Anda di halaman 1dari 13

Penelitian yang dilakukan di Desa Revav, Kabupaten Maluku Tenggara, Indonesia ini

bertujuan untuk menganalisis pemasaran kering


abalon diproduksi oleh nelayan di Maluku Tenggara, dan untuk menganalisis nilai margin
pendapatan yang diperoleh oleh para pemangku kepentingan
seperti nelayan, pengumpul, dan pedagang besar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah purposive sampling. Rantai pemasaran
abalon mulai dari nelayan sampai konsumen dilakukan oleh pengumpul dan dijual ke pedagang
besar, selanjutnya dijual di Surabaya dan lokasi lainnya. Keuntungan nelayan, pengumpul, dan
pedagang grosir dihargai Rp3.878.000, Rp2.960.000,
Rp8.073.000, masing-masing. Nilai margin pemasaran pengumpul adalah 50% dari harga
pembelian (Rp200.000 · kg –1 ),
sedangkan pedagang grosir dihargai 58,33% dari harga pembelian (Rp350.000 · kg –1 ).
© 2016 Penulis. Diterbitkan oleh Elsevier BV
Peer-review di bawah tanggung jawab Dewan Sains dan Editorial ISAPPROSH 2015.
Kata kunci: Abalon; rantai pemasaran; margin pemasaran

1. Pendahuluan
Abalon [ Haliotis asinina (Linnaeus, 1758)] adalah siput (gastropoda moluska) yang
memiliki nilai perikanan tinggi komoditas, khususnya di negara maju seperti Eropa dan Amerika
Utara. Abalon dikonsumsi segar atau
* Penulis yang sesuai. Tel .: +62 812 4740 2070
Alamat email: jacob_tubalawony@hotmail.com
© 2016 Penulis. Diterbitkan oleh Elsevier BV Ini adalah artikel akses terbuka di bawah lisensi
CC BY-NC-ND
( http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/ ).
Peer-review di bawah tanggung jawab dewan sains dan editorial ISAPPROSH 2015

Halaman 2
147
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
kalengan. Di Indonesia, abalon belum banyak dimanfaatkan dan pemanfaatannya terbatas
di beberapa daerah, khususnya di wilayah pesisir. Sumber daya laut dimanfaatkan baik oleh
perikanan atau akuakultur (budaya laut). Saat ini, perkembangan PT
budaya laut lebih fokus pada budidaya ikan bernilai tinggi dan tiram mutiara, sementara di
Indonesia, Ada banyak biota laut yang dapat dikembangkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi,
misalnya abalone Haliotis asinina . Budaya Abalon memiliki masa depan yang prospektif untuk
manfaatnya baik dari teknologi atau budaya
pemasaran. Kotler (2009) mengusulkan bahwa pemasaran adalah aktivitas manusia yang
mengarah untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan oleh
proses pertukaran di mana proses tersebut melibatkan tugas yaitu : penjual harus menemukan
pembeli, mengidentifikasi pembeli
kebutuhan, merancang produk yang tepat, mempromosikan produk, mendistribusikan produk,
proses negosiasi, dll
Prinsip pemasaran adalah aliran produk dari produsen ke konsumen. Aliran produk bisa
terjadi oleh peran pembentukan pemasaran. Fungsi saluran pemasaran mutlak diperlukan
terutama di membedakan tingkat harga setiap pendirian pemasaran.
Sektor perikanan di Provinsi Maluku sebagai sektor unggulan saat ini memiliki potensi
sumber daya perikanan yang didistribusikan di tiga wilayah pulau laut, yaitu Laut Banda, Laut
Seram Tomini, dan Laut Aru dan Arafura. Tambahan, Pesisir memiliki banyak potensi sumber
daya yang dikelola oleh masyarakat, seperti abalon, kelompok siput
Haliotis. Abalone univalve (satu cangkang) dengan lubang multifungsi di sisi cangkang.
Di Maluku, abalon dikenal sebagai " bia mata tujuh " (kerang tujuh mata) atau " bia telinga"
(kerang telinga) dilihat bentuknya. Pemanfaatan sumber daya abalon secara rutin dilakukan oleh
masyarakat pesisir. Selanjutnya,
abalon dikeringkan dan dipasarkan ke pengumpul di kota, dan dipasarkan ke pedagang
besar di Surabaya. Abalon saat ini dipasarkan terbatas pada abalon kering dengan pertimbangan
fakta bahwa kepentingan abalon basah dan segar adalah
rendah. Ini mungkin disebabkan oleh tingginya investasi (banyak fasilitas dan banyak biaya yang
dibutuhkan), namun, tingginya penjualan
harga, risiko tinggi.
Studi yang berkaitan dengan pasar dan produksi abalon di beberapa daerah telah
dilakukan dalam beberapa tahun (Korpov,
et al . ,
2000; Gordon and Cook, 2004; Kashiwada dan Taniguchi, 2007; Fermin dan encena,
2009; Neuman, dkk.,
2010; Mayfield, et al., 2011; Cook dan Gordon, 2010; Gordon and Cook, 2014). Harga
abalon dari beberapa
negara telah dilaporkan (Fermin dan Encena, 2009; Hauck, 1997; Raemaekers, 2009;
Cloete, 2009; Kompas, 2011; Cook, 2014; ECDC, 2008).
Rata-rata produksi abalon yang dilakukan oleh nelayan adalah 3 kg · hari –1 hingga 5 kg
· hari –1 dengan harga jual kering abalon dari Rp 300.000 · kg –1 hingga Rp 500.000 · kg –

1 . Produksi tertinggi terjadi mulai November hingga April


dengan kondisi perairan seperti ketenangan dan pasang surut air pada bulan-bulan itu, sehingga
mempermudah penangkapan abalon. Proses pengambilan abalon dilakukan dua kali hingga tiga
kali seminggu, mulai dari pukul 03.00 hingga 06.00 pagi. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pemasaran abalon kering yang diproduksi oleh nelayan di Maluku Tenggara, dan
untuk menganalisis nilai margin pendapatan yang diperoleh oleh para pemangku kepentingan
seperti nelayan, pengumpul, dan pedagang besar.

2. Bahan dan metode


2.1. Penentuan sampel
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan studi kasus
yang berarti fokus pada kasus tertentu secara intensif dan detail dalam waktu dan tempat tertentu
(Sukardarrumidi, 2004). Kasus yang diamati dalam penelitian ini adalah pemasaran
rantai abalon di Kabupaten Maluku Tenggara dimulai dari nelayan hingga konsumen yang
dilakukan oleh PT pengumpul dan dijual ke grosir. Aspek yang berhubungan dengan rantai
pemasaran yaitu harga, biaya, marjin keuntungan di tingkat nelayan, pengumpul, dan pedagang
besar. Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling yang dimiliki
arti mendekati responden terkait langsung dengan pemasaran abalon kering di Desa Revav,
Kabupaten Maluku Tenggara. Total responden yang diwawancarai dalam penelitian ini adalah
tujuh orang. Responden adalah nelayan, pengumpul, dan pedagang besar masing-masing
berjumlah empat orang, dua orang, dan satu orang.

2.2. Metode pengumpulan data


Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan oleh
wawancara langsung kepada responden yang bertujuan untuk mengetahui volume dan waktu
produksi, biaya, harga jual

Halaman 3
148
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
abalon di tingkat nelayan, dan volume penjualan dan harga jual abalon di tingkat pengumpul dan
grosir, sedangkan data sekunder adalah semua informasi yang digunakan untuk melengkapi
rantai pemasaran.
2.3. Analisis data
Analisis laba untuk masing-masing saluran pemasaran dihitung dengan menggunakan rumus
yang disarankan oleh Salvatore (2005):
Keuntungan (π) = TR - TC
(1)
dimana:
π: keuntungan dari masing-masing saluran pemasaran abalon
TR: total pendapatan masing-masing saluran pemasaran abalon
TC: total biaya dalam pemasaran abalon
Margin pemasaran masing-masing saluran pemasaran dihitung dengan menggunakan formula
yang disarankan oleh Ayunita dan
Ubaidillah (2012):
Mmi = Hp - Hb
(2)
dimana:
Mmi: Marjin pemasaran dari setiap tingkat saluran pemasaran
Hp
: Harga jual di tingkat saluran pemasaran
Hb
: Harga pembelian di tingkat saluran pemasaran

3. Hasil dan diskusi


3.1. Rantai pemasaran abalon
Rantai pemasaran abalon kering terdekat dengan konsumen akhir adalah pengumpul,
pedagang grosir, pengecer, dan konsumen.
Rantai pemasaran ini terlalu panjang yang menyebabkan penambahan nilai yang diperoleh
nelayan semakin kecil yang terkecil di antara saluran. Karena alasan ini, para nelayan lebih
memilih rantai distribusi terpendek untuk meningkat keuntungannya, misalnya, para nelayan
menjual kepada pedagang grosir (rantai distribusi terpendek). Keringkan abalon secara langsung
dijual ke pengumpul, dan oleh pengumpul abalon dijual ke pedagang besar untuk dipasarkan di
Surabaya.
Teori penawaran menyebutkan bahwa semakin tinggi harga semakin tinggi penawaran,
sebaliknya semakin rendah harga menurunkan pasokan (Nuraini, 2002). Teori ini terjadi dalam
pemasaran kerang kering. Harga abalon kering saat ini meningkat dan kondisi ini merangsang
para nelayan untuk meningkatkan produksi, namun masyarakat pesisir mulai melakukan bisnis
ini di setiap tingkat pedagang, sehingga jumlah pedagang abalon menjadi meningkat. Itu
namun para nelayan umumnya menjual kepada pengumpul, secara teratur menjual ke pedagang
grosir langsung dengan pertimbangan
jarak antara desa dan kota mudah dijangkau. Gambar 1 menggambarkan rantai pemasaran
abalon.

Halaman 4
149
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
Gambar 1. Rantai pemasaran abalon
3.2. Volume penjualan, harga jual, dan harga beli kerang kering
3.2.1. Volume penjualan rata-rata abalon kering
Tabel 1 menunjukkan volume penjualan rata-rata abalon kering, yang volume rata-rata yang
dijual adalah 8,5 kg,
15 kg, 30 kg, masing-masing oleh nelayan, pengumpul, dan pedagang grosir. Tabel
menunjukkan bahwa penjualan
volume yang dijual oleh nelayan berkisar antara 7 kg dan 10 kg per bulan. Jumlah volume
penjualan yang dijual oleh
nelayan relatif berdasarkan musim. Pada musim timur, cuaca dalam kondisi yang lebih buruk
sehingga produksi
nelayan semakin berkurang.
Tabel 1. Rata-rata volume penjualan abalon kering
Tidak.
Saluran Pemasaran
Jumlah (kg · bulan –1 )
Rata-rata
1.
Nelayan
7 kg hingga 10 kg
8,5 kg
2.
Pengumpul
10 kg hingga 20 kg
15 kg
3.
Grosir
20 kg hingga 40 kg
30 kg
Volume penjualan yang dijual oleh pengumpul berkisar antara 7 kg dan 10 kg. Volume
meningkat dengan meningkatnya
upaya nelayan untuk menangkap atau mengumpulkan abalon, baik di alam maupun
budaya. Abalones tentu saja menjadi
komoditas prospektif dengan nilai ekonomi tinggi yang meningkatkan pendapatan
masyarakat. Sebagai hasilnya, orang-orang
mendapatkan minat dalam bisnis abalone sehingga produksi semakin meningkat dari waktu ke
waktu. Kondisi ini mempengaruhi
volume penjualan di tingkat pengumpul dan grosir. Volume penjualan yang dijual oleh pedagang
grosir berkisar antara 20 kg
dan 40 kg. Peningkatan jumlah tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya upaya nelayan
untuk menangkap atau membudidayakan kerang abalon.
3.2.2. Harga jual dan beli abalon kering
Harga jual dan beli ke setiap perusahaan atau transaksi penjualan menjadi sesuatu yang penting
untuk dipelajari, di
untuk mengetahui bahwa penjualan secara maksimal berkontribusi pada laba dengan
membandingkan harga beli dan jumlahnya.
Tabel 2 menunjukkan kisaran harga pembelian dan harga jual di setiap tingkat saluran pemasaran
yang paling rendah
harga dan harga tertinggi, dan rata-rata. Harga jual di tingkat nelayan berkisar antara Rp 300.000
hingga Rp 500.000,
dengan rata-rata Rp 400.000 · kg -1 . Di tingkat pengumpul, harga jual berkisar antara Rp
500.000 hingga Rp 700
Nelayan
Pengumpul
Grosir
Konsumen
Industri
Pasar
catatan:
Jalur Langsung
Jalur Pemasaran

Halaman 5
150
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
000 dengan rata-rata Rp 600.000 · kg -1 , sedangkan pada tingkat grosir, harga jual berkisar dari
Rp 900
000 hingga Rp1.000 000 dengan rata-rata IDR 950.000 · kg -1 . Harga pembelian mulai dari
tingkat pengumpul hingga grosir
tingkat. Pada tingkat pengumpul, harga pembelian berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp
500.000 dengan rata-rata Rp
400.000 · kg -1 sementara di tingkat grosir, harga pembelian berkisar antara Rp 500.000 hingga
Rp 700.000 dengan
rata-rata Rp 600.000 · kg -1 . Membandingkan harga khususnya harga jual, harga tertinggi
bertahan
grosir. Kondisi ini pada akhirnya memengaruhi margin yang diperoleh perusahaan.
Tabel 2. Harga jual dan harga beli kerang kering
Pemasaran
Saluran
Volume
(kg · bulan -1 )
Harga pembelian (IDR · kg -1 )
Harga jual (IDR · kg -1 )
Terendah
Paling tinggi
Rata-rata
Terendah
Paling tinggi
Rata-rata
Nelayan
8.5
0
0
0
300.000
500.000
400.000
Pengumpul
15
300.000
500.000
400.000
500.000
700.000
600.000
Grosir
30
500.000
700.000
600.000
900.000
1 000 000

000
3.2.3. Analisis pendapatan, biaya, dan laba abalon
Dalam bisnis kerang kering, para nelayan bertindak sebagai produsen, dan pengumpul dan
pedagang besar bertindak sebagai pembeli juga
penjual, sehingga biaya yang dikeluarkan berbeda berdasarkan kebutuhan material, tenaga kerja,
dan harga beli. Keadaan ini
mempengaruhi margin keuntungan di saluran pemasaran.
• Nelayan sebagai Produsen
Pendapatan di tingkat nelayan ditentukan oleh harga pasar dan jumlah abalon kering, selain itu,
operasi
biaya dan proses pengeringan. Tabel 3 menunjukkan analisis bisnis di tingkat nelayan.
Tabel 3 menjelaskan bahwa dengan jumlah 8,5 kg abalon dan harga jual Rp 400.000 · kg -1 ,
total pendapatan
sebesar Rp3.400.000, biaya sebesar Rp222.000, dengan demikian laba sebesar Rp3.178.000.
Keuntungan
yang diperoleh oleh nelayan sangat tergantung pada jumlah abalon yang ditangkap dan
dikeringkan, semakin tinggi jumlahnya
lebih tinggi pendapatan. Musim juga memengaruhi pendapatan, yang mana produksi mulai
menurun pada Mei
Oktober disebabkan oleh kondisi perairan (berangin dan bergelombang) dan terbatasnya ruang
yang dimanfaatkan.
• Pengumpul
Pengumpul bertindak sebagai distributor kerang kering kepada konsumen. Pengumpul
berpengaruh signifikan terhadap pendapatan
para nelayan yang oleh para pengumpul abalon kering semakin mudah dipasarkan dengan biaya
lebih rendah. Biaya yang dibutuhkan
dalam mendistribusikan abalon terdiri dari modal untuk membeli abalon kering, transportasi, dan
tenaga kerja. Tabel 4 menunjukkan
analisis bisnis di tingkat pengumpul.
Tabel 4 menunjukkan bahwa dengan menjual dan membeli 15 kg abalon dihargai Rp 600.000 ·
kg -1 memperoleh penghasilan Rp
9 000 000 dengan biaya operasi Rp6.040.000, dapatkan untung Rp2.960.000. Terjadi laba dan
pendapatan maksimum
ketika orang menyadari bahwa bisnis abalon kering memberikan kontribusi pendapatan yang
lebih baik bagi nelayan, sehingga orang tertarik
mencoba bisnis ini, termasuk budidaya. Kualitas dan kuantitas abalon yang lebih tinggi
berkontribusi pada pendapatan yang lebih tinggi
dan laba maksimum. Semakin tinggi jumlah abalone, semakin tinggi pula keuntungannya dengan
harga jual Rp 600.000.
Sedangkan biaya signifikan dipengaruhi oleh harga beli, yang berarti semakin tinggi kuantitas
yang dibeli
abalone semakin tinggi modalnya.
• Pedagang grosir
Pedagang grosir adalah salah satu saluran pemasaran dalam distribusi produk ke
konsumen. Pedagang grosir secara signifikan
tergantung pada nelayan dan pengumpul jika semuanya menjadi rantai pemasaran produk ke
konsumen. Kotler dan Amstrong (2008) mengemukakan bahwa saluran pemasaran adalah
kelompok organisasi yang
saling bergantung satu sama lain untuk membantu produk atau layanan yang akan digunakan
atau dikonsumsi oleh konsumen. Tabel 5 menunjukkan
analisis bisnis di tingkat grosir.
Tabel 5 menjelaskan bahwa jumlah 30 kg abalon yang dibeli dari nelayan atau pengumpul
dengan harga jual Rp
950 000 · kg -1 , pedagang grosir memperoleh penghasilan sebesar Rp 28 500.000. Biaya yang
dikeluarkan perusahaan terdiri dari
modal untuk membeli kerang abalon, biaya transportasi, retribusi, dan tenaga kerja adalah
sebesar Rp20.427.500
secara signifikan dipengaruhi oleh modal untuk membeli abalon, yang berarti, semakin tinggi
jumlah abalon yang dibeli
lebih tinggi biayanya. Pada tingkat grosir, harga jual lebih tinggi dari harga beli, sehingga
menyebabkan margin dan besar
maksimalkan laba (IDR8.072 500). Kuantitas abalon di tingkat grosir dijual lebih besar dari pada
tingkat

Halaman 6
151
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
nelayan dan pengumpul.
Tabel 3. Penghasilan, biaya, dan keuntungan di tingkat nelayan
Tidak.
Estimasi pendapatan dan biaya
Total (IDR)
1.
Penghasilan: Rp. 400.000 x 8,5 kg
3 400 000
2.
Biaya:

Petroleum 10 L @ IDR 6 500

Makanan dan minuman

Garam 1 kg

Buruh satu orang
65.000
50.000
7 000
100.000
Keuntungan (π) = TR - TC
3 178.000
Tabel 4. Penghasilan, biaya, dan laba di tingkat pengumpul
Tidak.
Estimasi pendapatan dan biaya
Total (IDR)
1.
Penghasilan: Rp. 600.000 x 15 kg
2 000 000
2.
Biaya:

Modal untuk membeli kerang kering (Rp 400.000 x 15 kg)

Angkutan

Buruh satu orang
6 000 000
15.000
25.000
Keuntungan (π) = TR - TC
2 960.000
Tabel 5. Penghasilan, biaya, dan laba di tingkat grosir
Tidak.
Estimasi pendapatan dan biaya
Total (IDR)
1.
Penghasilan: Rp950.000 x 30 kg
28 500.000
2.
Biaya:
Modal untuk membeli abalon kering (Rp 600.000 x 30 kg)
Angkutan
Retribusi 2,5%
Buruh dua orang
18 000 000
500.000
427 500
1 500 000
Keuntungan (π) = TR - TC
8 072 500
3.4. Margin pemasaran
Marjin pemasaran adalah perbedaan antara harga jual dan beli produk. Dalam hal ini pemasaran
margin adalah perbedaan antara harga jual dan beli dari setiap transaksi jual abalon di setiap
tingkat
saluran pemasaran atau rantai pemasaran. Teori Permintaan dan Penawaran menjelaskan bahwa
semakin tinggi kuantitas yang ditawarkan
produk semakin rendah harganya, dan sebaliknya. Tabel 6 menunjukkan hasil penghitungan
margin pemasaran di setiap tingkat
saluran pemasaran.
Tabel menjelaskan bahwa jumlah masing-masing saluran pemasaran bergantung pada setiap
harga pembelian dan biaya untuk
membeli abalon kering. Permintaan abalon sangat tinggi saat ini, namun produknya belum
disembuhkan oleh nelayan atau
masyarakat karena kurangnya pengetahuan tentang manfaat, harga, dan permintaan abalon,
sehingga abalon
yang ditawarkan ke pasar sedikit atau terbatas dan menyebabkan harga abalon yang lebih
tinggi. Kondisi ini dapat diubah di
kasus masyarakat (nelayan) mengakui bahwa bisnis kerang abalon mampu meningkatkan
pendapatan masyarakat
khususnya para nelayan. Peningkatan produksi abalon secara signifikan mempengaruhi harga
jual dan beli.
Dalam hal ini, margin pemasaran untuk pengumpul adalah Rp 200.000 atau 50% dari harga
pembelian, sedangkan untuk pedagang grosir
adalah Rp 350.000 atau 58,33% dari harga pembelian, yang berarti bahwa margin tertinggi
berada pada tingkat grosir. Di
Sebenarnya, hanya ada beberapa grosir yang menyebabkan harga ditentukan oleh mereka,
sehingga margin pada level
tengkulak ditemukan lebih tinggi dari pada tingkat pengumpul.

Halaman 7
152
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
Tabel 6. Margin pemasaran abalon kering
Saluran pemasaran
Harga pembelian
(IDR . Kg -1 )
Harga penjualan
(IDR . Kg -1 )
Batas
(IDR . Kg -1 )
Persentase
Nelayan
0
400.000
0
0
Pengumpul
400.000
600.000
200.000
50%
Grosir
600.000
950.000
350.000
58,33%
Industri / pasar / konsumen
950.000
0
0
0
Permintaan abalon masih meningkat setiap tahun terutama di pasar internasional. Pasar utama
abalon
adalah Cina, Jepang, Taiwan, Korea, Singapura, Australia, Amerika Serikat, Spanyol, Belanda,
Kanada, dan Thailand.
Negara sebagai penghasil abalon terbesar adalah Cina, Taiwan, dan Jepang (Cook dan Gordon,
2014).
Para nelayan mendapatkan keuntungan tertinggi ketika produk langsung dijual ke pedagang
grosir karena jarak ke
Tual cukup dekat. Atau, para nelayan mendirikan kelompok dagang tertentu untuk menjual
abalon kering. Semakin pendek
rantai pemasaran semakin baik harga jual yang diperoleh nelayan. Harga yang lebih baik dapat
menutupi biaya operasi
dan margin keuntungan yang diperoleh nelayan semakin baik. Dalam penelitian ini, margin
pemasaran PT
industri / pasar / konsumen tidak terhitung dan diasumsikan nol, karena harga jual di tingkat
industri / pasar / konsumen belum diketahui.
Peningkatan industri abalon di Indonesia Timur telah dilaporkan yang meliputi beberapa
provinsi yaitu Bali,
Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara. Terkait dengan rantai
pemasaran abalon, itu adalah a
pengetahuan umum bahwa hanya perantara dan eksportir yang mendapat bagian terbesar dari
pendapatan saat mereka menentukan harga
pada panen nelayan abalon (Fermin dan Encena, 2009). Umumnya di Indonesia, rantai
pemasarannya adalah
dibagi menjadi beberapa tingkatan, yaitu pengumpul pertama, pengumpul kedua, dan
grosir. Pengumpul pertama terletak di
desa nelayan. Mereka mengumpulkan abalon dari nelayan dan menjualnya ke pengumpul kedua
di kota. Kedua
pengumpul adalah tingkat yang menjual abalon kepada pedagang grosir. Pedagang grosir yang
terkait dengan konsumen secara langsung atau importir
dari negara lain. Rantai pemasaran abalon yang panjang memengaruhi laba yang lebih rendah di
setiap tingkat rantai. Berbeda
dari Indonesia, di negara-negara penghasil abalon, para nelayan atau petani berhubungan
langsung dengan konsumen
yang menyebabkan harga jual lebih tinggi dan keuntungan yang diperoleh petani.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, beberapa kesimpulan yang dihimpun adalah sebagai berikut:
• Keuntungan yang diperoleh nelayan sebagai produsen dengan harga jual Rp400.000 adalah
Rp3 178.000 untuk masing-masing
8,5 kg abalon kering. Keuntungan diperoleh pengumpul dengan harga beli Rp 400.000 dan harga
jual Rp
IDR 600.000 adalah IDR 2 960.000 untuk masing-masing 15 kg abalon kering. Sedangkan
untung diperoleh oleh tengkulak dengan
harga beli Rp. 600.000 dan harga jual Rp. 950.000 adalah Rp. 8 072 500 untuk masing-masing
30 kg kering
pauhi.
• Nilai margin pemasaran tertinggi adalah di tingkat grosir yaitu 58,33% dari harga pembelian,
sedangkan pada tingkat
pengumpul adalah 50% dari harga pembelian.
• Tingginya harga jual dan beli abalon dipengaruhi secara signifikan oleh pasokan dari para
nelayan
produsen. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat bisnis abalon berdampak pada terbatasnya
pasokan abalone
fakta bahwa permintaan abalon sangat tinggi, sehingga mendorong harga naik.
• Di Maluku Tenggara, hanya ada beberapa pedagang besar yang menyebabkan harga ditentukan
oleh mereka.
Ucapan Terima Kasih
Terima kasih penulis kepada PENPRINAS MP3EI 2011-2025 untuk dukungan dalam pendanaan
penelitian ini.

Halaman 8
153
Jacob Tubalawony et al. / Aquatic Procedia 7 (2016) 146 - 153
Referensi
Ayunita, D., Ubaidillah, F., 2012. Studi Pemasaran Ikan Bawal Putih (Pampus argenteus ) di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
Kabupaten Lamongan. [Studi Bawal Putih ( Pampus argenteus ) di Pelabuhan Perikanan
Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan].
[Internet] diakses pada 29 Oktober 2015 dari
http://www.researchgate.net/publication/280240320_Studi_Pemasaran_Ikan_Bawal_Putih_%28
Pampus_argenteus%29_di_Pelabuhan_Perika
nan_Nusantara_Brondong_Lamongan. [Bahasa Indonesia].
Cloete, A., 2009. Analisis Profitabilitas Pertanian Abalon di Port Nolloth, di Provinsi Cape
Utara, Afrika Selatan. UNU-Perikanan
Program Pelatihan. 35 hal.
Cook, PA, 2014. Industri Abalone di Seluruh Dunia. Ekonomi Modern 5, 1181–1186.
Cook, PA, Gordon, GH, 2010. Pasokan, Pasar, dan Harga Abalone Dunia. Jurnal Penelitian
Kerang 29, 569-571.
http://dx.doi.org/10.2983/035.029.0303.
Eastern Cape Development Corporation [ECDC]. 2008. Abalone Mariculture di Eastern
Cape. Informasi Iklim, Perburuhan dan Industri.
[Internet] diakses pada 29 Oktober 2015 dari
www.ecdc.co.za/ecdc/files/Policies/Abalone%20Mariculture.pdf.
Fermin, AC, Encena, VC, 2009. Laporan Akhir: Peningkatan Industri Abalon di Indonesia
Timur. Laporan Penelitian SADI-ACIAR.
Australia: ACIAR. hal. 19.
Gordon, HR, Cook, PA, 2004. Pembaruan Perikanan dan Budidaya Abalon Dunia: Dinamika
Pasokan dan Pasar. Jurnal Kerang
Penelitian 23, 935-939.
Gordon, HR, Cook, PA, 2014. Pasokan, Pasar, dan Harga Abalone Dunia: Pembaruan
2011. Jurnal Penelitian Shellfish 32, 5-7.
http://dx.doi.org/10.2983/35.032.0102.
Hauck. M., 1997. Kejahatan, Konservasi dan Pengembangan Masyarakat: Kriminologi Ekologis
dan Studi Kasus Perburuan Abalon.
[Tesis]. Universitas Cape Town. Afrika Selatan.
Kashiwada, JV, Taniguchi, I., 2007. Penerapan Survei Abalone Merah ( Haliotis
rufescens ) Terbaru untuk Keputusan Manajemen yang Diuraikan dalam
California Abalone Recovery dan Rencana Pengelolaan. Jurnal Penelitian Kerang 26, 713-
718. http://dx.doi.org/10.2983/0730-
8000 (2007) 26 [713: AORRAH] 2.0.CO; 2
Kompas, 2011. Indonesia Cocok untuk Budidaya Abalon. [Indonesia Cocok untuk Abalone
Budaya]. [Internet] diakses pada 29 Oktober 2015
dari:
http://sains.kompas.com/read/2011/11/11/20154159/Indonesia.Cocok.untuk.Budidaya.Abalon. [
Bahasa Indonesia].
Korpov, KA, Haaker, PL, Taniguchi, IK, Rogers-Bennett, L., 2000. Penipisan Serius dan
Runtuhnya Abalon California ( Haliotis
spp .) Perikanan. Publikasi Khusus Kanada tentang Perikanan dan Ilmu Perairan 130, 11-24.
Kotler, P., 2009. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi, dan
Pengendalian. [Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan,
Implementasi, dan Kontrol]. Volume 1. Jakarta: Erlangga. [Bahasa Indonesia].
Kotler, P., Armstrong, G., 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. 12 th ed. New Jersey: Prentice Hall.
Mayfield, S., McGarvey, R., Gorfine, HK, Peters, H., Burch, P., Sharma, S., 2011. Estimasi
Survei Biomassa Ikan setelah Misa
Kematian di Perikanan Molluscan Australia. Jurnal Penyakit Ikan 34, 287–
302. http://dx.doi.org/10.1111/j.1365-2761.2011.01241.x
Neuman, M., Tissot, B., Vanblaricom, G., 2010. Keseluruhan Status dan Penilaian Ancaman
Black Abalone ( Haliotis cracherodii Leach, 1814)
Populasi di California . Jurnal Penelitian Kerang 29, 577-
586. http://dx.doi.org/10.2983/035.029.0305
Nuraini, I., 2002. Pengantar Ekonomi Mikro. [Pengantar Ekonomi Mikro]. Malang: UMM
Press. 166 hal. [Bahasa Indonesia].
Raemaekers, SJN, 2009. Memikirkan Kembali Paradigma Pengelolaan Perikanan Skala Kecil
dan Pendekatan Tata Kelola Afrika Selatan: Bukti dari
Tanjung Timur. [Tesis PhD]. Universitas Rhodes, Afrika Selatan.
Salvatore, D., 2005. Ekonomi Manajerial dalam Perekonomian Global- Buku Kedua. [Ekonomi
Manajerial dalam Ekonomi Global-Detik
Buku]. Edisi Kelima. Jakarta: Salemba Empat. [Bahasa Indonesia].
Sukardarrumidi, 2004. Metodologi Penelitian. [Metodologi Penelitian]. Yogyakarta: Universitas
Gajah Mada. [Bahasa Indonesia].

Anda mungkin juga menyukai