Anda di halaman 1dari 5

Nama: Nurul Barokatunnisa Sumarlin

NIM: D131201058

Sumberdaya dapat pulih (Renaweble resource)

Sumber daya adalah suatu potensi yang dimiliki oleh suatu materi atau unsur tertentu
dalam kehidupan. Sumberdaya tidak selalu bersifat fisik, tetapi juga nonfisik. Berikut ini
sumberdaya dapat pulih atau Renewable resource:

- Ikan Pelagis besar /kecil - Terumbu karang - Ikan Demersal - Hutan Mangrove - Udang dan
crustacea lainnya - Pandang Lamun dan Rumput Laut - Ikan Hias dan Ikan Karang - Pulau-pulau kecil

1. Sumber Daya Perikanan Laut

Potensi sumber daya perikanan laut di Indonesia terdiri dari sumber daya perikanan pelagis
besar (451.830 ton/tahun) dan pelagis kecil (2.423.000 ton/tahun), sumber daya perikanan
demersal 3.163.630 ton/tahun, udang (100.720 ton/tahun), ikan karang (80.082 ton/tahun)
dan cumi-cumi 328.960 ton/tahun. Dengan demikian secara nasional potensi lestari
perikanan laut sebesar 6,7 juta ton/tahun dengan tingkat pemanfaatan mencapai 48%
(Dirjen Perikanan 1995). Data pada tahun 1998 menunjukkan bahwa produksi ikan laut
adalah 3.616.140 ton dan hal ini menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan potensi laut
baru mencapai 57,0% (Ditjen Perikanan 1999 dalam Susilo 2001). Sedangkan potensi lahan
pertambakan diperkirakan seluas 866.550 ha dan baru dimanfaatkan seluas 344.759 ha
(39,78%) bahkan bisa lebih tinggi lagi. Dengan demikian masih terbuka peluang untuk
peningkatan produksi dan produktivitas lahan. Keterlibatan masyarakat dalam eningkatkan
produksi perlu diatur sehingga bisa mendatangkan keuntungan bagi semua pihak dalam
pengelolaan yang bersifat ramah lingkungan, lestari berkelanjutan.

Usaha penangkapan ikan, perlu adanya peningkatan keterampilan bagi masyarakat dengan
menggunakan teknologi baru yang efisien. Hal ini untuk mengantisipasi persaingan
penangkapan oleh negara lain yang sering masuk ke perairan Indonesia dengan teknologi
lebih maju. Usaha ini melibatkan semua pihak mulai dari masyaraka nelayan, pengusaha dan
pemerintah serta pihak terkait lainnya. Hal lain yang perlu dilakukan adalah memberi
pengertian pada masyarakat nelayan tentang bahaya penangkapan yang tidak ramah
lingkungan seperti penggunaan bahan peledak atau penggunaan racun seperti sianida dan
potasium.

Bidang pertambakan, disamping dilakukan secara ekstensifikasi, usaha peningkatan hasil


pertambakan dalam bentuk intensifikasi. Hal ini jika dihubungkan dengan pengelolaan
tambak di Indonesia pada umumnya masih tradisional. Dengan hasil produksi pertambakan
Indonesia tahun 1998 berjumlah 585.900 ton yang merupakan nilai lebih dari 50% hasil
kegiatan budidaya perikanan (Susilo 1999 dalam Ditjen Perikanan 1999). Keterlibatan
masyarakat dalam bentuk pertambakan inti rakyat dimana perusahaan sebagai intinya dan
masyarakat petambak sebagai plasma merupakan suatu konsep yang baik meskipun
kadangkala dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala. Hubungan lainnya seperti
kemitraan antara masyarakat petambak dengan pengusaha penyedia sarana produksi juga
adalah salah satu model kemitraan yang perlu dikembangkan dan disempurnakan dimasa
yang akan datang.

Di wilayah pesisir dan laut terdapat 3 (tiga) ekosistem kunci yang mempunyai nilai dan
peran ekologis yang sangat signifikan terhadap proses regenerasi potensi sumberdaya alam,
ekosistem yang dimaksud yaitu : ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem terumbu
karang. Keberadaan ekosistem di wilayah pesisir sangat menunjang proses ekologis untuk
keberlanjutan suatu organism didalam lingkungannya. Ekosistem terbut pada umumnya mempunyai
yang sama yaitu : sebagai daerah pemijahan, daerah asuhan berbagai bibit ikan, dan daerah untuk
mencari makan berbagai organisme perairan.

2. Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah
pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat
pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan amukan angin taufan, dan
tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga
mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan,
dan lain-lain. Segenap kegunaan ini telahdimanfaatkan secara tradisional oleh sebagian besar
masyarakat pesisir di tanah air. Potensi lain dari hutan mangrove yang belum dikembangkan secara
optimal, adalah kawasan wisata alam (ecotourism). Padahal negara lain, seperti Malaysia dan
Australia, kegiatan wisata alam di kawasan hutan mangrove sudah berkembang lama dan
menguntungkan (Dahuri et al 2004).
Indonesia memiliki hutan mangrove yang luas dibandingkan dengan negara lain. Hutan-hutan ini
dapat menempati bantaran sungai-sungai besar hingga 100 km masuk ke pedalaman seperti yang
dijumpai di sepanjang sungai Mahakam dan sungai Musi. Keanekaragaman juga tertinggi di dunia
dengan jumlah spesies sebanyak 89, terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana,
29 spesies epifit, dan 2 spesies parasitik (Kusmana, 2003 dalam Saru, 2007). Selanjutnya Fungsi dan
Peran Hutan Mangrove sbb : (1) Fungsi Fisik : Menyusun mekanisme hubungan antar komponen
dalam ekosistem mangrove/ekosistem lain (padang lamun, terumbu karang), Pelindung pantai, dan
Pengendali banjir; (2) Fungsi Kimia : Penyerap bahan pencemar, Sumber energi bagi biota laut, dan
Suplai bahan organik dalam lingkungan perairan; (3) Fungsi Biologis : Menjaga kestabilan
produktivitas dan ketersediaan sumberdaya hayati di perairan merupakan pensuplay unsur–unsur
hara utama di pantai khususnya daerah lamun dan terumbu karang; (4) fungsi ekonomi, sebagai
sumber kayu kelas satu, bubur kayu, bahan kertas, chips, dan arang. Ekosistem mangrove
merupakan suatu ekosistem peralihan antara daratan dan lautan yang menjadi matarantai yang
sangat penting dalam pemeliharaan keseimbangan siklus biologi di suatu perairan, tempat
berlindung dan memijah berbagai jenis udang, ikan, berbagai biota laut lainnya, dan juga merupakan
habitat satwa seperti burung, primata, reptilia, insekta, sehingga secara ekologis dan ekonomis
dapat dimanfaatkan untuk peningktan kesejahtraan manusia. Ekosistem mangrove juga dapat
dimanfaatkan untuk berbagai keperluan.

3. Pandang Lamun dan Rumput Laut (Tumbuhan Laut)

Lamun (sea grass), atau disebut juga ilalang laut, adalah satu-satunya kelompok tumbuhan berbunga
yang tercatat di lingkungan laut. Tumbuhan- tumbuhan ini hidup di habitat perairan dangkal. Seperti
halnya rumput di darat, lamun juga mempunyai tunas berdaun tegak dan tangkai-tangkai merayap
yang dinamakan rimpang (rhizoma). Tangkai ini merupakan alat efektif untuk perkembangbiakan.
Berbeda dengan tumbuhan-tumbuhan laut lainnya (alga bentik), lamun berbunga, berbuah dan
menghasilkan biji. Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan
unsur hara (Romimohtarto dan Juwana, 1999).

Padang lamun mempunyai fungsi yang sangat vital dalam ekosistem perairan sebagai berikut : (1)
Meredam ombak dan melindungi pantai; (2) Tempat pemijahan (spawning ground); (3) Daerah
asuhan larva (nursey ground); (4) Tempat makan (feeding ground); (5) Rumah tempat tinggal biota
laut; (6)Wisata bahar. Salah satu ilustrasi fungsi lamun sebagai tempat mencari makan.
Padang lamun dapat dimanfaatkan sebagai berikut : (1) Tempat kegiatan marikultur berbagai jenis
ikan, kerang-kerangan dan tiram; (2) Tempat rekreasi atau pariwisata; (3) Sumber pupuk hijau
jelasnya

Selain padang lamun kelompok tumbuhan laut lainnya yang mempunyai nilai ekonomis penting yaitu
rumput laut. Potensi rumput laut (alga) di perairan Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha
dengan potensi produksi sebesar 482.400 ton/tahun. Pemanfaatan rumput laut untuk industri
terutama pada senyawa kimia yang terkandung di dalamnya, khususnya karegenan, agar, dan algin
(Nontji, 1987).

Melihat besarnya potensi pemanfaatan alga, terutama untuk ekspor, maka saat ini telah diupayakan
untuk dibudidayakan. Misalnya budidaya Euchema spp telah di coba di Kepulauan Seribu (Jakarta),
Bali, Pulau Samaringa (Sulawesi Tengah), Pulau Telang (Riau), dan Teluk Lampung (Dahuri et al 2001).
Usaha budidaya rumput laut telah banyak dilakukan dan masih bisa ditingkatkan. Keterlibatan
semua pihak dalam teknologi pembudidayaan dan pemasaran merupakan faktor yang menentukan
dalam menggairahkan masyarakat dalam mengembangkan usaha budidaya rumput laut. Peranan
pemerintah regulasi dalam penentuan daerah budidaya, bantuan dari badan-badan peneliti untuk
memperbaiki mutu produksi serta jaminan harga yang baik dari pembeli/eksportir rumput laut
sangat menentukan kesinambungan usaha budidaya komoditi ini.

4.Terumbu Karang

Indonesia memiliki kurang lebih 50.000 km2 ekosistem terumbu karang yang tersebar di seluruh
wilayah pesisir dan lautan (Dahuri et al. 2001). Terumbu karang mempunyai fungsi ekologis sebagai
penyedia nutrien bagi biota perairan, pelindung fisik, tempat pemijahan, tempat bermain dan
asuhan berbagai biota; terumbu karang juga menghasilkan berbagai produk yang mempunyai nilai
ekonomi penting seperti berbagai jenis hasil perikanan, batu karang untuk konstruksi. Dari segi
estetika, terumbu karang dapat menampilkan pemandangan yang sangat indah (Gambar 7). Upaya
pemanfaatan sumber daya alam yang lestari dengan melibatkan masyarakat sangat dibutuhkan.
Pada kasus di Bali (Dahuri et al 2001) dimana masyarakat melakukan pengambilan karang secara
intesif harus dicegah dengan mencarikan alternatif berupa pengelolaan wilayah tersebut untuk
kepentingan turisme dan melibatkan masyarakat didalamnya. Cara seperti ini telah berhasil
dikembangkan di Bunaken Sulawesi Utara dimana masyarakat terlibat dalam sektor ekonomi seperti
pelayanan pada penjualan suvenir, makanan kecil, dan penyediaan fasilitas untuk menikmati
keindahan terumbu karang; perahu katamaran (perahu yang mempunyai kaca pada bagian tengah,
sehingga orang bisa melihat langsung kedalam air melalui kaca tersebut) atau jasa scuba diving.
Sedangkan perusahaan bisa menyediakan fasilitas hotel, restauran dan lain-lain.

Secara umum produktifitas primer ekosistem perairan tropik yang diukur berdasarkan satuan Gram
Carbon/m2 /tahun adalah sebagai berikut : (a) Ekosistem mangrove 430-5.000; (b) Algae, Seagrass
bed (lamun dan rumput laut 900-4.650; (c) Terumbu karang 1.800-4.200; (d) Estuaria 200-4.000; (e)
daerah upwelling 400-3.650; (f) continental shelf 100-600; dan (g) laut terbuka 2-400.

Referensi:

file:///C:/belajar/wsbm/Bahan-BacaanPotensi-dan-SD-Kemaritiman.pdf

http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/196006151988031-
JUPRI/SUMBER_DAYA_ALAM_Drs._Jupri%2C_MT.pdf

Anda mungkin juga menyukai