavlova lutheri, dan Ishochrysis galbana dengan kepadatan pemberian awal
masing-masing 2350 x 10
4
sel/ ml; 1189 x 10
4
sel/ml; 793 x 10
4
sel/ml; atau perbandingan 6:3:2.
Pemberian pakan larva di CV. Duta Aru Indah dibuat bervariasi, bertujuan untuk menyediakan
nutrisi yang lebih lengkap untuk pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winanto dalam
Noriwari (2004), bahwa pemberian pakan alami yang bervariasi dapat memberikan kelengkapan
nutrisi bagi organisme laut yang dibudidayakan terutama larva dan spat mutiara, karena tidak
semua spesies plankton mempunyai kandungan nutrisi yang sama untuk pertumbuhan.
Pemberian pakan tersebut terus mengalami peningkatan setiap harinya sesuai dengan kebutuhan
larva, dengan rata-rata 1000 sel/ml/ hari. Untuk menentukan dosis pakan yang diberikan,
dilakukan pemeriksaan kondisi perut atau lambung larva dan pemeriksaan air media pemeliharan
larva
Kondisi perut atau lambung larva diperiksa dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 kali.. Ada
beberapa warna yang menunjukan keadaan lambung larva. Jika diperiksa lambung atau perut
larva berwarna kuning maka kondisi larva kekurangan makan, pakan dapat ditambahkan plankton
sejumlah dari dosis awal. Jika setelah diperiksa lambung berwarna cokelat muda maka lambung
berisi makanan, tapi masih kurang dan perlu ditambahkan plankton sekitar 1/3 dari dosis awal.
Lambung atau perut larva berwarna cokelat tua berarti tidak perlu ditambahkan makanan karena
lambung tersebut berisi penuh dengan plankton.
Pemeriksaan air media pemeliharaan juga dapat menentukan dosis pemberian pakan. Jika media
air terlihat jernih pada pagi hari, maka pakan termakan habis oleh larva, tetapi apabila air media
tampak keruh maka pakan tidak habis termakan oleh larva atau larva banyak yang mati.
Pakan diberikan 2 kali sehari pagi dan sore yaitu pukul 08.00 dan 16.00 WIT. Adapun cara
pemberiannya yaitu dengan menyiram langsung larutan pakan ke semua penjuru bak
pemelihraan larva.
9). Pemeliharaan Spat
Terjadinya spat ditandai dengan terbentuknya garis lurus engsel serta berkembangnya
bagian ujung bawah anterior dan posterior. Secara utuh bentuk spat seperti tiram dewasa, hanya
garis-garis pertumbuhanya masih terlihat jelas. Menurut Winanto (2004) bahwa, beberapa faktor
yang mempengaruhi kebiasaan atau kesukaan menempel spat adalah kedalaman, bentuk/posisi
kolektor, dan permukaan substrat yang keras dan kasar. Kondisi awal spat ini merupakan masa
yang sangat kritis karena byssusnya belum permanen.
Menurut Winanto (2004) juga bahwa, secara umum bahan kolektor yang baik yaitu tidak
mengeluarkan senyawa kimia jika beraksi dengan laut, menarik minat spat untuk menempel, dan
tidak mengganggu pertumbuhan. Media yang di gunakan di laboratorium CV. Duta Aru Indah ini
adalah dengan menggunakan bahan tirai plastik yang berwarna hitam dan dipotong-potong
dengan ukuran 15 x 30 cm. Penanganan spat yang tidak menempel pada kolektor dapat diatasi
dengan cara disapu secara hati-hati dengan menggunakan spon atau kaus kemudian dilakukan
penyaringan. Spat yang tersaring kemudian ditaburkan kembali pada kolektor yang telah
dipindahkan pada bak lain secara hati-hati dengan bantuan air laut yang disiramkan pada spat
menuju media kolektor sebagai tempat penempelan spat.
Pemberian pakan pada spat tiram di CV. Duta Aru Indah dilakukan 4 kali sehari yakni pukul 08.00,
14.00, 18.00, 21.00 WIT. Pemberiannya dilakukan dengan menyiramkan larutan pakan ke setiap
kolom gantungan kolektor.
Pada stadia spat, tiram mutiara diberi pakan kombinasi Ishochrysis sp, Pavlova lutheri, dengan
Chaetoceros sp. dengan perbandingan 1:1, jumlah pakan yang diberikan antara 9.000-12.000
sel/ml/hari. Untuk menjaga kualitas air, serta membuang kotoran dari sisa pakan maka digunakan
sistem air mengalir (running water). Serta untuk menjaga agar pakan yang diberikan tidak ikut
terbuang oleh aliran air, maka pada saat pemberian pakan air ini di hentikan sementara.
Pemanenan di CV. Duta aru Indah yang dilakukan pada tiram mutiara umur spat ini yaitu, selama
40 hari pemeliharaan dilaboratorium, dengan cara memasukkan kolektor yang berisi spat
kedalam kantong waring.
10). Pendederan
Kegiatan pendederan ini merupakan kegiatan lanjutan dari pemeliharaan spat dilaboratorium. Di
CV. Duta Aru Indah pemeliharaan spat dilaboratorium ini selama 40 hari baru dilakukan
pemindahan spat ke lokasi pendederan dilaut. Hal ini tidak berbeda jauh dengan apa yang
dikemukakan oleh Winanto (2004) bahwa, setelah spat berumur 50-60 hari atau setelah
mencapai ukuran 3-5 mm DVM dapat dipindahkan ketempat pendederan dilaut.
Pada masa pendederan khususnya, dibutuhkan penanganan ekstra hati-hati dan cermat
karena kondisi spat yang baru dipindahkan dari laboratorium masih sangat sensitif dan muda
stress. Hal ini dikarenakan pemeliharaan pada laboratorium semua kondisi terkendali, bahkan
kondisi lingkungan direkayasa sehingga mendekati atau serupa dengan kondisi dialam. Namun
sebaliknya setelah berada dialam, spat tidak saja harus beradaptasi degan lingkungan yang
fluktuatif, tetapi juga harus berkompetinsi dalam hal ruang dan pakan, serta berhadapan dengan
kompetitor dan predator. Sehingga hal ini juga perlu mendapat perhatian yang serius.
Kegiatan pendederan ini dilakukan dengan cara, spat yang masih menempel pada kolektor
dimasukkan kedalam kantong waring dengan lebar mata 1 mm. Tujuan dari pembungkusan
dengan kantong waring ini untuk mencegah agar spat tidak dimangsa oleh predator dan untuk
mengurangi penempelan kotoran. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Winanto (2004) bahwa,
ukuran mata jaring yang terlalu kecil kurang baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup
spat, hal ini dikarenakan bisa menghambat sirkulasi air, suplai pakan, dan penanganan lebih sulit.
Sebaliknya, mata jaring terlalu besar juga tidak baik, karena predator mudah untuk masuk.
Kantong waring yang baik untuk pembungkusan spat yang masih menempel pada kolektor adalah
ukuran 1-2 mm.
Selama pemeliharaan awal dilaut, spat memerlukan penanganan yang baik, hati-hati, dan tidak
kasar. Perawatan seperti pembersihan tempat pemeliharaan dan penjarangan akan sangat
membantu meningkatkan kelangsungan hidup spat.
Pemeliharaan awal
Spat-spat yang baru dipindahkan dari laboratorium, tetap dibiarkan menempel pada kolektor dan
diselubungi kantong jaring bermata 1 mm. pemeliharaan ini dilakukan dengan menggunakan tali
rentang (long line) dengan kedalaman 4 m. hal ini sesuai dengan pendapat dari (Winanto 2004)
bahwa, spat yang baru dipelihara dilaut dapat dilakukan dengan digantung pada tali rentang atau
digantung pada rakit apung dengan kedalaman 3-4 m. Untuk menjaga agar keranjang
pemeliharaan tidak banyak bergerak karena diterpa arus maka bagian bawah keranjang diberi
pemberat dengan menggunakan batu yang diikat. Kegiatan rutin yang sering dilakukan adalah
hanya mengganti kantong jaring setiap 2 minggu atau tergantung dari tingkat kotoran dan
organisme penempel.
Penjarangan dan pemanenan
Penjarangan spat yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah dilaut ini dengan tujuan untuk mengurangi
tingkat kepadatan spat per satuan ruang agar tidak terjadi kompetisi antara spat terhadap ruang
pemeliharaan, dan untuk mendapatkan pakan. Dengan penjarangan ini diharapkan pertumbuhan
spat menjadi normal dan tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Penjarangan ini dilakukan
setelah spat mencapai ukuran 2-3 cm atau setelah pemeliharaan 2-3 bulan dilaut.
Spat atau bibit ini kemudian dimasukkan kedala sekat-sekat Pocket net dari kepadatan 80-100
ekor per keranjang menjadi 60-80 ekor per keranjang pada kedalaman 3 m pada sarana tali
rentang selama 3-5 bulan. Pada tahap pemeliharaan ini spat belum dapat hidup pada arus yang
terlalu kuat. Kemudian spat digrading kembali menjadi 40-60 ekor setelah ukuran tiram mencapai
3 cm. pada proses selanjutnya tiram digrading menjadi 20-40 ekor, 12-16 ekor, 10 ekor dan 8 ekor
per keranjang sampai siap operasi dan dipelihara selama 10-12 bulan.
Teknik penjarangan dilakukan denghan cara sebagai berikut :
1. Angkat kolektor dari tali rentang (long line) yang dalam laut dan lepas kantong jaring. Spat
dalam kolektor ini lalu dibawah ke rumah rakit untuk dilakukan penjarangan.
2. Dikelurkan substrat berupa serabut tali atau paranet dari setiap kantong kolektor.
3. Dipisahkan satu per satu spat yang menempel secara bergerombol. Saat pemisahan
jangan sampai bissusnya tercabut, ini dilakukan dengan menggunakan pisau untuk
memotong bissus.
4. Hasil pemisahan ini ditampung didalam bak fiber glass yang berisi air laut.
5. Setelah itu baru spat dimasukkan kedalam keranjang jaring (waring) dengan ukuran 40 cm
x 60 dengan kepadatan 50-60 ekor.
6. Setelah itu keranjang pemeliharaan ditutup kembali dengan kantong jaring, yang bermata
jaring 3 mm, lalu digantung ketempat pemeliharaan pada long line dengan kedalaman 6
m.
Gambar 7. Penjarangan spat yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah
Pemeliharaan pasca penjarangan tetap perlu diperhatikan. Setiap bulan dilakukan
pergantan kantong jaring. Jika kepadatan atau tingkat kotoran dan organisme penempel rendah
maka setelah 1-2 bulan dari penjarangan tidak perlu diberi kantong jaring (Winanto, 2004).
Di CV. Duta Aru Indah kegiatan pemanenan pada masa pendederan ini dilakukan pada tiram
dengan ukuran spat 5-6 cm untuk dilakukan pembesaran. Pemanenan dilakukan dengan
cara mengambil spat satu per satu, ini digunakan pisau untuk memotong bissus agar
mengurangi stress atau mengurangi angka kematian akibat dari penanganan ini. Pada waktu
yang bersamaan, sekaligus dilakukan pembersihan cangkang dan dilakukan seleksi untuk spat
yang akan dibesarkan.
b. Sarana dan Prasarana Pembesaran
1) Pembuatan Sarana Rakit Apung
CV. Duta aru Indah mempunyai 7 rakit apung , yaitu terdiri atas 2 unit rakit apung untuk masa
pelemasan (yokusey), 1 unit untuk tiram donor (dibuat umpan) serta 4 unit rakit apung lainnya
untuk masa penyembuhan pasca operasi dan tento. Pada rakit untuk masa pelemasa (yokusey)
terdapat 100 gantungan keranjang besi yang masing-masing berisi 10 ekor tiram mutiara maka
total penebaran pada rakit ini adalah 1000 ekor atau 6.000 ekor tiram mutiara dalam 1 unit rakit
apung, jadi 2 x 6.000 ekor maka terdapat 12.000 ekor tiram dalam rakit apung untuk masa
pelemasan (yokusey).
Sedangan untuk rakit apung masa penyembuhan pasca operasi dan tento terdapat 100
gantungan keranjang plastik dalam 1 unit rakit kecil yang masing-masing berisi 20 ekor tiram
maka total penebaran pada rakit ini adalah 2000 ekor atau 12.000 ekor tiram mutiara dalam 1
unit rakit apung, jadi 4 x 12.000 ekor maka terdapat 48.000 ekor tiram dalam rakit apung untuk
masa penyembuhan pasca operasi dan tento.
Dalam satu unit sarana rakit apung mempunyai 6 rakit apung kecil yang dibuat dari kayu bakau ini
dengan ukuran panjang 9 x 9 m per rakit, serta mempunyai ukuran diameter kayu 15-30 cm.
Pembuatan rakit apung ini dimulai dengan membentuk rakit persegi empat kemudian disusun
sebanyak sepuluh batang kayu pada posisi horizontal dengan jarak antara kayu bakau 90 cm dan
10 batang secara vertikal. Jumlah seluruh kayu bakau dalam satu rakit apung kecil adalah 20 buah
atau 60 buah dalam 1 unit, maka keseluruhan dalam 7 unit rakit apung adalah 420 buah kayu
bakau yang digunakan.
Kerangka rakit apung ini kemudian diikat dengan menggunakan kawat yang berdiameter 3 mm.
Pengikatan dilakukan secara berlawanan pada setiap titik pertemuan kayu bakau, sehingga
kerangka rakit apung ini akan menjadi kuat kedudukannya. Pada masing-masing setiap rakit kecil
dipasang pelampung berbentuk silinder dengan diameter 60 cm dan panjang 1 meter yang
terbuat dari bahan drum plastik atau styrofoam yang di lapisi plastik berwarna kuning/biru serta
tahan bocor, sebanyak 6 buah padas setiap sisi rakit apunng. Pelampung ini diikat engan
menggunakan tali polythelen berwarna hitam/biru dengan diameter 8 mm. Pembuatan rakit
apung ini dilakkan didarat kemudian diturunkan kelokasi budidaya dengan menggunakan spead
boat. Setelah sampai dilokasi budidaya rakit kecil ini kemudian disambung dengan rakit-rakit kecil
lain sehingga membentuk 1 unit rakit apung besar. Setelah semua terpasang, rakit apung ini
kemudian diberi pemberat dari beton (blok semen) sebanyak 14 buah yang diikat dengan
menggunakan tali polythelen berdiameter 5 cm. Pemberat ini diikat pada setiap sudut dan
pertengahan rakit. Tali yang digunakan untuk menyambung pemberat dengan rakit apung
panjangnya dua kali kedalaman laut atau 50-100 m.

Gambar 8. Rakit apung untuk pemeliharaan tiram mutiara di CV. Duta Aru Indah
2). Pembuatan Sarana Tali Rentang (long line)
Pembuatan sarana tali rentang ini digunakan untuk pemeliharaan tiram dari ukuran benih
(spat) sampai ukuran siap operasi atau tiram yang dimulai dari saat pendederan sampai
pembesaran dan pemeliharaan setelah operasi sampai panen. Di CV. Duta Aru Indah total
penebaran disarana tali rentang adalah 10.000 ekor per unit untuk tiram ukuran 5-6 cm,
sedangkan untuk padat penebaran pada pembesaran atau setelah operasi adalah 8.000 ekor per
unit tali rentang. Setiap unit tali rentang mempunyai 10 buah tali rentang yang dibuat dari tali
polythelen berdiameter 5 mm dengan panjang 102 m. Satu buah tali rentang dipasang bola
pelampung sebanyak 26 buah dengan dimeter bola pelampung 30 cm dan jarak antara bola
pelampung adalah 3,35 cm, serta dalam satu buah tali rentang dipasang 100 buah keranjang net.
Sehingga dalam satu unit tali rentang dapat memuat 1000 buah keranjang net.
Gambar 9. Tali rentang untuk Pemeliharaan Tiram Mutiara di CV. Duta Aru Indah
Pembuatan sarana tali rentang ini dilakuklan didarat setelah itu baru dibawa kelaut
dengan menggunakan spead boat. CV. Duta Aru Indah mempunyai 30 unit tali rentang yang
terdiri dari, 10 unit untuk pembesaran sebelum operasi, 10 unit untuk masa pendederan dan 10
unit untuk tiram setelah operasi. Jarak antara tali rentang dalam satu unit longline adalah 5 m. Di
kedua ujung tali rentang di beri pemberat yang terbuat dari blok semen (beton) dengan panjang
tali pemberat 2-3 kali kedalaman laut tempat pemeliharaan. Diantara kedua pelampung dipasang
empat tali gantungan untuk keranjang net dengan jarak 80 cm dan panjang tali 4,25 cm. Pada
setip tali gantungan terdapat 1 buah keranjang net yang berisi 8 buah tiram mutiara (untuk
pebesaran dan setelah operasi). Pemasangan tali long line harus diperhatikan keadaan arus pada
perairan tersebut. Pemasangan tali rentang harus searah dengan arus yang bergerak pada
perairan tersebut dan tidak boleh berlawanan karena dapat menyebabkan tali rentang atau
gantungan keranjang net dapat bercampur antara yang satu dengan yang lain sehingga
mempersulit pengaturan tiram mutiara.
c. Penanganan Tiram Sebelum Operasi Pemasangan Inti Mutiara bulat
1). Seleksi Bibit Tiram mutiara
Seleksi bibit tiram mutiara yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah untuk tiram yang akan
dioperasi pemasangan inti mutiara bulat, kegiatan pertama adalah bibit tiram diangkut dari
sarana tali rentang ke rumah rakit dengan menggunakan spead boat, kemudian dilakukan
penyeleksian. Tiram akan diseleksi untuk dijadikan bibit setelah pemeliharaan selama 10-12
bulan di sarana tali rentang (long line). Penyeleksian bibit dilakukan oleh para karyawan dan
karyawati yang bekerja di ruang operasi. Seleksi bibit tiram ini dilakukan sesuai kriteria bibit yang
telah ditentukan oleh para teknisi yang melakukan operasi pemasangan inti mutiara bulat.
Penyeleksian bibit tiram mutiara antara lain meliputi :
Bentuk dan kondisi cangkang tidak cacat dan organ dalamnya tidak berwarna pucat
Tidak sedang matang telur
Sudah di pelihara selama 15-18 bulan dari pembenihan.
Dengan ukuran cangkang > 8 cm.
Seleksi bibit tiram yang akan dioperasi pemasangan inti mutiara bulat ini dilakukan sebelum tiram
memasuki masa pelemasan, hal ini dimaksudkan agar pada saat tiram siap operasi sudah
memenuhi kriteria yang dinginkan oleh teknisi. Hal ini menurut Sutaman (1993) bahwa, bibit siap
operasi adalah tiram yang kondisinya sehat, tidak cacat, telah berumur 2-3 tahun jika benih
tersebut diperoleh dari budidaya dan berukuran diatas 15 cm jika benih tersebut diperoleh dari
hasil penangkapan di alam. Sehingga pandapat ini sedikit berbeda dengan apa yang dilakukan di
CV. Duta Aru Indah, karena tiram yang sedang dioperasi berukuran 8-10 cm dan pemeliharaannya
selama 15-18 bulan dari pembenihan. Menurut para teknisi yang berada di CV, Duta Aru Indah
bahwa, faktor umur dan ukuran benih ini disesuaikan dengan ukuran diameter inti mutiara bulat
(nukleus) yang digunakan. Tiram yang dipilih dengan umur 15-18 bulan ini dikarenakan semakin
tua umur tiram tersebut maka semakin menurun cairan (nacre) yang dihasilkan untuk
pembentukan mutiara bundar.
2). Masa Pelemasan (Yokusey)
Tiram yang akan memasuki masa pelemasan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan
pisau. Pembersihan ini bertujuan agar tiram dapat bertahan hidup pada saat masa pelemasan dan
saat pemasangan inti mutiara bulat. Langkah selanjutnya adalah tiram dimasukkan kedalam
keranjang kawat dengan posisi cangkang cembung berada di bagia bawah. Kemudian keranjang
plastik ini ditutupi dengan waring dengan mata waring 0,3 mm dan dipelihara pada sarana rakit
apung pada kedalaman 5 m dengan menggunakan tali polythelen. Setelah habis masa pelemasan,
yakni 1 bulan, keranjang dinaikkan dari kedalaman 5 m menjadi 1 m, sehari sebelum proses
pemasangan inti mutiara bulat.
Tujuan dari masa pelemasan (yokusey) ini adalah agar tiram mutiara dalam memperoleh
makanan yang masuk kedalam cangkang menjadi terbatas sehingga menghambat proses
kematangan gonad (telur) dan diharapkan tiram perlahan-lahan menjadi lemas. Hal ini menerut
Shohei (1970) dalam Winanto (1987) bahwa, tiram sangat peka terhadap rangsangan dari luar
apabila dalam keadaan sehat dan kuat serta pada waktu matang telur, sehingga inti (nukleus)
yang dipasang dapat dimuntahkan kembali oleh tiram mutiara yang dioperasi.
3). Pembukaan Cangkang Tiram Mutiara
Dalam kegiatan pembukaan cangkang tiram mutiara yang akan memasuki tahap pengoperasian
pemasangan inti (nukleus) mutiara bulat, langka pertama adalah diangkat dari rakit apung dan
diletakkan di rumah operasi. Waring yang membungkus keranjang kawat segera di buka, lalu
tiram yang siap di operasi ini diletakkan kedalam keranjang kawat yang sudah disiapkan dalam
bak fiberglass, tiram ini diletakkan dengan posisi berdiri atau bagian dorsal dibawah, kemudian
dilakukan pembatasan air laut. Biasannya tiram akan segera membuka cangkang karena
kekurangan oksigen. Di dalam bak fiber ini juga dilakukan sistem sirkulasi air, hal ini bertujuan
untuk memaksa tiram membuka cangkangnya.
Penyebab utama sehingga tiram membuka cangkangnya adalah karena adanya perbedaan suhu
dan tekanan. Setelah cangkang terbuka sebagian, segera digunakan alat pembuka cangkang
(forsep) untuk memperlebar bukaan cangkang serta cangkang tetap tertahan terbuka. Lalu baji
dimasukkan dengan hati-hati dari arah ventral ke anterior dan diusahakan agar tidak menyentuh
organ bagian dalam tiram. Proses pembukaan cangkang ini diperlukan kehati-hatian dalam
melakukan penekanan terhadap forsep untuk pemasangan baji, sehingga hal ini jangan
dipaksakan apabila tiram belum membuka cangkang karena cangkang bisa pecah. Penekanan
forsep yang terlalu kuat juga dapat meyebababkan kerusakan dan keretakan otot tiram yang
dapat berakibatkan kematian. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Winanto (1987)
bahwa, dalam pembukaan cangkang tiram mutiara, diperlukan keahlian untuk membukannya
karena akan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan pemasangan inti (nukleus).

Gambar 10. Proses pembukaan cangkang dengan menggunakan forsep
Tiram yang sudah terpasang baji kemudian dibersihkan dari organisme penempel dengan
menggunakan pisau dan sikat. Pembersihan ini dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah
teknisi dalam melakukan pengoperasian, selain itu juga memperkecil gangguan organisme
penempel pada masa penyembuhan dari luka shock akibata sayatan yang dilakukan untuk
penempatan inti mutiara. Selanjutnya tiram ini diatur pada wadah yang telah disiapkan dengan
posisi ventral dibagian bawah dan segera dimasukkan kedalam ruang operasi dan tiram-tiram ini
diletakkan pada meja untuk proses pemasangan inti (nukleus) mutiara bulat yang dilakukan
teknisi.
d. Teknis Operasi Pemasangan Inti Mutiara Bulat
Keberhasilan produksi mutiara bulat sangat ditentukan oleh pengalaman dan ketrampilan dari
seorang teknisi dalam melakukan pengeoperasian serta ketersedian peralatan yang memadai.
Akibat ketidakcermatan dari teknisi dalam operasi pemasangan inti mutiara bulat dapat
mengakibatkan tidak terbentuknya lapisan mutiara yang diharapkan serta tingkat kematian dari
tiram sangat tinggi. Oleh karena itu seorang teknisi dalam melakukan kegiatan ini harus orang
yang berpengalaman dalam budidaya tiram mutiara pada umumnya dan berpengalaman dalam
bidang operasi pemasangan inti mutiara pada khususnya minimal selama 3 tahun. Untuk para
teknisi pengoperasian ini, di CV. Duta Aru Indah terdapat 2 orang, yang merupakan teknisi dari
jepang.
1). Persiapan Inti Mutiara Bulat
Inti (nukleus) mutiara bulat yang digunakan untuk dimasukkan ke dalam organ dalam tiram ini,
tergantung dari ukuran dan ketebalan cangkang. Adapun ukuran inti (nukleus) mutiara bulat yang
digunakan di CV. Duta Aru Indah adalah dengan diameter 0,5-0,6 cm. ukuran tiram >8 cm dengan
ketebalan cangkang 2,3 cm, rata-rata dimasukkan inti mutiara yang berdiameter 0,5 cm.
Sedangkan ukuran tiram >10 dengan ketebalan 2, 5 cm, rata-rata dimasukkan inti mutiara dengan
diameter 0,6 cm. Sebelum kegiatan operasi pemasangan inti mutiara dilakukan terlebih dahulu
inti (nukleus) ini dicampur dengan larutan oxy tetrasclen berwarna kuning, hal dengan tujuan
untuk mencegah penyakit atau bakteri yang akan timbul pada luka bekas sayatan dan juga untuk
lebih mempercepat proses penyembuhan luka bekas sayatan akibat operasi pemasangan inti
mutiara bulat tersebut.
2). Membuat Potongan Mantel
Di CV. Duta Aru Indah kegiatan pemotongan mantel ini dilakukan dengan mengambil tiram donor
yang merupakan tiram hidup yang sehat dan rata-rata berukuran hing lene 10-12 cm. Selanjutnya
tiram ini dibunuh untuk digunakan sebagai tiram donor pembuatan mantel. Mantel ini dipotong
dari arah posterior menuju ventral dan anterior pada bagian bibir tiram yang merupakan organ
bagian dalam yang bersinggungan langsung dengan cangkang. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Tun dan Winanto (1988) bahwa, tiram donor sebaiknya dipilih tiram yang mudah dan aktif
untuk diambil mantelnya. Ukuran pemotongan mantel sepanjang 4 cm dan lebar 4 cm dengan
menggunakan gunting. Potongan mantel ini kemudian diambil dari cangkang dengan
menggunakan tweezer dan diletakkan diatas spon yang beralaskan graff cutting block. Bagian
dalam mantel yang terdapat lender hitam diletakakn menempel pada spon. Hal ini agar supaya
pada saat pemasukan mantel kedalam gonad tiram, lendir hitam tersebut tidak terbawa masuk.
Selanjutnya mantel diratakan dan dipotong menjadi bagian-bagian terkecil dengan mengunakan
pisau (graff curter) membentuk bujur sangkar dengan ukuran 3-4 mm. Agar mantel tidak kering,
begitu potongan mantel selesai dilakukan maka secepat mungkin kegiatan pemasangan inti
mutiara bulat segera dilakukan. Hal ini karena daya tahan mantel hanya 1-2 jam. Satu ekor tiram
donor dapat menghasilkan 18-20 potongan mantel. Sehingga perlu diperhatikan dalam membuat
potongan mantel ini, terlebih dahulu harus diambil 1-2 ekor tiram donor, bila masih dilakukan
operasi pemasangan inti mutiara bulat maka dapat ditambah lagi sesuai dengan
kebutuhan jumlah tiram yang akan dimasukkan mantel.
3). Operasi Pemasangan Mutiara Bulat
Operasi pemasangan inti mutiara bulat dilakukan kedalam badan tiram mutiara yang telah
diseleksi terlebih dahulu baik menurut besar, kesehatan dan perkiraan daya tumbuh yang baik.
Kriteria yang digunakan oleh para teknisi di CV. Duta Aru Indah untuk operasi pemasangan inti
terutama ditunjukan pada tiram yaitu:
Jarak engsel lebih kecil dari 1 cm (tiram mudah) karena dianggap masih banyak
menghasilkan cairan nacre untuk pembentukan mutiara bulat.
Tiram yang sehat dengan perkiraan daya tumbuh yang baik
Adapun kegiatan operasi pemasangan inti( nukleus) mutiara buntal ini dilakukan dengan cara :
Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit standar opener
(shell holder) setelah dilepaskan bajinya dan bukaan cangkang tetap ditahan dengan
forsep dengan posisi bagian anterior menghadap ke pemasangan inti.
Inti mutiara yang merupakan produksi dari Negara Amerika yaitu menyerupai bahan
plastik dengan diameter 0,5-0,6 cm serta dengan warna putih susu, yang menurut para
teknisi ini terbuat dari kulit atau cangkang tiram air tawar. Kemudian insang dan mantel
disisikan dengan menggunakan spatula agar organ kaki dan gonad tampak terlihat
dengan jelas.
Setelah terlihat posisi bagian dalam, Kaki ditahan dengan menggunakan hook kemudian
dibuat sayatan dimulai dari pangkal kaki dan dibuat saluran pemasukan inti yang menuju
gonad sampai ke ventaral swelling dengan hati-hati, ini dengan menggunakan pisau
opener (incision knife).
Dengan menggunakan graft carrier dimasukkan graft tissue (potongan mantel) kedalam
torehan yang sudah dibuat.
Masukkan inti (nukleus) dengan menggunakan nucleus carrier secara hati-hati sejalur
dengan masukan mantel. Penempatan harus bersinggungan dengan mantel.

Gambar 11a. Cara pemotongan mantel tiram mutiara sebagai tiram donor
11b. Proses pemasangan inti (nukleus) ke organ dalam tiram mutiara
11a 11b
Setelah proses kegiatan operasi pemasaangan selesai, proses fisiologis tiram akan segera
menyelimuti inti dimulai setelah tiram dilepaskan dari srandar opener. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Mulyanto (1987) bahwa, cara penempatan inti mutiara melalui metode saki okuri
dan ato okuri tidak menunjukan hasil yang berbeda, selama penempatan inti mutiara
bersinggungan langsung dengan mantel.
Dalam kegiatan operasi pemasangan inti mutiara yang dilakukan oleh para teknisi di CV. Duta Aru
Indah unit Pulau Garaga yaitu memiliki 2 metode tehnik pemasangan inti yaitu:
Tehnik ato okuri, yaitu dimana inti mutiara bulat dimasukkan terlebih dahulu kedalam
gonad dengan menggunakan alat nucleus carrier, selanjutnya baru dimasukkan
potongan mantel dengan menggunakan graft carrier sampai bersinggungan dengan inti
mutiara bulat.
Tehnik saki okuri yaitu, dimana potongan mantel terlebih dahulu dimasukkan dari tempat
sayatan menuju ke ventral swelling dengan menggunakan alat graft carrier dan setelah
hook menahan kembali lubang sayatan, inti mutiara bulat langsung dimasukkan searah
dengan pemasukkan mantel dengan menggunakan nucleus carrier sampai bersinggungan
langsung dengan mantel.
2. Penanganan Pasca Operasi Pemasangan Mutiara Bulat
Setelah kegiatan operasi pemasangan inti mutiara selasai dilaksanakan oleh teknisi, selanjutnya
karyawan dan karyawati yang bekerja di ruang operasi mengambil tiram tersebut dan dimasukkan
kedalam sekat-sekat keranjang plastik pemeliharaan yang mempunyai 20 ruang atau sekat
dengan posisi bagian yang cembung berada di atas. Pekerjaan ini dilakukan dengan cermat dan
setelah keranjang tesisi penuh, kemudian segera keranjang ini dibawah ke rakit apung (khusus
pasca operasi) yang berada didepan ruang operasi untuk digantung dengan posisi keranjang
memanjang (vertikal), pada kedalam 4-5 meter. Tiram memerlukan waktu istrahat selama 10 hari
untuk memilihkan kondisi tubuh dan penyembuhan luka secara alami yang merupakan bekas
sayatan yang dimulai dari pangkal kaki dan dibuat saluran pemasukan inti yang menuju gonad
sampai ke ventaral swelling. Hal ini searah dengan apa yang dikemukan oleh Tun dan Winanto
(1988) bahwa, tiram memerlukan waktu istrahat yang cukup untuk menyembuhkan diri dari luka
shock akibat operasi. Pada pemeliharaan pasca operasi ini diharapkan mantel akan menyatu
dengan lapisan (nacre) mutiara dan dapat mengalami perkembangan (degenerasi) untuk
pembungkusan inti mutiara bulat dari cairan nacre tersebut.
Gambar 12. Kegiatan pembolak-balikan tiram di rakit apung pasca operasi
Keranjang plastik yang berisi tiram pasca operasi ini diatur dengan baik sesuai dengan hari
kegiatan operasi di atas rakit apung. Hal ini dimasukkan untuk mengetahui tiram yang harus
segera ditento pertama kali dan untuk mengetahui tingkat kematian yang terjadi pada setiap
masing-masing kegiatan operasi. Selain itu juga sangat berguna untuk tiram tidak tercampur
antara tiram yang belum dioperasi dan tiram yang sudah dioperasi serta tiram yang akan dipanen.
a. Masa Tento
Pada masa tento ini merupakan kegiatan lanjutan setelah 10 hari tiram diistrahatkan. Yaitu
kegiatan dengan membolak-balikkan keranjang plastik pemerliharaan secara vertikal dengan
tujuan agar lapisan (nacre) mutiara dapat merata dalam pembungkusannya serta agar preparat
yang dioperasi tidak mudah jatuh atau lepas, karena sifat dari mahluk hidup ini sering menolak
segala benda yang masuk kedalamnya. Kegiatan ini masih dilakukan pada sarana rakit apung
dengan arus air yang tidak terlalu kuat.
Di CV. Duta Aru Indah unit Pulau garaga, kegiatan karyawan dalam pembolak-balikan tiram
mutiara ini dilakukan dengan 2 periode yaitu :
1. Posisi keranjang dibolak-balik dari posisi A (cangkang yang bagiannya tebal berada
dibawah dan pada bagian yang tipis pada bagian atas) ke posisi B (cangkang yang
bagiannya tipis berada pada bagian bawah dan yang tebal pada bagian atas) dan
sebaliknya pada setiap hari selama 1 minggu (7 hari).
2. Pembolak-balikan keranjang dari posisi B ke posisi A dan sebaliknya berselang 2 hari.
Masa tento ini dilaksanakan selama 30 hari dengan 15 hari kali pembolak-balikan pada
masing-masing keranjang.
Kegiatan ini sesuai dengan tujuan yang dikemukakan oleh Mulyanto (1987) bahawa, pakerjaan
pembolak-balikan keranjang bermasuk agar penyelimutan inti oleh lapisan mutiara berlangsung
dengan merata sehingga semaksimal mungkin mutiara yang terbentuk menjadi bundar. Setelah
masa tento ini berakhir maka keranjang ini segera dikembalikan keposisi semula (horizontal),
dengan tahapan kegiatan sebagai berikut :
Tiram dinaikkan keatas sarana rakit apung
Dilakukan pemeriksaan, apabila ada tiram yang mati segera dikeluarkan dari dalam
keranjang plastic. Dan bagian sekat-sekat yang kosong diisi kembali dengan tiram, dengan
pengaturan posisi ventral tiram.
Satelah semua keranjang diperiksa, selanjutnya keranjang pemeliharaan ini diturunkan
kembali kedalam air laut pada kedalaman yang sama yaitu 5 m.
b. Kegiatan Rontgen
Setelah masa pemeliharaan di rakit apung yaitu masa tento, tiram ini segera diangkat dari
rakit apung dan dibawah ke rumah rakit untuk dipindahkan dari keranjang plastik kedalam
keranjang net ukuran 86 cm x 47 cm dengan 8 kamar. Di CV. Duta Aru Indah,
kegiatan rontgen dapat dilaksanakan setelah masa pemeliharaan ditali rentang (long line) selama
2-3 bulan setelah operasi pemasangan inti mutiara bulat. Kegiatan pemeriksaan terhadap tiram
mutiara yang telah dioperasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui inti (nukleus) mutiara
yang telah dipasang dalam organ tiram telah diselimuti oleh lapisan mutiara (nacre) atau
dimuntahkan kembali (kosong).
Gambar 13. Kegiatan Rontgen untuk mengetahui pembentukan inti mutiara oleh nacre
Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sutaman (1993) bahwa, tiram yang telah melewati
masa tento dipelihara selama 30-45 hari atau sampai saatnya tiram dilakukan pengamatan
terhadap kondisi inti yang ada didalam organ tiram. Kegiatan pemeriksaan ini dengan
menggunakan sebuah alat yang dinamakan xRay. Kegiatan yang dilaksanakan yaitu dengan cara
tiram-tiram yang akan diperiksa diletakkan diatas sabuk berjalan dan dimasukkan kedalam alat
xRay, pada saat yang bersamaan kondisi tiram yang ada didalam alat tersebut akan tampil pada
layar monitor sehingga dapat diketahui isi dari organ dalam tiram (mutira). Dengan cepat tiram
diperiksa satu-persatu oleh karyawan yang bertugas melaksanakan rontgen. Apabila tiram yang
terdapat inti mutiara dengan secepanya dimasukkan kedalam keranjang net kembali dan
dipelihara pada sarana tali rentang (long line) dengan kedalaman 5 m selama 6 bulan, sedangkan
tiram yang memuntahkan inti disingkirkan untuk dioperasi kembali atau dibunuh tergantung dari
kondisi tiram tersebut.
Sering kali terjadi proses operasi dapat menyebabkan preparat (inti mutiara bulat) keluar dari
tubuh tiram bahkan terjadi kamatian pada tiram itu sendiri. Kegagalan operasi ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
Kondisi tiram pada saat operasi sudah lemah, ini mungkin disebabkkan karena tiram
sudah tua atau juga disebabkan karena penyakit (seskaria).
Menurunya kondisi tiram setelah operasi, ini mungkin disebabkan karena kurang
suburnya perairan setempat bagi tiram yang kondisinya tadi sedikit lemah.
Keluarnya preparat dapat juga disebabkan oleh kecerobohan para pekerja dilaut,
misalnya keranjang sering terbanting atau kurang hati-hati diwaktu pekerjaan pembolak-
balikan pada rakit apung sehingga tiram dapat mengalami stress.
Kecerobohan dari teknisi sebagai pelaksana operasi, dimana kedudukan preparat yang
dioperasikan kedalam daging kurang mantap.
Kondisi tiram berada dalam keadaan yang sehat dan kuat serta matang telur sehingga
tiram mampu memuntahkan inti dari gonadnya atau kuatnya daya tolak dari tiram itu
sendiri dari dalam tubuh.
Sayatan yang dibuat lebih besar diubanding denga ukuran inti yang dimasukkan.
Dengan adanya beberapa faktor penyebab ini, sehingga perlu adanya kegiatan atau usaha dari
karyawan dan karyawati yang mengarah pada masalah penanganan tiram baik sebelum operasi,
sesudah operasi maupun pada kecermatan dan kehati-hatian oleh teknisi dalam operasi
pemasangan inti (nukleus) mutiara bulat, serta perlunya kondisi perairan yang subur dan
terhindar dari bahan pencemaran yang dapat membahayakan kelangsungan hidup tiram untuk
menghasilkan mutiara bulat.
c. Kegiatan Pembersihan dari Organisme Penempel
Kegiatan pembersihan tiram dari organisme penempel (fouling organisme) yang tumbuh
atau melekat pada cangkang tiram sehingga menjadi organisme yang sifatnya sebagai penyaing
(kompetitor) dan merusak (pest) pada kulit tiram, sehingga dalam mengatasi masalah ini di CV.
Duta Aru Indah melaksanakan kegitan pebersihan secara rutin pada tiram-tiram dan keranjang
pemeliharaan sebulan sekali. Yaitu dengan menggunakan dua cara sebagai berikut:
Pembersihan dengan menggunakan mesin penyemprot yang sudah diset memang pada
mesin diesel diatas rumah apung. Pembersihan pada tahap ini meliputi penyemprotan
terhadap tiram-tiram dan keranjang pemeliharaan dari kompetitor, pest maupun
predator.
Pemberihan secara manual, ini dengan menggunakan pisau atau parang kecil dengan cara
mencukur habis organisme penempel yang tumbuh melekat pada cangkang tiram
mutiara.
Gambar 14. Proses pembersihan dari organisme penempel pada
speed boad dan rumah apung


1). Pembersihan dari Kompetitor (Penyaing)
Ada beberapa jenis organisme yang merupakan kompetitor terhadap budidaya tiram mutiara
yang ada di CV. Duta Aru Indah adalah dari golongan rumput laut seperti : ganggang hijau
(Chlorophyceae), ganggang merah (Rhodophyceae) dan ganggang coklat (Phaeophyceae), selain
itu ditemukan juga jenis Bernakel (Balanus sp), ini merupakan kompetitor yang melekat pada
cangkang luar dan bagian engsel sehingga mengganggu membuka dan menutupnya katup
cangkang tiram. Untuk jenis ganggang laut, organisme ini cara hidupnya melekat pada cangkang
bagian luar tiram mutiara dan pocket net pemeliharaan sehingga secara tidak langsung dapat
menghalangi masuknya pakan kedalam organ mulut tiram. Dalam mengatasi organisme
penempel ini yaitu melakukan penyemprotan dengan mesin diesel terhadap tiram dan pocket net
pemeliharaan serta dengan cara pengikisan pada cangkang tiram dengan menggunakan pisau
atau parang tumpul. Penemuan organisme ini ditemukan pada waktu pengamatan secara
langsung selama magang di industri ini.
2). Pembersihan dari Pest (Perusak)
Pada tiram mutiara terdapat bebera jenis organisme pest (perusak) yang ditemukan dan
sering menempel pada tiram mutiara, di CV. Duta Aru Indah penyakit dari organisme ini
diistilakan sebagai pantat merah karena dengan cara mengebor pada bagian pantat cangkang
dengan warna merah atau kuning. Yaitu dari jenis teritip (Belanus sp), jenis hama yaitu bunga
karang (Rhiomulga japonica) dan Ostrea gigas yang sering mengganggu dan dapat mematikan
tiram mutiara yang dipelihara serta dari jenis cacing (Polychaeta) yang membuat lubang pada
bagian luar cangkang sampi ke dalam tubuh tiram. Sedangkan untuk jenis teritip, ini menempel
pada bagian cangkang tiram dengan cara mengebor cangkang sampai ke bagian dalam sehingga
dapat menyebabkab kematian.
Dalam kegiatan pembersihan dari organisme pest (perusak) ini, sebelumnya dilakukan dengan
cara disemprot menggunakan mesin penyemprotan, kemudian dilakukan pemeriksaan pada tiram
apabila terdapat pori-pori (lubang kecil) pada bagian cangkang maka ini menandahkan bahwa
tiram tersebut terserang penyakit dari organisme pest maka segera dicukur pada bagian luar
cangkang dan engsel cangkang yang terserang penyakit sampai kelihatan warna dari organisme
pest tersebut dengan menggunakan pisau atau parang kecil. Selanjutnya tiram ini disemprot
kembali pada bagian yang dicukur tadi sampai warna dari organisme pest tersebut hilang,
kemudian dilakukan pengobatan dengan cara direndam pada air laut dengan salinitas tinggi dan
diolesi dengan menggunakan kapur tembok. Cara pengobatan ini dimaksudkan untuk membunuh
organisme pest yang mengebor pada bagian cangkang. Tiram yang sudah dilakukan pengobatan
segera dimasukkan kedalam pocket net kemudian digantung pada rumah rakit selama 3 hari baru
digantung pada sarana tali rentang, karena ini dianggap organisme pest sudah mati sedangkan
untuk tiram yang tidak terserang penyakit langsung gantung pada sarana long line setelah
dibersihkan dari kompetitor dengan kedalaman 5 m.
Gambar 15. Jenis pest pengebor pada cangkang tiram dan cara pengobatannya

3. Perawatan Sarana Budidaya
Dalam keberhasilan pemeliharaan tiram untuk menghasilkan mutiara bulat yang
berkesenambungan sangat didukung oleh sarana dan prasarana budidaya yang mememadai serta
keamanan lokasi dari pencuri mutiara. Sarana budidaya yang ada di CV. Duta Aru Indah antara
lain adalah sarana tali rentang (long line), sarana rakit apung, rumah untuk operasi pemasangan
inti mutiara, keranjang pemeliharaan, rumah apung sebagai tempat pembersihan tiram dan
keranjang pemeliharaan, perahu atau speed boad sebagai sarana transportasi, alat rontgen untuk
pemeriksaan inti mutiara serta mensin pembersih harus selalu dalam keadaan baik, apabila
prasarana ini terjadi kerusakan maka segera diperbaiki oleh para tenaga kerja. Pekerjaan sarana
budidaya tiram mutiara ini diperbaiki secara rutin setiap minggu atau sesuai dengan tingkat
kerusakan yang harus diperbaiki.
4. Pemanenan
Pada prinsipnya proses kegiatan pemanenan ini sama saja dengan kegiatan sebelum operasi
pemasangan inti mutiara. Setelah tiram dipelihara selama 6 bulan dari operasi pemasangan ini
mutiara maka mutiara bulat ini sudah dapat dipanen. Pada kegiatan ini terlebih dahulu tiram
diambil dari sarana tali rentang (long line) kemudian dipindahkan dekat dengan lokasi rumah
operasi yaitu sarana rakit apung. Kemudian tiram dibawah kerumah apung untuk dibersihkan dari
organisme penempel dengan menggunakan mesin penyemprotan dan pisau atau parang kecil.
Setelah itu tiram dipindahkan dari tempat pemeliharaannya yaitu dari pocket net kedalam
keranjang pemeliharaan untuk dilakukan pemeliharaan masa pelemasan (yokusey) tiram pada
kedalaman 1 m. Kegiatan masa pelemasan ini dilakukan selama 1 minggu sebelum pemanenan.
Tujuannya yaitu untuk mengurangi tiram stress pada saat panen dan dapat mempermudah dalam
pemasangan inti mutiara bulat kedua atau inti mutiara setengah bulat (blister).
Setelah berakhirnya masa pelemasan tiram ini segera dibawah kedalam rumah operasi, kemudian
tiram diletakkan dalam fiber glass untuk diperlakukan supaya tiram membuka cangkangnya,
setelah cangkang terbuka segera dilakukan pemasangan baji satu persatu, kemudian dibersihkan
dengan cara dikikis pada cangkang tiram dengan menggunakan sikat atau pisau. Setelah tiram
dibersihkan, segera dibawa kemeja operasi untuk dilakukan pemanenan mutiara. Pelaksanaan
operasi panen mutiara dan pemasangan inti mutiara bulat kedua yang dilakukan di CV. Duta Aru
Indah yaitu dengan cara sebagai berikut :
Tiram mutiara yang telah terbuka cangkangnya diletakkan dalam penjepit standar opener
(shell holder) setelah dilepaskan bajinya dan bukaan cangkang tetap ditahan dengan
forsep dengan posisi bagian anterior menghadap ke pemasangan inti.
Kemudian insang dan mantel yang menutupi gonad disisihkan dengan menggunakan
spatula agar mutiara kelihatan tampak menonjol dengan jelas.
Setelah terlihat posisi bagian mutiara, maka dibuat sayatan didalam gonad dekat dengan
ventral swelling dengan menggunakan pisau opener (incision knife) dan tempat sayatan
ditahan dengan hook. Kemudian mutiara diambil didalam gonad dengan menggunakan
nucleus carrier, selanjutnya hook tetap menahan tempat sayatan. Mutiara bulat hasil
panen ditempatkan kedalam wadah kecil yang berisi air tawar.
Dengan menggunakan nucleus carrier secara hati-hati sejalur dengan saluran yang dibuat
untuk pengambilan mutiara, inti mutiara bulat kedua segera dimasukkan.
Untuk operasi pemasangan inti mutiara kedua ini tidak menggunakan lagi dengan mantel, karena
mantel dengan pemasangan inti mutiara yang pertama telah menyatu dengan gonad untuk
menyelimuti inti mutiara, begitu juga dengan mutu hasil mutiara telah diketahui dan kondisi
tiram mutiara masih cukup baik. Sehingga diharapkan operasi pemasangan inti mutiara bulat
kedua dapat menghasilkan mutiara yang cukup baik untuk kedua kalinya.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil magang di Industri Budidaya Tiram Mutiara ini adalah :
1. Pemeliharaan mutiara sangat baik untuk dikembangkan mengingat komoditi
ini merupakan salah satu produk perikanan yang sangat memegang peranan penting,
khususnya dalam pasaran ekspor. Disamping kulitnya yang mempunyai nilai yang cukup
tinggi maka mutiara yang dikandungnya mempunyai harga yang lebih tinggi. Disamping
itu juga populaisnya sangat besar didaerah maluku, terbukti dengan telah beroperasinya
5 buah perusahan yang bergerak dalam pemeliharaan tiram mutiara baik untuk tujuan
kulit maupun mutiaranya sendiri.
2. Produksi mutiara yang dihasilkan oleh perusahan-perusahan yang beroperasi didaerah
maluku seluruhnya diekspor keluar negeri dengan tujuan jepang.
3. Kegiatan produksi mutiara bulat dapat dilakukan secara terus menerus apabila kelayakan
lokasi perairan dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Dalam hal ini kerja sama antara
pihak perusahan dengan pemerintah, penduduk setempat, aparat keamanan maupun
tenaga kerja dalam menjaga kondisi perairan dari pencemaran dan pencuri.
4. Selama pemeliharaan awal dilaut, spat memerlukan penanganan yang baik, hati-hati, dan
tidak kasar. Perawatan seperti pembersihan tempat pemeliharaan dan penjarangan akan
sangat membantu meningkatkan kelangsungan hidup spat.
5. Berbagai jenis kerang selain tiram mutiara, populasi dan penyebarannya sangat besar
didaerah maluku. Sedangkan pemeliharaan yang dilakukan di CV. Duta Aru Indah adalah
hanya jenis mutiara (pinctada maxima).
6. Khusus untuk memproduksi tiram mutiara, semua perusahan yang berada didaerah
Maluku semuannya masih menggunakan tenaga teknisi dari jepang. Pengetahuan ini
sangan dirahasiakan oleh mereka terutama dalam kultur pakan alami, sehingga proses
alih tehnologi dan ilmu pengetahuan dapat dikatakan tidak berjalan secara maksimal. Ini
dirasakan oleh mahasiswa magang sendiri maupun tenaga-tenaga kerja yang ada selain
teknisi jepang tersebut.
7. Kegiatan teknik kultur pakan alami untuk makanan larva tiram mutiara hanya pada skala
kultur murni dan semi masal. Jenis pakan phytoplankton yang dilakukan di CV. Duta Aru
Indah ini adalah : Isocrysis galbana, Pavlova lutheri, Chaetocheros. Sp, Nannoclorophysis.
Sp, dan Tetra selmis chuii.
8. Tindakan awal dalam kegiatan pemijahan di CV. Duta Aru Indah ini adalah induk
dipuasakan selama 24 jam, yang kedua induk diberi pakan phytoplankton dengan dosis
tinggi, dan yang ketiga adalah memberikan perangsangan dengan bahan kimia yaitu
amoniak.
9. Kegiatan pemeliharaan tiram mutiara (pinctada maxima) dilaut dengan cara
menggunakan sarana tali rentang (long line) dan rakit apung. Dalam satu unit tali rentang
terdapat 10 tali yang dapat menampung 1000 buah keranjang atau 8000 ekor tiram
mutiara. Sedangkan dalam satu rakit apung kecil sebanyak 600 keranjang atau 6.000 ekor
tiram mutiara dalam 1 unit rakit apung.
10. Pemanenan di CV. Duta Aru Indah dapat dilakukan setelah pemeliharaan selama 1,6
bulan dan dilakukan secara berkala yaitu pemanenan setiap 6 bulan.
B. Saran
1. Perlu adanya pelatihan kepada seluruh karyawan/karyawati dalam hal untuk memajukan
keberhasilan budidaya dan produksi pemanenan yang lebih besar.
2. Hedaknya pada pemeliharaan larva diberikan variasi makanan yang lebih banyak lagi
untuk menjaga kesehatan dan mempercepat pertumbuhannnya.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui timbulnya organisme pathogen
atau partikel yang diduga bisa merupakan faktor penyakit bagi kehidupan tiram mutiara.
4. Semua kegiatan yang berkaitan dengan teknisi perlu adanya kejujuran untuk memberikan
keterangan tentang alat dan bahan serta proses kegiatannya dalam budidaya tiram
mutiara demi untuk memajukan ilmu dan teknologi di seluruh kawasan budidaya tiram
mutiara di Indonesia. Hal ini karena semua teknisi dalam budidaya tiram mutiara rata-rata
semuannya dari negara luar sehingga sulitnya untuk kita lakukan pengambilan data.
Dengan kendala ini maka perlu pemerintah daerah maupun pusat untuk memberikan
pelatihan khusus kepada orang-orang Indonesia yang terampil supaya menjadi tenaga
teknisi budidaya tiram mutiara yang professional karena mengingat produksi komoditas
ini harganya sangat mahal.
5. Kepada pihak perusahan maupun pemerintah untuk lebih memperhatikan gaji atau upah
yang diterima oleh seluruh karyawan/karyawati karena hal ini tidak sesuai dengan
hasil atau harga produksi komoditi yang dibudidayakan. Sehingga kesejahteraan
karyawan/karyawati tetap diperhatikan.

Anda mungkin juga menyukai